Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PRATIKUM

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF CARE

“KASUS : HIV”

Oleh :

SHENDY WIRA PUTRA

(183310822)

Dosen Pembimbing:

Ns. Elvia Metti M. Kep. Sp. Mat

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI

PADANG

2020
1. Kasus HIV
HIV atau kepanjangan dari Human Imunodefeciency Virus adalah virus yang
menyerang sel darah putih (Limfosit) di dalam tubuh manusia. (Alinea,2018)

HIV (Human Imunodefeciency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi.
(Nessi,Maryanah&Willa,2018)

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala


yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Pada seseorang dengan
HIV/AIDS akan mengalami beberapa fase perjalanan AIDS yang ditandai dengan
penurunan imunitas dan kehilangan minat. (Zulfiana,Murharyati &
Suparmanto, 2020)

2. Data-Data ( Tanda Dan Gejala) Signifikan Terkait Kondisi Paliatif


Berikut beberapa tanda gejala HIV AIDS :
1. Penurunan Berat Badan Dengan Cepat lebih dari 10 % tanpa ada alasan
yang jelas dalam 1 bulan.
2. Demam dan flu yang tidak kunjung sembuh. Seseorang tersebut akan
mengalami demam yang berkelanjutan dan hilang timbul, biasanya demam
mencapai lebih dari 39 derajat celcius dan tak sembuh setelah diberikan
obat antipiretika (penurun panas).
3. Diare Yang Tak Kunjung Sembuh selama 1 bulan.
4. Cepat Merasa Lelah. Karena jenis virus menyerang sistem kekebalan
tubuh maka penderita HIV AIDS ini akan cepat merasakan lelah
walaupun dalam aktifitas yang tak terlalu banyak.
5. Bintik-bintik berwarna keungu-unguan yang tidak biasa
6. Pembesaran kelenjar secara menyeluruh di leher dan lipatan dada
3. Strategi Komunikasi Yang Dilakukan Pada Pasien Paliatif (SPIKES/
PREPARED/ ABCDE)
 Strategi yang digunakan adalah strategi spikes.
1. Langkah 1: S - SETTING up interview
1. Siapkan tempat dan suasana yang memberikan privasi.
2. Sediakan tisu sebagai persiapan jika pasien menangis
3. Melibatkan pasangan hidup atau keluarga terdekat.
4. Jika anggota keluarga yang ada banyak, mintalah pasien untuk memilih 1
atau 2 orang yang mewakili
5. Pasien, perawat dan dokter dalam posisi duduk.
6. Dalam posisi duduk, pasien akan lebih relaks dan juga penanda bahwa Kita
tidak sedang terburu-buru
7. Membangun koneksi dengan pasien dengan kontak mata (secukupnya) dan
memegang tangan pasien (jika pasien nyaman dengannya)
8. Mengatur interupsi.
9. Minimalisasi adanya interupsi seperti panggilan telepon.
10. Jika sifatnya darurat, permaklumkanlah dengan pasien untuk adanya
interupsi.

2. Langkah 2: P – Assessing the patient’s PERCEPTION

1. Menilai pengetahuan pasien atau keluarga mengenai penyakit yang diderita.


2. Berikan pertanyaan terbuka, seperti: “ Apa yang telah diberitahukan kepada
anda mengenai kondisi medis Anda sampai saat ini?” atau “ Apakah Anda
mengerti alasan kenapa kita melakukan pemeriksaan MRI?”.
3. Berdasarkan informasi yang didapat, Kita dapat mengkoreksi jika terdapat
misinfomasi dan memudahkan penyampaian berita buruk jika pasien sudah
mengerti kemungkinan penyakit yang dideritanya. Selain itu, kita juga dapat
menilai apakah terdapat penolakan kondisi medis pada tahap ini, seperti:
harapan yang tidak benar akan penyakit yang diderita atau ekspektasi akan
terapi yang tidak realistik

3. Langkah 3: I - Obtaining the patient’s INVITATION


1. Menanyakan kepada pasien seberapa dalam informasi mengenai penyakit
yang ingin diketahui pasien. Walaupun mayoritas pasien ingin mendengar
informasi penyakitnya secara menyeluruh, ada juga yang tidak.
2. Pertanyaan yang dapat dilakukan adalah “ Bagaimana Anda ingin diberikan
informasi mengenai hasil tes? Apakah Anda ingin saya memberikan semua
informasi atau hanya gambaran besar dan lebih fokus membahas rencana
terapi.
3. Jika pasien tidak ingin mendengar detail, tawarkan untuk menjawab
pertanyaan apapun dikemudian hari atau informasi diberikan kepada sanak
keluarga atau teman.

4. Langkah 4: K - Giving KNOWLEDGE and information to patient


1. Dapat diawali dengan kalimat: “ Maaf, saya ada berita buruk untuk
ibu/bapak”. Memberitahukan adanya berita buruk sebelum penyampaian
isinya dapat meringankan stress yang ditimbulkan.
2. Pemberian informasi bersifat satu arah, sehingga untuk meningkatkan
kualitasnya, dapat dilakukan:
a. Mulai pembicaraan dengan kosakata dan tingkat pemahaman yang
sesuai dengan pasien
b. Usahakan menggunakan kata non teknis seperti “penyebaran”
dibandingkan “metastase” dan “ sampel jaringan” dibandingkan
“biopsi”.
c. Jangan memberitahukan informasi secara gamblang berlebihan,
contohnya ”gagal ginjal kronis yang Anda derita sifatnya sangat
ganas, jika anda tidak mendapatkan terapi, Anda akan segera
meninggal.” Kalimat ini cenderung membuat pasien merasa terisolasi,
dan kemudian marah, dengan kecenderungan untuk menyalahkan
penyampai berita buruk.
d. Berikan informasi sedikit-sedikit dan dinilai kembali secara periodik
apakah pasien mengerti.
e. Jika prognosis buruk, hindari frase “ tidak ada yang dapat kami
lakukan untuk Anda”
5. Langkah 5: E - Adressing the patient’s EMOTIONS with empathic
responses
1. Pertama, perhatikan setiap emosi yang muncul dari pasien. Bisa berupa air
mata, tampang sedih, diam atau syok.
2. Kedua, identifikasi emosi yang dirasakan oleh pasien dengan
menyebutkannya. Jika pasien tampak sedih tapi diam, gunakan pertanyaan
terbuka untuk memastikan apa yang dipikirkan dan dirasakan pasien.
3. Ketiga, identifikasi alasan emosi. Hal ini biasanya terkait dengan berita
buruk. Namun, jika tidak yakin, dapat ditanyakan kembali.
4. Keempat, setelah pasien diberikan sebuah periode singkat untuk
mengekspresikan perasaannya, buatlah pasien mengetahui bahwa anda
terkoneksi secara emosi. Hal ini bisa terjadi dengan respon empati kita
terhadap emosi tersebut. Misal dengan mendekatkan kursi kita ke arah
pasien, sentuhan ringan, membiarkan pasien mengekspresikan emosinya
sebentar.

6. Langkah 6: S - STRATEGY and SUMMARY –


1. Tanyakan dulu apakah pasien siap untuk mendengarkan rencana tatalaksana
yang harus diikuti
2. Paparkan terapi yang memungkinkan untuk pasien, dan biarkan pasien yang
melakukan pengambilan keputusan (pasien akan lebih merasa dihargai, dan
akan menurunkan kemungkinan pemikiran bahwa kegagalan terapi
disebabkan oleh karena perawat/dokter)
3. Memeriksa pemahaman pasien kembali untuk menghindari kecenderungan
pasien untuk salah menilai tujuan terapi maupun efektifitas terapi.
(Growth & Development. 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Elisanti,Alinea Dwi. 2018. HIV-AIDS,Ibu hamil dan pencegahannya pada

janin.Deepublish : Yogakarta

Growth & development. 2017. Pendidikan kedokteran berlanjut obsetrik ginekologi.

Bali.

Mifthan,Chun Nur.Get Know More About HIV/AIDS

Nessi,Meilan,Maryanah,Willa,Follons.2018. Kesehatan Reproduksi Remaja :

Implementasi PKPR Dalam Teman Sebaya. Wineka Media : Malang

Zulfian,Rizky,Murhayati,Atiek & Suparmanto,Gatot.2020. Pengaruh Pemberian

Terapi Dzikir Terhadap Tingkat Depresi Pasien Dengan Hiv/Aids (Odha) Di


Yayasan Sahabat Sehat Mitra Sebaya (Yasema) Sukoharjo.University Kusuma
Husada Surakarta

Anda mungkin juga menyukai