Anda di halaman 1dari 7

1.

Pengertian Kebijakan Moneter Dalam Islam

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan


perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi
yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak
kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar
masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia
lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah
uang. (a) Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti
terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada
dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang
tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut. (b) Kedua,
kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai
komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest)
alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang (Karim,
2001).1

Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada prinsipprinsip dasar ekonomi Islam
sebagai berikut ; (a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Alloh dan Allohlah pemilik yang absolut.
(b) Manusia merupakan Pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya. (c)
Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Alloh, dan oleh karena
itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudarasaudaranya yang lebih beruntung. (d) Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau
ditimbun. (e) Kekayaan harus diputar. (f) Menghilangkan jurang perbedaaan antara individu
dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan. (g) Menetapkan kewajiban yang
sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang
miskin.

Dalam aspek teknis, kebijakan moneter Islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bak.
Dalam Islam riba, yang termasuk didalamnya bunga bank diharamkan secara tegas. Dengan
adannya pengharaman ini maka bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi instrument
utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi. Menejement moneter dalam Islam
didasarkan pada prinsip bagi hasil.2

2. Sejarah Kebijakan Moneter Islam

1
Aini Latifah, Nur.2015. KEBIJAKAN MONETER DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH. Jurnal FEBI IAIN
Tulungagung. Dalam : https://media.neliti.com/media/publications/78089-ID-kebijakan-moneter-dalam-
perspektif-ekono.pdf . [ Diakses : 28 Februari 2021 pukul 20:51]
2
Wahyudi, Amien.2013. KEBIJAKAN MONETER BERBASIS PRINSIP-PRINSIP ISLAM. Jurnal STAIN Ponorogo. Dalam :
https://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/justicia/article/download/142/104. [ Diakses : 28 Februari
2021, Pukul 21:14]
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem
keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan
dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rasulullah saw. di gunakan
bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat
pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa
Rasulallah saw. ini relativ stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian,
setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply
dan demand. Misalkan pada masa Bani Umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-
dirham 1:12, sedangkan pada masa Abbasiyah (132/750- 656/1258) berada pada kisaran 1:15.

Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling
rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan
terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas
baik, dalam literatur konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah
terjadi pada masa pemerintahan Bany Mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar
tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . oleh ibnu
taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas
baik.

Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:

1. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran

2. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai
tukar uang yang beredar.

3. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan
nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh
oleh cadangan emas yang dimiliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat
telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-
up oleh emas dan perak.3

3. Tujuan Kebijakan Moneter

Untuk mencapai atau menjamin berfungsinya sistem moneter secara baik, biasanya otoritas
moneter melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Ini karena uang bukanlah suatu
selubung yang sederhana. Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi
sektor riil. Kebijakan moneter merupakan instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem
ekonomi. Kebijakan moneter dalam Islam bertujuan;

1. Kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh

3
Hakiem Ajuna, Luqmanul.2017. Kebijakan Moneter Syariah. Jurnal Al-Buhuts IAIN Sultan Amai Gorontalo. Dalam :
https://core.ac.uk/download/pdf/294858876.pdf [ Diakses : 28 Februari 2021, Pukul 20:53]
Tujuan ini erat kaitannya dengan maqosid shar’iyah. Kesejahteraan ekonomi
mengambil bentuk terpenuhinya semua kebutuhan pokok manusia, hapusnya semua sumber
utama kesulitan dan peningkatan kwalitas hidup secara moral dan material. Juga terciptanya
suatu lingkungan ekonomi dimana kholifah Alloh mampu memanfaatkan waktu,
kemampuan fisik dan mentalnya bagi pengayaan diri, keluarga dan masyarakatnya.

Kesejahteraan bukanlah memaksimalkan kekayaan dan konsumsi untuk diri sendiri


tanpa menghiraukan orang lain, atau untuk kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok
yang lain. Manusia hidup didunia adalah sebagai kholifah Alloh bersama manusia lain yang
juga kholifah Alloh juga. Sumber daya yang tersedia adalah untuk semua manusia. Karena
itu pemanfaatan sumber daya oleh individu adalah syah, tetapi dibatasi sedemikian rupatidak
membahayakan bagi kebahagiaan dan kebaikan sosial. Bahkan mendatangkan kebaikan bagi
lingkungan sosialnya.

Pemanfaatan sumber daya haruslah mempertimbangkan nilai-nilai Islam yang antara


lain (a) Kemakmuran material tidak boleh dicapai lewat produksi barang dan jasa yang tidak
sensial dan secara moral dipertanyakan. (b) Tidak boleh memperlebar kesenjangan sosial
antara si kaya dan si miskin. (c) tidak boleh menimbulkan bahaya pada generasi sekarang
atau yang akan datang dengan merusak lingkungan fisik dan moral.

2. Keadilansosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan.

Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Konsep ini
mengandung dua unsur pengertian. (a) suatu bentuk keseimbangan dan perbandingan antara
orang yang memiliki hak. (b) Hak seseorang hendaklah diberikan dan diserahkan dengan
seksama.

Nilai-nilai keadilan berpijak pada prinsip persamaan dan persaudaraan. Setiap


individu mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kekayaan dalam meningkatkan
kesejahteraaan hidupnya tanpa membedakan ras dan golongan dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Persaudaraan mempunyai pengertian bahwa setiap individu adalah saudara. Mereka
adalah makhluk Alloh dan harus saling menyayangi15 Namun, keadilan bukan
penyamarataan dalam distribusi kekayaan. Hal ini karena setiap individu mempunyai
perbedaan-perbedaan yang memungkinkan terjadinya perolehan kekayaan. Juga bukan
penguasaan kekayaan yang maksimal dan mempertahankan kekayaan untuk diri sendiri
sebagai refleksi hak atas jerih payahnya.

Keadilan ini merefleksikan, bahwa imbalan materi haruslah diberikan secara wajar
atas kerja keras kreativitas dan kontribusinya yang diberikan kepada output. Kekayaan
memang adalah hasil jerih payah individu, akan tetapi didalam kekayaan tersebut ada hak
orang lain. Kekayaan dengan demikian harus didistribusikan kepada mereka yang memiliki
hak. Terkait dengan tujuan ini, pengaturan bank central harus bersifat realist dan mengurangi
konsentrasi kekayaaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang.

3. Stabilitas Nilai Uang.

Stabilitas nilai uang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian


baik secara ediologi maupun praktek, karena uang menentukan nilai dan harga suatu barang
dan jasa.17 Ketidak menentuan uang mengakibatkan kerusakan perekonomian, karena orde
ekonomi didasarkan pada prinsip penawaran sebelum permintaan, sehingga peramalan suatu
harga dengan tapat menjadi sulit dilakukan. Ketidak menentuan nilai uang yang lebih
berbentuk inflasi dari pada deflasi, menunjukkan bahwa uang tidak dapat berfungsi sebagai
suatu satuan hitung yang adil dan benar, dan menyebabkan pelaku ekonomi berlaku tidak
adil pula terhadap pelaku lain dengan tidak disadarinya, dengan memerosotkan aset-aset
moneter tanpa sepengetahuannya. Inflasi memperburuk iklim ketidak pastian dimana
keputusan-keputusan ekonomi diambil, menimbulkan kekawatiran pada formasi modal dan
menyebabkan misalokasi sumber daya. Dan bahkan cenderung merusak nilai-nilai moral
karena memberikan imbalan kepada usaha-usaha spekulasi yang pada akhirnya menimpakan
kerugian pada aktivitas-aktivitas produktif serta memperparah ketidak merataan pendapatan.

Stabilitas nilai uang adalah prioritas utama dalam kegiatan manajemen moneter
Islam. Stabilitas nilai uang yang tercermin dalam stabilitas tingkat harga sangat berpengaruh
terhadap realisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi suatu negara seperti ;
pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan, tingkat
pertumbuhan ekonomi riil yang optimum perluasan kesempatan kerja dan stabilitas ekonomi
secara keseluruhan.4

4. Isi Instrumen Kebijakan Moneter Dalam Islam


1. Konvensional
Terdapat tiga instrumen dasar kebijakan moneter yang tersedia bagi bank
sentraldalam melaksanakan kebijakan moneternya.Instrumen-instrumen dasar ini
adalah rasio cadangan yang disyaraktkan.Tingkat diskonto, dan operasi pasar
terbuka.
a. Giro Wajib Minimum (GWM)
Bank berperan esensial memperantarai dana-dana dalam bentuk simpanan
dari unit-unit ekonomi yang mempunyai ekses dana, ke unit-unit yang
membutuhkan dana dalam bentuk pemberian pinjaman. Namun, bank
disyaratkan menjaga sesuatu porsi simpanan sebagai cadangan, yang mana
4
Wahyudi, Amien.2013. KEBIJAKAN MONETER BERBASIS PRINSIP-PRINSIP ISLAM. Jurnal STAIN Ponorogo. Dalam :
https://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/justicia/article/download/142/104. [ Diakses : 28 Februari
2021, Pukul 21:14]
tidak dapat dipinjamkan, sebagaimana yang disyaratkan oleh bank sentral.
Persentase simpanan yang harus dijaga sebagai cadangan adalah rasio giro
wajib minimum (required reserve ratio).
b. Tingkat Diskonto
Bank sentral tidak hanya menjalankan fungsi regulasi dan kontrol
moneter, melainkan juga berfungsi sebagai bank bagi perantara-perantara
keuangan. Sebagai bank bagi bank, bank sentral juga membentangkan
pinjaman-pinjaman kepada bank-bank yang membutuhkan dana. Suku bunga
yang dikenakan oleh bank sentral atas pinjamannya kepada bankbank
diistilahkan sebagai tingkat diskonto (discount rate)
c. Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (open-market operation) melibatkan jual beli
sekuritas pemerintah oleh bank sentral di pasar terbuka.Secara mendasar,
operasi ini merupakan pertukaran aset-aset keuangan dan aset-aset moneter
antara bank sentral dan publik.Pada pembelian di pasar terbuka, bank sentral
memberi sekuritas publik dari, katakanlah, bank-bank komersial. Tindakan ini
akan meredukasi sekuritas publik yang dipegang oleh bank-bank komersial
dan fortofolio aset mereka. di dalam pertukaran, bank-bank komersil tersebut
menerima bayaran dalam konteks kenaikan cadangan.

Selain itu, menurut Adiwarman Karim, Bank Sentral dalam melakukan


implementasi kebijakannya mempunyai empat macam instrument utama, yaitu:

a. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau


menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin
menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan
sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral
akan menjual obligasi.
Dalam hal ini, pemerintah menjual dan membeli surat-surat utang
pemerintah kepada bank-bank komersil atau pihak-pihak lainnya di dalam
negeri. Pembayaran-pembayaran yang diterima berarti pemerintah menedot
uang dari masyarakat. Pembelian surat-surat utang pemerintah berarti uang
dilempar pemerintah ke dalam masyarakat sehingga memperbesar jumlah
uang yang beredar.
b. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral
umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve)
dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum
legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka
dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah
yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi
bankbank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the
last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan
tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek
yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan
terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan
bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika
discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank
komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d. Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa
himbauan/bujukan moral yang memengaruhi tindak-tanduk para bankir dan
manajer senior institusi-institusi finansial dalam kegiatan operasional
keseharian bisnisnya, agar searah dengan kepentingan publik/pemerintah.
2. Syariah
Dalam konteks sistem moneter Islam, isu yang mungkin diajukan pada titik
waktu ini adalah apakah instrumen instrumen konvensional itu sudah memenuhi standar
syariah?Dengan mencermati instrumen-instrumen kebijakan moneter di atas maka yang
mungkin pasti ditolak adalah tingkat diskonto karena melibatkan pengenaan suku bunga
atas pinjaman yang disediakan oleh bank sentral.Operasi pasar terbuka juga mungkin
merupakan sebuah isu, bila sekurritas yang diperdagangkan mempunyai elemen suku
bunga.Rasio GWM mungkin merupakan yang paling sedikit kemungkinannya ditolak,
karena penggunaannya mungkin mencerminkan kontrol moneter dan juga hati-hati dalam
melindungi dana para deposan.
Secara fundamental, dalam menjalankan kebijakan moneternya, bank sentral
tidak boleh mengandalkan rasio GWM, karena rasio GWM itu tanpa kompromi dan
kurang fleksibel, yaitu kerap kali rasio GWM mengakibatkan ayunan-ayunan lebar stok
suplai uang, yang mana mungkin mempengaruhi harga-harga dan stabilitas keuangan
secara merugikan. Selain itu, pengadopsian rasio GWM tidak dapat sekedar
dijungkirbalikkan, seandainya didapat terlalu mengontraksi atau terlalu mengekspansi.
Berdasarkan kerugiankerugian yang dimiliki oleh rasio GWM ini sebagai instrumen
kebijakan moneter, pengadopsian alat-alat kebijakan lain dipandang esensial. Pertanyaan
pokoknya adalah di dalam sistem perbankan Islam, bagaimana seharusanya cara bank
sentral menginjeksikan likuiditas atau cadangan?
Opininya adalah bahwa operasi pasar terbuka masih boleh digunakan sepanjang
sekuritas pemerintah yang diperdagangkan dalam transaksi adalah sekuritas Islam.Jelas
ini menyoroti kebutuhan pengembangan pasar-pasar modal Islam15, sehingga instrumen
ini dapat digunakan secara efektif.Penggunaan discount windowmasih boleh
digunakanuntuk meningkatkan ketersediaan kredit di dalam sistem perbankan. Namun,
tingkat diskonto perlu dihapuskan, sehingga aktivitas pemberian pinjaman memenuhi
prinsip syariah.
Adiwarman Karim membagi Instrumen-instrumen kebijakan moneter Islam
dalam tiga mazhab, yaitu:

a. Mazhab Iqthisoduna (Baqir Ash Shadr)

1) Pada masa awal Islam, tidak diperlukan kebijakan moneter karena hampir tidak adanya sistem
perbankan dan minimnya penggunaan uang.

2) Uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan nilai tambah bagi
perekonomian.

3) Perputaran uang dalam periode tertentu sama dengan nilai barang dan jasa yang diproduksi
pada rentang waktu yang sama.

b. Mazhab kedua

Bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang ada agar dapat dialokasikan pada
kegiatan perekonomian yang produktif.Melalui instrumen “dues of idle fund” yang dapat
mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang agar dapat dialokasikan pada peningkatan
produktifitas perekonomian secara keseluruhan.

c. Mazhab Alternatif

Kebijakan moneter melalui “syuratiq process”, dimana suatu kebijakan yang diambil
oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil.
Sehingga terjadi harmonisasi antara kebijakan moneter dan sektor riil.5

5
Hakiem Ajuna, Luqmanul.2017. Kebijakan Moneter Syariah. Jurnal Al-Buhuts IAIN Sultan Amai Gorontalo. Dalam :
https://core.ac.uk/download/pdf/294858876.pdf [ Diakses : 28 Februari 2021, Pukul 20:53]

Anda mungkin juga menyukai