OTOSKLEROSIS
Disusun Oleh:
Amanda Elma Monica
2013020004
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Tujuan 4
C. Manfaat 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Anatomi dan Fisiologi Telinga 5
B. Labirinitis 11
BAB III 23
KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis
di daerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya mengeras menjadi sklerotik. Sehingga stapes
menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan suara ke labirin dengan baik kemudian terjadilah
foramen rotundum 30% , lokasi yang lain di dinding medial koklea, posterior dari aquaduktus
Insiden otosklerosis paling tinggi pada kulit putih ( 8-10%), bangsa Jepang 1 %, Afrika
Amerika 1%. Otosklerosis sering dimulai di usia pertengahan tapi bisa juga lebih awal (15-45
thn). Menurut Morison angka kejadian 90 % pada usia 15-45 tahun, dua persen di bawah usia 2
tahun, tiga persen antara 10-15 tahun dan empat persen diatas usia 45 tahun.
Angka kejadian otosklerosis lebih banyak didapatkan pada wanita dari pada laki-laki
dengan perbandingan 2:1. Pada wanita hamil penyakit otosklerosis memburuk menjadi lebih
progresif dibanding wanita tidak hamil. Sering mulainya tuli menyertai kehamilan atau tampak
B. Tujuan
Pembahasan referat ini agar memberikan informasi mengenai otosklerosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga
1. Anatomi
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.
Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
Gambar 1. Telinga normal
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai
membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar dan
rangka tulang pada dua pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira 2,5 – 3
cm.15
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga (meatus akustikus) terdapat
banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen. Serumen menjaga membran timpani tetap lunak dan
tahan-air serta melindungi telinga tengah dan dalam dari benda asingberukuran kecil
dan seranggaberukuran kecil dan serangga.18
Membran timpani memisahkan meatus akustikus eksternus dan telinga tengah.
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dengan diameter kira-kira 1 cm. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bagian
bawah pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan
epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler dibagian
dalam. Serat inilah yang menyebabkan reflek cahaya, reflek cahaya terletak di
kuadran anterior inferior.15
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
umbo, Dari umbo terbentuk suatu refleks cahaya (cone of light) yang berada di arah
jam 5 pada telinga kanan, dan arah jam 7 pada telinga kiri. refleks cahaya menjadi
salah satu penilaian, misalkan refleks cahaya pada membran timpani mendatar,
menunjukkan adanya gangguan pada tuba eustachius. membran timpani dibagi
menjadi 4 kuadran, yaitu anterior-superior, posterior- superior, anterior-inferior,
posterior-inferior. Pada tindakan miringotomi, insisi dilakukan pada kuadran
posterior-inferior, sesuai dengan arah serabut membran timpani, karena pada daerah
ini tidak terdapat tulang-tulang pendengaran.16
b. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian
petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas
sebagai berikut:
1. Batas luar: membran timpani
2. Batas depan: tuba Eustachius
3. Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
4. Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
5. Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)
6. Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal
Di bagian dalam rongga ini terdapat tiga jenis tulang pendengaran yaitu :
tulang maleus, inkus, stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak, tanpa
rongga sum-sum tulang. Tulang maleus melekat pada membrane timpani. Tulang
maleus dan inkus tergantung pada ligament tipis diatap ruang timpani. Lempeng dasar
stapes melekat pada tingkat celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada dua
otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani
terletak dalam saluran diatas tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula kearah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi
rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi kedalam gagang
maleus. Tendon otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk pyramid dalam
dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi kedalam leher stapes. Otot-
otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi
tinggi.17
Tuba auditiva (Tuba eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan
nmpani dengan nasofaring, lumennya gepeng,asofaring, lumennya gepeng, dengan
dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup
lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, hingga selapis silindris bersilia
dengan sel goblet dekat faring. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga
lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian
tekanan udara pada kedua sisi membran timpanimenjadi seimbang.menjadi seimbang
17
c. Telinga Dalam
Telinga dalam adalah suatu system saluran dan rongga didalam pars petrosum
tulang temporalis. Telinga dalam dibentuk oleh labirin tulang (labirin osseosa) yang
didalamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimfe
sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimfe.
Labirin tulang terdiri atas tiga komponen yaitu : kanalis semisirkularis,
vestibulum, koklea tulang. Labirin tulang ini disebelah luar berbatasan dengan
endosteum, sedangkan dibagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang
terdapat didalam labirin tulang oleh ruang perilimfe yang berisi cairan endolimfe.
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan
rongga timpani melalui suatu membrane yang dikenal sebagai fenestra ovale. Ke
dalam vestibulum bermuara tiga buah kanalis semisirkularis yaitu kanalis
semisirkularis anterior, kanalis semisirkularis posterior dan kanalis semisirkularis
lateral yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis
mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada tiga saluran tetapi muaranya hanya
lima karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak berampula dan bermuara kedalam bagian
medial vestibulum oleh krus komunne. Kearah anterior rongga vestibulum
berhubungan dengan koklea tulang dan fenestra rotundum. Koklea merupakan tabung
berpilin mirip rumah siput. Bentuk keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-
perempat putaran. Sumbu koklea tulang disebut mediolus. Tonjolan tulang yang
terjulur dari modiolus membentuk tabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang
disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion
spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus akustikus.16
Labirin membranasea terletak didalam labirin tulang, merupakan suatu system
saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin
ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada
beberapa tempat terdapat lembaran – lembaran jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas duktus semisirkularis, membranasea, ultrikulus,
sakulus dan duktus koklearis.16
spongiosis didaerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat
2. Epidemiologi
Insiden otosklerosis paling tinggi pada kulit putih ( 8-10%), bangsa Jepang 1 %,
Afrika Amerika 1 %. Otosklerosis sering dimulai di usia pertengahan tapi bisa juga
lebih awal (15-45 thn). Menurut Morison angka kejadian 90 % pada usia 15-45
tahun, dua persen di bawah usia 2 tahun, tiga persen antara 10-15 tahun dan empat
persen diatas usia 45 tahun. Angka kejadian otosklerosis lebih banyak didapatkan
pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Pada wanita hamil penyakit
otosklerosis memburuk menjadi lebih progresif dibanding wanita tidak hamil. Sering
kehamilannya.6,7
penetrance dan ekspresi di masing – masing degree sangat berbeda sehingga sulit
3. Etiologi
Penyebab penyakit ini belum dapat dipastikan , diperkirakan beberapa faktor ikut
sebagai penyebab seperti faktor keturunan dan gangguan perdarahan pada stapes.4
4. Embriologi
patogenesis dari otosklerosis. Daerah kapsul otik akan terbentuk pada minggu ke-4
dan pada minggu ke-16 jaringan tulang endokondral akan menggantikan struktur
jaringan tulang yang komplit tidak terjadi, salah satunya terjadi di daerah fissula ante
fenestrum dan anterior dari foramen ovale yang biasanya merupakan bagian yang
lain di dinding medial koklea, posterior dari aquaduktus koklearis , kaki stapes, dan
5. Patofisiologi
area endokondral tulang temporal. Secara histologis proses otosklerosis dibagi menjadi
3 fase, fase otospongiosis ( fase awal ), fase transisional, dan otosklerosis ( fase
lanjut ). Tapi secara klinis dibagi 2 fase otospongiosis dan otosklerosis. Pada awalnya
terjadi proses spongiosis ( fase hipervaskulerisasi). Pada fase ini terjadi aktivitas dari
selsel osteosit, osteoblas dan histiosit yang menyebabkan gambaran sponge. Aktivitas
osteosit akan meresorbsi jaringan tulang di sekitar pembuluh darah yang akan
Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas secara
perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas sklerotik pada
tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini terjadi pada foramen ovale di
dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan menjadi kaku dan terjadilah tuli konduksi.Hal
ini terjadi karena fiksasi kaki stapes akan menyebabkan gangguan gerakan stapes
foramen ovale juga mengalami sklerotik maka tekanan gelombang suara menuju telinga
karena obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea dan ligamentum spirale. Hal
tersebut bisa juga disebabkan oleh kerusakan outer hair cell yang disebabkan oleh
pelepasan enzim hidrolitik pada lesilesi spongiosis ke telinga dalam. Masuknya bahan
langsung ke telinga dalam yang menghasilkan perubahan kadar elektrolit dan perubahan
sensorineural.10
Bagian yang tersering terkena adalah anterior dari foramen ovale dekat fissula
sebelum fenestrum ovale. Jika bagian anterior stapes dan posterior kaki stapes terkena
disebut fiksasi bipolar. Jika hanya kaki stapes saja disebut biscuit footplate. Jika kaki
6. Penegakan diagnosis
Gejala Klinis
- Pendengaran Menurun
yang biasanya bilateral dan asimetris. Pada awalnya berupa tuli konduksi dan pada tahap
selanjutnya bisa menjadi tuli campuran atau tuli sensorineural jika proses otosklerosis
sudah mengenai koklea. Penderita biasanya datang pada awal penyakit dimana ketulian
telah mencapai 30-40 db ( tuli konduksi pada frekuensi rendah ). Penurunan pendengaran
pada otosklerosis tanpa disertai adanya riwayat infeksi telinga atau riwayat trauma.12
- Tinitus
digambarkan oleh penderita sebagai suara berdenging atau bergemuruh, dapat juga
berupa suara bernada tinggi yang dapat muncul berulang-ulang, Makin lama tinnitusnya
- Paracusis Willisii
Penderita otosklerosis dapat mendengar lebih baik pada lingkungan yang bising yang
- Vertigo
kasus. Vertigo biasanya timbul dalam bentuk ringan dan tidak menetap yaitu bila
penderita menggerakkan kepala. Penyebab pasti dari vertigo ini belum diketahui secara
pasti.7,10
- Pemeriksaan Otoskopi
gambaran membrane timpani intak dalam batas normal.7 Pada kondisi tertentu pada fase
otospongiosis bisa didapatkan gambaran Schwartze sign. Pada membran timpani tampak
pada fase aktif. Tanda ini ditemukan oleh Schwartze tahun 1873 dan didapatkan pada 10
% penderita otosklerosis.6,8
konduksi. Rinne test negatif yang menggambarkan hantaran tulang lebih baik dari
hantaran udara. Tes weber didapatkan lateralisasi ke sisi telinga yang lebih berat derajat
tuli konduksinya. Pada kasus dengan tuli campuran mungkin sangat sulit untuk dilakukan
- Pemeriksaan Audiometri
Pada tahap awal otosklerosis pemeriksaan audiogram nada murni didapatkan air
bone gap yang melebar pada frekuensi rendah dan ada ciri khas dimana pada frekuensi
2000 Hz didapatkan hantaran tulang lebih dari 20 db yang dikenal dengan istilah Carhart
Notch. 6,11 Gambaran ini akan hilang setelah dilakukan operasi stapedektomi.
Pada pemeriksaan audiometri nada tutur didapatkan hasil dalam batas
fiksasi yang dikenal dengan istilah “on-off efek refleks stapedius “.1,6
- Pemeriksaan Radiografi
rantai osikule sampai tulang labirin. Pada fase awal terlihat gambaran radiolusen
di dalam dan sekitar koklea yang disebut “hallo sign”. Pada stadium lanjut
didapatkan
7. Penatalaksaan
Mayoritas penatalaksanaan otosklerosis ditujukan untuk memperbaiki
Medikamentosa
Walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium fluoride masih bisa dipakai
untuk terapi suportif. Ion-ion fluoride akan menggantikan hydroxyl radical yang
osteoklas dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan histologis . Disamping itu
seperti mual-muntah yang bisa dihindari dengan penurunan dosis atau dengan
keluhan.10,12
keberhasilan operasinya kecil sekali. Pada kasus ini dianjurkan untuk penggunaan
alat pembantu mendengar atau penggunaan BAHA (bone anchored hearing aid)
bisa unilateral atau bilateral. Sedangkan pada kasus dengan tuli sensorineural
Pembedahan
otosklerosis. Angka keberhasilan operasi cukup baik lebih dari 90% penderita
mendapatkan perbaikan pendengaran dengan air bone gap kurang dari 10 dB.
Prosedur operasi hanya membutuhkan waktu satu hari bisa dengan lokal anstesi
atau general anastesi. Rata- rata operasi dapat selesai dalam 45-60 menit.13
dengan vein graft untuk menutup vestibulum sehingga tidak terjadi kebocoran
endolimf. Stapes diganti dengan prostesis dari polietilen. Ada beberapa modifikasi
stapedektomi dengan penggunaan graft dari jaringan lemak atau jaringan ikat dan
Operasi sebaiknya dilakukan pada satu telinga setiap kali operasi, telinga
yang gangguan pendengarannya lebih jelek didahulukan. Operasi yang kedua baru
dilaksanakan jika operasi yang pertama berhasil dan hasilnya permanen. Operasi
yang kedua sebaiknya 3-12 bulan setelah operasi pertama. 9,13Setelah operasi
penderita harus tetap kontrol untuk mengevaluasi efek samping yang terjadi.
Ada beberapa tehnik operasi yaitu stapedektomi total,partial dan
stapedotomi. Sebelum operasi harus dipastikan bahwa fungsi N VIII masih baik
yang berarti fungsi penerimaan dan transmisi suara menuju otak masih baik.
Pada stapedektomi seluruh stapes dan kaki stapes diangkat kemudian foramen
yang mungkin terjadi baik durante operasi atau post operasi. Sebesar 1-2 % kasus
bisa terjadi tuli sensorineural post operasi. Paresis N VII yang permanen terjadi <
1 per 1000 kasus. Perforasi membran timpani terjadi 1-2% kasus yang terjadi pada
korda timpani yang lokasinya melewati tulang osikule. Tapi kondisi ini akan
dan vertigo desertai dengan keluhan mual muntah sering terjadi sesaat atau
beberapa hari paska bedah. Tapi jarang terjadi secara permanen. Keluhan tinitus
juga sering terjadi terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai
prognosis post operasi stapedektomi sangat baik dengan angka lebih dari 90%.9,10
8. Komplikasi
karena keterlibatan koklea. Operasi stapedektomi atau stapedotomi pada tahap awal
Pada pasien dengan atau tanpa keluhan tinnitus sebelum operasi dapat mengalami
tinnitus setelah operasi (1-11%), dan faktor prediktif untuk hal ini belum diketahui.
Namun, ada pula yang mengalami perbaikan dari gejala tinnitus post operasi. Adanya
tinnitus atau bertambah parahnya tinnitus post operasi kemungkinan disebabkan karena
adanya trauma operasi pada sel-sel sensorik, kebocoran cairan perilymph, dan suara yang
dihasilkan dari tindakan drilling. Selain itu, perburukan tinnitus juga ditemukan pada
pasien yang lebih tua dan kehilangan pendengaran pada frekuensi yang lebih tinggi.
9. Prognosis
Kebanyakan pasien mengalami perbaikan fungsi pendengaran setelah
koklea.
gejala ini akan membaik dalam kurang dari 1 minggu, namun dapat pula
menjadi vertigo jangka panjang yang berulang. Namun, hal ini hanya terjadi pada
sebagian kecil pasien. Pada frekuensi di bawah 1000 Hz, rerata perbaikan
mencapai kurang lebih 30 dB, yang mana hal ini dapat memperbaiki persepsi
KESIMPULAN
spongiosis didaerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya mengeras menjadi
sklerotik. Secara klinis terdapat dua fase yaitu fase otospongiosis dan otosklerosis.
bilateral asimetris, tinnitus, paracusiss willisii, dan vertigo. Pada otoskopi kadang-
kadang didapatkan Schwartze sign dan pemeriksaan audiometri khas didapatkan
DAFTAR PUSTAKA