Dosen
Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si.
Dr. Roy Valiant Salomo M.Soc.Sc
Prof. Dr. Eko Prasojo Mag. rer. Publ.
Oleh:
Bagus Adi Luthfi (NPM. 1906413333)
1
Membumikan Konsep Flexibility Work Arrangement
Dalam Rangka Membangun SMART ASN 4.0.
Abstrak
Towards bureaucracy 4.0, discussion about telework lately has become one of the
issues being debated by various groups. This paper was created to provide clarity
about the relationship between telework practices and administrative reform from the
perspective of the new public management. This paper also provides answers to
several debates about the type of work, governance, and challenges in implementing
telework.
Pendahuluan
Pemerintah indonesia memiliki cita-cita untuk menjadi world class government
(birokrasi 4.0) pada tahun 2024 dimana pembangunan aparatur sipil negara (ASN)
menjadi salah satu fokus utama. Salah satu poin pokok dalam menuju world class
government ini adalah adanya perubahan budaya birokrasi klasik yang lambat dan
tidak responsif menjadi lebih cepat dan efisien dengan membangun Smart ASN 4.0.1
Cita-cita ini sangat dipahami karena besarnya tuntutan perubahan cara kerja sebagai
dampak perubahan lingkungan strategis seperti perubahan demografi, perkembangan
teknologi, serta sosio kultural yang saling terkoneksi. Sebagai contoh, adanya
perubahan demografi di Indonesia yang menunjukkan dominasi generasi millennial
dengan persentase kurang lebih di kisaran 65% selama periode 2020-2024. 2 Menurut
Marck Prensky (2001) generasi millennial ini adalah kaum “digital native” yang
dianggap sangat fasih dalam hal teknologi terkini dibandingkan generasi sebelumnya
(digital immigrants). Di tengah arus perkembangan teknologi yang besar (misal,
artificial intelligence, machine learning, digital platform, cloud computing, dan
seterusnya) kaum digital native cenderung memiliki kebutuhan untuk selalu terhubung
dalam dunia maya (hyper connected).
1
Dokumen Grand Design Smart ASN 4.0 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Tahun 2019
2
Data SUPAS 2015-2045 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia
2
Berdasarkan salah satu publikasi Delloite yang berjudul Gov2020: A Journey
into the Future of Government arus perubahan di atas dikatakan akan membentuk
ulang dan mengubah birokrasi pemerintahan. Salah satu dampak perubahannya
adalah pada pentingnya untuk mendapatkan bakat terbaik (talenta) di dunia kerja,
dengan mekanisme hubungan kerja yang lebih fleksibel (just-in-time civil service).
Namun, untuk menarik talenta dari pasar tenaga kerja ini bukan pekerjaan mudah
untuk sektor publik di Indonesia. Dalam salah satu survey yang diselenggarakan oleh
majalah SWA pada tahun 2017 di beberapa universitas ternama menunjukkan hanya
ada Ditjen Pajak yang menempati urutan paling buncit dari 20 tempat kerja idaman. 3
Hal ini menjadi salah satu tantangan besar tentunya bagi pemerintah untuk
mendapatkan dan mempertahankan talenta terbaiknya di pasar. Talenta terbaik, pada
rentang usia yang masuk pada generasi millennial, memiliki kecenderungan untuk loyal
kepada karir dibandingkan dengan organisasinya (Noe, 2013).
Beberapa waktu terakhir Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) sangat aktif membuka wacana flexibility work
arrangement (FWA) sebagai salah satu program pembangunan aparatur sipil negara
(ASN). Program ini sejatinya adalah salah satu komponen penting dalam model
birokrasi 4.0 disamping kecepatan, ketepatan, dan efisiensi layanan publik.4 Ide
bekerja dari rumah atau remote adalah salah satu yang mendapatkan perhatian utama
yang melahirkan pro dan kontra di masyarakat. Secara ilmiah model FWA seperti yang
diwacanakan ini dapat disebut sebagai telework (Harrison dan Gajendran, 2007).
Pendekatan pengaturan kerja yang mengedepankan fleksibilitas kerja ini merupakan
alternatif bagi para pekerja untuk menyelesaikan tugasnya dimanapun dan kapanpun
dengan menggunakan media elektronik untuk berinteraksi baik dengan pihak internal
maupun eksternal organisasi (Bailey dan Kurland, 2002). Selama 1 dekade terakhir,
praktik telework ini memang menjadi suatu yang normal di dunia kerja sebagai bentuk
adaptasi atas perkembangan teknologi yang cepat dan murah. Bahkan laporan dari
Upworks Future Workforce Report menyebutkan sekitar 33% jumlah pekerjaan tetap
pada tahun 2028 dapat dikerjakan secara remote.
Noe, Hellenback, Gerhart dan Wright (2014) bahkan menyebutkan bahwa bagi
organisasi alternatif pengaturan kerja ini sangat relevan di tengah semakin murahnya
harga alat telekomunikasi portable dan peralatan komputasi sekaligus mahalnya biaya
sewa kantor. Adapun bagi pegawai akan memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi
3
https://swa.co.id/swa/trends/business-research/perusahaan-favorit-para-pencari-kerja
4
Dokumen Grand Design Smart ASN 4.0 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Tahun 2019
3
dalam mengatur pekerjaannya, mengurangi stress akibat lamanya waktu perjalanan ke
kantor, mengurangi biaya transportasi, meningkatkan keseimbangan hidup mereka,
dan meningkatkan produktivitas pegawai. Bagi lingkungan, model pengaturan kerja ini
juga dapat diutilisasi sebagai alat strategis untuk mendukung tanggung jawab sosial
organisasi dalam mengurangi emisi gas, mengurangi kemacetan, dan bahkan
konservasi energi (Bose dam Luo, 2011).
Ide telework ini memang menjadi relevan bagi pembangunan ASN menuju
birokrasi 4.0 dimana pemerintah sendiri menargetkan 50% ASN adalah generasi
millennial.5 mengingat Pro dan kontra yang muncul atas FWA dalam bentuk telework
yang berkembang sangat beragam mulai soal aturan teknis, kesiapan infrastruktur,
sampai dengan posisi apa saja yang kiranya dapat mengadaptasi model tersebut.
Namun pemerintah sendiri sepertinya belum memiliki konsep yang benar-benar
matang mengenai bagaimana konsep telework ini dijalankan. Respon yang sering
muncul seringkali hanya sebagai bentuk reward atas 20% talenta terbaik dan untuk
pekerjaan yang tidak berhubungan pelayanan langsung. 6 Untuk itu, makalah ini
ditujukan sebagai pendalaman sekaligus masukan kepada pemerintah terkait dengan
praktik telework yang akan dijalankan karena beragam manfaat positif yang dapat
dihadirkan.
5
https://mediaindonesia.com/read/detail/276293-pada-2024-ada-50-asn-milenial
6
https://money.kompas.com/read/2019/12/03/143120126/penilaian-asn-2020-masuk-kategori-terbaik-bisa-
kerja-di-rumah
4
berdampak pada organisasi. Telework merupakan salah satu bentuk inovasi sosial
yang memanfaatkan perkembangan teknologi baru dengan memfokuskan diri pada
penciptaan cara kerja baru melalui teknologi (Svidronova, Merickova, dan Nemec,
2015). Dengan cara kerja ini, aparatur sipil negara dapat melakukan pekerjaan
dimanapun dan kapanpun dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Diharapkan, melalui fleksibilitas tersebut dapat menciptakan lingkungan kerja yang
mengutamakan keseimbangan kerja dan kehidupan pegawai. Trost (2014)
menyebutkan bahwa fleksibilitas kerja ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik
organisasi dalam menghadapi persaingan mendapatkan dan mempertahankan talenta
terbaik (termasuk sektor publik).
5
tersebut, pekerja yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan telework akan
mendapatkan manfaat dari pemisahan fisik dan psikologis dari orang lain. Mereka
menyebutkan bahwa pekerjaan dengan tingkat penyelesaian masalah yang tinggi
membutuhkan pemikiran abstrak dan konsentrasi yang mendalam untuk sepenuhnya
mempertimbangkan, memahami, dan menilai aspek-aspek penting dari masalah dan
keputusan.
Belanger et al (2013) menyatakan bahwa karakteristik sosial dari pekerjaan
yang menentukan hasil dari pekerjaan. Karakteristik sosial dari pekerjaan sendiri
setidaknya terdiri atas dua hal yakni tingkat saling ketergantungan (interdependency)
dan dukungan sosial (social support). Tingkat saling keketergantungan
menggambarkan sejauh mana anggota kelompok kerja bergantung satu sama lain
untuk secara efektif menyelesaikan pekerjaan mereka (Morgenson dan Humphrey,
2006). Dalam kondisi tingkat ketergantungan yang tinggi, diperlukan masukan dan
pertukaran informasi dari orang lain dan tidak dapat dilakukan secara mandiri
sebagaimana pekerjaan dengan tingkat saling ketergantungan yang rendah (Golden
dan Veiga, 2005). Pada kondisi tersebut, komunikasi elektronik sebagai subtitusi
interaksi tatap muka dianggap kurang efektif dari sisi kekayaan isyarat kontekstual saat
berinteraksi (Bailey dan Kurland, 2002).
Aspek sosial pekerjaan lainnya adalah dukungan sosial di tempat kerja yang
mengacu pada sejauh mana suatu pekerjaan memberikan peluang untuk
mendapatkan saran dan bantuan dari atasan langsung dan rekan kerja yang dapat
membantu penyelesaian tugas, mengurangi stres, dan ketidakpastian (Morgeson dan
Humphrey, 2006). Dukungan sosial memang tidak hanya dapat diberikan dalam bentuk
tatap muka namun juga bias melalui teknologi seperti telepon, video, maupun aplikasi
pesan instan. Namun, pekerjaan dengan kebutuhan dukungan sosial yang tinggi
cenderung membutuhkan interaksi personal di tempat kerja yang tinggi untuk
menjelaskan peran mereka sekaligus memberikan kesempatan untuk belajar
melakukan pekerjaan secara lebih selektif (Humprey, Nahrgang, dan Morgeson, 2007).
6
sosial yang tinggi atau rendah. Konsep sederhana ini secara visual, setiap pekerjaan
dapat diklasifikasikan ke dalam matrik tipologi pekerjaan sebagai berikut.
Gambar
Tinggi
(saling ketergantungan
Kuadran 2 Kuadran 1
dan dukungansosial)
Aspek Intrinsik
Kuadran 3 Kuadran 4
Rendah Tinggi
Aspek Ekstrinsik
(kompleksitas pekerjaan dan penyelesaian masalah)
7
Alasan kuota pegawai berdasarkan hasil penilaian kinerja maupun alasan
bentuk layanan yang diberikan tidak serta merta menjadikan model telework ini akan
membawa manfaat yang optimal karena tidak memenuhi sebagian dari kriteria yang
dibutuhkan. Parameter ini dapat dijadikan petunjuk dan kriteria yang konkret mengenai
jenis pekerjaan di mana telework bisa menjadi sangat menguntungkan baik bagi
pemerintah maupun ASN. Jenis pekerjaan yang berada pada bagian technostructure
dalam birokrasi seperti para analis dan peneliti misalnya, yang memenuhi kriteria di
atas dapat dijadikan pilot project di awal dalam memberlakukan model telework ini.
8
dampak dari ketidakjelasan peran. Dalam hal ini organisasi dapat memanfaatkan
agenda, notulensi, rekaman audio/video untuk aktivitas diskusi yang penting.
Faktor terakhir adalah environment support yang menjelaskan mengenai
dukungan maupun hambatan lingkungan dalam adaptasi teknologi untuk melakukan
telework. Boateng dan Ansong (2017) misalnya menyebutkan bahwa agar pola
pengaturan kerja ini dapat berjalan efektif sangat diperlukan adanya dukungan
infrastruktur jaringan khusus dari jaringan telekomunikasi seperti konektivitas jaringan
yang memadai di lokasi pegawai. Selain itu kondisi sosial juga berkontribusi terhadap
efektivitas telework. Bagi para pegawai yang berpotensi untuk terganggu dalam
menjalankan aktivitas kerjanya di rumah, maka mereka membutuhkan akses lokasi
yang terbebas dari gangguan seperti perpustakaan umum atau coworking space di
dekat rumahnya.
9
konflik akibat terjadinya kesalahpahaman dari pola komunikasi melalui media
elektronik. Ada baiknya organisasi tetap mempertahankan pertemuan formal di tempat
kerja sekaligus mengembangkan komunikasi informal diluar topik mengenai pekerjaan
untuk membangun ikatan sosial dan kualitas hubungan antar anggota.
Kesimpulan
Perubahan lingkungan strategis yang berasal dari perubahan teknologi,
demografi, dan sosio struktural mendorong pengelolaan ASN yang lebih fleksibel dan
inovatif dalam menuju world class government. Fleksibilitas ini menjadi penting dalam
menarik dan mempertahankan talenta terbaik di tengah perebutan talenta yang terjadi
di pasar. Salah satu praktik yang dapat diadaptasi dalam hal ini adalah telework yang
mengubah cara kerja baru dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Meskipun
secara umum teknologi membawa dampak yang positif pada pekerjaan, karakteristik
pekerjaan justru menjadi faktor penentu utama yang menentukan hasil kinerja. Tata
kelola dalam menjalankan telework hendaknya perlu juga menjadi perhatian. Aspek-
aspek seperti technological readiness, organizational readiness, serta environment
support sangat menentukan tingkat kenyamanan dalam melakukan telework. Terakhir,
telework bukan saja soal teknologi namun juga soal komunikasi, kolaborasi, ikatan
sosial, serta kemampuan membina hubungan antar anggota organisasi.
Daftar Pustaka
Ansong, E., & Boateng, R. (2017). Organisational adoption of telecommuting: Evidence
from a developing country. Wiley
Bailey, D., & Kurland, N. (2002). A review of telework research: findings, new
directions, and lessons for the study of modern work. Journal of Organizational
Behavior, 23, 383–400
Bose, R., and Luo, X. 2011. Integrative Framework for Assessing Firms’ Potential to
Undertake Green IT Initiatives via Virtualization–A Theoretical Perspective. The Journal
of Strategic Information Systems (20:1), pp. 38-54
10
Breuer, C., Huffmeier, J., & Hertel, G. (2016). Does trust matter more in virtual teams?
A meta-analysis of trust and team effectiveness considering virtuality and
documentation as moderators. Journal of Applied Psychology, 101(8), 1151–1177.
Denhardt, J.B. dan Denhardt, R.B. (2007). The New Public Service, Expanded Edition.
M.E. Sharpe
Eggers, W.D. & Macmillan, P. (2015). Gov2020: A Journey into the Future of
Government. Delloite
Golden, T. D., & Veiga, J. F. (2005). The impact of extent of telecommuting on job
satisfaction: resolving inconsistent findings. Journal of Management, 31(2), 301–318.
Golden, T.D. dan Rajendran, R.S. (2018). Unpacking the Role of a Telecommuter’s
Job in Their Performance: Examining Job Complexity, Problem Solving,
Interdependence, and Social Support. Journal of Business and Psychology
Graber, S. (2015). Why Remote Work Thrives in Some Companies and Fails in Others.
Harvard Business Review
Kim, P.S. (2000) Human Resource Management Reform in the Korean Civil Service.
Administrative Theory & Praxis, 22:2, 326-344
Lin, C., Standing, C., & Liu, Y.C. (2008). A model to develop effective virtual teams.
Decision Support Systems, Vol 45, 1031-1045
Morgeson, F. P., & Humphrey, S. E. (2006). The work design questionnaire (WDQ):
developing and validating a comprehensive measure for assessing job design and the
nature of work. Journal of Applied Psychology, 91(6), 1321–1339
Noe, R.A. (2013). Employee training and development. 6th Edition Boston: McGraw-Hill
Irwin
Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B. and Wright, P.M. (2008). Human Resource.
Management: Gaining a competitive advantage, New York: McGraw Hill.
11
Oliveira, T., & Martins, M. (2008). A comparison of web site adoption in small and large
Portuguese firms ICE‐B 2008: Proceedings of the international conference on e-
business, Porto, Portugal, 370–377.
Osborne, S. P., & Brown, K. (2005). Managing Change and Innovation in Public
Service Organizations. Routledge
Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. MCB University Press, Vol. 9
No. 5, October, 2001)
Shalley, C. E., Gilson, L. L., & Blum, T. C. (2009). Interactive effects of growth need
strength, work context, and job complexity on self reported creative performance.
Academy of Management Journal,52(3), 489–505
Svidronova, M., Merickova, B., dam Nemec, J. (2016). Telework in Public Sector
Organizations: The Slovak National Library. International Public Administration Review,
14(2–3), 121–137
Wajcman, J., & Rose, E. (2011). Constant connectivity: rethinking interruptions at work.
Organization Studies, 32(7), 941–961
12