Anda di halaman 1dari 12

KEMENTERIAN Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(Kemenpan-Rebiro) menargetkan separuh dari aparatur sipil negara (ASN) ialah


generasi milenial pada 2024.

Karena itu, beberapa sistem diberlakukan untuk meningkatkan minat mereka.


Kepala Bagian Perencanaan Kinerja dan Anggaran SDM Aparatur, Adi Junjunan
Mustafa, mengungkapkan, pada 2024, Indonesia ingin memiliki birokrasi kelas
dunia.

Selain itu, Adi juga menyebutkan bahwa rencana flexible working arrangement (FWA) yang
tengah diwacanakan saat ini mendapat animo positif.
Ia sudah membicarakannya dengan ASN milenial dalam beberapa kesempatan. “Pas masuk
ke wacana itu, milenial senang,” imbuh dia.

Saat ini ia memperkirakan 20% dari total sekitar 4,3 juta ASN ialah milenial.  Ia yakin target
50% bisa tercapai di 2024.

“Hanya pekerjaan-pekerjaan tertentu yang bisa dikerjakan secara fleksibel. Ada mekanisme,
yang penting output-nya terjaga,” kata Rudi.

https://mediaindonesia.com/read/detail/276293-pada-2024-ada-50-asn-milenial (Sabtu 07
Desember 2019, 23:25 WIB Pada 2024 Ada 50% ASN Milenial Akmal Fauzi | Politik dan
Hukum

Ia menambahkan, pegawai yang berhubungan dengan sektor pelayanan publik tetap harus
menyelesaikan pekerjaannya seperti biasa di kantor pelayanan.

“Pekerjaan fleksibel itu hanya diberikan kepada orang yang menunjukkan kinerja yang baik
dan juga ada pengaturan serta indikator penilaian kinerja juga sebagai kontrol

Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin perlu meniru bangsa Korea Selatan yang mampu
mewujudkan produktivitas yang tinggi buah dari reformasi birokrasi dengan cara
memakai metode telepresensi yang sebelumnya dilakukan rasionalisasi yakni
pemangkasan jumlah pegawai dan mengurangi organisasi.

Rasionalisasi birokrasi di Korsel sejak 1980 dipelopori oleh Presiden kelima Korsel
Chun Doo Wan. Rasionalisasi tersebut diatur dengan beberapa peraturan seperti
Civil Servants Ethics Act, Civil Servant Consciousness Reform Movement, Retired
Civil Servant Employment Control, Civil Servant Property Registration dan Civil
Servant Gifts Control.

Pada tahapan terakhir reformasi birokrasi di Korsel dengan meningkatkan kualitas


otonomi pemerintahan daerah dan penerapan e-Government dan layanan elekronik
pada seluruh lini penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.

Angka produktivitas di Korea Selatan  ternyata hasil dari reformasi birokrasi yang
sebelumnya dilakukan pencetakan SDM unggul secara besar-besaran. Keberhasilan
Korsel  sebaiknya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintahan Jokowi periode
kedua untuk tidak ragu-ragu menjalankan program rasionalisasi ASN yang disertai
dengan kompensasi yang layak.

https://reaktor.co.id/pegawai-tak-perlu-ngantor-terapkan-metode-telepresensi/

Oleh: Efendi, S.Sos., M.AP.

DPR RI  Public Policy Analyst


I. Pendahuluan
Banyak pakar berpendapat bahwa dalam era industri 4.0, human capital    menjadi
bagian terpenting. Bahkan  Presiden Bank Dunia, Dr. Jim Yong Kim, menegaskan
bahwa human capital sebagai keutuhan kondisi satu populasi ditinjau dari sisi
kesehatan, keterampilan, pengetahuan, pengalaman kerja dan pola perilaku. Ini
merupakan sebuah konsep yang menyadari bahwa seluruh tenaga kerja mewakili
situasi dan kondisi yang sama, serta kualitas pekerja dapat ditingkatkan dengan
memperhatikan bagaimana kita melakukan investasi di setiap aspek yang
berhubungan dengan kondisi mereka. Lebih lanjut Kim mengatakan bahwa,
mengukur dan menyusun peringkat setiap negara berdasarkan kacamata human
capital adalah penting untuk membantu pemerintah memfokuskan perhatian mereka
dalam melakukan investasi bagi warga mereka sendiri.[1] Pemerintah mengakui
bahwa saat ini human capital Indonesia masih rendah dan masih dibawah negara-
negara Asean lainnya.[2] Indonesia menduduki peringkat nomor 131 dalam hal
investasi di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan. Posisi Indonesia satu
peringkat di bawah Filipina (ranking 130) dan satu tingkat di atas Guinea.[3]
Selain itu, potret yang menggambarkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia
dapat juga ditinjau menggunakan beberapa aspek yang relevan yaitu kondisi
demografis penduduk dan pada tahun 2015, Indonesia merupakan negara yang
menduduki peringkat 4 (empat) besar dunia dengan jumlah 252 juta jiwa. Dari
jumlah tersebut, akan mencapai puncaknya pada tahun 2020, dimana prosentase
jumlah penduduk usia produktif sebesar 70 % dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia non produktif sebesar 30 %. Kondisi demografi semacam ini disebut
sebagai bonus demografi (demographic dividend), dimana jumlah penduduk usia
produktif jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non produktif.
[4]
Pertumbuhan penduduk dan bonus demografi juga akan sangat memberi  pengaruh
terhadap perkembangan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke depan. Untuk itulah, maka
ASN sebagai unsur terpenting dalam mendukung akselerasi pembangunan telah
menyusun Grand Design Pembangunan Smart ASN 2020-2024. Hal ini sejalan
dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen
PNS. Dalam Pasal 2 PP ini menyebutkan bahwa   manajemen PNS dimulai
dari penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan,  hingga perlindungan PNS.
Dalam kaitan tersebut, ASN memang diarahkan untuk menjadi modal terpenting
birokrasi (human capital)yang  berkualitas tinggi, karena dalam  Grand Design
Pembangunan ASN 2020-2024  memuat arah kebijakan pada seluruh aspek
manajemen ASN sebagaimana diamanatkan pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN.
Pada bagian lain, profil ASN di masa depan harus memiliki empat dimensi, antara
lain dimensi berpikir, dimensi komunikasi, dimensi mengelola diri serta dimensi
partisipasi dan kontribusi. ASN juga dituntut harus memiliki kemampuan dalam
teknologi informasi, kemampuan dalam berbahasa Indonesia yang benar, dan
mampu berbahasa asing.[5] Dengan harapan perbaikan kualitas yang akan dimiliki
ASN di masa depan dan dengan dukungan kemampuan dalam teknologi informasi,
telah mendorong pejabat publik untuk  melakukan manuver-manuver kebijakan yang
cenderung kurang populer di mata rakyat, dan kebijakan-kebijakan yang diambil
tersebut juga terkesan karena alasan keberhasilan negara lain menerapkan suatu
kebijakan, seperti impor rektor yang digagas Menristekdikti guna menaikkan
peringkat Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, serta wacana  ASN untuk bekerja
secara fleksibel (flexible working arrangements) juga pernah  ramai didiskusikan
dalam ruang publik, meski pada akhirnya wacana tersebut redup dan hilang
dilupakan orang.
II. Waktu Bekerja Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)
Wacana yang pernah berkembang di media massa mengenai  bekerja secara
fleksibel (flexible working arrangements) memang belum dapat diterima masyarakat
secara baik, karena masyarakat saat ini masih mempercayai ketentuan bekerja
ASN dengan sistem yang konvensional dan berlaku secara umum di berbagai
negara.
Saat ini, ketentuan jam kerja ASN diatur dengan  Peraturan Pemerintah (PP) No.
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.  Pada Pasal  3 angka
11 PP No. 53 Tahun 2010   diatur beberapa kewajiban PNS, salah satunya adalah
PNS wajib masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Selain itu, dalam
Penjelasan Pasal 3 angka 11,  dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kewajiban
untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja” adalah setiap PNS wajib
datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja, serta tidak
berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan hadir wajib
memberitahukan kepada pejabat yang berwenang. Keterlambatan masuk kerja
dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah)
jam sama dengan satu hari tidak masuk kerja.
Selain itu, ketentuan mengenai jam kerja  PNS tidak diatur secara rinci dalam PP
Disiplin PNS, namun pengaturannya  pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 68
Tahun 1995 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Lembaga Pemerintah,  sebagai
berikut:

1. Hari  kerja bagi seluruh lembaga Pemerintah Tingkat Pusat dan Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya ditetapkan lima hari kerja mulai hari Senin sampai
dengan hari Jumat.
2. Jumlah  jam    kerja efektif dalam lima hari kerja tersebut adalah 37,5 jam, dan
ditetapkan sebagai berikut:
–   Hari Senin sampai dengan Hari Kamis: Jam 07.30 – 16.00. Waktu istirahat: Jam
12.00 – 13.00.

–    Hari Jumat:Jam 07.30 – 16.30. Waktu istirahat:Jam 11.30 – 13.00.

3. Jam kerja dalam angka 1 dan 2 tidak berlaku bagi:


–   Unit-unit di lingkungan lembaga Pemerintah yang tugasnya bersifat pemberian
pelayanan kepada masyarakat.

–   Lembaga pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA).

Namun demikian,  instansi/lembaga/kementerian juga membuat peraturannya


masing-masing, yang menjadikan Keppres 68 Tahun 1995 sebagai salah satu dasar
hukumnya. Dengan  dengan adanya ketentuan tersebut,  Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan/RB) sebagai
lembaga pembina ASN secara nasional telah memulai jam kerja yang  lebih
fleksibel.  Kemenpan/RB telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan/RB) No. 6 Tahun 2018
tentang Hari Kerja dan Jam Kerja di Lingkungan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Dalam peraturan ini, PNS di Kemenpan/RB yang terlambat masuk kerja diwajibkan
untuk mengganti waktu keterlambatan pada saat jam pulang kerja. Jadi setiap
keterlambatan dapat   ditoleransi paling lama 30 menit, namun harus tetap  diganti
selama 30 menit pada saat pulang pada hari keterlambatan. Contohnya, jika
seorang pegawai absen pukul 07.35, maka pegawai  tersebut  wajib pulang paling
cepat pukul 16.30 WIB, dan dalam satu bulan Kementerian hanya  akan
memberikan waktu lima kali terlambat,. Sementara itu,  Jam kerja PNS
Kemenpan/RB diatur dalam Pasal 3 ayat 1, yaitu Senin hingga Kamis pukul 07.30 –
16.00 WIB, dengan waktu istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB. Pada Jumat, jam kerja
berlaku pukul 07.30 – 16.30 dengan jam istirahat pukul 11.30 – 13.00 WIB.

III.  Aparatur Sipil Negara  Kerja di Rumah


Setelah Kemenpan/RB  melaksanakan bekerja secara fleksibel (flexible working
arrangements) ‘secara terbatas’, maka  kini   publik melalui media massa surat
kabar, ramai membahas tentang ASN Bekerja di Rumah. Pro dan kontra tentu saja
terjadi di ruang publik dari wacana kebijakan ini, karena bagaimanapun wacana
kebijakan semacam  ini adalah hal  yang tak lazim  di masyarakat Indonesia  di
tengah sorotan minor kinerja ASN saat ini. Namun demikian, kita boleh menyatakan
bahwa kebijakan tersebut tidak akan mungkin dapat dilaksanakan, namun sebagai
bahan diskusi public tentu saja hal tersebut bukanlah sesuatu yang  mustahil terjadi
di masa depan. Jikapun akan terjadi, maka  tentunya dengan berbagai prasyaratan.
Salah satu syaratnya adalah  ASN di masa depan harus memiliki kemampuan pada
bidang teknologi informasi dan berkinerja sangat baik. Hal ini  bisa saja terjadi,
mengingat  Pemerintah  telah menargetkan pada tahun 2024 nanti sebanyak dua
juta atau setengah dari total  ASN  sudah akan diisi oleh pegawai-pegawai
berbasis Information Technology (IT).[6]
Sebenarnya,  urgensi bekerja dari rumah bagi ASN merupakan  bagian dari bonus
demografi. Namun demikian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada
2024 penduduk Indonesia berpotensi meningkat hingga 282 juta dan sekitar 317 juta
jiwa pada 2045. Konsekuensinya, pola kerja juga akan berubah mengikuti arus
teknologi dan perkembangan zaman,[7] dan pengangguranpun ikut bertambah 
sehingga jika   tidak melakukan pembenahan, salah satunya pada kualitas tenaga
kerja, alih-alih bonus demografi, kita malah menghadapi bencana demografi.[8]

Menghadapi pola kerja yang berubah, maka sejak beberapa tahun belakangan,
perekrutan ASN pun menggunakan sistem computerized, sehingga, calon-calon
yang lolos seleksi ASN merupakan orang-orang yang melek teknologi. Meskipun
demikian,  saat ini Indonesia  menurut data Global Talent Competitiveness Index
2018 – GTCI 2018,  berada pada peringkat 77 dari 119 negara.[9]  Salah satu
kelemahannya karena mendapatkan skor kecil untuk indikator global knowledge
skills, khususnya penguasaan teknologi informasi (IT). Oleh karena itu, di masa
depan  pegawai ASN yang melek teknologi bakal menjadi tulang punggung
pemerintahan, karena  birokrasi yang berkelas dunia ditandai dengan  ciri-ciri
berintegritas dan profesional, menguasai teknologi informasi, menguasai bahasa
asing, memiliki jiwa hospitality dan entrepreneurship, serta daya networking.[10]
Berbekal kemampuan ideal membentuk ASN yang handal dan berkelas dunia, maka
bekerja di rumah bagi ASN adalah bukan hal yang tidak mungkin. Jika kebijakan ini
akan dilaksanakan, maka  tentunya prasarat pokok sebaiknya dipenuhi. Karena
pada hakekatnya, bekerja dari rumah harus didukung dengan bantuan teknologi
digital dan kapasitas/kapabilitas yang handal dari setiap individu ASN. Untuk itu
pemerintah harus lebih serius menyiapkan sistem sehingga bisa optimal diterapkan
dalam lima tahun ke depan. Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan/RB
memang sudah memberikan infografis soal ini terkait syarat-syarat seperti
tersedianya payung hukum/peraturan, tersedia aplikasi/virtual office, terkoneksi
internet, ada target kerja/produktifitas, dan ada standar operasi serta prosedur yang
jelas dan terarah.

Meski teknologi sudah canggih bukan berarti semua ASN bisa melakukan
pekerjaannya dari rumah, namun aspek-aspek pekerjaan yang berkaitan dengan
layanan publik tetap membutuhkan tatap muka dengan masyarakat. Dengan
demikian, pekerjaan itu harus tetap dilakukan di intansi terkait agar tidak merugikan
masyarakat. Namun tentunya hanya pekerjaan-pekerjaan tertentu saja yang
memungkinkan  untuk ASN kerja di rumah, misalnya peneliti atau analis kebijakan.
[11]

Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan budaya/kultur masyarakat kita


karena pada umumnya  model birokrasi kita  masih menganut sistem lama dan
Indonesia nampaknya belum terbiasa dengan mental model birokrasi ‘’platfrom’’.[12]
Masih banyak Pemerintah Daerah (Pemda)  yang tidak mampu meng-uploadAPBN
diwebsitenya, sehingga menimbulkan budaya tertutup dan masih dipelihara hingga
kini, dan menyebabkan ruang kekuasaan hingga korupsi. Banyak dari ASN di
daerah masih senang dengan kultur lama dengan membuat sektor publik cenderung
yang masih sangat tertutup, dan ruang gelap kekuasaan yang  selama ini menjadi
bancakan mereka.
Selain perbaikan  dari segi personal ASN, perbaikan juga dilakukan dari segi sistem
pelaksanaan dan pengawasan. Namun demikian, yang tidak boleh dilupakan  juga
adalah  dari sisi masyarakatnya,   karena pemerintah harus mengetahui  apakah
masyarakatnya sudah siap untuk melakukan pelayanan melalui sistem elektronik.
Karenanya, jika   berkaca dari negara lain seperti Singapura dan Jepang, masalah
kebijakan ASN kerja di rumah memang membutuhkan kesiapan kedua belah pihak,
yang melayani maupun yang dilayani harus sama-sama bisa dengan cara kerja yang
sama.  Kedisplinan juga  harus mendapat perhatian serius, karena para ASN saat ini
yang bekerja di kantor belum terlihat produktif. Oleh sebab itu harus ada standar
penilaian, profesionalitas, dan  harus bisa terpantau  untuk dapat menilai apakah
pelayan masyarakat tersebut bisa bernilai  produktif atau tidak.

VI. Penutup/Kesimpulan
Indonesi  akan memperoleh  bonus demografi (demographic dividend), dan untuk
menopang  pekembangan kependudukan dan perkembangan teknologi informasi,
serta dalam membangun daya asing ASN, Pemerintah telah menyusun Grand
Design Pembangunan Smart ASN 2020-2024.  Dalam  Grand Design pembangunan
ASN 2020-2024  memuat arah kebijakan pada seluruh aspek manajemen ASN,
diantaranya perencanaan kebutuhan ASN,  pengadaan CPNS dengan  berorientasi
pada pencarian pada talenta terbaik melalui penilaian secara objektif, transparan,
akuntabel, serta bebas dari unsur KKN dan mampu mengikuti perkembangan
teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi merubah cara kerja ASN yang
biasa harus kerja di kantor memungkinkan untuk bekerja di rumah.
Ada prasyarat yang harus dipenuhi jika kebijakan  ASN kerja di rumah, diantaranya :

 Harus mendapat dukungan teknologi digital dan kapasitas/kapabilitas yang handal


dari setiap individu ASN.
 Pemerintah harus menyiapkan sistem sehingga bisa optimal diterapkan dalam lima
tahun ke depan terkait syarat-syarat, seperti tersedianya payung hukum/peraturan,
tersedia aplikasi/virtual office, terkoneksi internet, ada target kerja/produktifitas,
serta  SOP  yang jelas dan terarah.
 Pemerintah juga perlu memperhatikan budaya/kultur masyarakat,  karena saat ini
masih banyak  Pemda  yang tidak mampu meng-upload APBN pada jaringan
komputer.
 Perbaikan juga harus dilakukan dari sisi masyarakatnya,   karena pemerintah harus
mengetahui  apakah masyarakatnya sudah siap untuk melakukan pelayanan melalui
sistem elektronik, karena jika   berkaca dari  Singapura dan Jepang, masalah
kebijakan ASN kerja di rumah memang membutuhkan kesiapan kedua belah pihak,
yang melayani maupun yang dilayani.
 Kedisplinan ASN juga harus ditingkatkan, dan untuk itu   harus ada standar penilaian
dan profesionalitas.
V. Rekomendasi
1. Saat ini, ASN masih memiliki aturan tentang  disiplin PNS berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang
didalamnya juga mengatur tentang  jam kerja PNS  dan  kewajiban PNS dalam hal
masuk kerja. Selain itu,   mengenai jam kerja  PNS tidak diatur secara rinci dalam
PP Disiplin PNS, akan tetapi diatur  dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun
1995 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Lembaga Pemerintah. Untuk itu, dalam
rangka persiapan perubahan dan tuntutan  lingkungan yang semakin kuat, maka
menuntut setiap ASN untuk memilki kesadaran yang tinggi terhadap aturan yang
berlaku yang berkaitan dengan masalah kepegawaian. Kemudian pemerintah  harus
lebih meningkatkan peran pengawasan teradap ASN dalam kaitannya dengan
kedisiplinan.
2. Seiring perkembangan dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang
wancana perubahan pola kerja ASN. Dengan adanya wacana ASN bekerja di
rumah,  menunjukkan masih ada problematika yang cukup pelik di ranah profesiona-
lisme para ASN serta pada soal pengawasan kinerjanya. Oleh sebab itu, pemerintah
harus mampu mendesain sistem pengawasan yang ekstra ketat dan
memberlakukan sanksi yang tegas bagi yang melanggar. Jangan sampai wacana
bekerja dari rumah justru akan semakin memperburuk tingkat kedisiplinan kerja para
ASN tersebut.
3. Masalah klasik yakni ketidakmerataan kondisi di lapangan. Banyak daerah-daerah
yang belum memiliki infrastruktur digital yang memadai. Kalau di sebuah daerah
sudah ada produk-produk digitalisasi dalam wujud, katakanlah, e-Planning, e-
Kinerja, e-Budgeting dan lain-lain, sementara di daerah lain belum ada sama sekali
maka ketimpangan ini malah bisa menjadi masalah serius. Untuk itu perlu
mendapatkan perhatian pemerintah pusat agar dalam pendistribusian anggaran
memperhatikan sisi pemerataan dalam hal infrastruktur  digitalisasi, terlebih lagi
pemerintah benar-benar ingin merealisasikan ASN bekerja di rumah. (Fy/27/8/2019)
Catatan:
[1]   Berdasarkan data dan informasi yang disampaikan oleh Dr. Christopher Murray,
Direktur dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Universitas
Washington, Amerika Serikat dalam siaran persnya tanggal  25 September  2018.
[2]   Deputi bidang SDM Aparatur Kemenpan/RB, Setiawan Wangsaatmaja dalam
Konsultasi Publik Mengenai Penyusunan Grand Design Pembangunan ASN 2020-
2024 di Jakarta, tanggal  30 Oktober 2018.

[3]   www.swa.co.id
[4] Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 (Bapenas, BPS, United Nation
Population Fund, 2013).
[5]   Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Op Cit.
[6]   Kompas.com  tanggal  21 Agustus  2019, dikutip jam 12:46 WIB.
[7]   Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019, Acara dengan tema “Shaping
Indonesia’s Future”  dilangsungkan pada 19 Januari 2019 di Grand Ballroom Hotel
Kempinski Jakarta.
[8]   Bhima Yudhistira, Peneliti INDEF, wawancara di  IDN Times.

[9]   Laporan GTCI 2018 ini merupakan tolok ukur tahunan komprehensif yang
mengukur bagaimana negara dan kota berkembang, serta upayanya dalam menarik
serta mengukur tingkat kepuasan para talent. Hal tersebut berguna sebagai bahan
referensi bagi para pengambil keputusan, untuk memahami gambar daya saing
global dari setiap talent yang ada di negara masing-masing. Serta sebagai tolok ukur
bagi institusi swasta dan pemerintah, dalam mengembangkan strategi untuk
meningkatkan daya saing SDM.

10]  Asman Abnur, Menpan/RB   pada acara Presidential Lecture bagi CPNS yang


bertajuk ‘Bersatu Dalam Harmoni : Menuju Birokrasi Berkelas Dunia Tahun 2024, di
Istora Senayan, Jakarta, Selasa, tanggal 27 Maret 2019.
[11] Koran Sindo, tanggal 10 Agustus 2019.

[12] Platform adalah suatu tempat yang dipergunakan untuk menjalankan perangkat
sistem secara lunak. Dengan arti ini makan platform memberikan berbagai dapak
yang baik, sebagai pelengkap seseorang dalam menjalankan sistemasiasi
perangkatnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Asman Abnur, Menpan/RB   pada acara Presidential Lecture bagi CPNS yang
bertajuk ‘Bersatu Dalam Harmoni : Menuju Birokrasi Berkelas Dunia Tahun 2024, di
Istora Senayan, Jakarta, Selasa, tanggal 27 Maret 2019.
2. Christopher Murray, Direktur dari Institute for Health Metrics and Evaluation
(IHME) di Universitas Washington, Amerika Serikat dalam siaran persnya tanggal 
25 September  2018.
3. Bhima Yudhistira, Peneliti INDEF, wawancara di  IDN Times.
4. Setiawan Wangsaatmaja, Deputi bidang SDM Aparatur Kemenpan/RB,
dalam Konsultasi Publik Mengenai Penyusunan Grand Design Pembangunan ASN
2020-2024,  di Jakarta, tanggal  30 Oktober 2018.
5. Humas Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan/RB)
6. Bappenas, BPS, United Nation Population Fund, 2013).
7. Laporan   Global Talent Competitiveness Index 2018 – GTCI 2018 (GTCI)
8. Kompas.com  tanggal  21 Agustus  2019, dikutip jam 12:46 WIB
9. Koran Sindo, tanggal 10 Agustus 2019
Salah satu gagasan yang merupakan bagian penting dari reformasi birokrasi
yakni Flexibel Working Aranggement (FWA) yang belakangan banyak mendapat
sorotan dari publik tak terkecuali kalangan ASN.

Gagasan pengaturan kerja secara fleksibel ini sejatinya merupakan implementasi


dari PP No 30/2019 tentang Penilaian Kerja Pegawai Negeri Sipil yang merupakan
turunan dari UU No 5/2014 tentang ASN.

Secara substansial ide FWA ini cukup menarik. Gagasan ini, seperti disinggung di
awal, merupakan perpaduan gagasan reformasi birokrasi dipadukan dengan
digitalisasi di berbagai sektor kehidupan masyarakat. FWA ini merupakan gagasan
yang adaptif dengan kondisi kekinian seperti berpijak pada digital, berkarakter
milenial dan menekankan pada hasil kerja. Sederhananya, upaya ini merupakan
langkah besar untuk mewujudkan debirokratisasi atau swastanisasi birokras

https://news.detik.com/kolom/d-4821377/awas-jebakan-reformasi-birokrasi-parsial-cicilan

Kebijakan tersebut merupakan bagian dari implementasi Peraturan


Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Manajemen Kinerja ASN.
Ketua Project Management Office (PMO) Manajemen Kinerja PP 30 2019
Waluyo Martowiyoto mengatakan, fleksibilitas kerja ini tidak bisa diterapkan
ke seluruh ASN, misalnya mereka yang bekerja untuk pelayanan publik.

"Mungkin bisa diterapkan untuk pekerjaan yang sifatnya bukan pelayanan


publik, contohnya peneliti, job analyst. Itu pekerjaan yang bisa dilakukan
secara remote," kata dia saat dihubungi Republika, Selasa (3/12).

Ia mengatakan, PNS bisa saja mendapatkan libur pada Jumat. Namun, jam
kerja pada hari lainnya harus ditambah sehingga total 80 jam kerja selama
10 hari tetap terpenuhi.
https://nasional.republika.co.id/berita/q1ypnw415/akan-dibuat-fleksibel-pns-bisa-bekerja-di-luar-
kantor

Kepala Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan mengatakan, tak semua
Pegawai Negeri Sipil ( PNS) memungkinkan bekerja di rumah, sebagaimana yang diwacanakan
pemerintah. Menurut dia, ada posisi tertentu yang mengharuskan kehadiran fisik PNS tersebut
untuk melayani masyarakat. "Beberapa pekerjaan yang sifatnya layanan dasar, misalnya
kesehatan, pendidikan, yang tetap membutuhkan kehadiran fisik, pasti tidak akan tergantikan
dengan flexible working arrangement ini," ujar Ridwan kepada Kompas.com, Jumat (9/8/2019

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak untuk Semua PNS, Posisi Apa Saja
yang Bisa Kerja di Rumah?", https://money.kompas.com/read/2019/08/10/121200426/tak-untuk-
semua-pns-posisi-apa-saja-yang-bisa-kerja-di-rumah-?page=all. 
Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita 
Editor : Erlangga Djumena

Emil menilai, wacana tersebut bisa saja diterapkan untuk sektor pekerjaan yang tak
bersinggungan dengan pelayanan publik. Ia mencontohkan para pegawai di bidang aduan
daring yang memungkinkan bekerja di rumah. "Misalnya aduan online, itu bisa dikerjakan di
mana saja tanpa harus bertemu orang. Segala sesuatu yang pertemuan fisiknya bisa dikonversi
oleh teknologi saya kira itu masih memungkinkan, tetapi kan tidak semuanya bisa begitu, ada
hal-hal yang harus bertemu muka melakukan kegiatan," papar dia. Menurut Emil, wacana
flexible working arrangement mesti punya tolok ukur yang jelas. Oleh karena itu, ia akan
memantau lebih dulu soal wacana tersebut. "Ujung dari sebuah pekerjaan adalah produktivitas.
Jadi cara bisa menyesuaikan selama target dan produktivitas bisa dipertanggungjawabkan. Jadi
saya pada dasarnya akan memantau dulu wacana PNS kerja di rumah ini," ujar Emil.  "Kalau
ternyata secara teknologi memungkinkan, mungkin untuk bidang-bidang yang tidak perlu
berhubungan langsung dengan masyarakat," kata dia.

Pria yang akrab disapa Emil itu menilai, wacana tersebut perlu dikaji komprehensif. "Perlu dikaji
lagi namanya juga eksperiman tentutnya ada plus minus," ujar Emil di Bandung, Minggu
(11/8/2019).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal PNS Kerja dari Rumah, Ridwan Kamil:
Perlu Dikaji Lagi", https://regional.kompas.com/read/2019/08/11/15224831/soal-pns-kerja-dari-
rumah-ridwan-kamil-perlu-dikaji-lagi?page=all. 
Penulis : Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani
Editor : Icha Rastika

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengapresiasi wacana pemerintah pusat membuka
kesempatan ASN (aparatur sipil negara) bekerja dari rumah. Pria yang akrab disapa Pepen itu
menilai, wacana flexible working arrangement belum tentu bisa berjalan mulus dalam waktu
dekat. Saat ini saja, dengan pelayanan yang sifatnya langsung, pemerintah belum sepenuhnya
sanggup memenuhi kebutuhan warga. "Ya (bagus) kalau era 4.0-nya oke. Tapi kan, mindset di
birokrasi kita, mindset di masyarakat kita, sekarang saja yang kita lakukan upaya-upaya
percepatan dan penyederhanaan, masih banyak kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi,"
kata Pepen di kantor Pemerintah Kota Bekasi, Senin (12/8/2019) pagi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wacana ASN Kerja dari Rumah, Ini Kata
Wali Kota Bekasi", https://lifestyle.kompas.com/read/2019/08/12/16334231/wacana-asn-kerja-
dari-rumah-ini-kata-wali-kota-bekasi. 
Penulis : Vitorio Mantalean
Editor : Egidius Patnistik

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal PNS Kerja dari Rumah, Ridwan Kamil:
Perlu Dikaji Lagi", https://regional.kompas.com/read/2019/08/11/15224831/soal-pns-kerja-dari-
rumah-ridwan-kamil-perlu-dikaji-lagi?page=all. 
Penulis : Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani
Editor : Icha Rastika

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
telework
dalam kondisi Slovakia dalam organisasi sektor publik yang dipilih dan sebagai
itu akan dijelaskan lebih lanjut di bagian metodologi. Publik terpilih
organisasi sektor adalah perpustakaan umum (didanai dari sumber publik, menyediakan
layanan publik untuk kepentingan umum). Oleh karena itu, ini adalah sektor publik yang khas
organisasi, namun beberapa layanan publik yang disediakannya tidak didasarkan pada a
komunikasi langsung dengan klien yang memungkinkan perpustakaan untuk menggunakan telework.
Dalam makalah kami menyajikan driver yang relevan dan hambatan yang menjelaskan
keberhasilan atau kegagalan penggunaan telework di Perpustakaan Nasional Slovak di Slovakia.
 Seperti yang kita lihat sebelumnya, teori pilihan publik didasarkan pada sejumlah hal penting
 asumsi tentang perilaku orang dan cara terbaik mengaturnya
 perilaku untuk mencapai tujuan kebijakan publik. Teori agen utama berlaku
 asumsi ini untuk menjelaskan hubungan antara eksekutif dan
 pekerja dalam suatu organisasi menggunakan metafora kontrak. Kontrak ini
 diperlukan karena, meskipun karyawan (agen) bertindak atas nama PT
 eksekutif (kepala sekolah), tujuan dan sasaran mereka berbeda. Sebagai
 Hasilnya, kepala sekolah harus mendapatkan informasi yang cukup untuk memantau agen,
 menentukan hasil, dan memberikan insentif yang memadai untuk secara konsisten memperoleh
 mereka. Karena tujuannya adalah efisiensi, pertanyaannya kemudian menjadi masalah
 apa pendekatan paling murah yang bisa digunakan organisasi untuk mempertahankannya
 karyawan dari mencari tujuan mereka sendiri, bukan dari organisasi, dan untuk
 pastikan mereka melakukannya.
 Manajemen Publik Baru, dengan ketergantungannya pada pilihan publik dan
 teori agen utama, telah membuat beberapa kontribusi penting untuk pemahaman kita tentang perilaku
manusia. Penting untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa itu bergantung
 rasionalitas ekonomi sebagai penjelasan perilaku manusia sampai pada eksklusi
 cara lain untuk memahami motivasi dan pengalaman manusia. Jika itu
 demikian, satu - satunya cara untuk berhasil mempengaruhi perilaku mereka adalah dengan mengubah
 aturan pengambilan keputusan atau insentif untuk mengubah kepentingan pribadi mereka
 lebih sesuai dengan prioritas organisasi

Anda mungkin juga menyukai