Anda di halaman 1dari 22

PERBEDAAN KADAR S100β ANTARA PRE DAN POST

VENTRICULOPERITONEAL SHUNT PADA PASIEN HIDROSEFALUS

KARYA AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan

Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Program Studi Ilmu Bedah

Disusun oleh :

KURNIADI WIRANDHANI

S561608002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

2019
PENGESAHAN PROPOSAL TESIS
PERBEDAAN KADAR S100β ANTARA PRE DAN POST
VENTRICULOPERITONEAL SHUNT PADA PASIEN HIDROSEFALUS
PROPOSAL TESIS
Oleh :

KURNIADI WIRANDHANI

S561608002

Pembimbing Utama :

Dr Ferry Wijanarko Sp.BS Tanggal :


NIP. 19730223 200212 1 001

Pembimbing Pendamping :

DR. dr. Hari Wujoso, Sp. F, M.M Tanggal :


NIP. 19621022 199503 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi

DR dr Kristanto Yuli Yarsa SpB (K) Onk


NIP. 19750731 200604 1 001

2
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN
PUBLIKASI

Penulis menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul: “PERBEDAAN KADAR S100β ANTARA PRE


DAN POST VENTRICULOPERITONEAL SHUNT PADA PASIEN
HIDROSEFALUS”, ini adalah karya penelitian penulis sendiri dan tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan
acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar
pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur plagiasi, maka penulis bersedia menerima sanksi,
baik tesis beserta gelar magister penulis dibatalkan serta diproses sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum
ilmiah harus menyertakan ijin tim promotor sebagai author dan
Perpustakaan UNS sebagai institusinya. Apabila penulis melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka penulis bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Januari 2020
Penulis,

KURNIADI WIRANDHANI
S561608002

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus merupakan kasus yang sering ditemui dalam bidang


bedah saraf. Prevalensi hidrosefalus di Belanda dan di Amerika masing –
masing dilaporkan terjadi kasus sekitar 0.65 permil dan dua permil per
tahun, sedangkan di Indonesia mencapai sepuluh permil. Sebesar 40% dari
kasus hidrosefalus merupakan kasus dewasa (Satyanegara,
2014). Hidrosefalus terjadi karena adanya gangguan pada proses produksi,
aliran, dan penyerapan dari cairan serebrospinal (Pal dan Dubey,
2017). Prosedur standar yang dilakukan pada kasus hidrosefalus adalah
tindakan Ventriculoperitoneal Shunt (VP Shunt) (Khan, 2015).
Di Amerika Serikat, lebih dari 30.000 prosedur untuk meredakan
hidrosefalus dilakukan setiap tahun (Khan, 2015). Pada penelitian
epidemiologi yang dilakukan di Inggris dan Irlandia oleh Mendez et al.
(2019) Sebanyak 41.036 prosedur dalam 26.545 pasien diajukan selama
periode penelitian, termasuk 3002 (11,5%) bayi, 4389 (16,9%) anak-anak
dan 18 668 (71,6%) orang dewasa. 
Penelitian yang dilakukan oleh Beems et al. (2003), menyatakan
bahwa tingginya kadar S100β pada cairan serebrospinal dapat menandakan
adanya kemungkinan kerusakan otak pada hidrosefalus, namun berbeda
dengan kadar pada serum, dimana kadar tersebut tidak dapat mengevaluasi
tingkat keparahan hidrosefalus. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Brandner et al. (2012), didapatkan bahwa kadar S100β dalam CSF dan
serum yang tinggi menunjukkan probabilitas kebutuhan shunt permanen
yang tinggi pada pasien hidrosefalus yang disebabkan oleh perdarahan
subarakhnoid.

4
Berdasarkan keterangan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai perubahan kadar biomarker S100β ini sebagai salah
satu alat ukur keberhasilan tindakan Ventriculoperitoneal Shunt pada
pasien dengan hidrosefalus, yang diukur sebelum dan sesudah
dilakukannya tindakan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan kadar S100β antara pre dan post VP shunt
pada pasien hidrodsefalus?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya perbedaan kadar S100β antara pre dan post VP
shunt pada pasien hidrodsefalus

D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi dasar bahwa kadar S100β dapat dijadikan alat
ukur keberhasilan dari tindakan VP shunt pada pasien hidrosefalus.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. S100β
a. Definisi S100β
S100β adalah protein berikatan dengan kalsium yang paling
banyak pada jaringan neuronal. Protein ini terdapat di sel glia dan sel
schwann dan memiliki efek intra dan ekstraseluler (Astrand dan Unden,
2019). Protein S100β terdapat di beberapa jaringan, namun lebih banyak
terdapat di cairan serebrospinal. Protein ini paling banyak terdapat di sel
glia dan di beberapa sel neuron lain seperti oligodendrosit, sel schwann,
sel ependimal, sel glial enterik, dan sel retinal muller (Gazzolo, 2019).
Pada cairan serebrospinal protein S100 terutama sebagai S100BB
homodimer atau S100AB heterodimer, kemudian bersama-sama protein
ini menjadi protein yang sering disebut S100β (Thelin, 2016). 
b. Struktur dan Fungsi S100
Protein S100 adalah protein asam kecil dengan berat molekul
sekitar 9 - 13 kDa. Protein ini terdapat diantara sel-sel sebagai
homodimer S100β. Kelompok S100 memiliki 20 anggota yang ditandai
oleh adanya dua ikatan kalsium. S100A1 - S100A16 dikode oleh
kelompok gen dengan kromosom 1q21 (Astrand dan unden, 2019). Lima
fungsi mayor dari protein S100, (1) regulasi fosforilasi dimediasi oleh
protein kinase, (2) modulasi aktivitas enzimatik, (3) mempertahankan
bentuk dan motilitas sel, (4) mempengaruhi jalur sinyal transduksi, dan
(5) homeostasis kalsium (Astrand dan Unden, 2019). Selain berperan
dalam hemostasis kalsium, Protein S100β juga terlibat dalam diferensiasi
sel dan progresi siklus sel dan juga menghambat apotosis (Thelin, 2016).

6
c. Metode dan Pengukuran
Sifat S100β yang stabil, tidak terpengaruh penyimpanan, suhu dan
siklus beku cair, dan tidak terpengaruh hemolisis, menjadikan S100β
sampel yang kuat dan memudahkan penanganannya untuk keberhasilan
analisis (Thelin, 2016). Selain pemeriksaan ELISA, beberapa
immunoassay lain yang dapat digunakan, seperti uji fiksasi pelengkap
mikro, RIA, immunoassay penghitungan partikel, IRMA dua tempat, uji
imunoluminometrik, dan ELISA. PCR juga telah digunakan untuk
menganalisis S100β dalam darah dan cairan amniotik (Gazzolo, 2019).
ELISA merupakan pemeriksaan gold standard untuk mengukur S100β di
laboratorium dan membutuhkan waktu 4-6 jam untuk pemeriksaan
(Thelin, 2016).
d. S100β sebagai Biomarker
Adanya protein ini dalam darah menunjukkan adanya gangguan
fungsional atau morfologi pada sawar darah otak. S100β adalah protein
mayor sitosol yang dominan ditemukan di sel glia. Peningkatan kadar
protein ini ditemukan pada kasus astrogliosis dan anak dengan
hidrosefalus (Tarnaris, 2006). 
2. Hidrosefalus
a. Definisi Hidrosefalus
Definisi dasar hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal
yang abnormal di dalam ventrikel otak (Greenberg, 2016). Hidrosefalus
adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi peningkatan tekanan
intrakranial akibat pengumpulan cairan serebrospinal pada sistem
ventrikel (ruangan cairan otak) yang normal (Satyanegara, 2014).
b. Penyebab Hidrosefalus
Secara umum hidrosefalus disebabkan oleh gangguan reabsorpsi
cairan serebrospinal atau disebabkan oleh kelebihan produksi cairan.
Etiologi spesifik hidrosefalus disebabkan oleh kelainan kongenital
(38%) seperti malformasi chiari, perdarahan perinatal (11%), masa
tumor (11%), dan infeksi (7,6%) (Greenberg, 2016). Etiologi

7
hidrosefalus dibagi berdasarkan etiologi prenatal, dimana terjadi selama
masa kehamilan, seperti stenosis akuaduktus sylvius (10%), malformasi
dandy walker (2-4%), dan malformasi Arnold chiari dan etiologi
postnatal seperti perdarahan, meningitis bakterialis, gangguan aliran
vena, dan iatrogenik. (Setyanegara, 2014).
c. Klasifikasi Hidrosefalus
Hidrosefalus diklasifikasikan menjadi dua yaitu, Hidrosefalus
komunikans, dimana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan
rongga subarakhnoid otak dan spinal, dan hidrosefalus nonkomunikans
atau hidrosefalus oklusif terjadi jika ada obstruksi dalam sistem
ventrikel atau salurannya ke rongga arakhnoid akibat lesi desak ruang
(tumor, perdarahan). (Satyanegara, 2014). Ada pula klasifikasi khusus
hidrosefalus antara lain, normal pressure hydrocephalus, Entrapped
fourth ventricle, arrested hydrocephalus (Greenberg, 2016).
d. Prevalensi Hidrosefalus
Prevalensi hidrosefalus pada tiga bulan kehidupan post-natal
adalah 0.1-0.4%. Hidrosefalus dewasa didapatkan kira-kira 40% dari
seluruh kasus hidrosefalus (Satyanegara, 2014). 
e. Patofisiologi Hidrosefalus
Terdapat tiga mekanisme yang terjadi pada hidrosefalus, yaitu
produksi cairan serebrospinal yang berlebihan, yang merupakan
pertahanan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi, Gangguan aliran
cairan serebrospinal, yang disebabkan oleh adanya sumbatan, dan
Peningkatan tekanan sinus vena, yang menyebabkan peningkatan
volume vaskuler intrakranial dan peningkatan TIK (Setyanegara,
2014).
f. Diagnostik Hidrosefalus
Gejala paling umum pada pasien usia dibawah dua tahun adalah
pembesaran ukuran kepala yang abnormal dan tidak sesuai ukuran
wajah. (Satyanegara, 2014). Pada anak yang lebih besar dan dewasa
dimana ubun-ubun sudah menutup gejala yang muncul merupakan

8
gejala peningkatan intrakranial, seperti papil edema, perubahan gait,
dan abducens palsy (Greenberg, 2016).
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan rontgen
polos kepala, yang akan didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial, CT-scan, didapatkan secara akurat bentuk dan ukuran
ventrikel atau adanya gambaran perdarahan, kalsifikasi dan kista, USG,
memperlihatkan pelebaran ventrikel dan gambaran dangling choroid
sign, dan MRI, dipilih untuk meneliti penyebab anatomis dari
hidrosefalus (Setyanegara, 2014).

Gambar 1. Pengukuran ventrikular pada CT Scan dan MRI


Singkatan : TH = temporal horns, FH = frontal horns, ID = internal
diameter, BPD = biparietal diameter, OH = occipital horns

Hasil pemeriksaan radiologi mengarah ke hidrosefalus jika


didapatkan gambaran dimana ukuran lebar kedua temporal horns lebih
dari 2mm dan ratio frontal horn dan diameter internal adalah lebih dari
0:5. Selain itu adanya gambaran ventrikel mickey mouse yang terbentuk
karena balloning dari frontal horns ventrikel lateral (Greenberg, 2016).
g. Penatalaksanaan Hidrosefalus
Tatalaksana non operatif yang dapat dilakukan pada kasus
hidrosefalus yaitu terapi medikamentosa yang berfungsi untuk
mengurangi sekresi cairan serebrospinal. Obat yang biasa digunakan

9
yaitu asetazolamid per oral 30mg/kgBB/ hari maksimal 100
mg/kgBB/hari atau furosemid per oral 1 mg/kgBB/ hari untuk
meningkatkan resorpsi cairan (Setyanegara, 2014).
Tujuan dari tindakan operatif adalah untuk mengoptimalkan fungsi
neurologi dan kosmetik. Beberapa opsi tindakan operasi seperti, third
ventriculostomy, Shunting, menghilangkan obstruksi seperti membuka
stenosis akuaduktus sylvian, dan plexectomy koroid (Greenberg, 2016).
Shunting merupakan tatalaksana standar hidrosefalus, yaitu tindakan
pemasangan selang kedalam ruang ventrikel otak kemudian
mengalirkan cairan otak ke rongga tubuh lain agar bisa diserap.
(Setyanegara, 2014)
h. Hidrosefalus dan kerusakan sel otak
Peningkatan tekanan cairan serebrospinal di ventrikel
menyebabkan atrofi substansia alba yang akan mengganggu perfusi
jaringan sehingga terjadi hipoksia jaringan lokal, kerusakan jaras saraf
bermielin dan akhirnya gliosis irreversibel (Setyanegara, 2014).

3. Ventriculoperitoneal Shunt (VP Shunt)


a. Definisi VP Shunt
Ventricularperitoneal Shunt (VP Shunt) adalah pemasangan selang
kedalam ruang ventrikel otak kemudian mengalirkan cairan otak ke
rongga peritoneum (Satyanegara, 2014). Lokasi proksimal adalah
ventrikel lateral dan dialirkan ke rongga peritonium karena tekanan
intraperitoneal yang mendekati tekanan atmosfer (Greenberg,
2016). Shunt terdiri dari rumah katup yang terhubung ke kateter, ujung
distal ditempatkan di rongga peritoneum (Fowler dan Mesfin, 2019).
b. Indikasi dan kontraindikasi VP Shunt
Pemasangan Ventriculoperitoneal Shunt (VP) adalah prosedur
standar untuk perawatan hidrosefalus untuk berbagai kondisi seperti
hidrosefalus tekanan normal (NPH), perdarahan intrakranial, perdarahan
subaraknoid aneurysmal (aSAH), meningitis, tumor, atau trauma
(Kamenova, 2017). VP shunt digunakan untuk meringankan atau

10
mencegah komplikasi pada pasien hidrosefalus (Pal dan Dubey, 2017).
kondisi-kondisi yang memerlukan tindakan VP shunt antara lain :
hidrosefalus kongenital, tumor yang menyebabkan kebocoran cairan
serebropinal, hidrosefalus post-hemoragik, spina bifida, stenosis
aqueduktal kongenital, post meningitic hidrosefalus, dandy walker
syndrome, kista arakhnoid, dan idiopatik hipertensi intrakranial (Fowler
dan Mesfin, 2019).
Pada dasarnya tidak ada kontraindikasi untuk tindakan Shunt pada
hidrosefalus. VP shunt tidak dapat dilakukan jika terdapat infeksi pada
peritonium atau bayi prematur dengan necrotizing enterocolitis
(Satyanegara, 2014). Kontraindikasi absolut adalah adanya infeksi
disekitar entry site dan kontraindikasi relatif adalah koagulopati dan
kurangnya shunt imaging (Fowler dan Mesfin, 2019).
c. Cara Kerja dan Outcome VP Shunt
VP shunt merupakan pemasangan selang kedalam ruang ventrikel
otak untuk kemudian mengalirkan cairan otak ke rongga peritoneum.
Rongga peritoneum yang besar memungkinkan memasukkan selang
peritoneal yang panjang sehingga dapat mengikuti pertumbuhan tubuh
dengan kebutuhan revisi yang rendah, memiliki kemampuan absorpsi
yang efisien dan akses yang mudah (Satyanegara, 2014). VP Shunt
bekerja pada prinsip untuk mengalirkan kelebihan cairan serebrospinal
(CSF) yang terakumulasi ke dalam rongga peritoneum sehingga
mengurangi tekanan CSF di otak (Pal dan Dubey, 2017). Ketika manusia
naik ke posisi tegak, ada gradien gravitasi di dalam sumbu serebrospinal
yang membentang di sepanjang garis maya yang mengukur pada orang
dewasa sekitar 55 ± 5 cm dari lantai ventrikel lateral (tempat ujung
proksimal dari shunt ventriculoperitoneal untuk lega hidrosefalus
ditempatkan) ke daerah peritoneum periumbilikalis (di mana ujung distal
shunt juga ditempatkan) (Sotelo, 2012).
Keberhasilan operasi VP shunt dipengaruhi oleh banyak faktor
yang dapat dipelajari dan dimodifikasi sesuai untuk memastikan hasil
yang lebih baik (Pal dan Dubey, 2017). Keberhasilan shunt juga secara

11
signifikan dipengaruhi oleh usia dan lamanya tinggal di rumah sakit
(Khan, 2015).
d. Komplikasi VP Shunt
VP shunt, walaupun sering digunakan, memiliki banyak
komplikasi yang berkembang pada 20-40% pasien yang sering
membutuhkan operasi reposisi dimana meningkatkan morbiditas dan
berpengaruh pada kualitas hidup (Kamenova, 2017).
Komplikasi pemasangan Shunt dikategorikan menjadi tiga
kelompok : infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang
disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat (Satyanegara, 2014).
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pemasangan VP Shunt
yaitu hernia inguinal dengan insidensi 17%, selain itu dapat terjadi
obstruksi pada kateter peritoneal, peritonitis dari infeksi shunt, hidrokel,
dan asites cairan serebrospinal. Dibutuhkan pemanjangan selang kateter
dikarenakan pertumbuhan tubuh (Greenberg, 2016).

12
B. Kerangka pikir

Hidrosefalus

Peningkatan tekanan cairan


serebrospinal

Atrofi Substansia Gangguan perfusi Hipoksia


Alba jaringan Jaringan

Kadar S100β
Preoperatif Astrogliosis Necrotic dan apoptosis

VP Shunt

Tekanan cairan
Kadar S100β
serebrospinal
Postoperatif

Variabel Penelitian

Tidak Diteliti

13
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan kadar S100β antara pre dan post Ventriculoperitoneal
Shunt pada pasien hidrosefalus.

14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional analitik


dengan pendekatan studi cross-sectional untuk mengetahui perubahan kadar
S100β dalam serum antara pre dan post tindakan VP Shunt pada pasien
hidrosefalus.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Bagian Bedah Sub bagian Bedah Saraf RSDM.


Waktu penelitian : Januari – Maret 2020

C. Populasi Penelitian

Semua pasien dengan hidrosefalus yang dirawat oleh Sub Bagian Bedah
Saraf RSDM Surakarta.

D. Sampel dan Teknik Sampling

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling


yaitu subjek dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, dengan ciri atau sifat-
sifat populasi yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri dan
sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2017).

15
E. Estimasi Besar Sampel

Pn 1
S100β H
Po 1
Sampel subjek penelitian berdasarkan jumlah variabel. Minimal jumlah
sampel ditentukan setiap variabel 10 – 15 subjek penelitian. Oleh karena disini
terdapat dua kelompok variabel yaitu kadar S100β sebagai variabel (y) dan
Pre dan post VP Shunt sebagai variabel (x), maka jumlah sampel dihitung
dengan 2 X 10 (1F) = 20 – 30 subjek penelitian.

16
F. Kriteria Restriksi

1. Kriteria inklusi
 Pasien yang menyetujui informed consent
 Pasien Hidrosefalus yang berusia 1 tahun – 60 tahun.
 Pasien telah dilakukan CT Scan dengan gambaran hidrosefalus
 Pasien yang belum pernah dilakukan tindakan VP shunt
sebelumnya
 Pasien hidrosefalus dengan rencana tindakan VP shunt
2. Kriteria eksklusi
 Pasien Hidrosefalus yang pada awalnya masuk dalam kriteria
inklusi, namun dalam masa observasi mendapatkan tindakan
pembedahan.
 Pasien Hidrosefalus yang pada awalnya masuk dalam kriteria
inklusi, namun dalam masa observasi mengalami perburukan
hingga kematian
 Pasien dengan malfungsi VP shunt selama masa observasi

G. Variabel

1. Variabel terikat :
Kadar S100β
2. Variabel bebas :
Pre dan Post VP shunt
3. Variabel perancu:
Terkendali : Usia, Riwayat Operasi, Riwayat penyakit
neurodegeneratif, riwayat cedera otak, Riwayat penyakit sistemik.
Tidak terkendali : Aktifitas fisik, nutrisi, tingkat stress
H. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel terikat : Kadar S100β


a. Definisi : Kadar S100β adalah konsentrasi protein S100β
dalam serum darah pasien.
b. Alat ukur : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
c. Satuan : pg/mL

17
d. Skala data : Nominal
2. Variabel bebas : Pre dan Post VP shunt
a. Definisi :Ventricularperitoneal Shunt adalah pemasangan
selang kedalam ruang ventrikel otak kemudian mengalirkan cairan
otak ke rongga peritoneum (Satyanegara, 2014). Pada penelitian ini
ditentukan Pre VP Shunt yaitu satu hari sebelum tindakan VP shunt
dan Post VP shunt yaitu pada hari ke-4, setelah dilakukannya
tindakan VP Shunt.
b. Alat ukur : Data rekam medis
c. Satuan : Hari
d. Skala data : Nominal

18
I. Alur Penelitian

Pasien Hidrosefalus

Informed Consent

Pengukuran kadar S100β


1 hari preoperatif

VP Shunt

Perawatan Hari Ke 4

Diukur Kadar S100β

Analisis data:
Dependent T-Test

Gambar 2. Alur penelitian

19
J. Analisis Data

Dalam penelitian ini, dilakukan uji beda dengan T-test dependen yang
sebelumnya data di uji normalitas. Uji normalitas sebaran sampel
dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika data tidak terdistribusi normal,
maka akan dilakukan uji wilcoxon. Analisis dilakukan dengan
menggunakan Software Statistical Product and Service Solution for
Windows.

20
DAFTAR PUSTAKA
Astrand R dan  Unden J. 2019. Clinical Use of the Calcium Binding S100Β
Protein, a Biomarker for Head injury. Methods in Molecular Biology,
vol. 1929, https://doi.org/10.1007/978-1-4939-9030-6_42, Springer.

Beems T, et al. 2003. Serum- and CSF-concentrations of brain specific proteins in


hydrocephalus. Acta Neurochir (2003) 145: 37–43 DOI 10.1007/s00701-
002-1019-1

Brandner S, et al. 2012. Shunt-Dependent Hydrocephalus Following


Subarachnoid Hemorrhage Correlates with Increased S100Β Levels in
Cerebrospinal Fluid and Serum. Acta Neurochirurgica Supplementum,
Vol. 114, DOI: 10.1007/978-3-7091-0956-4_42

Dharmajaya R, et al. 2017. Elevated Serum S100β Protein Level As A Parameter


For Bad Outcome In Severe Traumatic Brain Injury Patients. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 2017 November;
24(1): 70–7572

Fowler JB dan Mesfin FB. 2019. Ventriculoperitoneal Shunt.  Treasure Island


(FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan

Gazzolo D, et al., 2019. The Calcium-binding S100Β protein: An Important


Diagnostic and Prognostic Neurobiomarker in Pediatric Laboratory
Medicine. Methods in Molecular Biology, vol. 1929,
https://doi.org/10.1007/978-1-4939-9030-6_44, Springer.

Greenberg M, 2016. Handbook of neurosurgery eight edition. Thieme medical


publisher

Kamenova M, Rychen J, Guzman R, Mariani L, Soleman J (2018) Yield of early


postoperative computed tomography after frontal ventriculoperitoneal
shunt placement. PLoS ONE 13(6):
e0198752.https://doi.org/10.1371/journal. pone.0198752

Khan F, Rehman A, Shamim MS, Bari ME. Factors affecting ventriculoperitoneal


shunt survival in adult patients. Surg Neurol Int 2015;6:25.

Michetti F, et al. 2012. The S100Β protein in biological Fluids : more than a
lifelong biomarker of brain distress. International Society for
Neurochemistry, J. Neurochem. (2012) 120, 644–659

Mendez F, et al. 2019. Current epidemiology of cerebrospinal fluid shunt surgery


in the UK and Ireland (2004–2013). J Neurol Neurosurg Psychiatry
2019;90:747–754. doi:10.1136/jnnp-2018-319927

21
Pal SS, Dubey S. A study of VP shunt in management of hydrocephalus. Int Surg
J 2017;4:1697-701.

Sastroasmoro S, 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke 5.


Jakarta: Sagung Seto

Satyanegara, et al., 2014. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara edisi V. Jakarta:


Gramedia Pustaka.

Sotelo J. The hydrokinetic parameters of shunts for hydrocephalus might be


inadequate. Surg Neurol Int 2012;3:40.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


Dan R&D. Bandung : Alfabeta

Tarnaris A, et al. 2006. Biomarkers in chronic adult hydrocephalus. biomed


central doi: 10.1186/1743-8454-3-11

Thelin EP, et al., 2016. A review of the clinical utility of serum S100Β protein
Levels in the Assessment of Traumatic Brain Injury. Acta Neurochir
DOI 10.1007/s00701-016-3046-3. Springer

22

Anda mungkin juga menyukai