Anda di halaman 1dari 5

NAMA : TAUFIK RAHMAN

NO BP : 1810611070

MATKUL : ILMU DAN TEKNOLOGI HASIL IKUTAN TERNAK

REVIEW JURNAL TENTANG “BIOURIN DAN PENGAWETAN KULIT”

Jurnal 1 : Pengaruh Aplikasi Biourin Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang
Merah

Penulis : Yeni Trisusiyo Wati*), Euis Elih Nurlaelih, Mudji Santosa

Keberadaan hewan ternak yang dimiliki oleh masyarakat akan memiliki manfaat
tersendiri bagi petani yang memilikinya. Namun kotoran sapi yang dihasilkan dari hewan ternak
apabila dibiarkan saja akan dapat mencemari lingkungan, oleh karena itu perlu adanya
pemanfaatan kotoran sapi yang diolah menjadi biourin. Biourin adalah bahan organik penyubur
tanaman yang berasal dari hasil fermentasi anaerobik dari urin dan feses sapi yang masih segar
dengan nutrisi tambahan menggunakan mikroba pengikat nitrogen dan mikroba dekomposer
lainnya. Urin sapi memiliki kandungan N, P, K, dan terdapat hormon auksin yang sangat penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Penelitian sebelumnya tentang pemberian biourin pada tanaman bawang merah


menghasilkan hasil panen 12-16 ton ha-1 (Mudji, 2012). Namun produksi umbi bawang merah
tersebut masih belum signifikan dan bahkan tidak lebih tinggi dari yang dicapai petani yaitu 12-
17 ton ha-1 . Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan produksi tanaman
bawang merah secara nyata dan hasil lebih tinggi dari yang dicapai petani.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi biourin berpengaruh nyata terhadap
jumlah umbi panen, bobot umbi kering matahari, dan bobot tanaman total kering matahari.

Biourin mengandung unsur sulfur yang sangat penting bagi tanaman. Sulfur (S) diserap
oleh tanaman bawang merah dalam bentuk ion HSO4 - dan SO4 2-. Unsur sulfur ini akan
meracuni tanaman bawang jika diserap dalam jumlah yang terlalu besar. Dalam proses fisiologis
ion SO42- dan HSO4- yang diserap oleh tanaman akan ditangkap dan diseduksikan oleh ATP
membentuk APS (Adenosin Posfo Sulfat) yang tidak meracuni tanaman. Apabila asam amino S
tidak terbentuk akan menyebabkan penimbunan asam amino sebagai akibat dari terhambatnya
proses pembentukkan protein yang pada akhirnya akan menyebabkan terganggunya pembelahan
dan pembesaran inti sel (Menas, 2009).

Kenaikan berat segar dan berat kering tanaman pada tanaman bawang merah dikarenakan
kandungan hormon yang terdapat pada biourin. Isbandi (1989 dalam Aryanti, 2012) menyatakan
bahwa auksin akan merubah plastisitas dinding sel dan meningkatkan penyerapan air ke dalam
sel. Wattimena (1988 dalam Aryanti, 2012) menjelaskan bahwa auksin akan meningkatkan
kandungan zat organik dan anorganik di dalam sel. Selanjutnya zat-zat tersebut akan diubah
menjadi protein, asam nukleat, polisakarida, dan molekul kompleks lainnya. Senyawa tersebut
akan membentuk jaringan dan organ, sehingga berat basah dan berat kering tanaman meningkat.

Aplikasi biourin pada tanaman memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah. Bobot umbi kering matahari meningkat 39,16% dari hasil tanpa biourin
(2111,85 g m-2). Aplikasi pupuk organik maupun anorganik memberikan pengaruh nyata pada
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Bobot umbi kering matahari yang dihasilkan
oleh pupuk 600 kg ZA ha-1 (21% N), 100 kg SP36 ha-1 (36% P2O5) dan 150 kg KCl ha-1 (60%
K2O) meningkat 19,14% dan phonska (NPK 15: 15: 15) 400 kg ha-1 meningkat 12,70% dari
hasil pupuk kompos kotoran sapi 20 ton ha-1 (2466,67 g m -2). Dan tidak terdapat kombinasi
biourin dengan pupuk organik maupun anorganik pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah.

Jurnal 2: Pengembangan Inovasi Sapi Potong melalui Pendekatan Laboratorium


Lapang

Penulis : Endang Romjali

Program pemerintah untuk pemenuhan tingkat protein hewani masih tertuju utamanya
pada peningkatan produktivitas dan populasi sapi potong. Peningkatan produksi sapi potong di
Indonesia saat ini masih belum cukup baik, yaitu produksi daging tahun 2016 sebanyak 3,4 juta
ton dengan sumbangan dari daging sapi dan kerbau 0,6 juta ton (16,40%). Sedangkan kontribusi
daging tertinggi masih disumbang oleh ayam ras pedaging 1,9 juta ton (56,77%). Adapun
populasi sapi potong pada tahun 2016 adalah 16 juta ekor dan kerbau 1,4 juta ekor (Ditjen PKH
2017). Sampai saat ini, usaha pengembangbiakan sapi potong (cow-calf operation/CCO) yang
ada masih dilakukan oleh peternak kecil secara intensif yang umumnya merupakan usaha
sambilan, sementara usaha sapi potong secara komersial di Indonesia saat ini umumnya untuk
usaha penggemukan.

Hasil inovasi pertanian sudah banyak tersedia baik yang berasal dari perguruan tinggi
ataupun lembagalembaga penelitian yang ada di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (Balitbangtan), menghasilkan inovasi berupa produk dan teknologi untuk
pengembangan pertanian melalui hasil-hasil penelitian maupun pengkajian yang telah dilakukan
oleh UPT di bawah Balitbangtan. Sebagian teknologi tersebut telah tersebar di tingkat pemangku
kepentingan (stakeholder), namun pengembangannya ke target area wilayah dan daerah yang
lebih luas perlu adanya percepatan.

Inovasi pertanian untuk sapi potong yang telah dihasilkan Balitbangtan dan siap untuk
diaplikasikan telah banyak tersedia, namun demikian pada kenyataannya akselerasi pemanfaatan
teknologi tersebut belum berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Terdapat banyak kendala
dalam proses alih teknologi kepada petani/pengguna, antara lain: kesiapan petani dalam
menerima teknologi baru, metode diseminasi, sarana prasarana pendukung teknologi tersebut dan
ketersediaan sumber daya manusia (SDM) sebagai media untuk transfer teknologi.

Melalui penerapan sistem pertanian terpadu berbasis sapi potong, usaha ternak dan tani
dapat dilakukan secara simultan. Efisiensi usaha dapat dilakukan karena memanfaatkan hasil
samping dari usaha yang satu untuk digunakan sebagai input bagi usaha yang lain tanpa
mengeluarkan biaya yang tinggi. Beberapa hasil samping tanaman pangan dan perkebunan yang
telah banyak diteliti dan dikaji dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak sapi antara lain,
jerami padi, jerami jagung/tebon jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, dedak padi,
singkong, daun gamal, daun turi, daun lamtoro, pelepah sawit, buah kakao dan lainnya. Hasil
penelitian (Umboh et al. 2017) menunjukkan bahwa kelompok peternak yang telah mencoba
mengadopsi teknologi pemanfaatan hasil samping jagung untuk pakan menghasilkan performans
sapi dan nilai tambah usaha yang lebih baik.
Pengembangan inovasi sapi potong dapat dilakukan melalui model percontohan langsung
berupa Laboratorium Lapang (LL) dengan melibatkan kelompok peternak. Beberapa komponen
teknologi yang dinilai dapat menghasikan manfaat secara langsung dapat mudah diadopsi oleh
peternak. Inovasi sapi potong yang mendapat respon baik dari perternak adalah model
perkandangan koloni dengan penyediaan bank pakan, pemanfaatan hasil samping pertanian (padi
dan jagung), serta pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas dan biourine.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan inovasi melalui LL antara
lain model/unit percontohan, pendampingan, peran stakeholder, pembangunan kelembagaan dan
monitoring, serta pengamatan dampak. Untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan inovasi sapi
potong diperlukan dukungan lainya seperti sarana pasarana jalan, pasar sarana produksi
pertanian, permodalan dan kelembagaan lainya.

Jurnal 3: Pemanfaatan Limbah Kulit Bawang Merah Untuk Produksi Telur Pindang

Penulis : Nurlisa Hidayati, Nirwan Syarif dan Heni Yohandini Kusumawati

Bawang merah merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang banyak
dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu masak setelah cabe. Selain sebagai campuran
bumbu masak, bawang merah juga dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah,
bubuk, minyak atsiri dan bawang goreng. Bawang digunakan pula sebagai bahan obat untuk
menurunkan kadar kolesterol, gula darah, mencegah penggumpalan darah, menurunkan tekanan
darah serta memperlancar aliran darah (Suriani dalam Irfan, 2013). Bawang merah mengandung
senyawa flavonol yaitu quercetin yang dapat telah terbukti memiliki pengaruh yang sangat baik
untuk kesehatan karena bersifat sebagai antioksidan. Selain itu quercetin juga memiliki sifat
sebagai antiviral , antibakteri dan antikarsinogenik (Materska, 2008). Berdasarkan data dari The
National Nutrient Database bawang merah memiliki kandungan karbohidrat, gula, asam lemak,
protein dan mineral lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh. (Tandi, dkk., 2015).

Telur pindang adalah sejenis masakan Tionghoa yaitu olahan telur yang direbus
menggunakan herba-herba tertentu sehingga memiliki rasa, aroma dan kenampakan yang khas.
Meskipun berasal dari cina dan secara tradisional dihubungkan dengan masakan Tionghoa,
resepresep yang mirip serta variasinya telah dikembangkan di seluruh Asia. Di Indonesia
terutama Pulau Jawa telur pindang dibuat dengan menggunakan kulit bawang merah dan daun
jambu biji. Untuk menambah aroma lengkuas dam daun salam ditambahkan selama perebusan.

Pangan asal hewan merupakan sumber protein dan mengandung asam amino esensial
yang tidak disuplai dari bahan pangan lain, sehingga sangat berpengaruh terhadap status
kesehatan seseorang yang pada akhirnya berperan pada peningkatan kualitas sumber saya
manusia. Sumber protein asal hewan tersebut diantaranya daging, susu dan telur. Telur unggas
(ayam) mempunyai kandungan asam amino esensial dan non esensial yang cukup lengkap dan
tinggi sehingga cocok untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk pertumbuhan, selain mudah
dicerna dan murah harganya. Kandungan komposisi gizi telur terdiri antara lain : air 73,7 % ;
Protein 12,9 % ; Lemak 11,2 % dan Karbohidrat 0,9 % dan kadar lemak pada putih telur hampir
tidak ada.

Telur pindang dibuat dari bahan-bahan terdiri dari berbagai rempah dan garam sehingga
menjadi bahan pengawet makanan alamiah. Kulit bawang menghasilkan warna pada telur yang
disebabkan terserapnya pigmen alamiah bahan oleh telur selama proses perebusan dan
perendaman. Telur yang telah bersih kemudian direbus dengan api kecil selama sekurang
kurangnya 2 jam kemudian didinginkan.

Anda mungkin juga menyukai