Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam CD, CR, Cu, Dan PB
Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam CD, CR, Cu, Dan PB
ADE APRILIANI
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas
berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
“Pemanfaatan Arang Ampas Tebu sebagai Adsorben Ion Logam Berat Cd, Cr,
Cu dan Pb dalam Air Limbah” Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan
Skripsi ini merupakan salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Sains
pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan
2. Sri Yadial Chalid, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
ivvi
4. Hendrawati, M.Si, selaku Kepala Laboratorium Kimia PLT UIN Syarif
skripsi.
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta
telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk perbaikan
skripsi ini.
6. Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si. selaku Dosen Penguji II yang telah
7. Bapak (H. Dai Murdalih) dan Ibuku tersayang (Hj. Nuryani) serta kakak-
kakak tercinta (a iwan, a ita, a irfan, a irul, a indi, a memes, a dedy dan a
dukut) dan tiga keponakanku (daffa, danar dan akhdan) yag telah memberikan
cinta dan kasih sayangnya baik secara moril maupun materil dalam
9. Staf Laboran PLT UIN khususnya laboratorium kimia, pangan dan lingkungan
vii
10. Nunu, yang sama-sama merasakan suka dan duka selama penelitian dan
11. Sahabat-sahabat terhebatku Ria, Fiqi, Wardah, Reska, Tika, Uchi dan Ndut
Aan terimaksih atas semua ketulusan, semangat dan perhatian yang kalian
12. Aji, yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis
13. Teman-teman Kimia 2005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
2.2. Biosorpsi............................................................................................. 11
ix ix
2.4. Logam Berat ....................................................................................... 16
x
3.3.5. Aplikasi Penggunaan Arang Ampas Tebu pada Limbah Simulasi .... 38
LAMPIRAN ............................................................................................ 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 14. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Cd oleh ampas tebu ..........................................................53
Gambar 15. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Pb oleh ampas tebu..........................................................54
xii xii
Gambar 16. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Cr oleh ampas tebu ..........................................................55
Gambar 17. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Cu oleh ampas tebu .........................................................56
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Lama Pemanasan .........47
xiv xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 3. Isoterm Langmuir Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu ..............70
Lampiran 4. Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu ............72
Lampiran 5. Asam dan Basa Beberapa Senyawa dan dan Ion Menurut Prinsip
HSAB dari Pearson ..........................................................................74
xv xv
ABSTRAK
Kata Kunci : Adsorpsi, Ampas tebu, metode batch, logam berat, SSA
xvi
xvi
ABSTRACT
xvii
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan industri yang ada saat ini telah mengalami kemajuan yang
industri berupa limbah cair, padat maupun gas yang dapat mengakibatkan
kontribusi terhadap pelepasan logam berat beracun di dalam aliran air. Hal ini
Beberapa metode untuk menghilangkan logam berat dari air limbah telah
dilakukan dengan proses secara fisika dan kimia yang meliputi presipitasi,
koagulasi dan pertukaran ion. Tetapi metode-metode tersebut diatas masih mahal
merupakan teknik pemurnian dan pemisahan yang efektif dipakai dalam industri
karena dianggap lebih ekonomis dalam pengolahan air dan limbah (Al-Asheh et
al., 2000) dan merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengurangi ion
yang perlu dipertimbangkan untuk memilih teknologi yang akan digunakan untuk
pengolahan senyawa logam berat tersebut. Senyawa alam yang banyak terdapat
dalam limbah pertanian atau buangan industri merupakan potensi adsorben murah.
Biaya pengolahan adalah parameter yang penting dalam memilih adsorben dan
1
diperlukan dan ketersediaan adsorben tersebut. Secara umum adsorben dapat
bahannya banyak terdapat dan merupakan hasil samping atau limbah dari industri
(Arifin, 2003).
bahan pengganti karbon aktif ataupun resin penukar ion untuk menyerap senyawa-
pertanian atau industri dapat digunakan sebagai alternatif adsorben dengan biaya
rendah diantaranya adalah tongkol jagung, gabah padi, ampas kedelai, biji kapas,
jerami dan kulit kacang tanah (Marshall dan Mitchell, 1996). Dari penelitian yang
antara lain karboksil, amino, sulfat, polisakarida, lignin dan sulfihidril mempunyai
Ampas tebu adalah hasil limbah dari industri gula atau pembuatan
minuman dari air tebu yang belum termanfaatkan secara optimal sehingga
dianggap sebagai limbah. Secara kimiawi, komponen utama penyusun ampas tebu
penyusun ampas tebu tersebut, peneliti ingin mengetahui kemampuan ampas tebu
dalam menyerap ion logam dalam air limbah karena ampas tebu memiliki serat
dan pori-pori yang cukup besar dalam menampung gula yang sebelumnya
terkandung dalam ampas tebu tersebut. Sehingga ion logam dapat terserap
2
penyerap ion logam merupakan proses daur ulang yang sangat baik bagi
penghematan sumber daya alam dan merupakan salah satu cara bagi pengolahan
limbah, seperti yang dikemukakan oleh para pakar lingkungan bahwa sebaik-
baiknya pengolahan limbah adalah dengan cara daur ulang. Selain itu, karena
ampas tebu mudah didapatkan serta dapat diregenerasi kembali dan dari sisi
ekonomis harga ampas tebu yang murah dibanding penyerap sintetis lain, maka
hal ini menjadi keuntungan tersendiri dalam penggunaan ampas tebu sebagai
dan ekonomis untuk dikembangkan. Hasil pengarangan ampas tebu pada suhu
metanol, gas CO, CH4, H2 dan CO2. Asam asetat umumnya berasal dari selulosa,
terutama hemiselolosa sedangkan metanol berasal dari lignin yang dapat larut.
Arang ampas tebu yang dibuat melalui tahap pirolisis (proses karbonisasi) pada
suhu tertentu dapat dijadikan alternatif adsorben untuk menyerap ion logam berat
Dalam penelitian ini akan diselidiki kemampuan arang ampas tebu dalam
menyerap ion logam, khususnya terhadap ion logam berat Cd, Cr, Cu dan Pb.
Keempat logam tersebut banyak digunakan dalam industri dan memiliki potensi
3
terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya ion logam dan
senyawa beracun.
1. Apakah arang ampas tebu dapat menyerap ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb
1.3. Hipotesa
1. Arang ampas tebu dapat menyerap ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb pada air
limbah.
2. Efisiensi dan kapasitas penyerapan arang ampas tebu terhadap ion logam
ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb serta menentukan kondisi optimum terhadap
gula maupun pembuatan minuman sari tebu dalam bentuk arang agar tidak
mencemari lingkungan.
4
1.5. Manfaat Penelitian
informasi bahwa arang ampas tebu dapat digunakan sebagai alternatif biomaterial
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Adsorpsi
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam
(Atkins,1999).
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan
permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya.
Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada
dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan. Menurut Giles dalam Osipow
(1962), yang bertanggung jawab terhadap adsorpsi adalah gaya tarik van der
kovalen.
adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan
adsorben. Adsorpsi adalah gejala pada permukaan, sehingga makin besar luas
6
Berdasarkan besarnya interaksi antara adsorben dan adsorbat, adsorpsi
dibedakan menjadi dua macam yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
a. Adsorpsi Fisika
adsorben dengan ikatan yang lemah. Adsorpsi fisika terjadi bila gaya
intermolekular lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik
yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben, gaya ini disebut
gaya Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan
ke bagian permukaan lain dari adsorben. Adsorpsi ini berlangsung cepat, dapat
(kira-kira mempunyai orde yang sama dengan kalor yang dilepaskan pada proses
kondensasi adsorbat) dan lebih panas dari adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika
umumnya terjadi pada temperatur yang rendah dan jumlah zat yang teradsorpsi
akan semakin kecil dengan naiknya suhu. Banyaknya zat yang teradsorpsi dapat
segera setelah adsorben bersentuhan dengan adsorbat. Hal ini dikarenakan dalam
b. Adsorpsi Kimia
adsorbat dengan adsorben dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion, sehingga
7
terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan (Reza, 2002). Oleh karena itu, panas
adsorpsinya mempunyai kisaran yang sama seperti reaksi kimia, yaitu berkisar
100 kJ/mol (mempunyai orde besaran yang sama dengan energi ikatan kimia).
Ikatan antara adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya
tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel, hanya dapat
42 kJ/mol sedangkan adsorpsi kimia berada dalam kisaran 42-420 kJ/mol. Secara
kualitatif perilaku adsorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar ataupun nonpolar
antara zat padat (adsorben) dengan komponen larutan (adsorbat). Adsorben polar
akan cenderung mengadsorpsi kuat adsorbat polar dan lemah terhadap adsorbat
nonpolar, demikian juga sebaliknya. Adsorben polar akan mengadsorpsi kuat zat
terlarut polar dari pelarut nonpolar karena kelarutannya yang rendah dan
mengadsorpsi yang lemah dari pelarut polar karena kelarutannya yang tinggi,
Menurut Hughes dan Poole (1984) proses adsorpsi melalui pertukaran ion
dan kompleksasi hanya berlangsung pada lapisan permukaan sel yang mempunyai
interaksinya merupakan interaksi pasif dan relatif cepat. Molekul adsorben secara
8
kimiawi dianggap mempunyai situs-situs aktif atau gugus fungsional yang mampu
berinteraksi dengan logam permukaan sel seperti posfat, karboksil, amina dan
amida. Jika proses adsorpsi melalui pertukaran ion, adsorpsi dipengaruhi oleh
banyak proton dalam larutan yang berkompetisi dengan ion logam pada
peluang terjadinya pengikatan logam oleh adsorben relatif kecil, sebaliknya pada
a. Kemurnian adsorben, adsorben yang lebih murni memiliki daya serap yang
lebih baik
9
b. Luas Permukaan, semakin luas permukaan adsorben maka jumlah adsorbat
Adsorpsi fisika yang substansial biasa terjadi pada temperatur di bawah titik
Metode sorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan
dinamis (kolom).
1. Cara statis yaitu ke dalam wadah yang berisi sorben dimasukkan larutan
2. Cara dinamis (kolom) yaitu ke dalam kolom yang telah diisi dengan
10
Karena selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk
mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bentuk lain dari adsorpsi
dan luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, pH larutan, tekanan
(untuk gas), ukuran partikel, dan porositas adsorben tetapi juga bergantung pada
ukuran molekul bahan yang akan diadsorpsi dan viskositas campuran yang akan
2.2. Biosorpsi
didefinisikan sebagai proses pengunaan bahan alami untuk mengikat logam berat.
Proses ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara
yang berbeda, pertama pertukaran ion di mana ion monovalent dan divalent
seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan
fungsional grup seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, posfat, dan hidroksi-
karboksil yang berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak balik
dan cepat. Proses bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat
terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomass. Proses biosorpsi dapat lebih
mana logam berat dapat terendapkan sebagai garam yang tidak terlarut. Pada saat
11
ion logam berat tersebar pada permukaan sel, ion akan mengikat pada bagian
1998).
hanya terjadi pada biomaterial yang telah mati. Tidak seperti sorben sintetis
(resin, silica dan selulosa) yang hanya mengandung satu macam gugus fungsi,
biomaterial memiliki berbagai fungsi yang ditemukan dalam sel dan dinding
selnya. Gugus fungsi yang aktif dalam proses penyerapan diantaranya karboksil,
diusulkan oleh Tzesus dalam Guibal et al., (1992) yang berhubungan dengan
1. Perpindahan ion logam dari bagian larutan ke film pembatas yang ada di
12
kemampuan penyerapan yang lebih dan ukuran partikelnya dapat dioptimumkan
menjadi alternatif baru untuk pengolahan air limbah. Menurut Kargi dan Cikla
(2006), proses biosorpsi lebih baik digunakan untuk metode kimia dan fisika
kembali
untuk menjelaskan data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich, Langmuir, serta
Brunauer, Emmet dan Teller (BET). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk
tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins, 1999). Adsorben yang baik
13
Sedangkan presentase adsorpsi (efisiensi adsorpsi) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Keterangan :
Q = Kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g)
C1 = Konsentrasi awal larutan (mg/L)
C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/L)
m = Massa adsorben (g)
V = Volume larutan (mL)
% E = Efisiensi adsorpsi
secara kimisorpsi satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang terjadi melalui
ikatan kimia yang sangat kuat antara sisi aktif permukaan dengan molekul
adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas elektron. Adsorpsi satu lapisan terjadi
dengan asumsi bahwa sejumlah tertentu sisi sentuh adsorben ada pada
permukaannya dan semua memiliki energi yang sama, serta adsorpsi bersifat balik
14
terhadap c dengan persamaan :
dapat mencirikan proses adsorpsi dengan lebih baik (Jason, 2004). Isoterm
berikut :
Keterangan :
15
Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada semua sisi permukan
adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm
mampu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai dan hanya ada
beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Jason, 2004).
Berdasarkan daya hantar elektrik, semua unsur kimia yang terdapat dalam
sistem periodik dapat dibagi menjadi 2 golongan (Cotton dan Wilkinson, 1986),
yaitu logam dan non logam. Logam bersifat konduktor yaitu mempunyai daya
hantar panas dan elektrik yang tinggi, sedangkan non logam bersifat isolator.
ringan dan logam berat. Logam berat adalah semua jenis logam yang mempunyai
berat jenis lebih besar atau sama dengan 5 g/cm3, sedangkan logam yang
mempunyai berat jenis kurang dari 5 g/cm3 dikenal sebagai logam ringan.
Istilah logam berat secara khas mencirikan suatu unsur yang merupakan
konduktor yang baik, mudah ditempa, bersifat toksik dalam biologi, mempunyai
16
nomor atom 22-92 dan terletak pada periode III dan IV dalam sistem periodik
industri, bersifat toksik bagi makhluk hidup dalam proses aerobik maupun
anaerobik. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi
dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Jenis pertama adalah
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan
lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau
atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Widowati
dkk., 2008).
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
Timbal atau plumbum dalam keseharian lebih dikenal dengan timah hitam
merupakan logam yang lunak dan tahan terhadap korosi atau karat sehingga
logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating atau bahan pelapis. Pb dan
17
persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai
adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan Pb, misalnya dari
bentuk ion-ion divalent atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Ion Pb tetravalen
mempunyai daya racun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb
divalen. Timbal bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat
188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan. Keracunan timbal bersifat akut dan kronis.
banyak fungsi organ dan sistem saraf yang terdapat dalam tubuh (Palar, 1994).
melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu relatif pendek dengan dosis
atau kadar relatif tinggi. Pb bisa merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, sistem
reproduksi, sistem endokrin dan jantung, serta gangguan pada otak sehingga anak
berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit tidur (Widowati dkk., 2008).
18
2.4.2. Kadmium (Cd)
lempengan elektroda, pengecatan, stabilizer dalam pabrik plastik dan baterai dan
sebagai campuran logam (alloy). Kadmium relatif aktif dalam lingkungan aquatik
Kadmium bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat
konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Pada konsentrasi 200 µg/L
akut dan kronis. Sistem tubuh yang dapat dirusaknya adalah ginjal, paru-paru,
organnya serta logam kadmium diduga merupakan salah satu penyebab dari
Keracunan akut muncul setelah 4-10 jam sejak penderita terpapar oleh Cd.
dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, daya tahan tubuh lemah, kerusakan
hepar dan ginjal, kanker, sakit kepala, kedinginan hingga menggigil, nyeri otot
sistem urinaria, sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung,
19
kerusakan sistem reproduksi, sistem saraf, bahkan dapat mengakibatkan
mempunyai bilangan oksidasi +2, +3 dan +6. Sesuai dengan tingkat valensi yang
Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr(II) akan bersifat basa, senyawa yang
terbentuk dari ion logam Cr(III) bersifat amfoter dan senyawa yang terbentuk dari
yang dikenal dari senyawa-senyawa kromat dan dikromat ini adalah dalam
Dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara
alamiah dan non alamiah. Masuknya Cr secara alamiah dapat terjadi disebabkan
oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi (pengikisan) yang terjadi pada batuan
dibawa oleh air hujan. Masukkan Cr yang terjadi secara non alamiah lebih
merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia. Sumber-
sumber Cr yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau
buangan industri sampai buangan rumah tangga. Dalam badan perairan, terjadi
20
reaksi redoks. Proses kimia tersebut juga terjadi pada logam kromium yang ada di
perairan. Proses kimia seperti pengompleksan dan sistem reaksi redoks, dapat
sangat beracun menjadi Cr(III) yang kurang beracun. Peristiwa reduksi yang
terjadi atas senyawa Cr(VI) dan Cr(III), dapat berlangsung bila badan perairan
berada dan atau mempunyai lingkungan yang bersifat asam. Untuk perairan yang
2004).
Daya racun yag dimiliki oleh logam Cr di tentukan oleh valensi ion-nya.
Ion Cr(VI) merupakan bentuk logam Cr yang paling dipelajari sifat racunnya, bila
dibandingkan dengan ion-ion Cr(II) dan Cr(III). Sifat racun yang dibawa oleh
logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan
kronis.
mata dan kulit, kanker paru-paru, pembengkakan dan kemerahan pada kulit.
Keracunan kronis akibat terpapar Cr antara lain dapat menyebabkan gangguan alat
21
2.4.4. Tembaga (Cu)
Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan
tetapi lebih banyak ditemukan dalan bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa
mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Berdasarkan pada bilangan valensi yang
cuppry untuk yang bervalensi +2. Kedua jenis ion Cu tersebut dapat membentuk
kompleks ion yang sangat stabil seperti Cu(NH3)6Cl2. Logam Cu dan beberapa
bentuk persenyawaannya seperti CuO, CuCO3, Cu(OH)2 dan Cu(CN)2 tidak dapat
larut dalam air dingin atau panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam asam
karena itu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau perlistrikan. Cu juga
dapat membentuk alloy dengan berbagai macam logam lainnya seperti dengan
seng, timah atau timbal (Cu-Zn-Sn-Pb) dalam bentuk kuningan yang banyak
industri cat sebagai antifoling, industri insektisida dan fungisida, sebagai katalis,
baterai, elektroda, penarik sulfur dan sebagai pigmen serta pencegah pertumbuhan
lumut.
atmosfer yang dibawa oleh air hujan, serta berasal dari buangan industri,
22
peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan. Dalam kondisi normal,
Cu(OH)2 dan lain-lain. Bila dalam badan perairan terjadi peningkatan kelarutan
3,5mg/kg. Pada manusia efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar
oleh debu atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan
sebelah atas dan terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang
di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada daerah yang
mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan air laut.
Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun.
Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
batang, daun, akar dan bunga. Batang tebu memiliki sosok tinggi kurus, tidak
bercabang dan tumbuh tegak dan terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya
dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Tinggi batang tanaman
tebu pada umumnya bisa mencapai 5 meter atau lebih. Kulit batang tebu keras,
23
berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasi dari warna-warna
masing 10-30 cm. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah. Panjang
daun dapat mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar
dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk terurai di puncak
Kadar berat setiap komponen kimia penyusun batang tebu tidak tepat,
tergantung pada jenis tebu, kandungan hara dan cara pemeliharaan tebu. Kadar
komponen penyusun batang tebu antara lain sukrosa (dalam nira), monosakarida,
zat anorganik, zat organik, air nira dan serat (Subrata, 1993).
cairan yang manis. Kandungan serat dan kulit yang biasanya disebut sabut
terbesar dari tebu adalah cairan nira yang prosentasenya sebesar 87,5 % yang
terdiri atas air dan bahan kering. Bahan kering tersebut ada yang terlarut dan ada
(a) (b)
Gambar 3. (a) batang tebu dan (b) tanaman tebu
24
Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik gula. Dalam proses
produksi gula, dari setiap tebu yang diproses dihasilkan ampas tebu sebesar 90 %,
gula yang dimanfaatkan hanya 5 % dan sisanya berupa tetes tebu (molases) dan
dihasilkan dari proses pemerahan atau ekstraksi batang tebu. Dalam satu kali
proses ekstraksi dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40 % dari berat tebu yang
digiling secara keseluruhan. Dari sekian banyak ampas tebu yang dihasilkan, baru
proses produksi dan transportasi tebu dari lahan pertanian ke tempat pemerahan.
Namun selebihnya masih menjadi limbah yang perlu penanganan lebih serius
untuk diolah kembali. Di samping itu, ampas tebu dijual untuk dimanfaatkan
menghasilkan energi yang diperlukan pada pembuatan gula. Selain itu, ampas
tebu dapat juga digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku serat, papan plastik,
dan kertas (Witono, 2003). Kaur et al., (2008) mengemukakan bahwa ampas tebu
tanpa diarangkan dapat dimanfaatkan sebagai adsorben ion logam berat seperti
seng, kadmium, tembaga dan timbal dengan efisiensi berturut-turut sebesar 90, 70,
55 dan 80 %.
berserat (berserabut), lunak dan relatif membutuhkan tempat yang luas utuk
25
penyimpanan dalam jumlah berat tertentu dibandingkan dengan penyimpanan
dalam bentuk arang dengan jumlah yang sama. Ampas tebu yang dihasilkan dari
tanaman tebu tersusun atas penyusun-penyusunnya antara lain air (kadar air
44,5%), serat yang berupa zat padat (kadar serat 52,0 %) dan brix yaitu zat padat
Secara kimiawi, komponen utama penyusun ampas tebu adalah serat yang
ketiga komponen tersebut dalam ampas tebu hampir sama dengan susunan yang
Pada tahun 1860 Kirchoff dan Bunsen menyatakan bahwa spektrum atom,
baik spektrum emisi maupun spektrum absorpsi dapat digunakan sebagai dasar
teknik analisis unsur selektif. Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh
Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah
seorang Australia bernama Alan Walsh pada tahun 1955 (Khopkar, 2003).
fenomena penyerapan energi sinar oleh atom netral dalam bentuk gas sebagai
dasar pengukuran dan sangat tepat digunakan untuk analisis zat pada konsentrasi
26
rendah. Atom-atom bebas bisa dihasilkan dengan cara menyemprotkan sampel
yang berupa larutan atau suspensi ke dalam nyala. Besarnya kepekatan analit
ditentukan dari besarnya penyerapan berkas sinar garis resonansi yang melewati
nyala.
Cara analisis ini selain atomisasi dengan nyala dapat pula dilakukan
dengan tanpa nyala (flameless atomizer), yaitu dengan menggunakan energi listrik
dengan batang karbon (CRA = Carbon Rod Atomizer) atau bahkan dengan uapnya
terdapat empat jenis nyala yang digunakan sebagai bahan bakar pada SSA, yaitu:
(= 35 unsur). Suhu yang dihasilkan oleh campuran ini adalah sekitar 2300-
dengan panas ± 3200 oC, tetapi burning velocyty nya cukup besar yaitu
3. Udara – hidrogen
unsurnya. SSA adalah cara analitis yang berdasarkan pada proses penyerapan
energi radiasi gelombang elektromagnetik oleh populasi atom yang berbeda pada
27
tingkat energi yang lebih tinggi. Jika pada sejumlah populasi atom yang berada
untuk menaikkan tingkat energi atom dari Eo→ E1) maka sebagian dari energi
radiasi akan diserap oleh atom dan tingkat energi atom naik dari Eo→ E1.
penyerapan akan keluar dari populasi atom dan intensitasnya berkurang sesuai
dapat diukur dan besarnya sebanding dengan populasi atom yang menyerap
radiasi tersebut. Dengan mengukur jumlah energi yang diserap, maka dapat
menentukan konsentrasi atom elemen yang diuji dalam contoh (Suryana, 2001).
Eksitasi
M*(gas)
Ex Termal
Emisi hv
nyala
sebanding dengan jumlah atom yang menyerap energi radiasi tersebut. Energi
yang diserap berbanding lurus dengan energi yang diperlukan untuk eksitasi atom.
28
A = -log Ic/Io = Kv.d.c
Dimana :
A = Absorbansi
Io = Intensitas cahaya awal (erg/detik)
It = Intensitas cahaya setelah sebagian diabsorpsi oleh contoh (erg/detik)
Kv = Absortivitas molar-konstan (mol/L.cm)
d = Tebal media (cm)
c = Konsentrasi atom analit dalam contoh (mol/L)
(a)
(b)
(c)
29
1. Sumber Cahaya
tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang baik adalah sumber radiasi yang
2. Sistem Atomisasi
(nebulizer) dan pengatur aliran gas serta kapiler. Sedangkan sistem pengatoman
tanpa nyala yaitu pemanasan secara listrik oleh batang karbon dengan tahapan
unsur dalam larutan menjadi populasi atom dimana akan dilakukan pengukuran
melalui venturi akibatnya cairan sampel terisap ke atas dan dialirkan ke dalam
spray chamber. Titik air yang besar akan mengalir ke bawah sedangkan yang
30
halus terus masuk ke dalam pembakar, diameter dari partikel-partikel biasanya
lebih kecil dari 2 µm. Pada bagian spray chamber kabut sampel dicampur dengan
dan oksigen harus diperhatikan dan disesuaikan dengan unsur yang dipakai.
3. Sistem Monokromator
yang tidak diserap oleh populasi atom (yang berasal dari lampu katoda cekung)
dari radiasi-radiasi lain yang tidak diperlukan dan akan mengganggu pengukuran
cermin, lensa dan prisma atau kisi (grating). Sistem monokromator ini ada yang
menggunakan saluran tunggal (single beam) dan saluran ganda (double beam).
4. Detektor
arus atau sinyal listrik. Keluaran dari detektor diumpankan ke suatu sistem
pencatat yang sesuai. Alat pencatat ini digunakan untuk mengubah dan mencatat
sinyal-sinyal listrik yang berasal dari suatu detektor ke suatu bentuk yang mudah
dibaca oleh operator, misalnya dalam bentuk angka-angka digital sesuai dengan
hasil analisis. Detektor yang dipakai SSA pada umumnya adalah photomultiplier
31
tube. Photomultiplier tube menghasilkan sinyal listrik sebanding dengan intensitas
5. Sistem Pengolahan
menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi
besaran konsentrasi.
6. Pencatat (rekorder)
a. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur yang berlainan dapat diukur.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yang dilaksanakan dari bulan
Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan alamat di jalan Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat,
15412.
3.2.1. Alat
meter, furnace, kertas saring whatman, blender, gelas beker, erlenmeyer, labu
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu (diambil
dari penjual minuman sari tebu di daerah Bintaro Regensi Tangerang) yang sudah
33
3.3. Rancangan Penelitian
Dipotong ± 1 cm, di
haluskan dengan blender
Penentuan Kondisi
Optimum Penyerapan tiap
Ion Logam
Kondisi Optimum
Penyerapan dari Tiap Ion
Logam
Analisis Konsentrasi
Ion Logam dengan SSA
34
3.4. Prosedur Kerja
adsorben dari arang ampas tebu. Kedua adalah penentuan kondisi optimum
penyerapan ion logam Cd, Cr, Cu, dan Pb oleh arang ampas tebu dengan variasi
massa arang ampas tebu, pH ion logam, konsentrasi larutan ion logam dan lama
Serapan Atom (SSA). Bagan alir penelitian ini ditunjukkan secara sistematis pada
Gambar 8.
Ampas tebu dicuci bersih dengan air yang mengalir, setelah itu
cm, dihaluskan dengan blender, kemudian diarangkan pada suhu 250 oC hingga
menjadi serbuk arang selama 2,5 jam. Setelah itu, diayak dengan pengayak
35
3.4.3. Penentuan Kondisi Optimum
dengan kecepatan pengadukan 180 rpm pada temperatur ruang (26 oC) selama 30
menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di tempatkan pada vial dan
ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades dan ditambah 1 tetes asam nitrat p.a
pengadukan 150-200 rpm pada temperatur ruang. Setelah itu campuran dipisahkan
dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di
36
dengan pH masing-masing larutan, ditambah 1 tetes asam nitrat p.a sebagai bahan
Dimasukkan 10 mL larutan ion logam dengan variasi konsentrasi 20, 40, 60, 80
dan 100 mg/L ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan
kecepatan pengadukan 180 rpm pada temperatur ruang (26 oC) selama 30 menit.
kertas saring. Filtrat hasil saringan di tempatkan pada vial dan ditepatkan
dengan massa 0,5 gram, lalu dipanaskan pada suhu 250 oC dengan variasi lama
pemanasan 1,5; 2; 2,5 dan 3 jam. Dimasukkan 10 mL larutan ion logam dengan
rpm pada temperatur ruang (26 oC) selama 30 menit. Setelah itu campuran
dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil
37
saringan di tempatkan pada vial dan ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades
pH optimum, ditambah 1 tetes asam nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak
larutan ion tunggal Cd, Cr, Cu dan Pb pada beberapa konsentrasi, yaitu 20, 40, 60,
dengan kecepatan 180 rpm pada temperatur ruang. Campuran disaring dengan
menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di tempatkan pada vial dan
nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada
komposisi larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.
180 rpm pada temperatur ruang (26 oC) selama 30 menit. Campuran dipisahkan
disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat di tempatkan pada vial dan
38
nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada
padatan yang tidak larut. Setelah itu diukur konsentrasi awal dari ion logam Cd,
Kemudian limbah yang telah diukur konsentrasi ion logam awal, diatur pH-nya
shaker dengan kecepatan pengadukan 180 rpm pada temperatur ruang (26 oC)
optimum, ditambah 1 tetes asam nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak
39
BAB IV
penyerapan ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb dapat dilihat pada Gambar 9. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa semakin banyak massa arang ampas tebu yang
Pada massa arang ampas tebu 0,5 g efisiensi penyerapan untuk logam Cd, Cr, Cu
dan Pb masing-masingnya adalah 37,22; 74,63; 44,05 dan 50,97 %. Ketika massa
jumlah partikel dan luas permukaan arang ampas tebu sehingga menyebabkan
40
bertambahnya sisi aktif adsorpsi dan efisiensi penyerapannya pun meningkat
adsorben (Lampiran 1). Hal ini diperkuat oleh Barros et al., (2003) yang
menyatakan bahwa pada saat ada peningkatan massa adsorben, maka ada
Kapasitas penyerapan pada massa arang ampas tebu 1,5 g pada ion logam Cd, Cr,
Cu dan Pb adalah 0,0767; 0,0642; 0,0913 dan 0,1071 mg/g (Tabel 2).
Tabel 2. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Massa Arang Ampas
Tebu
dengan muatan ion logam sehingga interaksi pasif dan relatif cepat. Partikel dari
adsorben memiliki sisi aktif dengan muatan negatif yang akan berinteraksi dengan
ion logam yang bermuatan positif (Mahvi et al., 2005). Dengan memperkecil
ukuran partikel dari adsorben, maka semakin luas sisi permukaan sehingga
41
adsorben. Dalam variasi pH ini kemungkinan terjadi ikatan kimia antara adsorben
dengan adsorbat.
titik optimum yaang dicapai. Penyerapan optimum pada hampir semua ion logam
Cd, Cr dan Pb dengan massa adsorben 0,5 g adalah pada pH 5, kecuali untuk
60,33; 89,52; 99,31 % dan untuk ion logam Cu 92,16 %. Sedangkan kapasitas
penyerapannya adalah 0,2357; 0,2109; 0,3360 dan logam Cu 0,3299 mg/g (Tabel
42
Tabel 3. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi pH Larutan Ion Logam
gugus fungsional yang mampu berinteraksi dengan logam. Jika proses adsorpsi
melalui pertukaran ion, maka adsorpsi dipengaruhi oleh banyak proton dalam
larutan yang berkompetisi dengan ion logam pada permukaan adsorben, sehingga
netral, ion-ion logam dapat mengalami reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga
menjadi tidak stabil dalam bentuk ion logam semula, sehingga kemampuan
proton (H+) relatif kecil dan menyebabkan peluang terjadinya pengikatan logam
43
penyerapan dicapai pada konsentrasi rendah yaitu konsentrasi 20 mg/L. Dari
gambar tesebut pada konsentrasi 20 mg/L, efisiensi penyerapan dari logam Cd,
Cr, Cu dan Pb masing-masing adalah 60,33; 89,52; 92,16 dan 99,31 % . Ion
logam diserap oleh arang ampas tebu pada konsentrasi rendah. Pada konsentrasi
rendah, perbandingan jumlah mol dari ion logam menyebabkan permukaan situs
menjadi lebih luas dan adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi awal yang rendah
Gambar 11. Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Cd(II), Cr(VI), Cu(II) dan
Pb(II) terhadap Efisiensi Penyerapan Arang Ampas Tebu
(volume 10 mL, konsentrasi 20 mg/L, massa 0,5 g arang
ampas tebu).
semakin berkurang. Hal ini disebabkan pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah
ion logam dalam larutan tidak sebanding dengan jumlah partikel arang ampas tebu
yang tersedia sehingga permukaan arang ampas tebu akan mencapai titik jenuh
dan kemungkinan akan terjadi proses desorpsi atau pelepasan kembali antara
44
peningkatan jumlah ion yang terikat pada adsorben sehingga nilai kapasitas
penyerapannya meningkat.
Tabel 4. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Konsentrasi Ion Logam
Pada Tabel 4 dapat dilihat kapasitas penyerapan ion logam Cd, Cr, Cu dan
Pb berturut-turut adalah 0,2357; 0,2109; 0,3299 dan 0,3360 mg/g. Hal serupa juga
diarangkan pada suhu 250 oC dapat menurunkan kadar ion Cr (VI) selama 24 jam.
Namun, pada penelitian ini lama pemanasan dilakukan pada range waktu yang
45
Gambar 12.Pengaruh Lama Pemanasan Arang Ampas Tebu terhadap
Penyerapan Ion logam Cd(II), Cr(VI), Cu(II) dan Pb(II) (volume
10 mL, konsentrasi 20 mg/L, suhu 250 0C, massa 0,5 g arang
ampas tebu)
Dari Gambar 12 dapat dilihat kondisi optimum untuk lama pemanasan dari
arang ampas tebu. Kondisi optimum untuk logam Cd dan Pb berada pada lama
pemanasan 2,5 jam dengan suhu 250 oC dengan nilai efisiensi penyerapan sebesar
58,43 dan 98,14 % sedangkan kapasitas penyerapannya 0,2157 dan 0,3827 mg/g
(Tabel 5). Nilai efisiensi penyerapan untuk logam Cd dan Pb pada seluruh waktu
lama pemanasan tidak menunjukkan perbedaan nilai yang jauh. Pada lama
pemanasan 1,5 dan 2 jam nilai efisiensi penyerapan cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan lama pemanasan 2,5 dan 3 jam. Hal ini karena pada lama
Sedangkan untuk logam Cr dan Cu, kondisi optimum yaitu pada lama
pemanasan 1,5 jam pada suhu yang sama. Dengan waktu lama pemanasan yang
lebih singkat, ampas tebu yang diarangkan pada lama pemanasan 1,5 jam dapat
mengadsorp ion logam Cr dan Cu sebesar 81,55 dan 92,13 % sedangkan kapasitas
46
penyerapan 0,1906 dan 0,2948 mg/g (Tabel 5). Logam Cr pada lama pemanasan
2 jam terjadi penurunan nilai efisiensi, namun efisiensinya kembali naik pada
lama pemanasan 2,5 jam dan kembali mengalami penurunan pada lama
pemanasan 3 jam. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan struktur dari
kapasitas adsorpsi tidak sejalan dengan nilai efisiensi adsorpsi. Sebagai contoh,
pada kondisi massa adsorben yang berbeda dan konsentrasi sama, kenaikan berat
efisiensi adsorpsi.
nilainya ditentukan oleh perubahan konsentrasi ion logam setelah diadsorpsi oleh
adsorben. Semakin banyak adsorben yang digunakan, maka semakin banyak ion
logam yang yang diadsorpsi. Hal ini diperkuat oleh penelitian Barros et al., (2003)
47
yang menyatakan bahwa pada saat ada sebuah peningkatan adsorben, maka ada
optimum yang didapatkan dari data penentuan kondisi optimum sebelumnya dari
masing-masing ion logam. Limbah ini dibuat dengan mencampurkan larutan ion
logam Cd, Cu, Cr dan Pb dengan konsentrasi 100 mg/L dan pH nya diatur sesuai
dengan kondisi optimum dari masing-masing ion logam (Cd, Cr dan Pb pada pH
Hasil analisa yang diperoleh dari pengukuran dengan SSA pada limbah
Nilai kapasitas ion logam Cd lebih besar dibandingkan dengan ion logam
Pb karena konsentrasi awal dari ion logam Cd adalah 34,14 mg/L lebih besar di
bandingkan dengan ion logam Pb yaitu 20,54 mg/L. Jumlah ion Cd lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah ion Pb. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
48
Dari besarnya nilai efisiensi penyerapan terhadap logam Pb, menunjukkan
bahwa arang ampas tebu dapat menyerap ion logam Pb dengan baik, tidak hanya
pada larutan tunggal tetapi baik juga pada campuran larutan ion logam (limbah
simulasi). Hal ini juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi, diantaranya Pb(II) memiliki jari-jari atau ukuran ion yang lebih
besar dibandingkan dengan ion logam lainnya, yaitu sebesar 1,19 Å sedangkan
Cd(II) dan Cr(III) masing-masing memiliki jari-jari ion 0,97 Å dan 0,64 Å.
Polaritas ion logam Pb lebih besar di bandingkan dengan ion logam lain, sehingga
lebih mudah untuk melakukan ikatan dengan molekul pada adsorben yang bersifat
Selain itu, menurut prinsip HSAB (Hard and Soft Acid Base) yang
dikemukakan oleh Pearson dalam Amri (2004), asam keras akan berinteraksi
dengan basa keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan
basa lemah. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik,
sedangkan interaksi asam lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat
kovalen.
Ion logam Pb dan Cr merupakan kation yang bersifat asam keras dan ion
logam Cu bersifat asam madya (Lampiran 5), sehingga akan berinteraksi secara
kuat dengan anion-anion yang bersifat basa keras seperti dengan -OH. Ampas
tebu banyak mengandung selulosa yang mempunyai banyak gugus -OH, dengan
demikian selulosa akan mengikat ion Pb, Cr dan Cu secara kuat. Ikatan antara ion
Pb, Cr dan Cu dengan -OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi,
di mana pasangan elektron bebas dari O pada -OH akan menempati orbital kosong
49
yang dimiliki oleh ion logam tersebut,sehingga terbentuk kompleks terkoordinasi.
Sedangkan ion logam Cd bersifat asam lemah, sehingga ikatan yang terbentuk
relatif lemah.
terhadap ion logam berasal dari limbah laboratorium kimia Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Jakarta. Sebelum dilakukan pengukuran konsentrasi awal dari ion
logam yang akan diukur denga SSA, air limbah yang telah diambil terlebih dahulu
disaring dengan kertas saring untuk memisahkan residu pengotor dan di atur pH
Hasil analisa yang diperoleh dari pengukuran dengan SSA pada limbah
dengan baik, dengan nilai efisiensi terbesar dibanding dengan logam Cd dan Cr.
Hal ini dapat terjadi karena ion logam yang telah diserap oleh adsorben saling
berikatan dengan kuat sehingga terjadi pembentukan kompleks antara ion logam
dengan gugus-gugus fungsi pada dinding sel dari adsorben yang bertindak sebagai
50
ligan saat penyerapan berlangsung dan pembentukan kompleks tersebut relatif
negatif pada dinding sel dan kation logam (Baig et al., 1999).
lignin yang mengandung gugus OH yang terikat dan dapat berinteraksi dengan
terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut. Dengan demikian selulosa lebih kuat
mengadsorpsi zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar. Mekanisme
adsorpsi yang terjadi antara gugus OH yang terikat pada permukaan dengan ion
—Y—OH + M+ —YO—M + H+
M + 2H+
—YO—M
M+ dan M2+ adalah ion logam (Cd, Cr, Cu dan Pb), -OH adalah gugus
hidroksil dan Y adalah matriks tempat gugus –OH terikat. Interaksi antara gugus –
kompleks koordinasi karena atom oksigen pada gugus –OH mempunyai pasangan
elektron bebas tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion
Pembentukan senyawa kompleks ini terjadi pada ion logam Cd, Cr, Cu
dan Pb. Keempat logam tersebut memiliki orbital d kosong yang akan diisi oleh
elektron bebas dari atom oksigen pada gugus –OH. Selulosa berperan sebagai
51
ligan yang dapat menyumbangkan sepasang elektron bebas pada ion logam,
sedangkan ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb berperan sebagai atom pusat dalam
HO C H 2
HO CH 2
H O H O
O H O
O H H O OH H
H O H O
Pb Pb
O CH O CH 2
2
O H O
H
H H
O O O H H O
OH H
H OH H OH
Freundlich dan Langmuir (Atkins, 1999). Ikatan yang terjadi antara molekul
kimisorpsi.
optimum. Isoterm adsorpsi arang ampas tebu tipe Langmuir dan Freundlich
52
diperlihatkan pada Gambar 14-17 untuk masing-masing logamnya. Pada adsorpsi
linearitas yang lebih tinggi, yaitu 99,3 % dibandingkan dengan isoterm Freundlich
yaitu 97,2 %. Adsorpsi ion logam Cd oleh arang ampas tebu dianggap mengikuti
tipe isoterm Langmuir dan lebih tepat untuk mencirikan mekanisme adsorpsi Cd
(a) (b)
Gambar 14. (a). Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Cd oleh Arang Ampas Tebu
Begitu pula pada adsorpsi logam Pb oleh arang ampas tebu memberikan
nilai linieritas untuk isoterm Langmuir sebesar 99,1 % dan 92,1 % untuk isoterm
Freundlich (Gambar 15). Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe isoterm ini
terjadi pada proses adsorpsi ion logam Pb oleh arang ampas tebu. Hal ini sesuai
dengan Atkins (1999) bahwa adsorpsi ion logam Pb oleh arang ampas tebu
mengikuti tipe isoterm Langmuir karena linieritas untuk tipe isoterm ini lebih
besar.
53
(a) (b)
Gambar 15. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Pb oleh Arang Ampas Tebu
Jika tipe isoterm yang dianut adalah isoterm Langmuir, maka adsorspsi
berlangsung secara kimisorpsi monolayer. Jika isoterm yang dianut adalah isoterm
spesifik, sehingga adsorben mampu mengikat logam dengan ikatan kimia antara
adsorpsi kedua ion logam Cd dan Pb oleh adsorben arang ampas tebu. Energi
yang digunakan untuk berikatan secara kimia dapat diperoleh dari proses
Penentuan tipe isoterm adsorpsi ion logam Cr oleh arang ampas tebu dapat
dilihat pada Gambar 16. Isoterm adsorpsi ion logam Cr oleh arang ampas tebu
54
menunjukkan nilai linieritas yang tinggi untuk kedua isoterm, yaitu 86,9 % untuk
dapat disimpulkan bahwa pada proses adsorpsi ion logam Cr oleh arang ampas
tebu mengikuti tipe isoterm Freundlich. Hal ini disebabkan karena linieritas untuk
tipe isoterm Freundlich lebih tinggi dibandingkan dengan tipe isoterm Langmuir,
(a) (b)
Gambar 16. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Cr oleh Arang Ampas Tebu
Hasil yang sama diperoleh pada isoterm adsorpsi ion logam Cu oleh arang
ampas tebu (Gambar 17), linieritas kedua isoterm tersebut yaitu 62,8 % untuk tipe
isoterm Langmuir dan 83,5 % untuk isoterm Freundlich. Oleh karena itu adsorpsi
ion logam Cu oleh arang ampas tebu dianggap mengikuti tipe isoterm Freundlich,
karena linieritas untuk tipe Freundlich lebih besar dibandingkan dengan tipe
isoterm Langmuir.
55
(a) (b)
Gambar 17. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Cu oleh Arang Ampas Tebu
Freundlich, sehingga tipe ini lebih tepat digunakan untuk mencirikan mekanisme
adsorpsi ion logam Cr dan Cu oleh arang ampas tebu. Jika adsorpsi mengikuti tipe
yang terdapat dalam larutan maupun limbah, selain ikatannya dengan adsorben.
Kedua ikatan tersebut hanya terikat oleh gaya van der Waals sehingga ikatan
antara adsorbat dengan adsorben bersifat lemah. Hal ini memungkinkan adsorbat
56
BAB V
5.1. Kesimpulan
tebu sebagai adsorben untuk ion logam, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kondisi optimum untuk ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb adalah dengan berat
ampas tebu 1,5 g, konsentrasi ion logam 20 mg/L, pada pH ion logam 5
(ion logam Cd, Cr dan Pb), pH 6 untuk ion logam Cu dan lama
pemanasan 2,5 jam (ion logam Cd dan Pb) serta lama pemanasan 1,5 jam
57
5.2. Saran
mengurangi konsentrasi ion logam, khususnya ion logam berat pada air limbah.
Pada penelitian selanjutnya, perlu diuji coba aplikasi penggunaan arang ampas
tebu pada air limbah industri lainnya seperti industri tekstil atau industri lainnya
58
DAFTAR PUSTAKA
Anggranigrum, I.T. 1996. Model Adsorpsi Ion Kompleks Koordinasi Nikel (II)
Pada Permukaan Alumina. Tesis. Jakarta : Magister Sains Ilmu Kimia
Universitas Indonesia.
Baig, T.H., Garcia A.E., Tieman K.J. and Gardea-Torresdey. 1999. Adsorption of
Haevy Metal Ions by Biomass of Solanum elaeagnifolrum (Silverleaf
nightshade). Proceedings of the Conference on Hazardous Waste
Research.
Barros, J.L.M., Maedo G.R., Duarte M.M.L., Silva E.P and Lobato. 2003.
Biosorption Cadmium Using The Fungus Asprgillus niger. Braz J Chem
20 : 1-17.
Birowo, A.T. 1992. Seri Manajemen Usaha Perkebunan Gula, Edisi Pertama.
Jogyakarta : LPP.
Cotton, F.A and G. Wilkinson. 1986. Kimia Dasar Anorganik. Jakarta : UI-Press.
Cordero, B., Loidero P Herrero R., and Vicente. 2004. Biosorption of Cadmium
by Fucus spiralis. Journal Environ Chem I : 180-187.
59
Fourest, E and J.C. Roux. 1992. Heavy Metals Biosorption by Fungal Mycelial
by-Product : Mechanism and Influence of pH. Appl. Microbiol Biotechnol.
37 : 467-478.
Gaol, L.D.L. 2001. Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon Aktif
Sebagai Adsorben. Seminar. Depok : FTUI
Greenberg, A.E. 1992. Standar Methods for the Examination of Water and
Wastewater. 18 th ed, American Public Health Association. Washington.29-
30.
Hughes, M.N dan Poole, R.K., 1984, Metals and Microorganism. London :
Chapman and Hall.
Jason, P.P. 2004. Activated Carbon and Some Aplication for The Remediation of
Soil and Groundwater Pollution. http://www.cee.vt.edu/program_areas. (9
Agustus 2009).
Kargi, F and S. Cikla. 2006. Biosorption of Zinc (II) ions onto Powdered Waste
Sludge (PWS) : Kinetics and Isotherm. Enzyme and Microbial, Technol,
38 : 43-53.
Kaur S., Walia T.P.S, and Mahajan R.K. 2008. Comparative Studies of Zink,
Cadmium, Lead and Copper on Economically Viable Adsorbents. Journal
Environ Eng Sci 7: 1-8.
Mahvi, A., Dariush Naghipour., Forugh Vaezi and Shahrokh Nazmara. 2005.
Teawaste as An Adsorbent for Heavy Metal Removal from Industrial
Wastewater. American Journal of Applied Science 2(1) : 372-375.
60
Material Handbook Thirteenth Edition, 1991.
Pearson, R.G. 1963. Hard and Soft Acids and Bases. J. Am. Soc. 85: 3533-3539.
Refilda, M.S., Zein R dan Munaf, E. 2001. Pemanfaatan Ampas Tebu sebagai
Bahan Alternatif Pengganti Penyerap Sintetik Logam-logam Berat pada
Air Limbah. Padang : FMIPA UNAND.
Santosa, S.J., Jumina dan Sri S. 2003. Sintesis Membran Bio Urai Selulosa Asetat
dan Adsorben Super Karboksimetilselulosa dari Selulosa Ampas Tebu
Limbah Pabrik Gula. Jogyakarta : FMIPA UGM.
Selvi, K., Pattabhi S and Kardivelu K. 2001. Removal of Cr(VI) from Aqueous
Solution by Adsorption Onto Activated Carbon. Bioresour Technol. Vol
80 : 87-89.
Subrata, J. 1993. Daur Ulang Kapur dalam Blontong pada Pabrik Gula. Skripsi.
Jogyakarta : Kimia FMIPA UGM.
Sunarya, A.I. 2006. Biosorpsi Cd(II) dan Pb(II) Menggunakan Kulit Jeruk Siam
(Citrus reticulata). Skripsi. Bogor : Departemen Kimia Fakultas MIPA
IPB.
61
Suryana, N. 2001. Teori Intrumentasi dan Tekik Analisa AAS. Jakarta : Pusat
Pengujian Mutu Barang.
Taty C., VC, H.Fauduet., C. Porte and A. Delacrix. 2003. Removal of Cd(II) and
Pb(II) Ions from Aqueous Solution by Adsorption onto Swadust of Pinus
sylvestris. J. Hazard Mater pp: 121-142.
Widowati, W., Sastiono, A dan Yusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta :
Andi.
Yu,LJ., Dorris KL., Shukla A and Margrave JL. 2003. Adsorption of Chromium
from Aqueous Solutions by Maple Dust. J. Hazard Materials. Vol 100 :
53-63.
62
Lampiran 1. Data Penentuan Kondisi Optimum
63
Tabel 8. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Cd(II)
64
Tabel 11. Data Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Penyerapan Cr(VI)
Tabel 12. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Cr(VI)
Tabel 13. Data Pengaruh Massa Ampas Tebu Terhadap Penyerapan Cu(II)
65
Tabel 14. Data Pengaruh pH Ion Logam Terhadap Penyerapan Cu(II)
Tabel 15. Data Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Penyerapan Cu(II)
Tabel 16. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Cu(II)
66
Tabel 17. Data Pengaruh Massa Ampas Tebu Terhadap Penyerapan Pb(II)
Tabel 19. Data Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Penyerapan Pb(II)
67
Tabel 20. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Pb(II)
68
Lampiran 2. Contoh Perhitungan Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan
Keterangan
% E = efisiensi adsorpsi
Keterangan :
69
Lampiran 3. Isoterm Langmuir Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu
1. Isoterm Langmuir untuk Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Ampas Tebu
isoterm Langmuir
konsentrasi awal berat adsorben (g) konsentrasi akhir C X x/m
(mg/L) [m]* (mg/L) [c]*
11.78 0.5004 1.235 1.235 10.545 21.07314
26.2 0.5009 7.767 7.767 18.433 36.79976
38.98 0.501 11.9 11.9 27.08 54.0519
55.54 0.5005 25.25 25.25 30.29 60.51948
72.14 0.5007 36.6 36.6 35.54 70.98063
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
*[c] = digunakan sebagai variabel c pada rumus isoterm adsorpsi
Persamaan garis isotherm Langmuir untuk yang diperoleh y = 1,297x + 27,21 dengan nilai r2
= 0,869 maka dari persamaan
, diperoleh nilai α = 0,771 dan β = 1,682
70
3. Isoterm Langmuir untuk Adsorpsi Ion Logam Cu oleh Ampas Tebu
71
Lampiran 4. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu
1. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Ampas Tebu
isoterm Freundlich
konsentrasi awal berat adsorben (g) konsentrasi akhir
(mg/L) [m]* (mg/L) [c]*
log
log c x/m x/m
11.78 0.5004 1.235 0.0917 21.073 1.3237
26.2 0.5009 7.767 0.8903 36.8 1.5658
38.98 0.501 11.9 1.0755 54.052 1.7328
55.54 0.5005 25.25 1.4023 60.519 1.7819
72.14 0.5007 36.6 1.5635 70.981 1.8511
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
*[c] = digunakan sebagai variabel c pada rumus isoterm adsorpsi
Persamaan garis isotherm Freundlich untuk yang diperoleh y = 0,361x + 1,287 dengan nilai
72
3. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Ion Logam Cu oleh Ampas Tebu
73
Lampiran 5. Asam dan Basa Beberapa Senyawa dan Ion Menurut Prinsip HSAB dari
Pearson
74
Lampiran 6. Pembuatan Larutan
1. Larutan HNO3 1 %
HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada labu ukur 250
mL.
menggunakan HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada
HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada labu ukur 250
mL.
menggunakan HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada
75
Lampiran 7. Pembuatan Larutan Buffer
Larutan Stok A : 0,1 M larutan asam sitrat (21,01 g dalam 1000 ml)
pH X Y
3 46,5 3,5
4 33 17
5 20,5 29,5
Larutan stok A : 0,2 M larutan monobasic natrium posphat (27,8 g dalam 1000 ml)
pH X Y
6 87,7 12,3
7 39 61
76
Lampiran 8. Alat, Bahan dan Hasil Penelitian
Ampas tebu ukuran ± 1 cm Ampas tebu setelah diarangkan pada suhu 2500C
dengan ukuran 212µm
77
Larutan ion logam Cr sebelum proses batch Ampas tebu dan Larutan ion logam sebelum
proses batch
Limbah lab dan simulasi setelah Larutan ion logam setelah dilakukan proses batch
proses batch
78