Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

“Hiperemesis Gravidarum”

OLEH :

MUTYA FEBRIANI

(NIM: 2015302178)

Kelas 19C

RUANG PONEK (TINDAKAN)

RSUD AROSUKA

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

TP 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan tepat pada waktunya tugas yang berjudul “Laporan

Pendahuluan Dan Laporan Kasus tentang hiperemesis gravidarum“. Saya mengucapkan

terimakasih kepada ibu dosen pembimbing akademik dan pembimbing lapangan yang telah

memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan studi yang saya

tekuni dan saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung

sehingga saya bias menyelesaikan tugas ini.

Saya menyadari tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan tugas ini.

Solok, Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 2

DAFTAR ISI........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan......................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi................................................................................................ 5

B. Epidemiologi ............................................................................. 9

C. Etiologi .....................................................................................12

D. Patofisiologi ..............................................................................14

E. Gejala dan tanda.........................................................................16

F. Diagnosis ..................................................................................18

G. Diagnosis banding.......................................................................21

H. Penatalaksanaan .........................................................................22

I. Komplikasi................................................................................23

J. Prognosis..................................................................................24

BAB III LAPORAN KASUS.....................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26

3
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai

dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan

nama morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil.  Mual dialami oleh lebih

dari 50% wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%.Mual

dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I.

Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada

malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir

dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.

Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah

yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat

dimana keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga

mengganggu aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis

gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling berat dari mual

dan muntah dalam kehamilan.

Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis

gravidarum ditandai dengan gejala mual dan muntah persisten hingga menyebabkan

penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan mengganggu

aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya

penyakit. Penanganan hiperemesis gravidarum didasarkan pada berat ringannya gejala

dan ada tidaknya faktor penyulit yang memperberat keluhan pasien.Hiperemesis

gravidarum tetap merupakan penyebab morbiditas yang serius dengan komplikasi

4
seperti central pontine myelinolisis, ensefalopati, cedera esofagus, pertumbuhan janin

terganggu bahkan kematian.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil

sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat

dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia

kehamilan trimester I.  Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul

setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari

pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.

B. Epidemologi

Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90%

dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi

gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya

mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.

Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia

kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh

pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari

kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.

Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953)

melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa

hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya

hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang

kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari

19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.

C. Etiologi

6
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui

beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya

komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan

diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik,

juga tidak ditemukan kelainan biokimia.

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai

berikut :

1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan

kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik

gonadotropin dibentuk berlebihan.

2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat

hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.

3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan  ibu terhadap anak.

4. Faktor psikologis

Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak,

kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap

tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang

peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum. Menurut

Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan

tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen

atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat

mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum

positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat

dibuktikan oleh beberapa peneliti.

7
D. Patofisiologi

Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila

terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan

refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor

muntah, mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan

pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat

muntah. Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada

sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus

vestibular via serebelum.

Beberapa signal perifer mem-bypass trigger zonemencapai pusat muntah melalui

nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi

retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan

dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf

kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma,

otot iga dan otot abdomen.

Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek: (1) bernafas dalam,

(2) terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka,

(3) tertutupnya glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk menutup nares

posterior.Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat

menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus mengalami

relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.

Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih

kontroversial.Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan

lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak

sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi

8
butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan

akibat muntah akan menyababkan dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma

akan berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida urine.

Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan

berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan

tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan

bertambahnya ekskresi lewat ginjal,  meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak,

merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita. Disamping dehidrasi dan

terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus

dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada

umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.

Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor

biologis, psikologi dan sosiokultural.

Gambar 1. Patofisiologi Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis

gravidarum diantaranya :

1. Perubahan hormonal.

Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human

Chorionic Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat

9
merangsang reseptor Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan

terjadinya transient hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar

TSH dan pada 40-73% kasus terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar

ini tidak selalu diikuti dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar

tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh

peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH. Pada

beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara beratnya

keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid. Namun demikian teori ini

masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.

Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya

mual dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya

korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil.

Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam

kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester pertama dan

menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan

keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita

hamil. Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen dapat

meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon

progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah.

2. Kelainan gastrointestinal.

Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan

progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan

sekresi vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua

ini pada akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan

10
gangguan motilitas lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum

biasanya saluran gastrointestinal lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.

3. Kelainan hepar

Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50%

dari pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid

Oxidation(FAO) mitokondria telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan

gangguan hati terkait dengan hiperemesis gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO

heterozigot dapat berkembang menjadi hiperemesis gravidarum yang terkait dengan

gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam

lemak di dalam plasenta dan generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau

mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan beban asam

lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas

mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO

heterozigot, juga dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat

fetus tidak mengalami defek FAO.

4. Perubahan kadar lemak

Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida,

kolesterol total, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum

dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin

terkait dengan kelainan pada fungsi hepatik pada wanita hamil.

5. Infeksi

Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat

memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti

yang bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian

terbaru di Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis

11
gravidarum. Namun, mual dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin

disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori.

6. Vestibular dan penciuman

Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut

berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu hamil melaporkan

bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan

antara hiperemesis gravidarum dengan motion sicknessmenunjukkan petanda dari

gangguan vestibular subklinis dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis

gravidarum.

7. Perubahan psikologis

Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah kelainan

konversi atau somatisasi.

b. Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.

c. Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.

Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri,

termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau somatization, atau depresi

berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar

kehamilan. Tampaknya respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk

fisiologi mual dan muntah selama kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-

perubahan fisiologis yang berhubungan dengan kehamilan berinteraksi dengan

fisiologi wanita pada setiap negara dan nilai-nilai budaya. Namun demikian,

hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri.

E. Gejala dan Tanda

12
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis

gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut

sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari

sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut

berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu :

1. Tingkat I

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu

merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada

epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun,

turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.

2. Tingkat II

Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah

mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan

mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,

hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau

pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam

kencing.

3. Tingkat III

Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari

somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.

Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagaiEncephalopathy

Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini

terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya

ikterus menunjukan adanya gangguan hati.

13
F. Diagnosis

Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan

muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus,

dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari.

Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan

sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,

penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,

tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan

tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah

lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG)(pemeriksaan

penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2Pada keadaan tertentu,

jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapatdilakukan pemeriksaan fungsi tiroid

dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid

50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal

dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium

umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin,

14
ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan

USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola

hidatidosa.

G. Diagnosis Banding

Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala

muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:

1. Appendicitis akut

Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut

sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan

tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound

tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan

appendictis akut dan tanpa appendicitis akut.

2. Ketoasidosis diabetes.

Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil

mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai

dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan

keton urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan

pemeriksaan gas darah.

3. Gastritis dan ulkus peptikum.

Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien

mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan Non-

Steroidal Anti Inflammation Drugs (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu

dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena

hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri

epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat

15
menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan

gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis

gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare.

4. Hepatitis.

Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya

sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan Serum Glutamic

Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

(SGPT) yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis

gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita

hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis.

Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis.

5. Pankreatitis akut

6. Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat.

Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri

atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri

menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum

amylase dapat membantu menegakkan diagnosis.

7. Tumor serebri

Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat

juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari,

gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan

kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.

H. Penatalaksanaan

1. Pencegahan

16
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis.

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai cara,

antara lain :

a. Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses

fisiologis.

b. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal

terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4

bulan.

c. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang

lebih sering.

d. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan

untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.

e. Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau

minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.

f. Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari

kekurangan karbohidrat.

g. Defekasi yang teratur

2. Terapi obat-obatan

Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan

keluhan maka perlu dilakukan pengobatan. Pada pasien dengan hiperemesis

gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan

dilakukan penanganan yaitu :

a. Obat-obatan

Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus

diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat

17
diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis,

serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin

B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxincukup efektif

dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan

adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk

menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H 1dan secara tidak

langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat

muntah.

Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan

dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin

antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine,

promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin dan  promethazinebekerja

pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek antiemetik. Sementara

itumetocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini menimbulkan efek

antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian bawah

dan menurunkan transit time pada saluran cerna.

Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan

mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di

medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan

adalah ondansetron.Ondansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis

gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain.

Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan

pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi

lahir dengan cacat bawaan.

b. Terapi Nutrisi

18
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada

derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita

terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan

saluran cerna harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk

menggunakan Nasogastric Tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak

keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme

defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya

sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis

nutrisi.

Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan

adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah

protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari

makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan rangsangan

muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori sehari-

hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.

c. Isolasi

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki

peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang

diperbolehkan untuk keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan

masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya

dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.

d. Terapi psikologik

Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.

Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan

proses fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik

19
lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan

muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan

menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.

e. Cairan parenteral.

Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme

kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi

gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan

darah berkurang. Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi

termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka

tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang

hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang

tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus

memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang

diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.Berikan

cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa

5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat

ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C,

dapat diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan

protein.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu

diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh

dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan

pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila

dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba

untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah dengan

20
makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala

akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik.Daldiyono mengemukakan

salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan

sistiem poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Daldiyono score

No Gejala klinis score


1 Muntah 1
2 Voxs Choleric (Suara Parau) 2
3 Apatis 1
4 Somnolen, Sopor, Koma 2
5 T ≤ 90 mmHg 1
6 T ≤ 60 mmHg 2
7 N  120 x/menit 1
8 Frekuensi napas > 30x/menit 1
9 Turgor Kulit  1
10 Facies Cholerica (Mata Cowong) 1
11 Extremitas Dingin 1
12 Washer Women’s Hand 1
13 Sianosis 2
        
14 Usia 50 – 60
-1
15 Usia > 60 -2

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 :

Defisit =   Jumlah Poin  x  10 % BB  x  1 Liter

                                              15

Koreksi 2 jam pertama

f. Terapi Alternatif

Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum,

antara lain:

21
a. Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,

karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi

hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif

berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan

suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian mencegah

insiden hiperemesis gravidarum.

Diagram 1. Hubungan antara vitamin B6 dengan mual dan muntah pada

kehamilan.

Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein

dimana peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan

asupan vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari

tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin

rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang

menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi

peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini

diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal

ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen

yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase

22
yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin, yang

mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.

b.  Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg

sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada

wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di Eropa

menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo

dalam menurunkan gejala hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian

yang menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe.

Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe diperkirakan mengandung

tromboksan sintetase inhibitor dan dapat mempengaruhi peningkatan

reseptor testoteron fetus.

c. Akupresur dan akupuntur telah terbukti dapat mengobati mual dan muntah.

Lokasi tersering akupresur adalah di perikardium 6 atau titik Neiguan, yang

berlokasi pada tiga jari terlebar diatas permukaan volar pergelangan tangan.

Sebuah data referensi dari  tujuh percobaan tentang akupresur titik Neiguan

menunjukan kegunaannya dalam mengontrol morning sickness dalam awal

kehamilan; namun, studi terbaru menunjukan tidak ada keuntungan

akuprasur pada wanita hamil.

g. Penghentian Kehamilan.

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan semakin

memburuk. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila

keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan

perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan

demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk

melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak

23
boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai

terjadi gejala ireversibel pada organ vital.

3. Penatalaksanaan

Hari 0          : Pasien dipuasakan

Infus Dextrosa 10%/ 5 % : RL = 4 : 1,  36 tetes/menit per 24 jam

Injeksi Primperan (Metokloperamid) 3 x 1 amp/hari

Injeksi Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hari

Monitoring urin keton I, berat badan

Hari 1          : Cabut infus

Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari

Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

Diet hiperemesis I (roti kering/bakar)

Monitoring urin keton II, berat badan

Hari 2          :  Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari

Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

Diet hiperemesis II (bubur)

Monitoring urin keton III, berat badan

USG

Hari 3          :  Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari

Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

Diet hiperemesis III (nasi)

BPL

I. Komplikasi

Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul

dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia),

24
gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul

adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan

neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin

terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.

J. Prognosis

Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan

merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun

30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi

30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16

minggu dan hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat

memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia

kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat

membahayakan jiwa ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta;

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.

OgunyemiDA.Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.Available

from:http://www.emedicine.com(Accesed : 21 Januari 2010).

25
Quinlan J D, Hill D A. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : American Family Physician

2003; 68(1):pp.121-8.

26

Anda mungkin juga menyukai