PROPOSAL PENELITIAN
“TUBERKULOSIS PARU
Oleh :
Mochamad Fadli
(183310815)
Dosen Pengampu :
Reflita.S.Kp.,M.Kep
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tertinggi adalah Kota Padang Panjang (menjadi 454.48 per 100.000 penduduk)dan
kenaikan tertinggi adalah Kabupaten Pasaman Barat (menjadi 436.73 per 100.000
penduduk) (Dinas kesehatan provinsi Sumatra Barat, 2014). Terdapat 3 faktor yang
menyebabkan tingginya kasus TB paru di Indonesia yaitu, waktu pengobatan yang relatif
lama (6 sampai 8 bulan) menjadi penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB
paru berhenti berobat (Drop Out) setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum
selesai sehingga menyebabkan kekambuhan pada penderita TB paru dengan DO. Selain itu,
masalah TB paru diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang
berkembang cepat dan munculnya permasalahan TB Multi Drugs Resistant (MDR) atau
kebal terhadap bermacam obat. Masalah lain adalah adanya penderita TB paru laten,
dimana penderita tidak sakit namun akibat daya tahan batuk, nyeri, sesak nafas frekuensi
nafas 29x/menit.
Peran perawat pada pasien TB paru yakni melakukan tindakan keperawatan untuk
membantu memenuhi kebutuhan dasar pada pasien dan membantu mengurangi keluhan
yang dirasakan, perawat mengatur posisi duduk pasien dengan semi fowler agar pasien tidak
merasakan sesak nafas, selain itu perawat melakukan nebulizer yang berguna untuk
mempermudah pasien untuk mengeluarkan secretnya. Perawat juga mengontrol pemberian
OAT pada pasien penderita TB paru, selain itu perawat memberikan edukasi mengenai
faktor pemicu TB paru dan menjauhi faktor resiko TB paru serta perawat memberikan
dukungan moril dan motivasi untuk kesembuhan pasien TB paru. Pasien TB paru bukan
hanya membutuhkan perawatan secara fisik akan tetapi juga membutuhkan
perawatan secara psikososial karena pasin TB paru cenderung mengalami harga diri
rendah serta isolasi sosial yang dikarenakan TB paru dapat menginfeksi siapapun sehingga
orang lain cenderung menjauhi atau membatasi aktivitasnya dengan penderita TB
paru.Maka dari itu pentingnya tenaga perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
sebagai edukator, motivator dan fasilitator pada pasien dengan TB paru di Paru RSUP. Dr.
M. Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada
pasien dengan TB Paru DO di ruangan Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit TB Paru di Ruangan
Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan penyakit TB Paru di
Ruangan Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru DO.
Diharapkan pimpinan rumah sakit dapat meneruskan kepada perawat ruangan dalam asuhan
keperawatan pada pasien dengan TB paru DO di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Hasil penulisan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan
Padang dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien TB paru DO
Hasil penelitian laporan yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam penerapan asuhan
keperawatan pada pasien TB paru DO
BAB II
TELAAH PUSTAKA
1. Pengertian
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.TB paru dapat
menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Smeltzer&Bare, 2015).Selain itu TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani
Rab, 2010). Pada manusia TB paru ditemukan dalam dua bentuk yaitu: (1) tuberkulosis
primer: jika terjadi pada infeksi yang pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman yang
dorman pada tuberkulosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009)
Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat paru,
pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta pembentukan kavitas.
2. Etiologi
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat
bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri
ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis
(Muttaqin Arif, 2012).
Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular virus
tuberculosis adalah:
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi denganHIV).
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,gagal ginjal
kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang beresiko
tinggi.
3. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161
yaitu:
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif,non aktif dan
quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
1) Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus
tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian 1
paru.
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced
tuberkulosis.
2) BTA positif:
mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau
disokong radiologik positif 1 kali.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
4. Patofisiologi
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons
berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebihfibroblas membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjr getah bening
regional dan lesi primer disebut Kompleks Ghon.Kompleks Ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio
gram rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan
merada, lumen bronkus dapat menyepit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
denagan taut bronkus dan rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas
penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagaipenyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri.Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ – organ
tubuh. (Sylvia, 2005)
a. Manifestasi Klinis
Arif Mutaqqin (2012), menyatakan secara umum gejala klinik TB paru primer dengan
TB paru DO sama. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat ) dan gejala sistematik.
1) Gejala respratorik
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama klien untuk
meminta pertolongan kesehatan.
c) Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura,pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena TB.
2) Gejala sistematis
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip
demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise.Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa
minggusampai bulan.Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak
nafas.
Gejala reaktivasi tuberkulosis berupa demam menetap yang naik dan turun (hectic
fever), berkeringat pada malam hari yang menyebabkan basah kuyup (drenching
night sweat), kaheksia, batuk kronik dan hemoptisis.Pemeriksaan fisik sangat tidak
sensitif dan sangat non spesifik terutama pada fase awal penyakit.Pada fase lanjut
diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, terdapat demam
penurunan berat badan, crackle, mengi, dan suara bronkial. (Darmanto, 2009)
Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe infeksi yang
primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala neumonia, yakni
batuk dan panas ringan. Gejala TB, primer dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis
dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura
dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat sembuh dengan sendirinya,
hanya saja tingkat kesembuhannya 50%. TB postprimer terdapat gejala penurunan berat
badan, keringat dingin pada malam hari, tempratur subfebris, batuk berdahak lebih dari
dua minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar
bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk
darah yang masif, TB postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga
menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar, peritonitis dengan
fenoma papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan tuberkulosis pada kelenjar limfe
dileher, yakni berupa skrofuloderma. (Tabrani Rab, 2016)
b. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB paru adalah:
1) Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
4) Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5) Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang
dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes
tuberkulin.Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai
menderita tuberkulosis, yakni:
a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah
berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya
TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk
very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino
salistik (PAS), dan sikloserine.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004) Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping itu, perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTSC).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu:
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptifdengan bentuk studi kasus. Metode penlitian
deskriptif merupakan suatu metode yang memiliki tujuan utama dengan memberikan
gambaran situasi atau fenomena secara jelas dan rinci tentang apa yang terjadi (Afiyanti,
Yati. 2014). Hasil yang diharapkan oleh peneliti adalah melihat asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus TB paru di Ruang Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2017.
Penelitian ini dilakukan di ruangan Ruang Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2017.Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Januari-Juni 2017. Asuhan keperawatan
pada pasien dengan kasus TB paru DO di Ruang Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2017 dilakukan dari tanggal 20 Mei-24 Mei 2017, lima hari untuk masing-masing
partisipan.
1. Populasi
2. Sampel
Sampel yang diambil berjumlah 2 orang yang didapat dari populasi dengan
kriteria inklusi:
Kriteria Ekslusi :
1. Prosedur Administrasi
a. Peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian yaitu Poltekkes
Kemenkes Padang
d. Meminta izin ke Kepala Keperawatan Ruang Paru RSUP Dr. M.Djamil Padang
e. Melakukan pemilihan sampel yaitu berdasarkan pasien yang ada waktu jadwal
penelitian. Saat peneliti melakukan observasi partisipan pada tanggal 19 Mei 2017, ada 5
orang partisipan dengan diagnose TB paru, setelah melihat buku status keperawatan 3 orang
TB paru DO dan 2 orang TB paru MDR. 1 pasien TB paru DO rencana pulang, peneliti
langsung memilih 2 pasien TB paru DO yang masih dirawat.
1. Pengkajian
Menggunakan format pengkajian (format terlampir) yang berisi identitas pasien,
riwayat kesehatan, dan pola kesehatan.
2. Pemeriksaan fisik
Alat yang digunakan yaitu tensimeter, reflek hammer, penlight, thermometer, stetoskop.
3. Diagnosis keperawatan a.
Analisa data
Analisa data pada kedua partisipan Tn. J dan Ny. D mencakup data pasien, masalah
dan penyebabnya (lampiran 7 dan 8)
b. Diagnosa keperawatan
Format diagnosis keperawatan berisi problem, etiologi, dan symptom, tanggal ditemukan
masalah serta tanggal dipecahkan masalah (lampiran 7 dan 8)
c. Intervensi
d. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari hari tanggal dilakukan asuhan keperawatan, diagnosis
keperawatan, tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan, serta tanda tangan
yang melakukan implementasi keperawatan (lampiran 7 dan 8).
e. Evaluasi
Evaluasi terdiri dari nama pasien, hari tanggal, evaluasi beruapa SOAP, serta tanda tangan
yang membuat evaluasi keperawatan
1. Observasi
2. Pengukuran
Pada hari pertama melakukan asuhan keperawatan, didapatkan hasil pengukuran pada kedua
partisipan yaitu Tn. J dan Ny. D,pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, pemeriksaan pupil, pemeriksaan nervus cranial, pemeriksaan
reflek fisiologis, reflek patologis serta penilaian kekuatan otot
3. Wawancara
4. Dokumentasi
Dokumen berbentuk status pasien serta catatan keperawatan yang di dokumentasikan ulang
menggunakan gambar serta buku kegiatan penelitian.
G. Jenis-jenis Data
1. Data Primer
Data ini meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari
dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa hasol laboratorium, hasil cek sputum, hasil Rontgen, catatan
perkembangan keperawatan Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah
menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan TB paru DO. Data yang telah didapat dari
hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakkan diagnosis,
merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan
dinarasikan dan dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus TB paru
DO. Analisa yang dilakukan untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada
dengan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Dewi. 2013. Hubungan Tingkat Kepositifan BTA Dalam Sputum dengan
Gejala Klinis TB Paru BTA (+) Di RSUD Raden Matther. Dari
https://id.portalgaruda.org/index.php? ref=browse&mod=viewarticle&article=32473
Afriyanti, Yati & Rachmawati, N, I. 2014 Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset
Keperawatan
Centres for Desease Control. 2015. Tuberculosis Data and Statistics. Dari
https://googleweblight.com/? lite.url=https://www.cdc.gov/tb/statistics/&eiDiakses pada
tanggal 30 Januari
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. 2014. Profil Dinas Kesehatan 2014. Badan
Penelitisn dan Pengembangan Kesehatan Sumbar
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Rab, Tabrani. 2016. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Medika Saryono & Anggreni,
MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer, S.C., and Bare, B.G. (2015).Medical Surgical Nursing (Vol 1). LWW
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung :
Alfabeta Wahid & Imam, 2013.Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: CV Trans Info Media