Anda di halaman 1dari 3

Kepuasan pasien terhadap standar praktek keperawatan diruangan yang

menerapkan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)

Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
secara menyeluruh yang sekaligus merupakan tolak ukur bagi keberhasilan pencapaian tujuan
rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan keperawatan suatu rumah sakit tak akan berjalan dengan
baik apabila proses keperawatan yang dilaksanakan tidak terstruktur dengan baik pula. Model
Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan salah satu sistem terstruktur yang
memungkinkan perawat memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan berkualitas.
Kualitas merupakan salah satu dari beberapa dimensi kunci yang merupakan faktor dari penilaian
kepuasan konsumen. Untuk mengetahui puas atau tidaknya pasien terhadap standar praktek
pelayanan keperawatan yang diberikan di ruang model MPKP, perlu adanya suatu kajian tentang
penilaian pasien terhadap standar praktek yang diterapkan diruang model MPKP.
Standar praktek keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan suatu kualitas yang
diinginkan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan untuk pasien. Standar praktek
keperawatan ini digunakan untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan keperawatan
yangdiberikan kepada pasien sebagai fokus utamanya. Kepuasan pasien yang mengacu pada
penerapan standar praktek keperawatan pada dasarnya mencakup panilaian kepuasan pasien
mengenai : Hubungan perawat-klien/pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan
pilihan, pengatahuan dan kompetensi tekhnis perawat, efektivitas pelayanan keperawatan dan
keamanan tindakan keperawatan.
Fakta dilapangan penerapan MPKP belum dilaksanakan secara menyeluruh, banyak ruang rawat
inap yang belum menerapkan model ini, sehingga penulis berkeinginan meneliti tingkat
kepuasan pasien terhadap standar praktek keperawatan pada ruang rawat inap yang menerapkan
MPKP
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Pasien Terhadap Perilaku Caring
Perawat Dalam Praktek Keperawatan

Perawat merupakan anggota dari kelompok profesi yang menggunakan ungkapan nursing care,
care dan caring paling banyak, setiap hari, secara menetap dan terus menerus. Pakar keperawatan
menempatkan caring sebagai pusat dan sangat mendasar dalam praktek keperawatan.
Diperkirakan bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan ¼ adalah curing. Jika
perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja selama 24 jam di rumah sakit lebih
menekankan caring sebagai pusat dan aspek yang dominan dalam pelayanannya maka tak dapat
disangkal lagi bahwa perawat akan membuat suatu perbedaan yang besar antara caring dan
curing. Berdasarkan hasil survey kepuasan pasien yang dilakukan oleh Depkes RI pada beberapa
rumah sakit di Jakarta, menunjukkan bahwa 14% pasien tidak puas terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan, sedangkan petugas dalam memberikan pelayanan umumnya telah baik
dimana sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan berada di ranking kedua (84
%) dibawah dokter (86 %). Dari data ini menunjukkan bahwa masih ada pasien yang tidak puas
terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan, dimana salah satu penyebabnya adalah perilaku
caring yang diberikan masih kurang memuaskan.
Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan
memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan cara pengobatan. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi medik, memaksa perawat memberikan perhatian lebih pada
tugas-tugas cure daripada care. Dalam praktek keperawatan beberapa perawat mengatakan
bahwa mereka tidak mempunyai waktu untuk mendengarkan pasien, memberi dukungan,
kenyamanan dan tindakan caring lainnya. Hal ini disebabkan karena tanggung jawab perawat
pada dokter yaitu mengerjakan tugas-tugas dokter. Suatu klise yang saat ini berkembang di
masyarakat bahwa perawat dalam tindakannya keras, tanpa perasaan, terlalu birokratis dan juga
sebagai pembantu dokter. Semua ini merupakan benang merah yang dapat dihilangkan oleh
perawat sebagai jumlah terbesar dalam profesi kesehatan apabila perawat memahami secara tepat
arti caring
Pemecahan yang dianjurkan adalah perawat harus memiliki pengetahuan tentang respon manusia
terhadap sehat, sakit, keterbatasanya dan ketermapilan praktek professional. Perawat dituntut
memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan
yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-kebutuhan manusia. Selain itu
juga keahlian menggunakan proses keperawatan dalam praktek keperawatan untuk menerapkan
caring. Apabila perawat ingin menempatkan caring sebagai inti dalam praktek keperawatan maka
perawat harus berjuang secara terus menerus, mengajarkan dan mensosialisasikan konsep caring
dalam praktek keperawatan/pelatihan kesehatan kepada semua masyarakat
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat
Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan

Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan dasar atau keterampilan
yang dimiliki (Heider, 1958). Panji Anoraga (1998), mengemukakan bahwa penurunan kinerja
dipengaruhi oleh kejenuhan kerja. Kejenuhan kerja dapat disebabkan oleh kegiatan yang kurang
menarik, menoton atau terulang-ulang dan situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif.
Nursalam (1998), menyatakan bahwa faktor internal yang menghambat perkembangan peran
perawat secara profesional antara lain: rendahnya rasa percaya diri perawat, kurangnya
pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan, rendahnya standar gaji dan sangat
menimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan. Di samping itu faktor
pendidikan, peralatan keperawatan dan lingkungan keperawatan sangat mempengaruhi
keberhasilan asuhan keperawatan yang dapat menunjang kinerja perawat (Sri Hidayati, 1996).
Kondisi dan situasi lingkungan kerja sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan kepala
ruangan.
Dari pengambilan data pendahuluan tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap
RSUD Dr. Soetomo, sebagian besar kepala ruangan memiliki kecendrungan gaya demokrasi
yaitu 44,9%, kecendrungan gaya otokratik 33,3% dan kecendrungan gaya partisipasif 21,8%.
Perbedaan gaya kepemimpinan kepala ruangan nampaknya mempengaruhi motivasi kerja
perawat.
Asuhan keperawatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan profesional yang diberikan
kepada pasien sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, bahkan sebagai faktor penentu
mutu pelayanan rumah sakit. Penurunan kinerja perawat sangat mempengaruhi citra pelayanan
suatu rumah sakit di masyarakat. Pelayanan keperawatan yang buruk menimbulkan kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit. Di samping itu, kinerja perawat yang
rendah juga merupakan hambatan terhadap perkembangan keperawatan menuju perawat yang
professional. Perawat yang profesional mestinya mampu menunjukan kemampuan intelektual
dan teknikal yang memadai.
Dalam meningkatkan kinerja perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan mutu keperawatan,
dibutuhkan berbagai upaya. Peningkatan pengetahuan melalui pendidikan keperawatan
berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan
lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan
efisien. Dalam menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan yang
terbaik, diperlukan seorang pemimpin (Hartono, 1997). Pemimpin tersebut harus mempunyai
kemampuan untuk memahami bahwa seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam
hal tersebut, gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu
membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja perawat

Anda mungkin juga menyukai