KARYA AKHIR
Disusun oleh :
KURNIADI WIRANDHANI
S561608002
2019
PENGESAHAN PROPOSAL TESIS
PERBEDAAN KADAR S100β ANTARA PRE DAN POST
VENTRICULOPERITONEAL SHUNT PADA PASIEN HIDROSEFALUS
PROPOSAL TESIS
Oleh :
KURNIADI WIRANDHANI
S561608002
Pembimbing Utama :
Pembimbing Pendamping :
Mengetahui,
2
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN
PUBLIKASI
KURNIADI WIRANDHANI
S561608002
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Berdasarkan keterangan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai perubahan kadar biomarker S100β ini sebagai salah
satu alat ukur keberhasilan tindakan Ventriculoperitoneal Shunt pada
pasien dengan hidrosefalus, yang diukur sebelum dan sesudah
dilakukannya tindakan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan kadar S100β antara pre dan post VP shunt
pada pasien hidrodsefalus?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya perbedaan kadar S100β antara pre dan post VP
shunt pada pasien hidrodsefalus
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi dasar bahwa kadar S100β dapat dijadikan alat
ukur keberhasilan dari tindakan VP shunt pada pasien hidrosefalus.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. S100β
a. Definisi S100β
S100β adalah protein berikatan dengan kalsium yang paling
banyak pada jaringan neuronal. Protein ini terdapat di sel glia dan sel
schwann dan memiliki efek intra dan ekstraseluler (Astrand dan Unden,
2019). Protein S100β terdapat di beberapa jaringan, namun lebih banyak
terdapat di cairan serebrospinal. Protein ini paling banyak terdapat di sel
glia dan di beberapa sel neuron lain seperti oligodendrosit, sel schwann,
sel ependimal, sel glial enterik, dan sel retinal muller (Gazzolo, 2019).
Pada cairan serebrospinal protein S100 terutama sebagai S100BB
homodimer atau S100AB heterodimer, kemudian bersama-sama protein
ini menjadi protein yang sering disebut S100β (Thelin, 2016).
b. Struktur dan Fungsi S100
Protein S100 adalah protein asam kecil dengan berat molekul
sekitar 9 - 13 kDa. Protein ini terdapat diantara sel-sel sebagai
homodimer S100β. Kelompok S100 memiliki 20 anggota yang ditandai
oleh adanya dua ikatan kalsium. S100A1 - S100A16 dikode oleh
kelompok gen dengan kromosom 1q21 (Astrand dan unden, 2019). Lima
fungsi mayor dari protein S100, (1) regulasi fosforilasi dimediasi oleh
protein kinase, (2) modulasi aktivitas enzimatik, (3) mempertahankan
bentuk dan motilitas sel, (4) mempengaruhi jalur sinyal transduksi, dan
(5) homeostasis kalsium (Astrand dan Unden, 2019). Selain berperan
dalam hemostasis kalsium, Protein S100β juga terlibat dalam diferensiasi
sel dan progresi siklus sel dan juga menghambat apotosis (Thelin, 2016).
6
c. Metode dan Pengukuran
Sifat S100β yang stabil, tidak terpengaruh penyimpanan, suhu dan
siklus beku cair, dan tidak terpengaruh hemolisis, menjadikan S100β
sampel yang kuat dan memudahkan penanganannya untuk keberhasilan
analisis (Thelin, 2016). Selain pemeriksaan ELISA, beberapa
immunoassay lain yang dapat digunakan, seperti uji fiksasi pelengkap
mikro, RIA, immunoassay penghitungan partikel, IRMA dua tempat, uji
imunoluminometrik, dan ELISA. PCR juga telah digunakan untuk
menganalisis S100β dalam darah dan cairan amniotik (Gazzolo, 2019).
ELISA merupakan pemeriksaan gold standard untuk mengukur S100β di
laboratorium dan membutuhkan waktu 4-6 jam untuk pemeriksaan
(Thelin, 2016).
d. S100β sebagai Biomarker
Adanya protein ini dalam darah menunjukkan adanya gangguan
fungsional atau morfologi pada sawar darah otak. S100β adalah protein
mayor sitosol yang dominan ditemukan di sel glia. Peningkatan kadar
protein ini ditemukan pada kasus astrogliosis dan anak dengan
hidrosefalus (Tarnaris, 2006).
2. Hidrosefalus
a. Definisi Hidrosefalus
Definisi dasar hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal
yang abnormal di dalam ventrikel otak (Greenberg, 2016). Hidrosefalus
adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi peningkatan tekanan
intrakranial akibat pengumpulan cairan serebrospinal pada sistem
ventrikel (ruangan cairan otak) yang normal (Satyanegara, 2014).
b. Penyebab Hidrosefalus
Secara umum hidrosefalus disebabkan oleh gangguan reabsorpsi
cairan serebrospinal atau disebabkan oleh kelebihan produksi cairan.
Etiologi spesifik hidrosefalus disebabkan oleh kelainan kongenital
(38%) seperti malformasi chiari, perdarahan perinatal (11%), masa
tumor (11%), dan infeksi (7,6%) (Greenberg, 2016). Etiologi
7
hidrosefalus dibagi berdasarkan etiologi prenatal, dimana terjadi selama
masa kehamilan, seperti stenosis akuaduktus sylvius (10%), malformasi
dandy walker (2-4%), dan malformasi Arnold chiari dan etiologi
postnatal seperti perdarahan, meningitis bakterialis, gangguan aliran
vena, dan iatrogenik. (Setyanegara, 2014).
c. Klasifikasi Hidrosefalus
Hidrosefalus diklasifikasikan menjadi dua yaitu, Hidrosefalus
komunikans, dimana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan
rongga subarakhnoid otak dan spinal, dan hidrosefalus nonkomunikans
atau hidrosefalus oklusif terjadi jika ada obstruksi dalam sistem
ventrikel atau salurannya ke rongga arakhnoid akibat lesi desak ruang
(tumor, perdarahan). (Satyanegara, 2014). Ada pula klasifikasi khusus
hidrosefalus antara lain, normal pressure hydrocephalus, Entrapped
fourth ventricle, arrested hydrocephalus (Greenberg, 2016).
d. Prevalensi Hidrosefalus
Prevalensi hidrosefalus pada tiga bulan kehidupan post-natal
adalah 0.1-0.4%. Hidrosefalus dewasa didapatkan kira-kira 40% dari
seluruh kasus hidrosefalus (Satyanegara, 2014).
e. Patofisiologi Hidrosefalus
Terdapat tiga mekanisme yang terjadi pada hidrosefalus, yaitu
produksi cairan serebrospinal yang berlebihan, yang merupakan
pertahanan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi, Gangguan aliran
cairan serebrospinal, yang disebabkan oleh adanya sumbatan, dan
Peningkatan tekanan sinus vena, yang menyebabkan peningkatan
volume vaskuler intrakranial dan peningkatan TIK (Setyanegara,
2014).
f. Diagnostik Hidrosefalus
Gejala paling umum pada pasien usia dibawah dua tahun adalah
pembesaran ukuran kepala yang abnormal dan tidak sesuai ukuran
wajah. (Satyanegara, 2014). Pada anak yang lebih besar dan dewasa
dimana ubun-ubun sudah menutup gejala yang muncul merupakan
8
gejala peningkatan intrakranial, seperti papil edema, perubahan gait,
dan abducens palsy (Greenberg, 2016).
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan rontgen
polos kepala, yang akan didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial, CT-scan, didapatkan secara akurat bentuk dan ukuran
ventrikel atau adanya gambaran perdarahan, kalsifikasi dan kista, USG,
memperlihatkan pelebaran ventrikel dan gambaran dangling choroid
sign, dan MRI, dipilih untuk meneliti penyebab anatomis dari
hidrosefalus (Setyanegara, 2014).
9
yaitu asetazolamid per oral 30mg/kgBB/ hari maksimal 100
mg/kgBB/hari atau furosemid per oral 1 mg/kgBB/ hari untuk
meningkatkan resorpsi cairan (Setyanegara, 2014).
Tujuan dari tindakan operatif adalah untuk mengoptimalkan fungsi
neurologi dan kosmetik. Beberapa opsi tindakan operasi seperti, third
ventriculostomy, Shunting, menghilangkan obstruksi seperti membuka
stenosis akuaduktus sylvian, dan plexectomy koroid (Greenberg, 2016).
Shunting merupakan tatalaksana standar hidrosefalus, yaitu tindakan
pemasangan selang kedalam ruang ventrikel otak kemudian
mengalirkan cairan otak ke rongga tubuh lain agar bisa diserap.
(Setyanegara, 2014)
h. Hidrosefalus dan kerusakan sel otak
Peningkatan tekanan cairan serebrospinal di ventrikel
menyebabkan atrofi substansia alba yang akan mengganggu perfusi
jaringan sehingga terjadi hipoksia jaringan lokal, kerusakan jaras saraf
bermielin dan akhirnya gliosis irreversibel (Setyanegara, 2014).
10
mencegah komplikasi pada pasien hidrosefalus (Pal dan Dubey, 2017).
kondisi-kondisi yang memerlukan tindakan VP shunt antara lain :
hidrosefalus kongenital, tumor yang menyebabkan kebocoran cairan
serebropinal, hidrosefalus post-hemoragik, spina bifida, stenosis
aqueduktal kongenital, post meningitic hidrosefalus, dandy walker
syndrome, kista arakhnoid, dan idiopatik hipertensi intrakranial (Fowler
dan Mesfin, 2019).
Pada dasarnya tidak ada kontraindikasi untuk tindakan Shunt pada
hidrosefalus. VP shunt tidak dapat dilakukan jika terdapat infeksi pada
peritonium atau bayi prematur dengan necrotizing enterocolitis
(Satyanegara, 2014). Kontraindikasi absolut adalah adanya infeksi
disekitar entry site dan kontraindikasi relatif adalah koagulopati dan
kurangnya shunt imaging (Fowler dan Mesfin, 2019).
c. Cara Kerja dan Outcome VP Shunt
VP shunt merupakan pemasangan selang kedalam ruang ventrikel
otak untuk kemudian mengalirkan cairan otak ke rongga peritoneum.
Rongga peritoneum yang besar memungkinkan memasukkan selang
peritoneal yang panjang sehingga dapat mengikuti pertumbuhan tubuh
dengan kebutuhan revisi yang rendah, memiliki kemampuan absorpsi
yang efisien dan akses yang mudah (Satyanegara, 2014). VP Shunt
bekerja pada prinsip untuk mengalirkan kelebihan cairan serebrospinal
(CSF) yang terakumulasi ke dalam rongga peritoneum sehingga
mengurangi tekanan CSF di otak (Pal dan Dubey, 2017). Ketika manusia
naik ke posisi tegak, ada gradien gravitasi di dalam sumbu serebrospinal
yang membentang di sepanjang garis maya yang mengukur pada orang
dewasa sekitar 55 ± 5 cm dari lantai ventrikel lateral (tempat ujung
proksimal dari shunt ventriculoperitoneal untuk lega hidrosefalus
ditempatkan) ke daerah peritoneum periumbilikalis (di mana ujung distal
shunt juga ditempatkan) (Sotelo, 2012).
Keberhasilan operasi VP shunt dipengaruhi oleh banyak faktor
yang dapat dipelajari dan dimodifikasi sesuai untuk memastikan hasil
yang lebih baik (Pal dan Dubey, 2017). Keberhasilan shunt juga secara
11
signifikan dipengaruhi oleh usia dan lamanya tinggal di rumah sakit
(Khan, 2015).
d. Komplikasi VP Shunt
VP shunt, walaupun sering digunakan, memiliki banyak
komplikasi yang berkembang pada 20-40% pasien yang sering
membutuhkan operasi reposisi dimana meningkatkan morbiditas dan
berpengaruh pada kualitas hidup (Kamenova, 2017).
Komplikasi pemasangan Shunt dikategorikan menjadi tiga
kelompok : infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang
disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat (Satyanegara, 2014).
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pemasangan VP Shunt
yaitu hernia inguinal dengan insidensi 17%, selain itu dapat terjadi
obstruksi pada kateter peritoneal, peritonitis dari infeksi shunt, hidrokel,
dan asites cairan serebrospinal. Dibutuhkan pemanjangan selang kateter
dikarenakan pertumbuhan tubuh (Greenberg, 2016).
12
B. Kerangka pikir
Hidrosefalus
Kadar S100β
Preoperatif Astrogliosis Necrotic dan apoptosis
VP Shunt
Tekanan cairan
Kadar S100β
serebrospinal
Postoperatif
Variabel Penelitian
Tidak Diteliti
13
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan kadar S100β antara pre dan post Ventriculoperitoneal
Shunt pada pasien hidrosefalus.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
C. Populasi Penelitian
Semua pasien dengan hidrosefalus yang dirawat oleh Sub Bagian Bedah
Saraf RSDM Surakarta.
15
E. Estimasi Besar Sampel
Pn 1
S100β H
Po 1
Sampel subjek penelitian berdasarkan jumlah variabel. Minimal jumlah
sampel ditentukan setiap variabel 10 – 15 subjek penelitian. Oleh karena disini
terdapat dua kelompok variabel yaitu kadar S100β sebagai variabel (y) dan
Pre dan post VP Shunt sebagai variabel (x), maka jumlah sampel dihitung
dengan 2 X 10 (1F) = 20 – 30 subjek penelitian.
16
F. Kriteria Restriksi
1. Kriteria inklusi
Pasien yang menyetujui informed consent
Pasien Hidrosefalus yang berusia 1 tahun – 60 tahun.
Pasien telah dilakukan CT Scan dengan gambaran hidrosefalus
Pasien yang belum pernah dilakukan tindakan VP shunt
sebelumnya
Pasien hidrosefalus dengan rencana tindakan VP shunt
2. Kriteria eksklusi
Pasien Hidrosefalus yang pada awalnya masuk dalam kriteria
inklusi, namun dalam masa observasi mendapatkan tindakan
pembedahan.
Pasien Hidrosefalus yang pada awalnya masuk dalam kriteria
inklusi, namun dalam masa observasi mengalami perburukan
hingga kematian
Pasien dengan malfungsi VP shunt selama masa observasi
G. Variabel
1. Variabel terikat :
Kadar S100β
2. Variabel bebas :
Pre dan Post VP shunt
3. Variabel perancu:
Terkendali : Usia, Riwayat Operasi, Riwayat penyakit
neurodegeneratif, riwayat cedera otak, Riwayat penyakit sistemik.
Tidak terkendali : Aktifitas fisik, nutrisi, tingkat stress
H. Definisi Operasional Variabel
17
d. Skala data : Nominal
2. Variabel bebas : Pre dan Post VP shunt
a. Definisi :Ventricularperitoneal Shunt adalah pemasangan
selang kedalam ruang ventrikel otak kemudian mengalirkan cairan
otak ke rongga peritoneum (Satyanegara, 2014). Pada penelitian ini
ditentukan Pre VP Shunt yaitu satu hari sebelum tindakan VP shunt
dan Post VP shunt yaitu pada hari ke-4, setelah dilakukannya
tindakan VP Shunt.
b. Alat ukur : Data rekam medis
c. Satuan : Hari
d. Skala data : Nominal
18
I. Alur Penelitian
Pasien Hidrosefalus
Informed Consent
VP Shunt
Perawatan Hari Ke 4
Analisis data:
Dependent T-Test
19
J. Analisis Data
Dalam penelitian ini, dilakukan uji beda dengan T-test dependen yang
sebelumnya data di uji normalitas. Uji normalitas sebaran sampel
dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika data tidak terdistribusi normal,
maka akan dilakukan uji wilcoxon. Analisis dilakukan dengan
menggunakan Software Statistical Product and Service Solution for
Windows.
20
DAFTAR PUSTAKA
Astrand R dan Unden J. 2019. Clinical Use of the Calcium Binding S100Β
Protein, a Biomarker for Head injury. Methods in Molecular Biology,
vol. 1929, https://doi.org/10.1007/978-1-4939-9030-6_42, Springer.
Michetti F, et al. 2012. The S100Β protein in biological Fluids : more than a
lifelong biomarker of brain distress. International Society for
Neurochemistry, J. Neurochem. (2012) 120, 644–659
21
Pal SS, Dubey S. A study of VP shunt in management of hydrocephalus. Int Surg
J 2017;4:1697-701.
Thelin EP, et al., 2016. A review of the clinical utility of serum S100Β protein
Levels in the Assessment of Traumatic Brain Injury. Acta Neurochir
DOI 10.1007/s00701-016-3046-3. Springer
22