Anda di halaman 1dari 9

HAL HAL YANG PERLU DIPERBAIKI DALAM APARATUR SIPIL NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Lingkungan Bisnis Dan Manajemen
Dosen Pengampu : Juniarfi Motik,S.Psi,M.PSi

Disusun Oleh :

LAELA RIZQIA (18013010201)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
JAWA TIMUR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Dalam ketentuan undang undang, Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pengawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh
pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan .Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan keseluruhan sumber
daya manusia yang bertugas menjalankan roda pemerintahan baik dari leval pemerintahan
tertinggi sampai ke leval pemerintahan terendah, biasanya disebut sumber daya aparatur atau
disepadankan dengan istilah aparatur negara atau aparaturpemerintahan.Dalam arti kamus,
aparatur berarti: perangkat, alat (negara, pemerintah), para pegawai negeri. Aparatur negara
berarti alat kelengkapan negara yang terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan
dan kepegawaian yang bertanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari- hari.
Sementara arti sipil berarti berkenaan dengan penduduk atau rakyat (bukan militer) .Dengan
demikian dapat kita rumuskan pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah alat kelengkapan
negara yang terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan dan kepegawaian yang
bertanggung jawab melaksanakan roda pemerintahansehari-hari.
ASN adalah istilah baru terhadap profesi PNS, pegawai pemerintah, dan aparatur negara
pasca lahirnya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sejak 15 Januari 2014, melalui Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UUASN), pengaturan
tentang kepegawaian dilakukan sedemikian rupa, baik menyangkut sistem dan substansi
kepegawaian, kelembagaan, manajemen, sampai kepada pengistilahannya.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian ASN dan apa saja kewajibannya?
2. Apa saja permasalahan yang dialami oleh ASN ?
3. Apa saja yang perlu diperbaiki dalam ASN?
1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui pengertian ASN dan kewajibannya
2. untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh ASN
3. untuk mengetahui hal yang perlu diperbaiki dalam ASN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ASN DAN KEWAJIBANNYA


ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
yang bekerja pada instansi pemerintah.ASN terdiri dari dua kategori yaitu PNS dan
PPPK.Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Sedangkan, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan
perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

PNS dan PPPK juga memiliki hak sebagai aparatur sipil negara.PPPK sebagaimana dimaksud,
diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).Selain itu, dalam rangka pengembangan kompetensi
untuk mendukung pelaksanaan tugas, PPPK dan PNS diberikan kesempatan untuk pengetahuan
sesuai dengan perencanaan pengembangan kompetensi pada Instansi Pemerintah.

Tidak hanya itu, ASN juga memiliki kewajiban yang harus dijalani oleh PNS maupun PPPK.
Kewajiban itu adalah:

a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah
d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Melaksanakan tugas kedinasan
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan sikap, perilaku, dan tindakan
g. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI
2.3 PERMASALAHAN PERMASALAHAN YANG DIALAMI OLEH ASN

Kompetensi ASN Masih Hadapi Sejumlah Permasalahan


Jakarta – Pengembangan kompetensi bagi ASN saat ini masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan di antaranya, gap kompetensi ASN yang terlalu jauh, rendahnya kesadaran badan
kepegawaian, serta desentralisasi pengembangan kompetensi ASN.

Deputi Bidang Diklat Aparatur Muhammad Idris mengatakan, gap kompetensi ASN ini terkait
dengan tingkat pendidikan dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas
kesehariannya.

“Gap inilah yang kemarin menimbulkan berbagai macam isu seperti moratorium dan
rasionalisasi pegawai,” terangnya dalam acara Forum Penataan Pengembangan dan Pelatihan
Kompetensi ASN yang digelar di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jl. Veteran No.
10 Jakarta, Selasa (24/5).

Permasalahan selanjutnya, kata Idris, berkaitan dengan kualitas pengembangan


kompetensi pegawai yang merupakan tanggung jawab bagian kepegawaian.

“Terkait dengan pengembangan kompetensi pegawai ini merupakan tanggung jawab Bagian
Kepegawaian atau Bagian SDM.Karena mereka yang mengusulkan pegawai untuk mengikuti
diklat. Sehingga dukungan dari Bagian Kepegawaian memiliki peran penting dalam
pengembangan kompetensi pegawai,” jelasnya.

Permasalahan terakhir, lanjut Idris, terkait dengan desentralisasi pengembangan kompetensi


ASN.Menurut dia, sesuai dengan amanat Undang-Undang, pengelolaan kepegawaian
diserahkan sepenuhnya kepada Pembina kepegawaian.

“Apabila pembina kepegawaian tidak concern pada pengembangan kompetensi maka pegawai
di daerah lambat laun akan habis karena pegawainya tidak berkembang dari segi pengetahuan
dan kompetensi. Jadi ini harus menjadi konsen betul bagi para pemangku kepentingan,”
jelasnya.
Sementara itu, upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas, kapasitas dan kompetensi
Aparatur Sipil Negara yang profesional terus dilakukan.Salah satunya dengan diberikannya hak
kepada setiap pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mengembangkan diri melalui
Pendidikan dan Pelatihan (diklat).

Hal itu pun juga tertuang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara yang menyebutkan bahwa aparatur sipil negara berhak memperoleh pengembangan
kompetensi sebanyak 80 jam pelajaran atau sekitar 10 hari selama satu tahun.

“Isu pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara memiliki arti penting karena
pemerintah saat ini bertekad untuk mewujudkan pemerintahan berkelas dunia.Tentu untuk
mewujudkan hal itu diperlukan perencanaan dan pengembangan diklat yang bermanfaat dalam
menunjang kinerja ASN kita,” jelas Kepala Lembaga Administrasi Negara, Dr. Adi Suryanto,
M.Si saat memberikan sambutan pada acara Forum Penataan Pengembangan dan Pelatihan
Kompetensi ASN.

Menurut dia, perencanaan dan pengembangan diklat bagi ASN itu memerlukan sinergitas
antara Lembaga Diklat dengan Badan Kepegawaian di semua tingkatan. Sinergitas ini diperlukan
mengingat kedua unit ini yang paling memahami varian kebutuhan diklat yang diperlukan
dalam membangun smart ASN.

“Sinergitas itu perlu untuk menentukan apa yang perlu dipersiapkan, baik itu kurikulum
maupun pendidikan dan pelatihan yang terencana dan efektif.Sehingga diklat yang
dilaksanakan dapat mencapai tujuannya,” jelasnya.

Menghadapi tantangan global yang kian kompetitif, Kepala LAN mengatakan, inisiatif
peningkatan kapasitas pegawai jangan hanya datang dari instansinya saja.Namun ASN juga
harus mempunyai kesadaran untuk secara mandiri dapat melakukan pengembangan
kompetensi atas dirinya.

Acara Forum Penataan Pengembangan dan Pelatihan Kompetensi ASN tersebut dihadiri oleh
Kepala Badan Diklat Kementerian/Lembaga, Kepala Pusat Diklat Kementerian/Lembaga, Kepala
Biro SDM/Kepegawaian Kementerian/Lembaga dan Kepala BKD. Idris berharap melalui forum
tersebut akan terbentuk suatu sinergi dalam mewujudkan pengembangan kompetensi ASN ke
depannya. (danang/choky/humas).

2.4 HAL HAL YANG PERLU DIPERBAIKI DALAM ASN

Ubah "Mindset" PNS

Presiden Jokowi pernah mengingatkan semua Gubernur dan Ketua DPRD jangan membuat
peraturan daerah (Perda) yang menyebabkan tambah ruwet buat masyarakat, khususnya
investor.Apalagi Perda itu berorientasi pada proyek. Pasalnya, ada ribuan investor mengantre
untuk menanamkan modalnya di Indonesia, mengeluhkan pelayanan publik terkait pengurusan
berbagai perizinan.

“Kita ini kebanyakan aturan-aturan, kebanyakan persyaratan-persyaratan, kebanyakan


perizinan-perizinan yang masih berbelit-belit,” ujar Presiden saat memberikan arahan pada
Rapat Koordinasi Pemerintah (RKP) mengenai percepatan pelaksanaan berusaha di daerah di
Jakarta, beberapa waktu lalu.

Adalah benar jika Presiden pada akhirnya minta kepada seluruh Gubernur dan Ketua DPRD,
agar tidak membuat Perda “ruwet”.“Kalau orientasinya hanya ingin membuat perda sebanyak-
banyaknya, sudahlah.Yang paling penting menurut saya perda itu kualitasnya bukan banyak-
banyakan.Kalau sudah ngeluarin perda banyak itu sebuah prestasi, menurut saya ndak,” tegas
Jokowi.

Kita tentu memberikan apresiasi tinggi kepada Presiden yang bertekad memudahkan investor
mengurus perizinan supaya dipermudah, cepat dan profesional.Masalahnya, proses perizinan
baik di Pusat maupun Daerah memerlukan waktu yang cukup. Seperti mengurus perizinan
pembangkit listrik di Pusat sekarang sudah tinggal 19 hari, namun di daerah masih selama 775
hari.Begitu juga urus izin bidang pertanian di Pusat bisa selesai 19 hari, berbeda di daerah
masih 726 hari.Pengurusan izin bidang industri di Pusat selesai 143 hari, di daerah masih lama
yaitu 529 hari kerja.

Ini menunjukkan bukti bahwa di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing
mengeluarkan aturan sendiri-sendiri, atau mengeluarkan regulasi/standar termasuk prosedur
sendiri-sendiri, tanpa koordinasi dengan Pusat. Jelas, yang menjadi korban pengurusan
perizinan adalah pengusaha. Bahkan sempat terdengar istilah di sebagian PNS bidang perizinan,
“Kalau bisa dipersulit, mengapa harus cepat diselesaikan?”.Dan, tentunya ujung-ujungnya
oknum PNS tersebut bermanuver untuk menciptakan pungutan liar (Pungli) untuk kepentingan
pribadi atau kelompoknya.

Itulah, menurut Presiden, yang dirasakan oleh investor, bahwa dari sisi regulasi begitu
mengurus di Pusat kemudian dilanjutkan ke daerah itu seperti masuk ke wilayah yang lain. “Ini
yang bahaya kalau persepsi itu muncul,” ujarnya.

Ke depan, pemerintah memang bertekad merealisasikan proses perizinan di semua daerah


dilakukan secara single submission atau sistem pelayanan publik tunggal dan terpadu yang jelas
ada batas waktunya secara terukur dan profesional.

Namun, Presiden jangan terpaku pada pembenahan infrastruktur perizinan saja, melainkan
perlu serius membenahi perubahan sikap dan perilaku aparatur sipil negara (ASN) khususnya di
bidang perizinan, dengan meningkatkan peran serta profesional di bidang pemantapan budaya
kerja (corporate culture) secara nasional, yang sekaligus mengubah penilaian kinerja ASN model
lama (DP3) ke arah pola Merit System.

Bagaimanapun, pola penilaian kinerja ASN/PNS yang ada sekarang yang dikenal dengan istilah
DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman
yang serba paperless saat ini. DP3 terlalu rumit dan banyak halaman yang harus diisi oleh
pegawai maupun pimpinannya sehingga memakan waktu lama, Ke depan, format DP3 harus
diubah sesuai perkembangan teknologi modern dengan memanfaatkan jaringan internet
terkoneksi secara cepat dan tepat untuk menilai kondisi kinerja ASN/PNS pada periode
tertentu.

Jadi, apabila ada ASN/PNS yang bekerja tidak sesuai budaya kerja pelayanan publik, dapat
segera diberikan teguran hingga peringatan keras sesuai aturan Merit System-nya. Ini untuk
memudahkan pimpinan di Pusat maupun Daerah untuk mendeteksi hambatan pelayanan
proses perizinan yang disebabkan oleh ulah perilaku PNS terhadap investor.
Presiden mengingatkan, kondisi Indonesia dibandingkan negara tetangga dalam hal
pertumbuhan investasi saat ini cukup rendah. Sesuai data BKPM tahun 2017, India naik 30%,
Filipina naik 38%, Malaysia naik 51%, sementara Indonesia hanya naik 10 %. Nah, ternyata
semua ini gara-gara persoalan regulasi yang membuat Indonesia kalah bersaing dengan
mereka.

Namun sampai dengan saat ini potret buram PNS masih saja melekat pada benak
masyarakat Indonesia, bahwa PNS di Indonesia memiliki tingkat profesionalisme yang
rendah, kemampuan pelayanan yang belum optimal, tingginya penyalahgunaan wewenang
(korupsi), tingkat kesejahteraan yang rendah dan tidakterkait dengan dan disiplin pegawai.
Kondisi ini berdampak pada rendahnya kinerja PNS dalam menjalankan tugas dan
Sebaliknya, apa yang terjadi dengan pelayanan publik di Indonesia merupakan sebuah
potret yang buram. Apa yang salah dengan pengelolaan PNS sehingga mereka kurang peka
terhadap perubahan, lamban dan tidak produktif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Mengapa permasalahan PNS tersebut selalu muncul?Apa yang salah sehingga
problem tersebut berlarut-larut?

Pelayanan Publik Belum Berkualitas? Ini Alasannya

Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci utama menyukseskan terselenggaranya
pelayanan publik.SDM yang rendah secara langsung berdampak buruk terhadap kualitas
pelayanan publik. Bila pelayanan publik diselenggarakan seenaknya, tentu susah untuk
menciptakan yang namanya good governance.

Peliknya masalah pelayanan publik, sejatinya berkaitan erat dengan perencanaan formasi
jabatan yang bertugas sebagai pelayan publik.Hingga kini, publik menilai pelayanan yang
diselenggarakan oleh pemerintah masih kurang, bahkan ada yang beropini tak
memuaskan.Kebijakan pelayanan publik juga selalu saja dinilai terlalu prematur
diterapkan.Yang timbul?Ya, ketidakpuasan, ketidaknyamanan, bahkan mosi tak percaya lagi
dengan segala bentuk pelayanan publik.
Carut dan marutnya pelayanan publik juga bersinggungan dengan masalah tak jelasnya
pemerintah dalam merencanakan formasi jabatan publik.Di beberapa daerah terdapat banyak
sekali jabatan kosong.Hanya diisi oleh staf yang bertindak sebagai pelaksana tugas.Di Beberapa
daerah juga, dengan kasat mata memperlihatkan bahwa formasi jabatan pelayanan publik
masih menumpuk di Pulau Jawa dan Indonesia bagian barat.Sementara itu, di Indonesia bagian
timur, terdapat staf yang mengerjakan tugas sebagai kepala seksi dan lintas seksi.Dari sini saja
nampak bahwa formasi perencanaan SDM pemerintah masih kurang tepat.

Masih berkaitan dengan manajemen SDM, masalah selanjutnya adalah tentang akselerasi
mutasi pegawai pelayanan publik.Memang sih, belum ada studi empiris mengenai pengaruh
akselerasi mutasi pegawai terhadap kualitas kinerja pelayanan publik.Namun, nyatanya
masyarakat bisa menilai tentang hubungan kausalitas dua variabel tersebut.Setiap institusi
pelayanan publik memang independen sesuai dengan kepentingannya masing-masing, pun
mereka juga mempunyai hak otonom dalam melakukan kebijakan mutasi pegawai. Tapi coba
kita amati dan kita pikir sejenak dengan sebuah pemisalan berikut.

Seorang sekretaris desa selama masa pengabdiannya di Desa A dinilai bagus.Ia memberikan
pelayanan prima terhadap publik. Soal pengurusan KK dan E-KTP juga cepat dan efisien
sehingga memuaskan publik. Tetapi, suatu ketika ia dimutasi karena prestasinya itu, ia
menempati jabatan baru yang tentunya lebih layak dari sebelumnya. Ia ditempatkan di desa
lain. Karena posisi jabatannya kosong, kepala desa kemudian menggantikan posisi sekdes pada
orang lain yang menangani bidang lain. Karena begitu cepat sekdes pertama mutasi sehingga
tidak ada transfer ilmu atau proses pengkaderan matang di bidang pelayanan KK dan E-KTP.
Akhirnya timbul berbagai masalah pelayanan publik dan membuat kualitas kinerja pemerintah
desa menjadi turun.Di sinilah letak permasalahan kepegawaian di Indonesia saat ini.Selain tak
semua menerapkan Right man on the right place, juga akselerasi mutasi tidak terkontrol
dengan baik karena bersifat otonom di setiap institusi pelayanan publik. Proses transformasi
pegawai dan pejabat publik inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Tak melulu
soal kuantitas, tetapi juga harus diimbangi dengan kualitas SDM pelayanan publik.Sebab,
pelayanan publik yang baik inilah masyarakat menggunakan peran dan fungsi pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai