Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA CVA (Cerebro Vascular Accident)

Disusun oleh :

1. Sucita Alifadinddah

2. Citra Ayu Hapsari

3. Diah Ayu

4. Dimas Lukman

5. Dhea Radiza

6. Edi

7. Intan

PROGRAM DIPLOMA 3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA TAHUN 2021


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini

adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer

C. Suzanne, 2002). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan

obstruksi aliran darah otak. (Corwin, 2002).

Gangguan peredaran darah ke otak yang menyebabkan defisit neurologis

mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo,

2009).

B. Etiologi

Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yang paling penting

adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan

pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular. Stroke biasanya disertai

satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung,

peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer . Selain

itu, ada beberapa faktor resiko lain yang dapat menjadi penyebab dari

cva/stroke, antara lain :

1. Trombosis : Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher:

Arteriosklerosis serebral.
2. Embolisme serebral : Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung

reumatik, infeksi polmonal.

3. Iskemia : Penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada

arteri.

4. Hemoragi Serebral: Pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak

C. Faktor Resiko

1. Faktor yang tidak dapat diubah (Non ireversible)

a. Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke

dibanding wanita.

b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.

c. Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.

2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)

a. Hipertensi

b. Penyakit jantung

c. Koleterol tinggi

d. Obesitas

e. Diabetes melitus

f. Stress emosional

3. Kebiasaan hidup

a. Merokok

b. Peminum alkohol
c. Obat-obatan terlarang

d. Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolesterol

D. Klasifikasi

Penyakit Stroke dibagi 2 jenis yaitu:

1. Stroke Iskemik

a. Terjadi akibat terjadi penyumbatan di sel-sel syaraf otak.Hampir

kebanyakan pasien Stroke sebanyak 83% adalah pengidap stroke

iskemik. Stroke Iskemik dibagi menjadi 3 jenis:

b. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat

penggumpalan.

c. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

d. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh

bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

2. Stroke Hemorragik

a. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat

aliran darah yang normal.akibatnya darah merembes ke suatu daerah

otak dan merusaknya. Stroke Hemorragik dibagi 2 jenis:

a. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan

otak.

b. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang

subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan

jaringan yang menutupi otak).


E. Manifestasi Klinis

1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan.

2. Tiba-tiba hilang rasa peka

3. Bicara cedel atau pelo

4. Gangguan bicara dan bahasa

5. Gangguan penglihatan

6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai

7. Gangguan daya ingat

8. Nyeri kepala hebat

9. Vertigo

10. Kesadaran menurun

11. Proses kencing terganggu

12. Gangguan fungsi otak

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau

ruptur.

2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem

3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark

4. Penilaian kekuatan otot

5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak


G. Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai

berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan

pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan

trakeostomi, membantu pernafasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk

usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-

latihan gerak pasif.

5. Pengobatan Konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara

percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat

dibuktikan.

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra

arterial.

c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk

menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi

sesudah ulserasi alteroma.


6. Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu

dengan membuka arteri karotis di leher.

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

H. Komplikasi

1. Depresi

Inilah dampak yang paling menyulitkan penderitaan dan orang-

orang yang berada di sekitarnya.oleh karena itu terbatasnya akibat lumpuh

sulit berkomunikasi dan sebagianya,penderita stroke sering mengalami

depresi.

2. Darah beku

Darah beku mudah berbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama

pada kaki sehingga menyebabkan pembengkakan yang menggangu,selain

itu pembekuaan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan

darah ke paru-paru(embelio paru-paru)sehingga penderita sulit bernafas

dan dalam beberapa kasus mengalami kematian.


3. Otot mengerut dan sendi kaku

Kurang gerak dapatr menyebabkan sendi menjadi kaku dan

nyeri.misalnya jika otot-otot betis mengerut kaki terasa sakit ketika harus

berdiri dengan rumit menyentuh lantai.hal ini biasanya di tangani

fisioterapi.

I. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

a. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran

b. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,

kadang tidak bisa bicara

c. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

2. Pemeriksaan integumen

a. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu

juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol

karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu

b. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

c. Rambut : umumnya tidak ada kelainan

3. Pemeriksaan kepala dan leher

a. Kepala : bentuk normocephalik

b. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi

c. Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)


4. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,

wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat

penurunan refleks batuk dan menelan.

5. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,

dan kadang terdapat kembung.

6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

7. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8. Pemeriksaan neurologi

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

J. Diagnosa yang muncul

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cidera

otak (kerusakan cerebrovaskular)

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

3. Resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler dan kesulitan melihat

4. Gangguan perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan

saraf sensori

5. Resiko aspirasi berhubungan dengan peningkatan tekanan intragastric

6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf

pusat
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi

tentang penyakit

Anda mungkin juga menyukai