Oleh
SUCITA ALIFADINDAH
B2019001
HALAMAN COVER
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Umum ................................................................................ 2
D. Tujuan Khusus ............................................................................... 2
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ................................................................................ 7
a. Konstipasi ................................................................................. 7
a. Pengertian ......................................................................... 7
b. Etiologi ............................................................................. 7
c. Patofisiologi ...................................................................... 7
d. Tanda dan gejala ............................................................... 8
b. Toilet training ........................................................................... 9
a. Pengertian .......................................................................... 9
b. Unsur – unsur keberhasilan toilet training ........................ 9
c. Antecendent control ................................................................. 9
a. Pengertian .......................................................................... 9
b. Antecendent untuk memunculkan perilaku yang
diinginkan.......................................................................... 10
c. Antecendent untuk mengurangi atau menghilangkan
perilaku yang tidak diinginkan .......................................... 10
B. Metode Penelitian........................................................................... 11
BAB III TINDAKAN
A. Dokumentasi tindakan ................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konstipasi adalah suatu kondisi dimana seseorang sulit buang air
besar secara teratur, atau tidak bisa sama sekali, Adanya upaya mengedan
saat BAB, menurunnya volume feses, perasaan tidak tuntas saat BAB, atau
tergantung pada penggunaan laksatif untuk mempertahankan BAB yang
normal merupakan gambaran dari konstipasi maka bisa disebut dengan
konstipasi (Toner & Claros, 2012).
Menurut (Van Ginkel et al., 2001) Konstipasi dapat berdampak
negatif terhadap kualitas hidup anak maupun keluarga. Anak dengan
masalah konstipasi seringkali merasa sakit pada saat BAB. Konstipasi juga
dapat mempengaruhi kemampuan toilet training anak, terutama pada anak
yang baru mulai dilatih toilet training. Penelitian yang dilakukan oleh Blum,
Taubman, dan Nemeth (2004) menemukan bahwa anak yang merasa sakit
ketika BAB umumnya menghindari proses BAB di toilet.
Toilet training merupakan salah satu kemampuan yang penting
untuk dilatih pada anak untuk menjaga kesehatan dan kebersihan diri
(Greer, 2013). Melatih kemampuan toileting juga dapat menghindari anak
dari kejadian yang tidak diinginkan ketika orang lain melihat atau
memegang alat kelaminnya saat membantu anak membersihkan diri (Greer,
2013). Vermandel, VanKampen, Van Gorp, & Wyndaele (2007)
berpendapat bahwa keterampilan toilet training akan berdampak bagi
kehidupan anak dan orang tua. Bagi orang tua, ketidakmampuan toilet
training anak akan mempengaruhi biaya pengeluaran, tingkat stress, dan
frustasi orang tua. Bagi anak,, anak akan merasa malu saat berada di
lingkungan sosial, ketergantungan yang berlebihan terhadap orang tua, dan
memengaruhi kesiapan prasekolah.
Antecedent control merupakan manipulasi stimulus antecedents
dengan cara mengeliminasi stimulus yang dapat mengganggu penurunan
durasi screen-time Penerapan teknik antecedent control dapat dilakukan
dengan menyediakan anteseden stimulus dari target perilaku. Strategi yang
dapat digunakan adalah meningkatkan jumlah konsumsi air dengan
pertimbangan bahwa asupan cairan merupakan salah satu anteseden
stimulus yang muncul dari kejadian konstipasi. Kontrol antesedan lain yang
dapat diterapkan adalah dengan menambahkan kursi sebagai pijakan kaki
selama proses BAB. Posisi ini membuat kaki menekan bagian perut dan
membuka saluran rectum dengan sempurna sehingga membantu proses
pengeluaran feses (Sikirov, 2003).
Saat mengalami konstipasi, anak anak cenderung . Maka dari itu,
penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas program intervensi
dengan teknik modifikasi perilaku antecedent control dan token economy
untuk meningkatkan frekuensi buang air besar di toilet pada anak dengan
masalah konstipasi.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penerapan antecendent control untuk meningkatkan
toilet training pada anak dengan konstipasi? Dan bagaimana cara anak dapat
mengatasi konstipasi?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
a. Mengekspresikan ide pelaksana serta menerima stimulasi eksternal
b. Meningkatkan skil pelaksana dalam melatih toilet training pada
anak anak
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat meningkatkan toilet training dengan gangguan
konstipasi
b. klien dapat mengatasi masalah konstipasi
D. MANFAAT
1. Bagi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian penambah materi
dalam meningkatkan pengetahuan khususnya dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan untuk meningkatkan toilet training pada anak
dengan gangguan konstipasi
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai inovasi dan tolak ukur yang
berhubungan dengan pemberian asuhan keperawatan untuk
meningkatkan toilet training pada anak dengan gangguan konstipasi.
3. Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebgai sumber alternative
dalam konsep dan penanganan pada pemberian asuhan keperawatan
untuk meningkatkan toilet training pada anak dengan gangguan
konstipasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Konstipasi Pada Anak
a. Pengertian
Konstipasi merupakan kegagalan kolon mengeluarkan isi
lumen atau adanya peningkatan tahanan luar oleh karena disfungsi
pelvis dan anorektal yang menyebabkan kesulitan untuk defekasi.
Manifestasi klinis yang tampak dapat bersifat minimal, seringkali
bersifat sementara tetapi dapat berulang. Keadaan ini dapat terjadi
pada segala usia. (Van Ginkel et al., 2001)
b. Etiologi
Penyebab tersering konstipasi pada anak yaitu fungsional,
fisura ani, infeksi virus dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi pada
anak 95% akibat konstipasi fungsional. Konstipasi fungsional pada
umumnya terkait dengan perubahan kebiasan diet, kurangnya
makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, psikologis,
takut atau malu ke toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp dkk., 2003;
Ritterband dkk., 2003; Devanarayana dan Rajindrajith 2011).27
2.1.4
c. Patofisiologi
Rektum adalah organ sensitif yang mengawali proses
defekasi. Tekanan pada dinding rektum akan merangsang sistam
saraf intrinsik rektum dan menyebabkan relaksasi sfingter ani
interna, yang dirasakan sebagai keinginan untuk defekasi. Sfingter
anal eksterna kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan
mengikuti peristaltik kolon melalui anus. Relaksasi sfingter tidak
cukup kuat, maka sfingter ani eksterna dibantu otot puborektal
akan berkontraksi secara refleks dan refleks sfingter interna akan
menghilang, sehingga keinginan defekasi juga menghilang (Van
Der Plas dkk., 2000; Degen dkk., 2005; Bu LN dkk., 2007).
Gejala dan tanda klinis konstipasi pada anak dimulai dari
rasa nyeri saat defekasi, anak akan mulai menahan tinja agar tidak
dikeluarkan untuk menghindari rasa tidak nyaman yang berasal
dari defekasi dan terus menahan defekasi maka keinginan defekasi
akan berangsur hilang oleh karena kerusakan sensorik di kolon dan
rektum sehingga akan terjadi penumpukan tinja (Degen dkk.,
2005). Proses defekasi yang tidak lancar akan menyebabkan feses
menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat
menyebabkan 28 feses mengeras yang kemudian dapat berakibat
pada spasme sfingter ani. Feses yang terkumpul di rektum dalam
waktu lebih dari satu bulan menyebabkan dilatasi rektum yang
mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang mendorong
feses keluar sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin
banyak. Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan
kemampuan sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses
makin mudah terjadi (Van Der Plas dkk., 2000).
d. Gejala dan tanda klinis
Gejala klinis konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang
dari tiga kali per minggu, nyeri saat defekasi, tinja keras, sering
mengejan pada saat defekasi, perasaan kurang puas setelah
defekasi. (Uguralp dkk., 2003; Rajindrajith dkk., 2010) Keluhan
lain yang biasa timbul adalah nyeri perut, kembung, perdarahan
Rektum Saraf instrinsik Relaksasi sfingter interna Refleks Kuat
Lemah defekasi hilang Relaksasi sfingter eksterna Konstriksi
sfingter eksterna Lama Otot puborektal Konstriksi anus
Defekasi29 rektum (tinja yang keluar keras dan kehitaman).
Keluhan tersebut makin bertambah berat, bahkan sampai
timbulnya gejala obstruksi intestinal (Van der Plas dkk., 2010).
2. Toilet Training
a. Pengertian
Toilet training pada anak usia toddler merupakan usaha untuk
melatih anak agar mampu mengontrol melakukan buang air kecil
dan buang air besar Toilet training secara umum dapat
dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase
kemandirian pada anak (Keen, 2007, h. 292; Wald, 2009, h. 295).
Beberapa ahli berpendapat toilet training efektif bisa diajarkan
pada anak usia mulai dari 24 bulan sampai dengan 3 tahun, karena
anak usia 24 bulan memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan
berkomunikasi.
b. Faktor Faktor keberhasilan dalam Toilet Training
Dalam melakukan pelatihan buang air kecil dan besar pada
anak membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis maupun
secara intelektual melalui persiapan tersebut diharapkan anak
mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil
(Yektiningsih & Infanteri, 2016, hlm. 47). Menurut (Santrock, 2003,
h. 145-146), faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam mempengaruhi
kemandirian anak :
1) lingkungan
2) pola asuh dari orang tua
3) pendidikan
3. Antecendent Control
a. Pengertian
Antecedent control adalah prosedur memanipulasi stimulus yang
dapat membangkitkan perilaku yang diinginkan dan
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
b. Antecedent untuk memunculkan perilaku yang diinginkan
1) Menghadirkan stimulus (SD) ataupun stimulus
tambahan/signal (cues) yang memiliki stimulus control pada
perilaku yang diinginkan. Mengatur kondisi yang tepat
2) sehingga perilaku yang diinginkan bisa muncul. hari dan
menempelkan jadwalnya di kulas (stimulus prompt). Belajar
dengan teman (response prompt).
3) Mengatur konsekuensi dari perilaku sehingga konsekuensi
menjadi lebih menguatkan (reinforcing).
4) Mengurangi response usaha untuk melakukan tindakan yang
diinginkan.untuk mengatur penyebab (antecedent) sedemikian
rupa sehingga usaha untuk melakukannya tidak begitu besar.
Perilaku yang tidak membutuhkan usaha yang besar
cenderung untuk muncul lebih sering daripada perilaku yang
membutuhkan usaha yang besar untuk mengerjakannya.
c. Antecedent yang dapat mengurangi/menghilangkan perilaku yang
tidak diinginkan
1) Menghilangkan stimulus (SD) ataupun stimulus
tambahan/signal (cues) pada perilaku tidak diinginkan
2) Melaksanakan prosedur penghapusan (Abolishing Operation)
untuk outcome dari perilaku yang tidak diinginkan. Membuat
outcome dari perilaku yang tidak diinginkan menjadi tidak
memiliki efek penguat atau efek penguatnya berkurang,
sehingga seseorang tidak akan melakukan tindakan tersebut.
3) Seseorang harus meningkatkan usahanya ketika akan
melakukan sebuah tindakan yang tidak diinginkan atau ingin
dihilangkan.
B. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :
1. Variable penelitian
Pada penelitian ini, variable terikat adalah kemampuan toilet
training untuk melakukan BAB, sedangkan variabel bebas adalah
intervensi modifikasi perilaku menggunakan teknik antecedent control.
Sample pada penelitian ini adalah seoarng anak umur 3 tahun yang
mengalami konstipasi, sample diambil dari populasi anak anak usia
toddler dengan gangguan konstipasi dan kemampuan toilet training
yang rendah.
Definisi operasional dari kemampuan toilet training adalah perilaku
masuk ke toilet, membuka celana, dan duduk di kloset untuk BAB.
Perilaku yang tidak termasuk toilet training adalah melakukan BAB di
toilet setelah lebih dulu mengeluarkan feses di celana. Stimulus
anteseden yang dikontrol dalam penelitian ini adalah frekuensi minum
air putih dan posisi duduk di toilet. Stimulus anteseden tersebut dipilih
berdasarkan analisis fungsi perilaku (functional behavioral
assessment).
2. Design penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian single subject A-B with
follow-up design, yakni hanya melibatkan satu partisipan (N=1).
Pengukuran dilakukan dalam 3 fase, yaitu
a) fase baseline,
Pengambilan data baseline dilakukan sebanyak 10 sesi berturut-
turut untuk melihat konsistensi dari perilaku BAB pada L.
b) Fase Intervensi
dilaksanakan sebanyak 8 sesi dan berlangsung selama 40 menit
setiap sesi tanpa melihat ada atau tidaknya perilaku BAB.
c) Fase follow up
Dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu 2 minggu dan 1 bulan setelah
intervensi berakhir, masing-masing selama 8 sesi. Hal ini
dilakukan untuk melihat apakah perubahan yang dicapai selama
program dapat dipertahankan setelah program usai (response
maintenance).
Pada penelitian ini melibatkan teknik prompt, fading, dan token
economy. Teknik prompt digunakan untuk membantu memunculkan
respon yang diinginkan. Prompt diberikan sebelum atau saat perilaku
terjadi untuk mengubah perilaku. Pelaksana memberikan verbal
prompt, modeling prompt dan physical prompt.
a) initial teaching (sesi 1) perilaku manipulasi yang mengajarkan
posisi duduk di kloset. Pelaksana memberikan physical prompt
berupa mengarahkan kaki dan badan L untuk melakukan kegiatan
yang diminta. Physical prompt disertai dengan verbal prompt yang
menjelaskan pada L apa yang harus L lakukan seperti “L, kakinya
letakkan di atas kursi”. Sesi 1 akan diberikan sebanyak 2 kali untuk
memastikan L mengetahui dengan benar posisi duduk yang
diajarkan.
b) Sesi 3, tipe prompt yang digunakan yaitu physical prompt dan
verbal prompt. Physical prompt berupa mengarahkan kaki dan
badan L untuk melakukan kegiatan yang diminta disertai dengan
verbal prompt yang menjelaskan pada L untuk duduk dengan posisi
yang telah diajarkan.
c) Sesi 4 pelaksana akan mulai memberikan fading prompt dengan
hanya memberikan verbal prompt tanpa physical prompt.
d) Sesi 6, fading prompt yang diberikan berupa verbal prompt delay.
Verbal prompt delay dilakukan dengan menunda pemberian verbal
prompt selama 5 hingga 10 detik jika tingkah laku yang diharapkan
tidak muncul. Prompt juga diterapkan pada perilaku konsumsi air
putih, yaitu verbal prompt dan fading prompt Pada antecedent
control, terdapat reinforcer yang diterima oleh anak jika anak
berhasil mencapai perilaku yang diminta.
Penelitian ini sudah melalui proses kaji etik dan telah disetujui oleh
Komite Etika Penelitian Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Berikut hasil dari functional behavioral assessment perilaku BAB pada
Anak L.
Tabel 1. A-B-C Perilaku Buang Air Besar pada Anak L
Antecendents Behavour (tingkah Consequence
laku) (akibat)
1. L kurang Perilaku BAB di 1. Dibiarkan oleh ibu
mengkonsumsi air celana dan nenek
sehingga mengalami 2. Kurang merasakan
konstipasi sakit saat BAB
2. Posisi BAB di 3. Lebih mudah
toilet tidak untuk mengejan
membantu
melancarkan proses
BAB
Tindakan
Dokumentasi Tindakan