Anda di halaman 1dari 23

Presiden Serius Pangkas Jabatan Eselon III-V PNS

JAKARTA – Rencana pemangkasan eselon III dan IV, ternyata tidak main-main. Oleh Presiden
Joko Widodo, pemangkasan tersebut akan diimplementasikan secara penuh di tahun 2020.
Sejumlah struktur eselon kementerian akan dihapus secara permanen, karena dianggap hanya
menghambat arus investasi masuk.
Kepastian tersebut kembali disampaikan Jokowi di acara CEO Forum tahun 2019 yang
berlangsung di Grand Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
“Tahun depan (2020) akan dilakukan pengurangan eselon. Jika saat ini kita memiliki eselon I, II,
III, IV, V, maka eselon III, IV dan V akan dipotong,” katanya.
Jokowi mengaku, sudah memerintahkan kepada Menteri PANRB untuk mengganti dengan AI
(artificial intelligence).
“Kalau ganti dengan artificial intelligence, saya yakin kecepatan kita dalam perbirokrasian akan
lebih cepat, saya yakin itu. Tapi sekali lagi, ini juga nanti akan sangat tergantung pada Omnibus
Law yang kita ajukan kepada DPR,” katanya.
Jokowi menilai, kehadiran AI alias robot di dalam struktur pemerintahan jauh lebih efektif dalam
mewujudkan keinginan reformasi birokrasi menjadi salah satu visi pemerintahan. "Tapi sekali
lagi ini akan tergantung Ombinus Law," tegasnya.
Jabatan struktural pemerintahan akan mulai disederhanakan menjadi 2 level untuk
mewujudkan birokrasi yang dinamis, lincah, dan profesional dalam upaya meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kinerja pemerintah kepada publik.
Keputusan ini seiring dengan terbitnya Surat Edaran (SE) 393/2019 tentang Langkah Strategis
dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi yang diteken pada 13 November 2019 lalu, seperti
dikutip laman Sekretariat Kabinet.
Dalam SE ini terdapat sembilan langkah strategis dalam penyederhanaan birokrasi. Langkah
dimulai dengan mengidentifikasi unit kerja eselon III, IV, dan V yang dapat disederhanakan dan
dialihkan jabatan strukturalnya di masing-masing instansi.
Kemudian dilakukan pemetaan jabatan pada unit kerja yang terdampak peralihan, sekaligus
mengidentifikasi kesetaraan jabatan-jabatan struktural tersebut dengan jabatan fungsional yang
akan diduduki.
"Selain itu, memetakan jabatan fungsional yang dibutuhkan untuk menampung peralihan
pejabat struktural eselon III, IV, dan V yang terdampak akibat kebijakan penyederhanaan
birokrasi," bunyi SE tersebut.
Selanjutnya, perlu dilakukan penyelarasan kebutuhan anggaran terkait besaran penghasilan
pada jabatan yang terdampak oleh kebijakan penyederhanaan birokrasi pemerintahan.
Selain itu, para pimpinan instansi perlu melaksanakan sosialisasi dan memberikan pemahaman
kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing berkaitan dengan kebijakan penyederhanaan
birokrasi.
"Hal ini dilakukan agar setiap pegawai dapat menyesuaikan diri dengan struktur organisasi yang
dinamis, agile, dan profesional untuk meningkatkan kinerja organisasi dan pelayanan publik,"
bunyi SE.
Hasil identifikasi dan pemetaan jabatan harus disampaikan kepada Menteri PANRB Tjahjo
Kumolo dalam bentuk softcopy selambatnya pada minggu keempat bulan Desember 2019.
Proses transformasi jabatan struktural ke fungsional dilakukan berdasarkan hasil pemetaan, dan
menurut SE Menteri PANRB ini, dilaksanakan paling lambat minggu keempat Juni 2020.
Pimpinan instansi juga diharapkan melakukan seluruh proses yang tercantum dalam SE secara
profesional, bersih dari praktek KKN, serta menghindari konflik kepentingan dengan tetap
menerapkan prinsip kehati-hatian, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik, dan
berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.
Adapun tata cara pengalihan jabatan Struktural Eselon III, IV, dan V menjadi jabatan fungsional,
menurut SE ini, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri PANRB melalui pengangkatan
inpassing/penyesuaian ke dalam jabatan fungsional secara khusus. (wt)

Jokowi: Eselon III dan IV Dihapus Supaya Pengambilan Keputusan Lebih Cepat

JAKARTA - Menghadapi perubahan di dunia yang sangat cepat, Presiden Joko Widodo mengajak
seluruh anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) mengambil jalan perubahan,
melakukan reformasi secara berkelanjutan.
“Tidak ada lagi pola pikir lama. Tidak ada lagi kerja linier. Dan tidak ada lagi kerja rutinitas.
Birokrasi haru berubah. Kita harus membangun nilai-nilai baru dalam bekerja cepat beradaptasi
dengan perubahan,” kata Presiden Jokowi dalam sambutan tertulis dibacakan oleh Staf Ahli
Mensesneg Bidang Politik, Pertahanan dan Keamanan, Gogor Oko Nurhayoko, pada Upacara
Peringaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-48 KORPRI Kementerian Sekretariat Negara dan
Sekretariat Kabinet, di halaman Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Menurut Jokowi, birokrasi harus berubah. Kita harus membangun nilai-nilai baru dalam bekerja
cepat beradaptasi dengan perubahan. Untuk itu, Presiden mengajak seluruh anggota KORPRI
untuk terus menerus bergerak mencari terobosan, terus menerus melakukan inovasi.
“Pelayanan yang ruwet, yang berbelit-belit, dan yang menyulitkan rakyat, harus kita pangkas.
Kecepatan melayani menjadi kunci reformasi birokrasi,” tegasnya.
Pemangkasan eselon III dan IV kata Jokowi, orientasi birokrasi harus betul-betul berubah, bukan
lagi berorientasi pada prosedur, tapi lebih berorientasi pada hasil nyata. Panjangnya rantai
pengambilan keputusan juga harus bisa dipotong, dipercepat dengan penerapan teknologi.
“Bahkan saya sudah minta eselon 3 dan 4 untuk ditiadakan, sehingga pengambil keputusan bisa
lebih cepat,” ungkapnya seraya menambahkan, hal yang pahit harus dilakukan karena di era
persaingan antarnegara yang semakin sengit seperti saat ini, jika kita lambat, kita pasti
tertinggal.
“Karena itu ukurannya adalah bukan lebih baik dari sebelumnya, tapi lebih baik dari negara lain
yang menjadi saingan kita,” sambungnya.
Jokowi juga menyampaikan, kita harus mengurangi kegiatan seremonial yang sifatnya rutinitas
dan lebih meningkatkan produktivitas serta berorientasi pada hasil. Ia mengingatkan, tugas
birokrasi adalah memastikan rakyat terlayani dengan baik, serta program-program
pembangunan betul-betul terdelivered, dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
“Sekadar melayani saja sudah tidak cukup, pelayanan yang diberikan harus baik dan diimbangi
dengan kemudahan serta kecepatan,” tuturnya.
Dengan kemajuan teknologi, lanjutnya, cara kerja birokrasi juga harus berubah. Inovasi
teknologi harus bisa mempermudah, bukan mempersulit pekerjaan.
“Kemajuan teknologi adalah instrumen untuk mempercepat penyelesaian masalah. Masalah
saat ini harus kita selesaikan dengan smart shortcut yang lebih cepat, lebih efisien, dan lebih
memberikan dampak yang luas,” kata Jokowi.
Di akhir sambutannya, Jokowi menyampaikan salam hangat kepada segenap anggota KORPRI
dimanapun berada. “Selamat bertugas, lanjutkan pengabdian dan karya terbaik Saudara-
saudara bagi rakat, bangsa, dan negara,” katanya.
Upacara HUT ke-48 KORPRI di Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet itu
dihadiri oleh Deputi Seskab Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Yuli
Harsono, para Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), dan para pejabat eselon II, III,
dan IV di lingkungan Kemensetneg dan Setkab. (wt)

Presiden Ingin Pangkas, Menkeu Lantik Pejabat Eselon II, III, dan IV

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sore ini melantik Ratusan pejabat eselon II,
III dan IV
di lingkungan Kementerian Keuangan, dilantikl oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati,
Jumat (29/11/2019).
Pejabat yang dilantik adalah, eselon II di lingkungan Kemenkeu dari BKF, Sekretariat Jenderal
(Setjen), Direktoral Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), dan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Menurutnya, tidak semua eselon III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan bisa dipangkas
atau dialih fungsikan. Misalnya adalah satuan kerja atau unit pimpinan di daerah.
"Eselon III dan IV kan yang merupakan fungsi yang melayani atau yang memegang satuan kerja
itu enggak dihilangkan, karena itu tidak dimungkinkan dalam bentuk fungsional. Jadi ini sesuai
jg dengan arahan dari Kemenpan RB," katanya di Kementerian Keuangan.
"Jadi tak seluruh eselon III dan IV memang hilang tapi yang memang dia memiliki fungsi
pelayanan dan satker dia masih akan dipertahankan, karena memang dia memiliki tanggung
jawab secara struktural," sambungnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah memberi arahan agar birokrasi dapat dirampingkan
dengan menghapus hirarki jabatan struktural eselon IV dan III pada kementerian-kementerian
ke depannya. Jokowi menginginkan agar jabatan struktural eselon dapat diubah menjadi jabatan
fungsional yang berbasis kinerja demi efisiensi dan percepatan pembangunan.
"Kita juga mendengar Presiden bahwa prioritas untuk mencapai 'Indonesia Maju' selain
berfokus kepada isu meningkatkan SDM, infrastruktur, melakukan transformasi ekonomi kita
untuk memiliki struktur yang kuat, kompetitif dan antisipatif untuk perubahan zaman. Untuk
menopang ketiga hal itu, kita sebagai jajaran punggawa negara, harus melakukan dua hal yaitu
melakukan simplifikasi regulasi dan meningkatkan efisiensi, kompetensi dan integritas dari
birokrasi," jelas Sri Mulyani.
Ia juga mengatakan, Kemenkeu sebelum arahan tersebut dibacakan Presiden, juga telah menuju
ke arah yang sama untuk perampingan eselon IV dan III.
"Dalam rangka kita menyederhanakan birokrasi, kita akan mengurangi pejabat eselon III dan IV,
bahkan ada yang menyebut dihilangkan. Kemenkeun memulainya di unit yang memang sangat
jelas merupakan unit yang lebih banyak diisi jabatan fungsional yaitu Badan Kebijakan Fiskal
(BKF),” ujarnya.
Di dalam BKF, lanjutnya, pihaknya telah melakukan de-layering sebagian besar jabatan
administrasi yaitu 19 jabatan Eselon III dihilangkan dari sebelumnya 36 jabatan dan untuk
eselon IV sebanyak 74 jabatan juga dihapus dari sebelumnya 124 jabatan.
Khusus jabatan fungsional di BKF tersebut, Menkeu melantik Pejabat Administrator, Pejabat
Pengawas, dan Analis Kebijakan. Dari 179 pejabat yang dilantik, terdapat 112 orang yang
sebelumnya menjabat sebagai Eselon III dan eselon IV beralih menjadi pejabat fungsional Analis
Kebijakan.
Menkeu mengatakan bahwa perubahan atau reformasi dalam struktur organisasi adalah wajar
karena merupakan kebutuhan, terlebih Kemenkeu termasuk organisasi yang penting dalam
pengelolaan keuangan negara.
"Kita juga harus merespon terhadap prioritas dan program utama tersebut (Indonesia Maju).
Dalam rangka kita terus meningkatkan reformasi, dan menjaga regulasi kita semakin simpel dan
efisien kita juga harus meningkatkan kemampuan dari birokrasi kita sendiri. Organisasi
Kementerian Keuangan begitu penting. Lingkungan yang kita hadapi dan kelola terus berubah
secara dinamis. Oleh karena itu, wajar di lingkungan Kementerian Keuangan, perubahan dan
reformasi birokrasi dan cara kita berorganisasi adalah suatu kebutuhan yang terus-menerus
yang tidak hanya bersifat sementara atau temporer," tegasnya. (wt)
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, pihaknya sudah memetakan
eselon III dan IV yang akan di alih fungsikan menjadi pejabat fungsional analis dan sebagainya.
"Kita sudah memetakan dari sekian ribu pejabat eselon III dan IV. Sudah dipetakan mana yang
terkena de-layering mana yang tetap eselon III dan IV," jelasnya.
Menurutnya, pihaknya sudah mendata pejabat yang ada pada jabatan eselon III dan IV untuk
dilakukan identifikasi sebelum dilakukan pemangkasan. Sebab, nantinya tidak semua pejabat
eselon III dan IV bisa dipangkas.
"Angka persis kira-kira pejabat eslon III ada 1800 lebih dan nanti dengan maping dan
identifikasi, kita lihat mana yang langsung bisa in passing jadi fungsional akan langsung
fungsional," tegasnya.

Pro Kontra Jabatan Eselon III dan IV mau Dihapus

 Rabu 13 Maret 2013  batas langit  0 Komentar

SERANG, SNOL Rencana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(KemenPAN-RB) memangkas jabatan eselon III dan IV dikomentari beragam oleh sejumlah
pejabat di Banten.

Ada yang manut terhadap keputusan itu jika nanti diketok, ada pula yang menolak karena
wacana itu masih membutuhkan kajian mendalam.

Dari Lebak, bupati setempat, Mulyadi Jayabaya siap menaati keputusan pemerintah pusat soal
penghapusan pejabat eselon III dan IV di setiap daerah. Kendati demikian, ia meminta agar
pemerintah melakukan kajian terlebih dahulu. “Pada dasarnya tentu setiap kepala daerah pasti
akan setuju jika keputusan tersebut (penghapusan eselon III dan IV-red) banyak manfaatnya
ketimbang mudhorotnya, namun tentunya harus melalui kajian yang matang agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak di-inginkan di kemudian hari,” kata Jayabaya, Selasa (12/3).

Dikatakan Jayabaya, pemerintah juga harus memikirkan kelanjutan karir para pejabat eselon III
dan eselon IV yang dihapus tersebut. “Saya kira ada ratusan bahkan mungkin ribuan pejabat
eseleon III dan IV di setiap daerah. Di Lebak saja ada ratusan pejabat yang berstatus eselon III
dan IV,” paparnya.

Senada, Sekretaris Daerah (Sekda) Pandeglang, Dodo Juanda juga menyatakan siap menjalankan
kebijakan pemerintah pusat terkait pemangkasan jabatan eselon III dan IV. Dan Pan-deglang,
katanya, sudah siap jika memang itu harus diberlakukan.

Bahkan Pemda Pandeglang, kata Dodo sudah menerapkan hal tersebut, khususnya di
inspektorat. Dimana tahun 2013 ini, sudah tidak ada lagi jabatan eselon III dan IV, karena digan-
tikan posisinya oleh auditor dan pemeriksa pemerintahan. Dodo menduga, rencana pemerintah
pusat menerapkan kebijakan itu, dikarenakan asumsi bahwa terlalu gemuknya jabatan di
lingkungan pemerintahan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Serang, H Lalu Atharussalam Rais mengatakan,
pihaknya belum menerima Surat edaran (SE) maupun sosialisasi rencana penghapusan eselon III
dan IV pejabat struktural pemerintah daerah. “Menurut saya itu baru sebatas rencana saja.
Karena pada dasarnya hingga saat ini belum ada sosialisasi maupun surat edarannya dari
pemerintah pusat,” kata H Lalu Atharussalam Rais, Selasa (12/3).

Menurut Lalu, jika pemerintah pusat menghapus pejabat eselon III dan IV tersebut perlu
melakukan tahapan-tahapn untuk merevisi kembali PP RI Nomor 38 Tahun 2007. “Pada intinya,
selaku pemerintah daerah akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Namun kami
mempertanyakan maksud dan tujuannya rencana penghapusan tersebut,” katanya.

Komentar lain diutarakan Asisten Daerah I Kota Serang Mahfud. Menurutnya, wacana
penghapusan pejabat struktural di Kota Serang belum saatnya dilakukan, mengingat sementara
ini mash banyaknya pelayanan yang harus dilakukan Pemkot Serang dalam membenahi
pemerintahan yang baru.

Selain itu, pihaknya juga menilai pejabat yang ada di lingkungan Kota Serang masih dinilai wajar
dan tidak ada pembengkakan, termasuk dalam nilai tunjangan yang diterima dibanding dengan
kerja yang dilaksanakan. “Saya kira masih wajar-wajar saja jumlah pejabat yang ada di Kota
Serang, dan kita belum mewacanakan hal itu,” ungkapnya.

Sementara itu, wacana penghapusan pejabat struktural eselon III dan IV di lingkungan
pemerintahan ini bisa menghemat anggaran miliaran rupiah pertahunya. Ini karena
penghapusan pejabat struktural secara otomatis menghapus tunjangan jabatan dan tunjangan
daerah yang sesuai dengan jabatan dan kepangkatanya.

Misalnya, untuk pejabat eselon IV di Pemprov Banten per bulannya mendapat tunjangan daerah
sebesar Rp 3 juta, sementara tunjangan jabatanya sekitar Rp 520.000, dikalikan dengan jumlah
pejabat eselon IV yang mencapai 608 orang mencapai Rp 2,1 miliar per bulan. Hal itu belum
ditambah dengan pejabat eselon III yang mencapai 226 orang.

Pengamat Ekonomi Universitas Negeri Tirtayasa (Untirta) Serang, Dahnil Anzar menyatakan,
pihaknya merespon positif rencana penghapusan pejabat structural eselon III dan IV di
lingkungan pemerintahan. Wacana penghapusan tersebut dinilai sangat efektif, mulai dari etos
kerja dan juga penghematan anggaran.

“Wacana penghapusan pejabat eselon III dan IV ini cukup bagus, karena jabatan struktural yang
melakat pada PNS itu tidak efektif dalam pelayanan, beda dengan pejabat fungsional yang
secara langsung melayani masyarakat,” ujar Dahnil Anzar.

Dahnil juga mengungkapkan, selain efektif dalam pelayanan juga menghemat anggaran miliaran
rupiah setiap bulannya. Karena, jika jabatan eselon tersebut dihapus, maka tunjangan daerah
dan tunjangan jabatan yang melekat pada gaji tersebut akan hilang secara otomatis.
(mg8/mg5/mardiana/bagas/eman/deddy)

Dilema memangkas PNS eselon III dan IV

Jokowi menilai, tata kelola birokrasi yang ada saat ini terlalu panjang.

Kudus Purnomo Wahidin

Kudus Purnomo Wahidin

Senin, 11 Nov 2019 20:39 WIB

Dilema memangkas PNS eselon III dan IV

“Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan
menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai
kompetensi,” kata Presiden Joko Widodo ketika berpidato usai pelantikan sebagai presiden terpilih di
Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10).
Pernyataan Jokowi itu merupakan sinyal di periode kedua pemerintahannya bakal ada pemangkasan
sejumlah pejabat eselon—jabatan struktural dalam lingkungan pegawai negeri sipil (PNS). Jokowi
menilai, tata kelola birokrasi yang ada saat ini terlalu panjang.

Hal itu ikut berpengaruh terkait anggaran dan manfaat kebijakan yang dirasakan masyarakat. Presiden
mewacanakan akan mencoret jabatan eselon III dan IV di kementerian dan lembaga negara.

Di dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Presiden Jokowi menginginkan agar
pemangkasan eselon dikaji secara cermat dan hati-hati.

BACA JUGA

PDIP takut perampingan birokrasi berdampak pada 2024

Tiga posisi di kementerian yang bebas penyederhanaan eselon

Pemerintah diminta tidak pangkas posisi camat dan lurah

“Saya kira di Kementerian PAN-RB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) juga sudah
menyiapkan, yang nanti akan memangkas pertama mungkin eselon IV terlebih dahulu setiap
kementerian,” ujar Presiden Jokowi dalam pengantarnya ketika rapat terbatas dengan topik “Program
Cipta Lapangan Kerja” di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, seperti dikutip dari Antara, Senin (11/11).

Risiko memangkas eselon

Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), per 30 Juni 2019, total PNS di seluruh
Indonesia sebanyak 4.286.918 orang. Total eselon I hingga V sekitar 460.000. Dari total itu, rinciannya
eselon I 0,12%, eselon II 4,23%, eselon III 21,44%, eselon IV 71,09%, dan eselon V 4,2%.

Di tingkat pusat atau kementerian, eselon III meliputi jabatan kepala subdirektorat, kepala bagian, dan
kepala bidang, sedangkan eselon IV jabatannya kepala seksi, kepala subbagian, dan kepala subbidang.

Sponsored

Sementara di tingkat daerah atau provinsi, eselon III menjabat sekretaris badan, sekretaris dinas, kepala
bidang, dan kepala bagian, sedangkan eselon IV menjabat kepala subbagian dan kepala seksi.
Wacana ini menimbulkan pro-kontra di lingkungan pejabat eselon III dan IV. Kepala Bagian Pemerintah
Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, Zainadi mengungkapkan, belum paham dengan jelas rencana
pemangkasan eselon III dan IV.

“Regulasinya belum ada, dan sekarang hanya sebatas wacana. Belum ada edaran dari Kementerian PAN-
RB untuk rencana itu,” kata Zainadi saat dihubungi Alinea.id, Jumat (8/11).

MenPAN RB Tjahjo Kumolo bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia
Maju di Beranda Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10). /Antara Foto.

MenPAN RB Tjahjo Kumolo bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia
Maju di Beranda Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10). /Antara Foto.

Dihubungi terpisah, mantan Kepala Seksi Pengembangan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan dan
Permukiman DKI Jakarta, Surahman menilai, rencana pemerintah itu kurang tepat.

Ia bercerita, ketika masih aktif bertugas di Dinas Perumahan dan Permukiman DKI, pejabat eselon III dan
IV penting untuk mengkoordinasikan kerja-kerja dinas.

"Yang saya alami, tugasnya cukup berat. Kalau semua mau disamaratakan dengan staf, tanggung jawab
kinerjanya bakal tidak efektif," ujarnya saat dihubungi, Rabu (6/11).

Imbas di tingkat kecamatan akan lebih terasa. Menurutnya, jika pejabat eselon IV, seperti camat
ditiadakan akan berisiko merusak tata administrasi. Sebab, kata dia, camat dan lurah memiliki tugas dan
fungsi administrasi kewilayahan.

"Nah, apalagi kalau camat dijadikan fungsional, kecamatan akan dimotori oleh siapa? Kelurahan akan
dipimpin oleh siapa? Masa semua mau dijadikan fungsional,” tuturnya.

Surahman mengatakan, jika pejabat eselon III dan IV dihapus akan berisiko menghambat pelayanan
masyarakat. Dengan dihapusnya eselon III dan IV, Surahman pun percaya tak akan terlalu banyak
mengurangi beban anggaran.

Pekerjaan yang tak gampang


Sementara itu, Kepala Dinas Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir menuturkan, pihaknya
saat ini masih melakukan identifikasi terhadap pejabat eselon III dan IV, yang bisa dialihkan menjadi
pejabat fungsional. Menurutnya, tak semua eselon III dan IV bisa dialihkan menjadi pejabat fungsional.

"Contohnya, camat dan lurah itu harus dipertimbangkan dampak positif dan negatifnya. Karena posisi
camat dan lurah itu beda. Mereka eselon III, sifatnya kepamongan, dan dia menguasai teritorial wilayah,”
ujarnya saat dihubungi, Jumat (8/11).

Hal ini, ungkap Chaidir, berbeda dengan jabatan fungsional yang berdasar kompetensi, serta melakukan
pekerjaannya sendiri karena keahliannya.

“Kalau seorang camat, mereka harus dibantu jajaran di bawahnya," ucapnya.

Chaidir mengatakan, saat ini ada 862 eselon III dan 3.916 eselon IV di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Ia
mengaku, tengah melakukan identifikasi pejabat mana saja yang bisa dialihkan menjadi fungsional. Hal
itu, kata dia, juga akan berpengaruh terhadap tunjangan kerja daerah.

Menurutnya, pejabat yang potensial digeser menjadi fungsional adalah mereka yang ada di bidang
perencanaan, pengawasan, dan auditor.

Meski begitu, secara prinsip, kata dia, Pemprov DKI Jakarta mendukung perampingan birokrasi. Akan
tetapi, pihaknya masih menunggu aturan yang jelas dari pemerintah pusat.

Sebab, menurutnya, di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
masih menyebut, jabatan struktural levelnya dari jabatan struktural pimpinan tinggi madya, utama, dan
pratama.

"Artinya, eselon I dan II. Dan, struktural eselon III dan IV di UU berbunyi, jabatan eselon III adalah jabatan
administrator dan eselon IV adalah jabatan pengawas. Jika perubahan ini terjadi, UU tersebut juga harus
mengikuti perubahan ini," katanya.

Di samping itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil. Peraturan ini adalah turunan dari UU ASN. Kata dia, di peraturan tersebut jabatannya juga masih
merunut.
"Ketika aturan perubahan itu sudah ada dan siap diimplementasikan, Pemprov DKI juga siap
melaksanakan," kata dia.

Aparatur Sipil Negara (ASN) Sekretariat Pemko Banda Aceh mengenakan pakaian batik dalam rangka
memperingati Hari Batik Nasional 2019 di halaman Balaikota, Banda Aceh, Aceh, Rabu (2/10). /Antara
Foto.

Aparatur Sipil Negara (ASN) Sekretariat Pemko Banda Aceh mengenakan pakaian batik dalam rangka
memperingati Hari Batik Nasional 2019 di halaman Balaikota, Banda Aceh, Aceh, Rabu (2/10). /Antara
Foto.

Dihubungi terpisah, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Rini Widyantini mengatakan, pihaknya tengah menyusun
kriteria untuk pejabat struktural yang bisa dialihkan menjadi fungsional. Pekerjaan rumah bagi Rini
adalah banyak posisi struktural yang sulit bila ditinggalkan.

"Contohnya yang memimpin kewilayahan dan UPT (unit pelaksana teknis), itu sedang kami pikirkan,"
kata Rini saat dihubungi, Jumat (8/11). "Agar jangan sampai kita mengalihkan, tapi tak sesuai dengan
tugas dan fungsinya."

Sejauh ini, Rini menerangkan, pihaknya masih dalam tahap merancang konsep pengalihan eselon III dan
IV ke fungsional. Ditargetkan, paling lama memakan waktu empat bulan konsep itu baru selesai, dan bisa
diuji coba di setiap kementerian.

"Kami butuh waktu. Tak bisa langsung ujug-ujug mengatakan dipangkas," ucapnya.

Dalam melakukan perubahan birokrasi, Rini menuturkan, bakal melakukan uji coba dengan menyusun
“peta jalan” terlebih dahulu, yang disusun bersama kementerian dan lembaga lainnya. Tujuannya,
supaya bisa diketahui sejauh mana efektivitas implementasinya.

"Kemarin semua sekjen kementerian dan lembaga kita kumpulkan. Ada beberapa road map yang akan
kita coba," tuturnya.

Menurut Rini, terdapat kementerian yang masih kesulitan dalam menyesuaikan rencana perampingan.
Salah satunya Kementerian Dalam Negeri.
“Sebab, pos ini memiliki banyak pejabat struktural kewilayahan," ujar perempuan lulusan Magister
Manajemen Publik dari Flinders University, Australia itu.

Rini mengungkapkan, bukan perkara gampang merombak birokrasi secara cepat. Ia mengaku, sangat
hati-hati dalam mengalihkan jabatan ini.

"Jangan sampai perampingan ini justru mengganggu pelayanan masyarakat dan tata kelola birokasi,"
ujarnya. "Presiden dan Pak Menteri sudah mewanti-wanti itu.”

Anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo pun angkat bicara terkait
pemangkasan eselon. Ia mengaku masih ragu kalau Jokowi benar-benar akan melakukan perampingan,
dengan memangkas birokrasi.

"Apa yang dilakukannya bukan bentuk reformasi birokrasi yang benar. Landasan ilmiahnya pun lemah.
Jika menjadi wacana yang serius, hemat saya akan sangat kontraproduktif," kata Drajad saat dihubungi,
Selasa (5/11).

Menurut Drajad, di negara maju sekalipun, eselon tetap dibutuhkan. Hanya, namanya berbeda-beda.
Drajad menuturkan, sistem eselon justru bermanfaat membantu efisiensi manajemen birokrasi.

Selain itu, berguna juga untuk menerapkan jenjang karier birokrat, remunerasi, dan pengaturan
kerahasiaan dokumen.

Ia pun mengaku, belum bisa menerka manfaat penghapusan eselon III dan IV yang digagas Jokowi.
Drajad memprediksi, Jokowi mungkin hanya akan mengubah namanya saja, bukan tupoksinya.

Mengatasi resistensi

Namun, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo memandang, perampingan
itu tak serta merta bisa dilakukan secara total, dan harus dilakukan secara bertahap.

"Misalnya, tahun ini 10 jenis jabatan eselon III dan IV," ujar dia saat dihubungi, Kamis (7/11).
Mantan Wakil Menteri PAN-RB ini menuturkan, tak semua jabatan eselon III dan IV harus dihapus.
Menurut Eko, hanya beberapa jabatan yang bisa dihapus, yakni yang berkaitan dengan perencana,
analisis kebijakan, auditor, akuntan, dan pranata komputer.

Untuk pejabat pemegang otoritas kewilayahan, kata Eko, harus tetap dipertahankan. Misalnya, kepala
kantor imigrasi dan pajak, camat, serta lurah.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah khawatir jika
perampingan ini bakal memicu resistensi dari internal ASN. Bahkan, ia membaca akan ada “sikut-sikutan”
yang keras di antara birokrat untuk memperbutkan jabatan strategis di eselon I dan II.

Senada dengan Trubus, Eko pun memahami, rencana ini bakal mendapat penolakan dari internal PNS.
Terutama, mereka yang sudah nyaman di posisinya.

“Mana ada orang yang sudah berpuluh tahun bekerja, tanpa kompetensi dan ukuran kinerja mau
menerima perubahan. Pasti muncul resistensi,” kata dia.

Namun, ia mengatakan, hal itu masih bisa diantisipasi dengan manajemen perubahan. Lalu,
memperbaiki pola karier jabatan dan tunjangan fungsional.

"Setelah itu, baru pejabat fungsional bisa melamar jabatan JPT (jabatan pimpinan tinggi) pratama alias
eselon II," ujarnya.

Menurut Eko, sudah banyak negara di Asia yang menerapkan perampingan birokrasi. Contohnya, Korea,
Jepang, dan Singapura. "Cuma Indonesia saja yang telat," katanya.

Menurutnya, keragu-raguan ini takbisa dilepaskan dari kurang tegasnya para elite birokrasi di Indonesia
sejak dahulu.

Presiden Jokowi bersama peserta Rakernas Korpri 2019 di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (26/2).
/Agung/Humas/setkab.go.id.

Presiden Jokowi bersama peserta Rakernas Korpri 2019 di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (26/2).
/Agung/Humas/setkab.go.id.
Di sisi lain, Rini pun sedang memikirkan agar perampingan tak berdampak pada tunjangan kesejahteraan
pejabat, sehingga tak ada resistensi dari internal PNS.

"Jadi, Pak Menteri mengatakan, kesejahteraan bakal tetap jadi perhatian," ujar Rini.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2008 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 76/PMK.06/2015, eselon III dan IV mendapatkan fasilitas berupa kendaraan mobil
MPV.

Fasilitas rumah dinas untuk eselon III luas bangunannya 70 meter persegi dan luas tanah 200 meter
persegi, sedangkan eselon IV luas bangunan 50 meter persegi dan luas tanah 120 meter persegi.

Terkait jenjang karier pun, Rini berujar, sedang digodok jajaran Kementerian PAN- RB. Menurutnya,
masalah kesetaraan jabatan juga bisa menimbulkan resistensi.

"Jabatan fungsional itu harus ada kepastian berkaitan dengan jenjang karier," tuturnya.

Meski demikian, Rini menyampaikan, kemungkinan besar pejabat kewilayahan dan yang memiliki
otoritas terhadap dokumen, tak akan dialihkan menjadi pejabat fungsional. Sebab, hal itu terkait dengan
administrasi.

"Seperti pejabat imigrasi. Dia punya otoritasi, enggak mungkin dong dihilangkan," ujar dia.

Selanjutnya, Eko menilai, sudah seharusnya birokrasi di isi kaum fungsional, yang berbasis kompetensi
dan fungsi. Saat direkrut sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS), mereka dilihat dari pendidikannya.

Oleh karena itu, menurut Eko, tak elok jika seorang birokrat tiba-tiba hanya mau jadi pejabat struktural,
setelah menjadi PNS.

"Hal itu sama saja ingin menghilangkan semua kompetensi dan fungsi dari dirinya, hanya karena ingin
dapat mobil dan rumah dinas," ujar Eko.
Menurut Eko, inilah pangkal masalah tata kelola birokrasi di Indonesia. Sebab, birokrasi tak memiliki
tujuan untuk melayani, melainkan hanya ingin menjadi pejabat struktural.

Positif-negatif pemangkasan eselon

Trubus mengatakan, bila perampingan dilakukan besar-besaran, berpotensi menurunkan daya beli
masyarakat. Pasalnya, ia mengatakan, rencana ini akan berpengaruh terhadap tunjangan kinerja.
Pengalihan jabatan eselon III dan IV ini, kata Trubus, juga bisa menghambat serapan anggaran.

“Karena banyak dari posisi yang diduduki jabatan eselon III dan IV yang berkaitan dengan eksekusi
anggaran,” kata Trubus saat dihubungi, Rabu (6/11).

Trubus menegaskan, perampingan birokrasi belum tentu searah dengan penghematan anggaran. Ia
melihat, pemangkasan itu lebih untuk investasi pembangunan.

Sebaliknya, Eko memandang, bila pejabat fungsional diperbanyak, maka akan lebih efisien dalam hal
penganggaran dan efektif dalam eksekusi program.

"Kalau banyak fungsionalnya sudah pasti akan lebih cepat mengambil keputusan. Beda dengan struktural
yang hirarkis. Kalau fungsional setiap orang bertanggung jawab atas pekerjaaanya, dan kelebihan dari
pejabat fungsional kerjanya bisa lebih cepat,” kata dia.

Eko menilai, langkah Jokowi yang ingin memangkas eselon III dan IV sudah tepat. Menurut Eko,
pemangkasan tersebut bisa membangun profesionalisme dan mengubah orientasi pegawai, dari struktur
ke fungsional yang lebih berbasis pada kompetensi.

"Dan juga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan," ucap dia.

Trubus menilai, perampingan birokrasi takbisa dilakukan secara keseluruhan karena bisa memengaruhi
tata pelayanan publik. Misalnya, kata dia, eselon III dan IV yang dijabat camat dan lurah.

Infografik. Alinea.id/Oky Diaz.


Infografik. Alinea.id/Oky Diaz.

“Kalau lurah dan camat itu tak ada, siapa yang menandatangani dokumen jika ada masyarakat yang
sedang bikin KTP dan lain-lain?" ujarnya.

Menurut Trubus, bila ingin merampingkan birokrasi untuk tujuan efisien, sebaiknya didahulukan yang
ada di pusat, seperti kementerian. Bukan birokrat yang ada di daerah, apalagi berkaitan dengan
masyarakat.

Kendati demikian, Trubus menilai, rencana itu merupakan langkah yang positif. Dampak positif itu,
disebutkan Trubus, bisa meminimalisir korupsi dan tindakan suap-menyuap.

"Kedua, seolah-olah terjadi efisien anggaran. Tapi, praktiknya belum tentu bakal seperti itu," ujar Trubus.

Namun, Trubus mengingatkan, pemangkasan eselon takbisa dilakukan dalam jangka waktu yang cepat. Ia
pun pesimis, rencana ini bisa dijalankan selama lima tahun ke depan.

"Saya juga khawatir, andai dijalankan malah nanti tenaga kita habis di situ, merampingkan sana-sini,"
ujarnya.

Pakar: Pemangkasan Eselon Tak Jamin Birokrasi Bagus

22/10/2019

Sasmito Madrim

Para aparatur sipil negara (ASN) dalam sebuah acara di Jakarta (foto: ilustrasi).

Para aparatur sipil negara (ASN) dalam sebuah acara di Jakarta (foto: ilustrasi).

Teruskan
Print

Rencana pemangkasan jumlah tingkatan eselon pegawai negeri sipil (PNS) dinilai tidak dapat menjadi
jaminan dalam pembenahan birokrasi di Indonesia.

JAKARTA (VOA) —

Mantan Ketua Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi mengatakan persoalan
birokrasi di Indonesia muncul karena ada pembedaan terhadap jabatan fungsional dengan jabatan
struktural. Jabatan struktural adalah jabatan yang tegas ada dalam struktur organisasi seperti eselon,
Sekjen dan Dirjen. Sedangkan jabatan fungsional jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi tetapi penting dalam pelaksanaan seperti guru, dosen dan dokter.

Menurut Sofian, jabatan fungsional selama ini dipandang sebagai jabatan kelas dua, di bawah jabatan
struktural. Orang yang duduk di jabatan fungsional memiliki gaji dan tunjangan yang lebih rendah
ketimbang jabatan struktural. Akibatnya, kata dia, minat orang untuk duduk di jabatan fungsional lebih
kecil dibandingkan jabatan struktural.

"Seharusnya seperti di negara-negara modern tidak ada lagi istilah eselon dan jabatan fungsional itu.
Semua sama saja, jadi penentuan gaji harus berdasarkan tanggung jawab dan berat beban kerja," jelas
Sofian Effendi kepada VOA, Senin (21/10).

Mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi. (Foto: KASN)

Mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi. (Foto: KASN)

Sofian menambahkan pemangkasan jabatan eselon juga tidak akan berdampak banyak pada
pengurangan anggaran pemerintah. Menurutnya, jika pemerintah ingin mengurangi anggaran, sebaiknya
pemerintah memperbaiki inefisiensi anggaran dalam APBN/APBD.

"Inefisiensi anggaran di dalam instasi pemerintah kira-kira 40 persen. Bayangkan dari anggaran Rp 2.200
triliun itu Rp 880 triliun inefisiensinya. Itu kalau mau penghematan itu yang harus dikerjakan,"
tambahnya.

Salah satu guru PNS di Pemerintah Provinsi Banten, Ahmad Muttaqin mengatakan rencana yang akan
dilakukan presiden Jokowi merupakan kebijakan yang bagus. Ia beralasan keberadaan eselon 1 hingga 4
selama ini membuat birokrasi terlalu panjang.
"Saya melihat kebijakan ini adalah usaha yang baik, karena eselon 1,2,3 dan 4 dengan jumlah pegawai
yang cukup banyak. Itu hanya menambah panjang birokrasi. Dalam hal ini eselon 4 atau eselon 3 seperti
kepala seksi itu menambah panjang rantai tanda tangan yang harus ada di keputusan kepala dinas,"
tutur Ahmad Muttaqin.

Muttaqin berharap pemerintah akan menambah lebih banyak jumlah PNS di jabatan fungsional sebagai
ganti dari pemangkasan jabatan struktural. Dengan, demikian kata dia, pelayanan terhadap publik dapat
semakin ditingkatkan.

"Apabila fungsional semakin banyak dan kompetensi dari setiap fungsional semakin bagus maka itulah
yang kita harapkan. Yang paling penting adalah ASN menjadi pelayan masyarakat dan profesional dalam
menjalankan kerjanya," tambahnya.

Presiden Jokowi berfoto bersama para Menteri dan pimpinan lembaga negara usai Sidang Kabinet
Paripurna terakhir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10) (Courtesy: Setpres RI)

Presiden Jokowi berfoto bersama para Menteri dan pimpinan lembaga negara usai Sidang Kabinet
Paripurna terakhir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10) (Courtesy: Setpres RI)

Sementara itu, salah satu PNS di kementerian Jakarta yang tidak mau disebut namanya menuturkan
jabatan eselon 1 dan 2 merupakan jabatan yang politis. Sehingga kata dia, jika jumlah eselon dipangkas
menjadi 2 eselon tersebut, maka tidak ada daya tarik lagi bagi PNS yang berprestasi untuk meniti karir
dari bawah.

"Jabatan eselon 1 dan eselon 2 itu jabatan politik. Kalo disederhanakan memang baik secara anggaran.
Tapi untuk meniti karir sebagai birokrat jadi tidak ada daya tarik lagi," tutur PNS perempuan.

Pakar: Pemangkasan Eselon Tak Jamin Birokrasi Bagus EMBED SHARE

Pakar: Pemangkasan Eselon Tak Jamin Birokrasi Bagus

by VOA Indonesia

EMBED SHARE

The code has been copied to your clipboard.

<iframe src="https://www.voaindonesia.com/embed/player/0/5134027.html?type=audio"
frameborder="0" scrolling="no" width="100%" height="144" allowfullscreen></iframe>

The URL has been copied to your clipboard


Teruskan di Facebook

Teruskan di Twitter

https://www.voaindonesia.com/a/pakar-pemangkasan-eselon-tak-jamin-birokrasi-bagus/5134027.html

No media source currently available

0:003:14

2:57

Unduh

Pop-out player

Presiden Jokowi berencana memangkas jumlah eselon PNS dari yang berjumlah empat level menjadi dua
level eselon. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat dilantik menjadi presiden kedua kalinya di gedung
MPR-DPR, Minggu (20/10/2019). Menurutnya, PNS yang terkena dampak dari kebijakan tersebut akan
dialihkan ke jabatan fungsional yang menghargai keahlian dan kompetensi. (sm/em)

Hapus Jabatan Eselon III, IV dan V, Ternyata Ini Alasan Pemerintah

Rabu, 30 Oktober 2019 - 16:36:01 WIB

Hapus Jabatan Eselon III, IV dan V, Ternyata Ini Alasan PemerintahMenteri Pendayaagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo (ketiga dari kiri) didampingi Kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana (kedua dari kiri) saat memberikan penjelasan tentang
pendaftaran CPNS 2019 di Kantor Menpan RB pada Rabu 30 Oktober 2019. K24

JAKARTA, HARIANHALUAN.COM - Menteri Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo
Kumolo menjelaskan alasan pemerintah akan menghapus jabatan eselon III, IV dan V di seluruh instansi.

Pemangkasan jumlah pejabat eselon tersebut sebelumnya sudah diutarakan oleh Presiden Jokowi saat
pelantikannya sebagai Presiden bersama Wapres Ma`ruf Amin pada 20 Oktober 2019.
Menurut Tjahjo terdapat beberapa alasan terkait pemangkasan pejabat eselon yang akan dilakukan oleh
pemerintah dalam satu tahun ke depan.

Pertama, pemerintah ingin membangun profesionalisme birokorasi termasuk bagi CPNS yang akan
mengikuti seleksi mulai akhir tahun ini.

BACA JUGA

Otak Pria Ini Jadi Sarang Cacing Pita, Kok Bisa?Duh..!! Demi iPhone 11, Perempuan Ini Nekat Jual Anak
TetanggaBangun Kepedulian Publik Terhadap Lingkungan, KKI-WARSI Adakan Public Awareness di Unand
dan UNPKejurda Motocross Lepaskan 'Haus' Masyarakat DharmasrayaDiduga Ugal-ugalan, Truk
Pengangkut Pekerja Terbalik di Simpang Empat Perawang

"Kedua untuk menciptakan akuntabilitas pemerintah. Dari struktur birokrasi yang hierarki menimbulkan
penundaan pengambilan keputusan," kata Tjahjo di kantornya, Rabu (30/10/2019).

Alasan lainnya pemangkasan ini adalah untuk memperkuat tanggung jawab pejabat atas putusan
tindakan administrasi yang ada.

Di sisi lain, pemangkasan jabatan bagi eselon 3, 4 dan 5 nantinya untuk menciptakan efisiensi dan
efektifitas birokrasi. Apalagi Presiden meminta agar sistem birokrasi yang dibangun lebih dinamis.

"Selain itu untuk membangun budaya yang unggul yang berorientasi pada kinerja. Budaya antikorupsi
tadi berorientasi pada kinerja termasuk CPNS nanti," terangnya.

Penghapusan pejabat eselon 3 dan 4 akan dimulai pada bulan ini di Kemenpa RB. Dia menargetkan
perubahan birokrasi di kementeriannya selesai pada pertengahan November 2019.

Adapun di seluruh Indonesia, Tjahjo membutuhkan waktu sekitar 1 tahun agar seluruh daerah dapat
mengikuti arahan Presiden ini. Selama enam bulan pertama pihaknya melakukan sejumlah persiapan.
Sisanya barulah memulai pelaksanaan secara menyeluruh.

Dia mengaku siap diberi sanksi oleh Presiden jika tidak mampu menyelesaikan target tersebut dalam
jangka waktu satu tahun. (h/k24)
amis 31 Oktober 2019, 08:13 WIB

Ahli Ingatkan Implikasi Besar Penghapusan Pejabat Eselon III dan IV

Andi Saputra - detikNews

Share 0TweetShare 030 komentar

Ahli Ingatkan Implikasi Besar Penghapusan Pejabat Eselon III dan IV

Foto: Tedi Sudrajat (ist.)

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memangkas Eselon III dan Eselon IV dan ditindaklanjuti
oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo. Ahli
kepegawaian, Dr Tedi Sudrayat, mengingatkan akan ada implikasi besar bila kebijakan itu diterapkan.

"Kondisi ini jelas akan menciptakan implikasi besar terhadap penataan kelembagaan, ketatalaksanaan
dan SDM Aparatur. Artinya, pemangkasan birokrasi bukan sekadar memangkas jabatan namun
menempatkan pondasi baru dalam birokrasi," kata Tedi saat berbincang dengan detikcom, Kamis
(31/10/2019).

Sebenarnya, istilah eselonisasi sudah tidak digunakan lagi dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Istilah itu menjadi Jabatan Pimpinan Tinggi dan Jabatan Administrasi.
Ketika dikaitkan dengan pemangkasan terhadap 2 eselon, maka ke depannya hanya akan ada Jabatan
Pimpinan Tinggi yang setara dengan eselon 1 dan 2.

"Adapun Jabatan administrasi yang meliputi Jabatan administrator, jabatan pengawas dan pelaksana
akan hilang dan diarahkan beralih menjadi jabatan fungsional," ujar pengajar Universitas Jenderal
Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.

Lalu apa saja dampaknya? Pertama, tantangan di bidang kelembagaan yaitu menata ulang struktur
organisasi dengan prinsip rasional dan realistik (sesuai kebutuhan) dan perangkat kelembagaan yang
efektif serta efisien.

"Kedua, tantangan di bidang ketatalaksanaan adalah penciptaan kualitas dan transparansi pelayanan
masyarakat yang kurang adaptif terhadap perubahan dan tuntutan masyarakat," kata Tedi menegaskan.
Baca juga: Jabatan Eselon III dan IV Seperti Apa yang Mau Dihapus?

Ketiga, di bidang sumber daya manusia aparatur yaitu tantangannya adalah mengembangkan sistem
perencanaan SDM sesuai hasil penataan struktur dan perangkat kelembagaan, baik di instansi pusat dan
daerah. Bila kebijakan itu akan dilaksanakan, maka Tedi mengusulkan 5 strategi yaitu:

1. Ubah UU ASN, khususnya terkait dengan jabatan ASN dan manajemen ASN.

2. Ditata ulang struktur kelembagaan (pusat dan daerah) agar dapat menyesuaikan dengan jabatan
birokrasi yang dibutuhkan.

3. Penguatan terhadap pola pembinaan karier pegawai ASN yang terintegrasi, yang lebih menekankan
pada jabatan fungsional.

4. Disusun pola hubungan kerja dan koordinasi antarjabatan yang dapat memproyeksikan sistem kerja
birokrasi yang cepat dan sederhana.

5. Ubah mindset pegawai ASN yang harus berorientasi pada profesionalisme kerja berbasis sistem merit.

"Ke depannya, penyederhanaan birokrasi harus dapat menempatkan orang yang tepat pada tempat yang
tepat (the right man on the right place). Karenanya, analisis tugas jabatan (job analisys) harus dapat
disusun dengan baik dengan tegas mencatumkan ruang lingkup, sifat-sifat tugas dan syarat-syarat
menduduki jabatan. Terlebih, akan banyak pegawai ASN yang berlomba menduduki jabatan yang
semakin sedikit tersebut," pungkas Tedi.

Baca juga: Eselon III dan IV Mau Dihapus, Tjahjo: Gaji Tidak akan Dikurangi

Sebelumnya Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa tahun 2020 tidak akan ada lagi jabatan eselon III dan IV
di K/L.

"Yang empat mau dipangkas dua dan digantikan jabatan fungsional, intinya untuk menghargai keahlian,"
ucap Tjahjo di kantornya, Rabu (30/10/2019).
Soal Pemangkasan Eselon 3 dan 4, Presiden Jokowi: Pemerintah Butuh Kecepatan Bekerja Oleh
Humas Dipublikasikan pada 2 Desember 2019Kategori: Berita Presiden Jokowi didampingi
Mensesneg Pratikno menjawab wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12) siang. (Foto:
BPMI Setpres) Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan, bahwa pemangkasan eselon
3 dan 4 di dalam birokrasi yang akan dilakukan mulai tahun 2020 mendatang dilakukan karena
pemerintah butuh kecepatan dalam bekerja, butuh kecepatan dalam memutuskan, butuh kecepatan
dalam bertindak di lapangan, karena perubahan-perubahan sekarang ini begitu sangat cepatnya.
“Kita tidak ingin memotong income, memotong pendapatan dari ASN (Aparatur Sipil Negara) kita,
ndak. Yang kita butuhkan tadi, kecepatan dalam memutuskan, kecepatan dalam membuat
kebijakan, kecepatan dalam memutuskan di lapangan apabila terjadi perubahan-perubahan yang
sangat cepat. Karena sekarang ini pemerintahan yang fleksibel itu sangat dibutuhkan sekali,” tegas
Presiden Jokowi menjawab wartawan dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12)
siang. Presiden mengibaratkan kapal kita ini kapal besar tetapi kalau kita memiliki alat-alat, memiliki
instrumen-instrumen yang membuat kita cepat dalam bertindak, memutuskan, itu akan sangat
membantu sekali dalam mengelola pemerintah, mengelola negara ini. Ditegaskan Presiden,
pemerintah memang baru berbicara masalah tahapan, kapan, mungkin nanti sebagian eselon IV
dulu, kemudian baru sebagian nanti eselon III. “Kita ingin, karena sekarang ada AI (artificial
intelligence) yang bisa membantu kita dalam hal-hal yang bersifat teknis administrasi, bisa,
mengerjakan berkaitan dengan akumulasi data, bisa, tidak manual, bisa yang berkaitan pengolahan
data, bisa.  Jadi ini yang mau kita kerjakan,” terang Presiden. Tetapi, lanjut Presiden, ini masih
proses panjang, bukan sekarang. Tetapi sekarang ini dalam proses persiapan-persiapan menuju ke
sana sehingga birokrasi kita lebih cepat, tugas birokrasi kita menjadi lebih ringan, dan pelayanan
kepada masyarakat, pelayanan publi, pelayanan pada dunia usaha bisa menjadi lebih cepat lagi.
“Arahnya ke sana. Dan saya kira semua negara nanti akan mengarahnya ke sana. Saya pastikan,”
tegas Presiden Jokowi. (TG

Sumber: https://setkab.go.id/soal-pemangkasan-eselon-3-dan-4-presiden-jokowi-pemerintah-butuh-
kecepatan-bekerja/

Anda mungkin juga menyukai