Anda di halaman 1dari 59

Revolusi Mental Jadi Kunci

Penyerapan Anggaran

Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi (PANRB) mengungkapkan bahwa perbaikan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah merupakan aksi nyata dari program Revolusi Mental.
Aksi ini juga yang bakal menentukan penyerapan anggaran di 2016.

Hal ini karena peningkatan akuntabilitas tersebut menjadi cerminan


pertanggungjawaban hasil penggunaan anggaran terhadap manfaat yang
dihasilkan setiap instansi pemerintah.

"Proses membangun akuntabilitas kinerja sebenarnya adalah wujud nyata proses


membangun Revolusi Mental," kata Deputi Bidang Reformasi Birokrasi,
Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB, M Yusuf Ateh
dalam keterangannya, Kamis (17/12/2015).

Menurut dia, secara keseluruhan tiga nilai Revolusi Mental yaitu integritas, etos
kerja, dan gotong royong, sudah melingkupi perbaikan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.

Baca Juga

 Jonan Pesimistis Serapan Anggaran Kemenhub Bisa Maksimal


 Bank Dunia Minta Pemerintah Percepat Penyerapan Anggaran
 Kementerian ESDM Siap Usulkan Kembali Anggaran Kilang Minyak

"Integritas menghasilkan transparansi dalam evaluasi akuntabilitas kinerja. Etos


kerja, ada contoh dan komitmen yang diberikan pimpinan. Begitupula dengan
gotong royong, di mana untuk mencapai tingkat akuntabilitas kinerja yang lebih
baik, diperlukan keterlibatan secara aktif dari seluruh unit organisasi," ujarnya.

Selain itu, Ateh menuturkan setiap instansi yang ingin meningkatkan


akuntabilitasnya, harus mengubah mindset terlebih dahulu dan mengembangkan
manajemen kinerja dengan fokus pada target atau hasil yang bermanfaat bagi
masyarakat.

Ateh juga menjelaskan bahwa ada beberapa culture set yang harus diubah terkait
dengan upaya peningkatan akuntabilitas tersebut.

Pertama, tidak lagi fokus pada penyerapan anggaran untuk menghabiskan


anggaran, tetapi fokus pada manfaat yang ingin dihasilkan bagi masyarakat
sebelum merencanakan kegiatan dan anggarannya.

Kedua, instansi yang mampu meningkatkan akuntabilitasnya, sudah dipastikan


ada kerterlibatan aktif dari pimpinan tertinggi. "Jadi ada komitmen, ada
kepedulian, ada pemahaman yang diberikan dari pimpinan," imbuh dia.

Ketiga, untuk mencapai peningkatan akuntabilitas kinerja secara menyeluruh,


harus melibatkan seluruh unit organisasi, untuk bersama-sama melakukan
perubahan menuju perbaikan kualitas kinerja.

Sementara keempat adalah perubahan orientasi terhadap penggunaan anggaran.


Dengan adanya perubahan orientasi tersebut, dapat dipastikan bahwa setiap
instansi akan memberikan outcome yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Karena akan jelas terlihat kegiatannya yang tidak konek dengan penyampaian
outcome, sehingga akan terjadi penghematan terhadap penggunaan anggaran,"
ujar Ateh.

Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan nilai
rata-rata untuk Kementerian/Lembaga dari sebelumnya 64,70 pada tahun 2014
menjadi 65,82 di tahun 2015. Sementara untuk Pemerintah Provinsi meningkat
dari 59,21 menjadi 60,47.(Yas/Nrm)
JK: Revolusi Mental, Jangan Sekadar
Proyek Berbasis Anggaran
By Silvanus Alvin

on 30 Nov 2015 at 10:29 WIB


Wapres Jusuf Kalla (kanan)melambaikan tangan kepada awak media saat menghadiri
peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/8/2015).
(Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Surabaya - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar pegawai


negeri sipil (PNS) menerapkan revolusi mental dalam memberikan pelayanan
publik. Revolusi mental harus dilakukan dari dalam hati, bukan karena pemerintah
pusat telah menerapkan anggaran hal tersebut.

"Jadikan revolusi mental sebagai gerakan bersama anggota Korpri, bukan proyek
yang digerakkan anggaran," kata Jusuf Kalla di hadapan 15 ribu PNS peserta
upacara hari ulang tahun (HUT) ke-44 Korpri, di Lapangan Kodam V/Brawijaya,
Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11/2015).

Pria yang kerap disapa JK itu menjelaskan, PNS harus memberikan pelayanan
publik tanpa basa-basi dan menghindari praktik-praktik di bawah meja. Bila
memberikan pelayanan yang demikian, maka rakyat pun akan memiliki rasa
percaya pada para PNS.

"Rakyat mau lihat birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi efektif dan
efisien, birokrasi yang melayani bukan dilayani, serta birokrasi yang berikan
layanan publik berkualitas," tutur dia.

Baca Juga

 Gelar Jalan Santai, Mensesneg Ingin Korpri Solid


 Balap Liar Lamborghini Vs Ferrari di Surabaya, 1 Orang Tewas
Selain revolusi mental dalam pelayanan, JK juga meminta agar para PNS mulai
memakai mekanisme teknologi informasi. Hal ini diperlukan karena Indonesia
akan menghadapi persaingan global.

"Untuk itu saya minta agar mekanisme kerja birokrasi juga berubah dengan sistem
pemerintahan elektronik atau e-goverment. Mulai budgeting, rekrutmen, audit,
dan banyak lainnya. Banyak pekerjaan birokrasi bisa jauh lebih efisien dengan
teknologi informasi," tandas JK.

Revolusi Mental merupakan program yang berada di bawah Kementerian


Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Kementerian tersebut menganggarkan Rp 149 miliar untuk mendanai program
tersebut pada tahun ini.

Sebagian besar anggaran atau sekitar Rp 130 triliun habis digunakan untuk
sosialisasi program di pelbagai jenis media. Itu belum termasuk biaya untuk
mengembangkan situs www.revolusimental.go.id yang mencapai Rp 200 juta.

Namun, www.revolusimental.go.id yang diluncurkan 24 Agustus 2015 belum bisa


diakses hingga saat ini. Dalam laman tersebut tertulis: Sedang Dalam Proses
Pengerjaan. Kami Akan Kembali Secepatnya. (Mvi/Bob)
Gelorakan Revolusi Mental, PDIP
Gelar Teater 'Bangun Majapahit'
By Taufiqurrohman

on 24 Nov 2015 at 18:45 WIB

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputeri (kiri) didampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
saat pembukaan sekolah calon kepala daerah PDIP di kantor DPP PDIP, Jakarta, Minggu
(28/6/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - PDIP akan menggelar pementasan teater bertemakan


'Bangun Majapahit'. Perhelatan tersebut rencananya berlangsung pada 26
November 2015 di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, ajang ini sebagai sarana untuk
menggelorakan kembali revolusi mental yang digerakkan Presiden Sukarno.
Gerakan ini sebagai penggemblengan mental untuk menjadi manusia baru yang
berhati putih serta berkemauan keras untuk berubah.

Bila menilik ke belakang, lanjut Hasto, sosok manusia berhati putih yang
dimaksudkan Bung Karno dapat ditemukan pada figur-figur masa lalu, di masa
kejayaan kemaharajaan Majapahit.

Baca Juga

 Luncurkan Situs Revolusi Mental, Menko PMK Enggan Ungkap Biaya


 Sekjen PDIP: Saatnya Memulai Kembali Revolusi Mental
"Berangkat dari sejarah tersebut, DPP PDIP berpandangan bahwa kisah ini perlu
ditampilkan ke hadapan publik dalam sebuah lakon yang dikemas dalam bentuk
pagelaran dengan judul 'Bangun Majapahit'," papar Hasto di Jakarta, Selasa
(24/11/2015).

Ketua Panitia Tuti Roosdiono membahkan, pagelaran ini akan dimeriahkan


sejumlah artis. Seperti Christine Hakim, Butet Kartaredjasa, Titiek Puspa,
Bambang Pamungkas, Kirun, Marwoto, Yati Pesek, Mi'ing, dan para Seniman
Wayang Bharata serta pimpinan Kenthus 'Teguh' Ampiranto.

"Pagelaran ini diharapkan dapat menjadi media pendidikan, budaya dan sejarah
bangsa, dalam rangka pembangunan Nation and Character Building, untuk
mewujudkan Revolusi Mental, yang akan menciptakan manusia Indonesia yang
baru, yang berhati putih," ujar Tuti.

Acara ini direncanakan dihadiri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati


Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja,
budayawan dan tokoh nasional. (Ali/Ans)
Menhan: Bela Negara untuk Revolusi
Mental
By Oscar Ferri

on 22 Okt 2015 at 11:55 WIB

Menteri Pertahanan Jenderal TNI Purnawirawan Ryamizard Ryacudu (tengah)


memberikan sejumlah keterangan pada awak media usai penyematan brevet dan baret
kehormatan di Kesatrian Marinir, Cilandak, Jakarta (9/12/2014). (Liputan6.com/Helmi
Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pembentukan Kader Bela Negara resmi dibuka oleh


Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu hari ini. Sebanyak 4.500 orang
mengikuti kegiatan ini di 45 kabupaten/kota.

Dalam sambutannya, Ryamizard mengatakan bela negara ini bukan tanggung


jawab Kemenhan semata. Tetapi juga seluruh sumber daya di Indonesia. Sebab,
bela negara ini diawali dengan rasa cinta pada tanah air.

"Tiap warga negara wajib dan ikut serta dalam bela negara. Upaya bela negara
juga merupakan kehormatan warga negara yang didasari rasa kesadaran dan
tanggung jawab," kata Ryamizard di Badan Pendidikan Kilat (Badiklat)
Kemenhan, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
Ryamizard mengatakan, bela negara juga diperlukan untuk menumbuhkan
kesadaran dan sikap menjunjung tinggi negara. Karena itu, diharapkan para kader
dapat terbangun karakter yang disiplin dan kompak dalam kerja sama.

"Kader bela negara tersebut diharapkan mampu menyebarkan bela negara kepada
masyarakat sekitar agar implementasi kegiatan nasional bela negara sebagai
wujud revolusi mental," ucap Ryamizard.

Ryamizard membantah bela negara mirip dengan wajib militer yang bernuansa
militerisme. Kata Ryamizard, ini prioritasnya untuk membangun karakter bangsa,
serta menyadari hak dan kewajiban para kader bela negara dalam kelangsungan
bangsa menghadapi multidimensionalisme.

"Jadi kesadaran bela negara ini penting untuk dilandaskan sebagai bentuk revolusi
mental dan daya tangkal bangsa sebagai wujud ketahanan negara. Di sisi lain
menjadi modal untuk membangun diri menjadi bangsa yang maju," kata
Ryamizard. (Nil/Yus)
Kemenko PMK Evaluasi Total
Website Revolusi Mental
By Putu Merta Surya Putra

on 15 Sep 2015 at 14:51 WIB

Kemenko PMK Puan Maharani meluncurkan website revolusimental.go.id itu pada Senin
24 Agustus 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan


Manusia dan Kebudayaan meluncurkan situs revolusi mental yang beralamat
www.revolusimental.go.id. Namun, website tersebut sempat menuai kontroversi.

Sebab, belum sampai 24 jam diluncurkan di dunia maya, server website tersebut
down atau tak bisa diakses. Padahal biaya untuk meluncurkan situs itu disebut-
sebut mencapai Rp 140 miliar, yang kemudian dibantah dan disebutkan hanya
menelan biaya Rp 200 juta.

"Jika hari ini ada pertanyaan kenapa website revolusi mental menghilang, kita
tengah melakukan evaluasi total. Kita melakukan perbaikan dengan
mempertimbangkan masukan yang ada," ujar Sekretaris Kemenko PMK
Sugihartatmo di Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Dia menepis disebut kecolongan. Menurut dia, matinya website karena pihak
kementerian tergesa-gesa untuk segera mengimplementasikan revolusi mental.
"Saya tidak menafsirkan ini kecolongan. Tapi jika ada keburu-buruan, iya. Ingin
pelaksanaannya cepat. Tapi ternyata publik sangat memperhatikan website ini.
Karena itu kami mohon maaf dan menjadikan pelajaran bahwa publik tengah
menanti," kata Sugihartatmo.

Dia menambahkan, hampir semua bagian dari website akan direvisi. Baik dari
segi tampilan, keamanan, maupun nama alamatnya.

"Dengan kasus kemarin, Kemenko PMK melakukan evaluasi total. Kini sedang
proses perbaikan. Seperti aspek keamanan, kemudian ada tampilan yang dikatakan
mirip Obama, kita ubah. Dan kemarin dikritik kenapa gunakan alamat go.id, itu
juga Insyaallah diubah hanya menggunakan id saja. Semuanya telah masuk
perbaikan," ucap dia.

Sugihartatmo menuturkan, pihaknya menggandeng kementerian lain dalam


menggarap website baru ini.

"Ada Kemenkominfo, kemudian Lemsaneg, kemudian Kementerian Sekretariat


Negara, juga bidang ekonomi kreatif, kita libatkan juga," ujar dia.

Dia menjamin, website tersebut akan kembali dalam waktu 10 hari sampai 14 hari
ke depan. "Insyaallah dalam 10 hari atau paling lama 2 minggu lagi, website ini
akan kembali. Kalau tanya seperti apa, kita tunggu saja," pungkas Sugihartatmo.
(Mvi/Sun)
Alasan Mengapa Situs Revolusi
Mental Mudah Dibobol Hacker
By Edhie Prayitno Ige

on 30 Agu 2015 at 09:20 WIB

Pratama Persadha, Founder CISSReC

Liputan6.com, Jakarta - Dibobolnya situs revolusimental.go.id belum mereda,


walau Kemenko PMK sudah mengklarifikasi bahwa biaya pembangunan web
tersebut tak lebih dari Rp 20 juta. Selain masalah biaya, netizen dan masyarakat
melihat beberapa kejanggalan di aspek teknis seperti server dan hosting.

Hal itu tak luput dari pengamatan para pengamat keamanan cyber di CISSReC
(Communication and Informastion System Security Research Center). Dalam
sebuah acara Weekend Discussion, belum lama ini Founder CISSReC, Pratama
Persadha menjelaskan bahwa masyarakat sebenarnya hanya perlu mendapat
penjelasan yang rinci.

"Kami ingin fokus pada permasalahan teknis. Dari pengecekan memang web
tersebut memakai sharehosting. Kurang pas sebenarnya, kementerian yang
mempunyai anggaran besar seharusnya menggunakan server sendiri alias private
server," kata Pratama.

Menurutnya, konsekuensi pemakaian sharehosting ini menjadikan web


revolusimental satu “rumah” bersama web lainnya. Mantan petinggi Lembaga
Sandi Negara ini menyarankan, sebaiknya kementerian PMK membuat server
sendiri untuk web revolusimental.go.id.

"Private server ini sangat penting. Bila ada serangan maupun masalah, kita bisa
restore segera, karena kita sendiri yang pegang dan kelola. Sudah sepatutnya
sebuah kementerian mempunyai private server sendiri, apalagi Presiden Jokowi
menginginkan implementasi e-Government," kata Pratama.

Terkait desain yang meniru web barrackobama.com juga mendapat sorotan tajam.
Menurut Pratama, sebaiknya Kemenko PMK memakai desain sendiri asli karya
anak bangsa dan bebas masalah hak cipta.

"Pemakaian theme dari Wordpress punya risiko yang cukup besar. Hal ini karena
banyak orang yang sudah tahu celahnya. Jauh lebih baik jika sistem web dibangun
secara mandiri dengan memperhatikan aspek secure coding," kata Pratama.

Penetration test berkala

Agar peristiwa semacam ini tidak terulang, Pratama mengusulkan agar instansi
pemerintah maupun swasta rajin melakukan penetration test berkala. Tujuannya
untuk mengetahui mana saja lubang di sistem yang menjadi kelemahan, sehingga
bisa segera ditutup dan diperbaiki.

"Kejadian itu juga menunjukkan bahwa pemerintah belum menempatkan


keamanan cyber sebagai prioritas. Ini akan gampang celaka ketika e-Government
benar-benar sudah 100% diterapkan," kata Pratama.

Diharapkan peristiwa ini menjadi momentum perbaikan, khususnya bagi


pemerintahan Jokowi yang sejak masa kampanye berkomitmen membangun e-
Government. Diharapkan nantinya ada peningkatan keamanan cyber pada
kementerian, lembaga negara sampai pada pemerintah daerah.

"Kalau mau dilakukan pengecekan, mungkin akan banyak lembaga pemerintah


yang bisa bernasib sama dengan web revolusimental ini. Sebelum itu terjadi,
sebaiknya dibuat standarisasi, terutama terkait aspek teknis keamanannya," kata
Pratama.

Tidak ada standar khusus keamanan

Kelemahan pemerintah di dunia cyber, salah satunya adalah tidak ada standar
khusus keamanan cyber seperti apa yang harus dipenuhi oleh kementerian,
lembaga negara sampai pada pemerintah daerah. Melihat adopsi internet dan
teknologi informasi yang cepat, sebaiknya memang segera direalisasikan agar
tidak memperbesar kemungkinan pencurian data.

Pratama memaparkan, peristiwa ini membuktikan satu hal bahwa diperlukan


lembaga khusus yang mengawasi dan membangun sistem keamanan cyber di
Indonesia.
Ditambahkan olehnya, harus ada edukasi keamanan cyber mulai dari masyarakat,
perbankan-swasta dan penyelenggara pemerintahan pusat sampai daerah. Karena
sebagus apapun sistemnya, bila manusia sebagai pemakainya masih awam, jelas
mudah bagi orang luar untuk mengganggu.

"Semoga ini menjadi awal keseriusan pemerintah untuk membangun regulasi dan
infrastruktur cyber yang mumpuni dalam mewujudkan kedaulatan informasi. Bila
terwujud dan dibarengi edukasi yang gencar, saya kira e-Government yang aman
bisa segera terwujud," kata Pratama berharap.

(edh/isk)
Canangkan Revolusi Mental, Menteri
Puan Kenang Bung Karno
By Oscar Ferri

on 24 Agu 2015 at 10:07 WIB

Menko Puan Maharani memimpin upacara Pencanangan Gerakan Nasional Revolusi


Mental. (Liputan6.com/ Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan


Manusia dan Kebudayaan (PMK) menggelar upacara Pencanangan Gerakan
Nasional Revolusi Mental. Upacara itu dipimpin langsung Menko PMK Puan
Maharani.

Dalam upacara yang dimulai pukul 08.20 WIB, Puan sempat memberikan
pidatonya. Sebagai inspektur upacara, dia menekankan pentingnya gerakan
revolusi mental ini.

Mulai hari ini, kata Puan, semua pegawai di Kemenko PMK harus melakukan
pencanangan revolusi mental. Dalam hal ini, ada satu hal yang lebih penting yang
ditekankan Puan.

"Yang lebih penting adalah menyatukan niat kita untuk melakukan revolusi
mental serta tekad yang ada dalam diri," ujar Puan dalam sambutannya saat
memimpin upacara di Kemenko PMK, Jakarta, Senin (24/8/2015).

Puan menambahkan, pihaknya berharap dapat memberikan warna dalam Gerakan


Nasional Pembangunan Revolusi Mental. Apalagi, Kemenko PMK memang salah
satu tugasnya menaungi revolusi mental itu sendiri.

"Sebagai kementerian yang menaungi revolusi mental, kita harus menggaungkan


hal tersebut," ujar putri Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati
Soekarnoputri itu.

Selain itu, Puan juga menyebut nama kakeknya, Sukarno dalam sambutannya ini.
Menurut Puan, Presiden Indonesia pertama itu pernah mengatakan, pekerjaan
revolusi mental ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat untuk
melahirkan manusia-manusia baru yang punya etos kerja.

"Pada waktu itu Bung Karno mengatakan bahwa ini gerakan jangka panjang, di
mana kita dapat melahirkan manusia-manusia baru yang ada etos kerjanya. Bukan
hanya menjadi jargon," kata Puan.

Usai memberi sambutan, Puan membacakan 'Tekad Revolusi Mental' yang diikuti
serentak seluruh peserta upacara.

"Kami Aparatur Sipil Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia


dan Kebudayaan, bertekad, melaksanakan dan mensukseskan Gerakan Nasional
Revolusi Mental dengan menjunjung tinggi nilai-nilai, etos kerja, dan gotong
royong untuk mewujudkan Indonesia berdaulat secara politik, mandiri secara
ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan," kata Puan membacakan Tekad
Revolusi Mental. (Mvi/Mut)
Jokowi: Revolusi Mental Perkokoh
Karakter Bangsa
By Luqman Rimadi

on 14 Agu 2015 at 11:18 WIB

Presiden Jokowi (Liputan6.com/ Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan


dalam rangka HUT ke-70 proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dalam pidatonya,
Jokowi kembali menegaskan pentingnya gerakan revolusi mental.

"Pada hari ini saya menegaskan kembali perlunya gerakan nasional revolusi
mental," kata Jokowi dalam sidang bersama DPD dan DPR di Ruang Sidang
Utama, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2015).

Jokowi mengatakan, gerakan tersebut akan menyuburkan kembali nilai-nilai


semangat juang, optimisme, kerja keras, kesantunan, tata krama, dan
memperkokoh karakter bangsa. Selain itu juga bisa memperkuat tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.

"Dengan dukungan tulus, kesabaran, dan sikap optimis seluruh rakyat Indonesia,
Insya Allah transformasi fundamental ekonomi nasional yang dijalankan
pemerintah pada saatnya akan berbuah manis," kata Jokowi.
Jokowi juga menyampaikan terima kasih atas ketulusan, kesabaran, dan
optimisme seluruh rakyat Indonesia, sehingga pemerintah mempunyai ruang
untuk melakukan transformasi fundamental perekonomian nasional.

Dia juga berterima kasih kepada beberapa perwakilan dari daerah-daerah


terpencil, pulau-pulau terdepan, pedalaman, dan para juara olimpiade sains dan
teknologi, olah raga, dan lain-lain, atas prestasi dan dedikasi yang luar biasa.

"Kita membutuhkan lebih banyak lagi pejuang-pejuang pembangunan seperti


saudara-saudara, yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, etos kerja, dan
semangat gotong royong," ujar Jokowi. (Mvi/Mut)
Sekjen PDIP: Saatnya Memulai
Kembali Revolusi Mental
By Fathi Mahmud

on 16 Jun 2015 at 06:55 WIB

Hasto Kristiyanto (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Yogyakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia


Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, revolusi mental harus dimiliki
dan terus bergelora dari dalam diri pemuda. Revolusi mental ini harus didasarkan
pada perjuangan ketika gagasan tersebut pertama kali disampaikan Bung Karno
pada 1957.

"Saya percaya, kini saat yang tepat untuk memulai kembali revolusi mental
melalui nation and character building," kata Hasto dalam Seminar Kebangsaan,
Kepemudaan dan Revolusi Mental yang diselenggarakan Pusat Studi Kebudayaan
Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin 15 Juni 2015.

Hasto mengatakan, reformasi yang berlangsung saat ini tanpa melalui pendekatan
kebudayaan dan kehilangan akar sejarah pendirian bangsanya. Sementara,
pendekatan kebudayaan memerlukan proses yang menyatu dengan seluruh tradisi
rakyat Indonesia.

Dia menilai, tanpa pendekatan kebudayaan ini, maka reformasi menjadi keropos,
kehilangan jati diri, dan krisis identitas.

"Seluruh sumber kebudayaan Indonesia yang unik, akrab dengan alam, dan
sebagai pengejawantahan dari negara agraris dan sekaligus negara maritim, adalah
modal pembangunan kembali jati diri bangsa," papar Hasto.

Dia juga mengatakan, generasi muda menjadi tumpuan bangsa dan menjadi kunci
kemajuan bangsa. Agar berhasil memajukan bangsa, perlu perhatian yang besar
kepada generasi muda untuk membangun Indonesia dengan keseluruhan jati diri
kebudayaannya.

"Membangun kembali Indonesia tidak bisa dilakukan tanpa perhatian yang


sungguh-sungguh terhadap masa depan generasi mudanya. Pemuda-pemudi
Indonesia dengan karakternya yang progresif, idealis, patriotik, dan haus akan
ilmu pengetahuan harus terus diciptakan," ucap alumni UGM itu.

Hasto Kristiyanto berharap, pemuda Indonesia menjadi pelopor. Pemuda ini harus
digembleng dengan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa. (Mvi/Ali)
Revolusi Mental Tak Terpaku Besaran
Anggaran
By Nurseffi Dwi Wahyuni

on 08 Jun 2015 at 20:04 WIB

Yuddy Chrisnandi (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi menjelaskan, meskipun
anggaran yang didapat oleh kementerian untuk Tahun Anggaran 2016 mengalami
penurunan namun pihaknya tidak akan mengendorkan upaya mewujudkan
revolusi mental seperti yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Yuddy mengatakan, penurunan anggaran itu merupakan bagian dari upaya untuk
mengefisiensikan kinerja birokrasi di Indonesia. “Revolusi mental tidak terpaku
pada besarnya anggaran, tetapi justru sebaliknya bagaimana mengupayakan
efisiensi penggunaan anggaran. Hal ini sebagaimana telah diamanatkan oleh
presiden, yakni revolusi mental pada seluruh aparatur negara,” ujarnya dalam
Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, di Jakarta, Senin (8/6/2015).

Pernyataan Yuddy tersebut sekaligus menepis pesismisme mengenai kekuatan


dari Kementerian PAN-RB apabila jumlah anggarannya kecil. Sempat terungkap
keraguan dari anggota Komisi II bahwa program revolusi mental birokrasi yang
dikawal oleh Kementerian PAN-RB akan mengalami kesulitan dalam
pelaksanaannya karena jumlah anggaran yang kecil. Keraguan tersebut muncul
mengingat jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya PNS sebanyak 4,3
juta orang lebih, namun anggaran untuk mengurusnya kecil.

“Revolusi mental adalah upaya mengubah pola pikir aparatur negara agar
berkomitmen menjalankan pengabdiannya dengan sungguh-sungguh pada negara,
bukan pada berapa besar anggaran yang digunakan. Inilah tujuan efisiensi yang
tengah kami lakukan,” lanjut Yuddy.

Ia melanjutkan, anggaran 2016 tersebut akan digunakan oleh kementerian untuk


percepatan pelaksanaan tiga program kerja utama, yakni pendayagunaan aparatur
negara dan reformasi birokrasi, dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas
teknis, serta program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian
PAN-RB.

Untuk diketahui, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perencanaan


Pembangunan Nasional (PPN) dan Menteri Keuangan Nomor S.288/MK.02/2015
dan 0082/M.PPN/04/2015 dan hasil trilateral meeting antara Kementerian PPN,
Kementerian Keuangan dan Kementerian PAN-RB tanggal 30 April 2015,
Kementerian PAN-RB mendapatkan alokasi anggaran dalam pagu indikatif untuk
2016 sebesar Rp 205,38 miliar.

Dari jumlah itu, Rp 45,35 miliar diantaranya dialokasikan untuk anggaran Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN). Adapun pagu anggaran untuk Kementerian PAN-
RB sendiri hanya Rp 160 miliar, turun Rp 3,74 miliar dibanding anggaran tahun
2015. Anggaran tersebut dinilai terlalu kecil oleh Komisi II DPR, bila
dibandingkan dengan program revolusi mental aparatur negara, fungsi yang harus
diemban oleh kementerian yang dipimpin Yuddy Chrisnandi ini. (Ndw/Gdn)
JK: Revolusi Mental, Jangan Sekadar
Proyek Berbasis Anggaran
By Silvanus Alvin

on 30 Nov 2015 at 10:29 WIB

Wapres Jusuf Kalla (kanan)melambaikan tangan kepada awak media saat menghadiri
peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/8/2015).
(Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Surabaya - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar pegawai


negeri sipil (PNS) menerapkan revolusi mental dalam memberikan pelayanan
publik. Revolusi mental harus dilakukan dari dalam hati, bukan karena pemerintah
pusat telah menerapkan anggaran hal tersebut.

"Jadikan revolusi mental sebagai gerakan bersama anggota Korpri, bukan proyek
yang digerakkan anggaran," kata Jusuf Kalla di hadapan 15 ribu PNS peserta
upacara hari ulang tahun (HUT) ke-44 Korpri, di Lapangan Kodam V/Brawijaya,
Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11/2015).

Pria yang kerap disapa JK itu menjelaskan, PNS harus memberikan pelayanan
publik tanpa basa-basi dan menghindari praktik-praktik di bawah meja. Bila
memberikan pelayanan yang demikian, maka rakyat pun akan memiliki rasa
percaya pada para PNS.

"Rakyat mau lihat birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi efektif dan
efisien, birokrasi yang melayani bukan dilayani, serta birokrasi yang berikan
layanan publik berkualitas," tutur dia.

Baca Juga

 Gelar Jalan Santai, Mensesneg Ingin Korpri Solid


 Balap Liar Lamborghini Vs Ferrari di Surabaya, 1 Orang Tewas

Selain revolusi mental dalam pelayanan, JK juga meminta agar para PNS mulai
memakai mekanisme teknologi informasi. Hal ini diperlukan karena Indonesia
akan menghadapi persaingan global.

"Untuk itu saya minta agar mekanisme kerja birokrasi juga berubah dengan sistem
pemerintahan elektronik atau e-goverment. Mulai budgeting, rekrutmen, audit,
dan banyak lainnya. Banyak pekerjaan birokrasi bisa jauh lebih efisien dengan
teknologi informasi," tandas JK.

Revolusi Mental merupakan program yang berada di bawah Kementerian


Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Kementerian tersebut menganggarkan Rp 149 miliar untuk mendanai program
tersebut pada tahun ini.

Sebagian besar anggaran atau sekitar Rp 130 triliun habis digunakan untuk
sosialisasi program di pelbagai jenis media. Itu belum termasuk biaya untuk
mengembangkan situs www.revolusimental.go.id yang mencapai Rp 200 juta.

Namun, www.revolusimental.go.id yang diluncurkan 24 Agustus 2015 belum bisa


diakses hingga saat ini. Dalam laman tersebut tertulis: Sedang Dalam Proses
Pengerjaan. Kami Akan Kembali Secepatnya. (Mvi/Bob)
MenPAN-RB: Pemerintahan Jokowi
Telah Merevolusi Mental PNS
By Silvanus Alvin

on 25 Apr 2015 at 19:18 WIB

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy


Chrisnandi (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi menegaskan bahwa revolusi mental
tidak hanya sekadar slogan pasangan Jokowi-JK saat kampanye, melainkan benar-
benar dilakukan. Dia memberikan contoh revolusi mental yang dilakukan pegawai
negeri sipil (PNS) di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Konkretnya, kalau di aparatur negara misalnya dulu yang namanya laporan harta
kekayaan hanya pada pejabat tinggi eselon I dan eselon II, di era Jokowi seluruh
aparatur negara wajib melaporkan. Sebelumnya belum ada," kata Yuddy di
Universitas Nasional, Jakarta, Sabtu (25/4/2015).

Politisi Hanura ini mengatakan, larangan PNS melaksanakan rapat di hotel mewah
juga salah satu bentuk nyata revolusi mental. Selain itu, PNS saat ini juga dibatasi
dalam membuat pesta mewah.

"Dulu pejabat bikin pesta pejabat di tempat mewah, pejabat harus mau merakyat,
resepsi pernikahan anaknya tidak boleh di tempat mewah, dibatasi undangan
hanya 400," tutur Yuddy.

Urusan naik pesawat juga sekarang lebih ketat. Dia mengatakan kementeriannya
sudah melarang PNS naik di kelas bisnis. Kelas bisnis jadi pilihan terakhir bila
kelas ekonomi sudah habis.

"Jadi itu mengubah paradigma perilaku agar mereka tidak berperilaku boros lagi
dan responsif pada kebutuhan masyarakat," ujar Yuddy.

Dia mengatakan, pemerintahan Jokowi selalu menekankan setiap tindakan harus


mengingat kepentingan publik.

"Pemerintahan Jokowi diarahkan untuk mengubah moral dan karakter aparatur


negaranya baik sipil dan militer. Kami pastikan pemerintah sungguh-sungguh
untuk bertindak sehingga berorientasi pada kepentingan publik," tandas Yuddy.
(Ado)
Kala SBY Menyoal Revolusi Mental
By Silvanus Alvin

on 25 Apr 2015 at 12:44 WIB

SBY (Ist.)

Liputan6.com, Jakarta - Revolusi mental bisa dicapai tanpa perlu adanya


pertumpahan darah. Revolusi mental pula seharusnya membawa Indonesia
berhasil jadi pusat ekonomi pada 2030 dan termasuk sebagai negara maju pada
2045.

"Revolusi mental yang dimaksud presiden kita, Pak Jokowi, itu mengubah
karakter. Revolusi mental tidak harus pertumpahan darah, saya dukung 100
persen," kata Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi
pembicara mengenai revolusi mental di Universitas Nasional, Jakarta, Sabtu
(25/4/2015).

Pria yang akrab disapa SBY itu mengatakan sudah mendengar kata revolusi
mental sejak lama. Kata tersebut kembali jadi perhatian saat Jokowi
menggunakannya dalam kampanye Pilpres 2014.

"Pak Jokowi angkat revolusi mental, banyak yang tanya apa yang dimaksud
beliau. Saya baca tulisan dia di Kompas, nonton wawancara dia di Metro TV,
yang dimaksud dia tidak sama dengan yang dicetus Marx (Karl Marx), Hegel,"
tutur SBY.
SBY pun menjelaskan definisi revolusi mental, dengan menjabarkannya kata per
kata. Revolusi, menurut Ketua Umum Partai Demokrat itu, adalah perubahan
fundamental, sering disertai pertumpahan darah, meski tidak selalu. Sementara
pengertian mental adalah kesadaran atau persepsi.

"Revolusi mental kalau saya boleh jadikan satu adalah perubahan fundamental
dan total atas alam pikiran seseorang dan masyarakat agar negara kita 10-20 tahun
lagi jadi negara maju dan sukses," ucap dia.

SBY juga meminjam buah pikiran mantan Rektor Universitas Nasional Sutan
Takdir Alisjahbana bahwa revolusi mental membuat masyarakat berubah jadi
lebih rasional. Selain itu, tidak tertutup dari budaya lain, tanpa menghilangkan
budaya lokal.

Dia menambahkan, negara-negara Asia yang sudah melewati proses revolusi


mental itu adalah Jepang, Tiongkok, dan India. SBY berharap, Indonesia bisa
menyusul negara tetangganya tersebut.

"Ketika saya pimpin Indonesia selama 10 tahun, saya kerap katakan Indonesia
punya visi besar. Sebelum abad 21 berakhir, kita harus tancapkan tonggak. 2045
kita harus kuat secara ekonomi, politik, juga peradaban harus kokoh. Kemudian
pada 2030, Indonesia akan jadi emerging economy. Sangat mungkin 15 tahun
mendatang," tutur SBY.

Gaya Humor SBY

Chair of Global Green Growth Institute ini tidak membawakan pidatonya dengan
gaya serius. Sesekali, ia memberikan humor ringan.

"Saya diberi waktu 40 menit, tolong diberitahu kalau sudah 5 menit. Makin tua,
kadang sudah bicara, lupa waktu. Kalau lebih cepat, saya ikhlaskan pada
pembicara lain," ucap SBY disambut gelak tawa hadirin.

SBY menjelaskan, dirinya harus bicara sesuai dengan waktu yang diberikan,
karena di hadapannya ada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Ia juga menyarankan, dengan nada bercanda, agar
Yuddy juga mengurus para aparatur yang sudah pensiun, seperti dirinya.

SBY hadir dalam acara ini ditemani istrinya, Ani Yudhoyono dan iparnya,
Pramono Edhie Wibowo. Hadir mantan menteri di Kabinet Indonesia Bersatu
seperti mantan Sekretaris Kabinet Dipo Alam serta mantan Menteri Hukum dan
HAM Amir Syamsuddin.

Sementara ada sekitar 5 mahasiswa menggelar aksi menolak kedatangan SBY ke


Universitas Nasional. Mereka tidak sempat menyuarakan alasan menolak
kedatangan SBY, sebab satpam kampus mencegahnya. (Mvi/Sss)
Daya Saing Birokrasi RI Rendah,
Menteri PAN RB Revolusi Mental
By Achmad Dwi Afriyadi

on 12 Feb 2015 at 20:52 WIB

(Foto: Kementerian PAN-RB)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi (PAN RB) Yuddy Crisnandi menuding rendahnya daya saing
di Indonesia karena tidak efisien dan korupsi.

Padahal, dia mengatakan di era globalisasi lincah dalam mestinya birokrasi


menjadi tangguh.

"Di era dunia tanpa batas, terlebih saat ini kita sudah memasuki masyarakat
ekonomi ASEAN, struktur organisasi sebagai penggerak utama penyelenggaraan
pemerintah harus tangguh, lincah, efektif, dan efisien," kata dia dalam
keterangannya, Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Dia menerangkan, tingkat daya saing masih rendah. Tercatat, inefisiensi birokrasi
19,3 persen dan korupsi 10,7 persen.

Sementara, berdasarkan The Global Competitives Report World Economic Forum


tahun 2013-2014 daya saing Indonesia pada urutan 38.
Maka dari itu, Yuddy mengatakan perlunya reformasi birokrasi untuk
memperbaiki daya saing RI. Caranya, dengan revolusi mental dari Aparatur Sipil
Negara (ASN).

"Harus dilakukan perubahan pola pikir priyayi ke birokrasi melayani," ujarnya.

Selain itu, perlunya mengubah birokrasi yang selama ini boros, berbelit dan
koruptif menjadi birokrasi yang bersih. "Ke depan, birokrasi pemerintahan tidak
akan pernah absen untuk menyelesaikan berbagai persoalan," tukasnya.
(Amd/Nrm)
Sambil Minum Teh, Jokowi-Puan
Bahas Revolusi Mental
By Luqman Rimadi

on 12 Feb 2015 at 16:11 WIB

Agar bisa berjalan lancar, Jokowi mengaku pentingnya peran Ketua Fraksi PDIP di DPR
Puan Maharani untuk bisa memberi masukan dan melihat peta demokrasi yang ada di
legislatif, Jakarta, (27/9/14). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi tiba-tiba


memanggil Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan
Maharani ke Istana Negara. Puan mengaku kalau kedatangannya atas undangan
minum teh dan makan siang bersama Presiden Jokowi.

Saat ditanya apa pembicaraan dalam 'Tea season' antara keduanya, Puan enggan
terbuka.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, pertemuan antara Puan dan


Jokowi bukan membahas mengenai persoalan politik, isu resufle kabinet, ataupun
kisruh KPK Polri yang hingga saat ini masih memanas.

"Nggak, nggak. Tadi bahas revolusi mental, ada penganggaran baru yang
tampaknya sudah disetujui DPR. Jadi tadi beliau ketemu langsung dengan
presiden," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta
Pusat, Kamis (12/2/2015).

Terkait tidak tercantumnya jadwal pertemuan puteri Ketua Umum PDI


Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu, Andi mengaku hal tersebut merupakan
sesuatu yang biasa terjadi. Presiden, menurutnya, dapat bertemu dengan siapa saja
tanpa harus terjadwal dalam agenda resmi kepresidenan.

"Biasa itu, saya dengan Mas Yuddy Chrisnandi (Menteri PAN dan RB) juga
nggak ada agenda hari ini, tapi datang ke sini untuk dipanggil khusus oleh Pak
Presiden," ucap dia.

Dalam kesempatan itu, Andi juga membantah kedatangan Puan dan beberapa
politisi PDI Perjuangan secara bergantian dalam beberapa hari ini, terkait masalah
politik. "Oh, kalau kemarin mas Aria (Aria Bima) datang untuk ngomongin Sri
Wedari (taman di kota Solo) dan kalau Mbak Puan bicarakan masalah revolusi
mental," jelas Andi. (Mut)
Pemerintah Alokasikan Rp 149 Miliar
untuk Revolusi Mental
By Achmad Dwi Afriyadi

on 10 Feb 2015 at 07:40 WIB

Gedung DPR

Liputan6.com, Jakarta - Hasil pembahasan panja antara pemerintah dan Badan


Anggaran DPR RI menyetujui penyertaan anggaran sebanyak Rp 149 miliar untuk
road map dan operasional kegiatan revolusi mental dalam Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian


Keuangan (Kemenkeu) Askolani. "Revolusi mental di Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Rp 149 miliar," kata dia di
Jakarta, yang ditulis Selasa (10/2/2015).

Dia mengatakan, dana tersebut berasal dari realokasi belanja pemerintah pusat.
Dana untuk pemerintah alokasi Rp 1.392,4 triliun menjadi Rp 1.330,8 triliun.
"Kita merealokasi beberapa kegiatan cukup mendesak," papar Askolani.

Selain untuk revolusi mental, dia mengatakan telah mengalokasi untuk


mendukung ASEAN Games dengan nilai Rp 876 miliar. Kemudian fasilitas bina
pemerintahan desa sebesar Rp 1,37 triliun. Rehabilitasi korban narkoba Rp 500
miliar, hibah kepada Pemerintah Palau Rp 12,5 miliar dan hibah pembangunan
masjid di Australia Rp 12,5 miliar.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Ahmadi Noor Supit mengatakan,
pemerintah memiliki dua hari untuk menyelesaikan RAPBN-P 2015. Pemerintah
mesti mendapat restu dari Komisi DPR untuk kemudian dibawa lagi ke Banggar.

"Kami berikan waktu, siklus yang sepakati 2 hari. Mudah-mudahan dalam 2 hari
diselesaikan, dan kembali ke sini ke kami untuk pembicaraan tingkat 1," kata
Ahmadi. (Amd/Ahm)
Revolusi Mental untuk Perbaiki Gizi
Anak Sekolah
By Rio Apinino

on 29 Jan 2015 at 14:13 WIB

Untuk perbaiki gizi anak sekolah, Menko PMK Puan Maharani ajak masyarakat
melakukan revolusi mental.

Liputan6.com, Bandung Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan


Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, mengajak masyarakat melakukan
revolusi mental untuk optimalkan asupan gizi anak sekolah. Anjuran tersebut
disampaikannya dalam acara kampanye Penerapan Gizi Seimbang serta Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah kawasan Bandung Barat pada Rabu
(28/1/2015).

"Perubahan kultur dengan revolusi mental merupakan suatu pesan perubahan yang
dapat dimulai dari Gizi Seimbang yang merupakan susunan pangan sehari-hari
yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh," demikian kata Puan Maharani seperti rilis yang liputan6.com terima pada
Kamis (29/1/2015).

Puan Maharani juga mengatakan bahwa revolusi mental tersebut harus dimulai
dari rumah dan dari kebiasaan sehari-hari. Misalnya, anak-anak sarapan pagi
sebelum ke sekolah agar dapat berkonsentrasi dalam belajar.
Di sekolah, Puan juga menyoroti bagaimana kesehatan anak harus tetap dijaga
dengan menyediakan kantin yang sehat, air mengalir, sabun, dan jamban yang
bersih.

"Budaya perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan


terhadap sumber infeksi," tambahnya.

Adapun acara kampanye Penerapan Gizi Seimbang serta Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) tersebut digelar oleh The Tempo Group dengan tujuan untuk
membantu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.

"The Tempo Group memiliki komitmen untuk berkontribusi bagi peningkatan


kualitas hidup masyarakat Indonesia, ungkap Aviaska D. Respati, direktur The
Tempo Group.

Beberapa sekolah yang dikunjungi untuk dijadikan tempat kampanye adalah SD


Kartika X-3 Parongpong dan SMPN 1 Cisarua. Beberapa kegiatan yang dilakukan
diantaranya adalah observasi Penerapan Gizi Seimbang serta Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah tersebut.

Para siswa dari sekolah yang dikunjungi kemudian mempraktikkan beberapa


kebiasaan sehat yang dapat dilakukan di sekolah, misalnya mencucui tangan
dengan sabun antibakteri dan membuang sampah pada tempatnya.

Untuk diketahui, Penerapan Gizi Seimbang serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) memang merupakan program pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan. Program ini sendiri dibuat untuk menghindari anak-anak dari berbagai
penyakit.

Jangan sampai ketinggalan berita terkini, langganan newsletter kami sekarang!


example@mail.com
MenPAN-RB Pamerkan Revolusi
Mental ala Jokowi di Korsel
By Nurseffi Dwi Wahyuni

on 12 Des 2014 at 10:36 WIB

Menteri PANRB, Yuddy Chirnandi pada 2014 ASEAN - Republic of Korea Ministerial
Rountable on Public Governance

Liputan6.com, Busan - Salah satu program nawa cita Presiden dan Wakil
Presiden RI, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yaitu membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Program tersebut
dilaksanakan melalui pelaksanaan revolusi mental birokrasi dan seluruh
komponen bangsa.

Demikian pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi (MenPAN-RB), Yuddy Chrisnandi saat menjadi pembicara dengan
topik Indonesian Civil Service Reform yang diikuti para Menteri Reformasi
Birokrasi-Administrasi Pemerintahan se-ASEAN dan Korea Selatan, di Busan,
Korea Selatan, Jumat (12/12/2014).

Acara ini merupakan rangkaian kunjungan Presiden RI Joko Widodo untuk


menghadiri pertemuan dengan pemimpin negara-negara Asean dan Pemerintah
Republik Korea. Dalam acara tersebut, Yuddy Chrisnandi mendapat kehormatan
untuk menyampaikan presentasi.
“Ada tiga pesan yang diberikan Presiden RI untuk pelaksanaan reformasi
birokrasi, yaitu untuk melaksanakan revolusi mental, penghematan keuangan
negara, dan moratorium rekrutmen PNS,” ujarnya.

Dijelaskan, revolusi mental dalam birokrasi dapat diartikan sebagai perubahan


mindset dan culture-set, dari birokrasi yang dilayani menjadi melayani, dari duduk
bersandar dan bermalas-malasan menjadi birokrasi yang pro aktif, dari priyayi
menjadi pelayan.

Sementara itu, penghematan keuangan negara dilakukan dengan mengurangi


belanja yang tidak diperlukan dan menyerukan gerakan penghematan nasional.
Sementara moratorium PNS diperlukan untuk mendapatkan struktur birokrasi
yang proporsional dan efisien.

Menurut Yuddy, penataan birokrasi di Indonesia dihadapkan pada sejumlah


permasalahan, antara lain kurang harmonisnya berbagai peraturan perundang-
undangan dan masih adanya tumpang tindih fungsi atau kewenangan antar
lembaga pemerintah.

Selain itu, masih perlu membangun kelembagaan pemerintah yang proporsional,


perlu meningkatkan kualitas SDM aparatur, masih diperlukan peningkatan
akuntabilitas dan kinerja, dan kualitas pelayanan publik masih pelu ditingkatkan.

Dalam setiap pemerintahan di setiap negara, reformasi dan tumbuhnya inovasi


tidak akan terselenggara tanpa adanya peran dari birokrasi. Birokrasi memainkan
peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan inovasi dan pelaksanaan
reformasi birokrasi.

“Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan tersebut harus mampu diatasi


dengan komitmen yang sungguh-sungguh untuk pembenahan birokrasi," tegas
Yuddy.

Dikatakan, ke depan penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia akan diarahkan


ke pemerintahan yang lebih melayani dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Dalam hal ini dibutuhkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kompeten dan
kompetitif, sehingga pemerintahan berjalan efektif dan efisien, transparan serta
berbasis IT.

Hal itu akan dilaksanakan untuk mewujudkan tiga tujuan utama yaitu
pemerintahan yang bebas korupsi, pemerintahan yang akuntabel dan berkinerja
tinggi, dan pelayanan publik yang prima.

"Revolusi mental adalah cara untuk mengubah paradigma dan pola pikir bagi
pelayanan publik yang lebih baik di Indonesia, sekarang dan di masa depan,"
tutupnya. (Ndw)
Sohibul PKS: Putar Lagu Iwan Fals
Biar Revolusi Mental Dihayati
By Silvanus Alvin

on 22 Nov 2014 at 14:52 WIB

Revolusi mental yang digaungkan Presiden Jokowi dinilai belum mengakar kuat di
sanubari masyarakat Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Revolusi mental yang digaungkan Presiden Jokowi


dinilai belum mengakar kuat di sanubari masyarakat Indonesia. Pollitisi PKS yang
juga Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman pun memberikan solusi untuk
percepatan revolusi mental. Apa itu?

"Lagu Iwan Fals (yang berjudul Manusia Setengah Dewa) diputar terus saja biar
dihayati, di mal-mal, di kantor pemerintah nyalakan saja lagu ini," ucap Sohibul di
Jakarta, Sabtu (22/11/2014).

Sementara itu, Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menambahkan, cara


instan lainnya untuk mewujudkan revolusi mental, yakni dengan tindakan tegas
atau pemberian sanksi. Dia meminta agar lembaga pengawas memberi
rekomendasi pemecatan atas birokrat yang tak bekerja dengan baik.

"Lembaga pengawas seperti Ombudsman dan KPK yang pendekatan


mekanismenya rekomendatif, rekomendasi pejabat yang tak mau berubah, ganti
saja," kata Danang.
Menurut Danang, revolusi mental tidak bisa terwujud bila hanya diterapkan oleh
para birokrat saja. Menurut dia, Presiden Jokowi juga perlu merevolusi
masyarakatnya.

Dia menuturkan, sebenarnya semangat revolusi mental sudah dimulai sejak 2009
lalu, bersamaan dengan lahirnya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Namun, kata dia, selama 6 tahun belakangan, implementasinya masih
rendah.

"Sudah 6 tahun jalan, implementasi pusat dan daerah masih di bawah 20 persen.
Mekanisme pengawasan masih rendah," tandas Danang. (Ndy/Sun)
Tak Cuma Pejabat, Jokowi Juga
Diminta Revolusi Mental Masyarakat
By Silvanus Alvin

on 22 Nov 2014 at 12:41 WIB

Danang Girindrawardana saat menyampaikan sambutannya usai penandatanganan MoU


di kantor Ombudman, Jakarta, (9/9/14). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi berkali-kali menyatakan akan


melakukan revolusi mental dalam pemerintahannya. Namun revolusi tersebut
dinilai tidak bisa terwujud bila hanya dilakukan oleh para birokrat saja.

"Apakah bisa birokrasi direvolusi mental? Harusnya dibalik, bisa nggak


masyarakat direvolusi mental juga. Tidak mungkin sendiri, semua saling berkait,"
kata Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).

Dia menilai, Presiden Jokowi juga perlu merevolusi masyarakatnya. Danang


mencontohkan lewat pengkajian Ombudsman soal pelayanan publik di Kantor
Urusan Agama atau KUA. Seringkali, kata dia, yang melakukan modus pungli
bukanlah birokrat, melainkan masyarakatnya.

"KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Ombudsman launching indeks


integritas, ada yang di bawah standar nasional. Kementerian Agama di unit
pernikahan. Misal di KUA apakah benar perilaku pungli itu dilakukan sendiri oleh
petugas KUA?" ucap dia.

"Kan masyarakat juga beri sesuatu, yang nikah pelaku pungli juga. Pungli itu
sama dengan perilaku korupsi ya koruptor karena mereka beri suap pada petugas
KUA," imbuh Danang.

Dia menuturkan, sebenarnya semangat revolusi mental sudah dimulai sejak 2009
lalu, bersamaan dengan lahirnya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Namun, kata dia, selama 6 tahun belakangan, implementasinya masih
rendah.

"UU sudah mengamanatkan reformasi birokrasi. UU 25 Tahun 2009 soal


Pelayanan Publik, sudah 6 tahun jalan, implementasi pusat dan daerah masih di
bawah 20 persen. Mekanisme pengawasan masih rendah," papar dia.

"Dulu Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan


(UKP4) dan Ombudsman dikira bisa mengawasi, tapi tetap tak bisa kalau teguran
tak didengar juga. Artinya kita harus concern dan khawatir seberapa tinggi
kabinet kemarin dan dipertanyakan pada kabinet saat ini," jelas Danang.

Mental Instan

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman ikut menimpali.
Menurut dia, mental masyarakat yang gemar dengan hal-hal instan juga harus
direvolusi pula. Ini demi mewujudkan misi revolusi mental Jokowi.

"Mental masyarakat kita ini instant atau by pass. Saya saksikan sendiri, saya buat
paspor hijau di luar dinas. Saya pakai jalur normal, saya datang 3 kali
dimungkinkan. Tapi ada petugas yang tawarin 1 kali datang. Kalau saya turuti ya
saya tabrak UU 25 Tahun 2009 itu sendiri. Istri dan anak saya juga saya larang,
harus bisa jalan prosedural," ujar dia.

Politisi PKS ini menyampaikan pula, Presiden Jokowi yang pertama menyuarakan
revolusi mental perlu menjadi contoh nyata bagi birokrat dan masyarakat. Jangan
sampai Jokowi menelan ludahnya sendiri.

"Presiden harus jadi orang yang tegas. Dia tegas pada menteri, menteri tegas pada
dirjen, dan seterusnya ke bawah," ucap dia.

"Di luar masalah UU, memang yang perlu diubah itu mental birokrat kita. Masih
mental feodal, mental di mana menjadi birokrat itu jadi orang istimewa lebih dari
masyarakat. Saya saksikan banyak birokrat yang sudah menyadari," tandas
Sohibul. (Ndy/Ein)
MenPAN Yuddy Jadikan Bogor 'Pilot
Project' Revolusi Mental
Hari Ke-14

By Bima Firmansyah

on 02 Nov 2014 at 07:15 WIB

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy


Chrisnandi (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dan


Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi bertandang ke Rumah dinas Wali Kota
Bogor Bima Arya Sugiarto di Bogor, Jawa Barat. Yuddy mengaku kunjungannya
ke orang nomor 1 Kota Bogor untuk mengkampanyekan gerakan revolusi mental.

"Kunjungan ini untuk mengkampanyekan gerakan revolusi mental dan reformasi


birokrasi untuk mengubah mindset aparatur negara, mulai dari menteri hingga
aparatur di bawahnya," jelas Yuddy, Sabtu 1 November 2014 malam.

Menurut Yuddy, dengan adanya reformasi birokrasi, era 'birokrat priyayi' sudah
selesai. Di mana para birokrat yang dulu ingin dilayani layaknya seorang priyayi,
sekarang justru para birokrat harus benar-benar melayani rakyatnya.

"Untuk melaksanakan tugas yang diintruksikan Pak Jokowi, saya akan turun ke
masyarakat . Dan saya pastikan seluruh birokrat adalah pelayan rakyat," tegasnya.

Disamping itu, pihaknya juga akan kembali mengaktifkan program bernama


Tromol Pos 5000. Program tersebut merupakan layanan masyarakat yang
menampung aduan masyarakat soal praktik penyelenggaraan aparatur negara,
mulai dari tindakan korupsi, pungutan liar, perbuatan aparatur negara yang tidak
teladan dan sebagainya.

"Aduan bisa melalui email, sms, nomor telepon pelayanan langsung, twitter dan
lainnya. Semua aduan akan tindaklanjuti. Dan kita akan turunkan supervisi untuk
memastikan respons dan jawaban yang cepat. Kita memastikan pesan dari Pak
Jokowi agar negara hadir di tengah rakyat," ucapnya.

Bima Arya sangat mengapresiasi terhadap gerakan revolusi mental dan reformasi
birokrasi yang Menpan jelaskan. Bima mengaku akan menerapkan pada jajaran
pemerintahannya.

"Pandangan mengubah paradigma para aparatur yang harus melayani rakyat ini
yang menjadi suatu tantangan tersendiri. Untuk itu kita sepakat akan
merencanakan Kota Bogor sebagai zona integritas, nanti akan ada langkah yang
harus dikoordinasi dengan kementerian," jelas Bima.

Ia menganggap untuk mewujudkan Kota Bogor sebagai zona integritas sangat


dibutuhkan komitmen dan keteladanan para birokratnya untuk semua yang diatur
di zona integritas agar bisa berjalan.
Menpora Ajak Pemuda Terapkan
Revolusi Mental Jokowi
By Fathi Mahmud

on 29 Okt 2014 at 01:40 WIB

(pkb.co.id)

Liputan6.com, Jakarta - Dengan nafas Hari Sumpah Pemuda, Menteri Pemuda


dan Olahraga (Menpora) Imam Nachrowi mengajak para pemuda Indonesia untuk
siap menyongsong ASEAN Community 2015 dan bersaing dengan bangsa lain.

"Pemuda harus memiliki kompetensi untuk bersaing dalam ASEAN Community


dan pemuda harus punya kualitas yang hebat. Sikap dan cara pandang yang hebat
dan jauh dari cara pandang berpikir sempit. Pemuda terbiasa dalam perbedaan.
Keterbukaan dan perbedaan yang diwarisi pemuda dulu," ujar Imam di Kawasan
Candi Prambanan, Yogyakarta, Selasa (28/10/2014).

Imam pun mengajak pemuda untuk menerapkan konsep Revolusi Mental yang
didengungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye. Revolusi mental
diperlukan bagi pemuda Indonesia agar pemuda bersatu dan siap menghadapi
masalah apapun.

"Revolusi mental bukan revolusi fisik. Revolusi mental tidak perlu pertumpahan
darah. Sejatinya pada tekad kolektif bangsa untuk menyatukan cara pandang
bangsa," ujar Imam.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum KNPI, Taufan EN Rotorasiko saat
pembukaan JPI di pelataran Candi Prambanan. Menurut Taufan, pemuda bangsa
harus siap dalam menghadapi perubahan zaman termasuk dibukanya Asian
Economic Community 2015. Taufan berharap pemuda Indonesia dapat
memanfaatkan momen ini dengan baik.

"Memanfaatkan ASEAN Economic Community demi kebaikan bangsa dan


pemuda Indonesia. Pada 2015, kita lebih fokus pada peranan regional di Asia dan
bisa kita manfaatkan sebesar-besarnya," kata Taufan.
Ahok: Revolusi Mental Jokowi Jadi
Acuan Pemuda untuk Maju
Hari Sumpah Pemuda

By Andi Muttya Keteng

on 28 Okt 2014 at 08:12 WIB

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki


Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Inspektur Upacara peringatan Hari Sumpah
Pemuda ke-86 pagi ini di Lapangan IRTI, Monumen Nasional (Monas), Jakarta
Pusat.

Dalam sambutannya, Ahok mengimbau agar para pemuda bersiap diri untuk
menyambut era komunitas ASEAN pada 2015 mendatang. Sehingga mereka
memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa lain. Ia pun memberi contoh
"Revolusi Mental" yang pernah ditulis Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat
dijadikan acuan untuk diterapkan para pemuda.

"Revolusi mental yang dicanangkan oleh Pak Presiden Jokowi sangat relevan
dalam mewujudkan pemuda yang maju. Jadi, revolusi mental harus dapat kita
jadikan sebagai pemicu untuk mempercepat terwujudnya pemuda yang maju.
Dengan mewujudkan pemuda yang maju berarti kita dapat menghasilkan bangsa
yang hebat," kata dia, Selasa (28/10/2014).

Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, pemuda Indonesia harus unggul,
berkompeten dan memiliki daya saing. Untuk itu, mentalitas pemuda harus lebih
dulu diperkuat agar dapat berkompetisi dalam persaingan global.

Tak hanya pemuda yang dituntut untuk maju dan berkelanjutan sesuai tema
Sumpah Pemuda kali, kata Ahok, pemerintah juga patut berupaya memberikan
berbagai dukungan agar pemuda dapat memainkan perannya secara optimal
sebagai perekat persatuan bangsa.

"Jika pemuda solid maka bangsa kita akan semakin maju dan bersatu. Sehingga
pembangunan dapat kita laksanakan secara berkelanjutan. Saya ucapkan Selamat
Hari Sumpah Pemuda ke-86. Semoga melalui peringatan ini, kita akan selalu
menghormati jasa para pemuda, jasa para pendiri bangsa, dan jasa para pahlawan
kita," ujar pria berkacamata tersebut.

Upacara tersebut juga dihadiri oleh Veronica Tan (istri Ahok), Sekretaris Daerah
(Sekda) DKI Saefullah, Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup DKI Sarwo Handayani, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda DKI
Ratiyono, Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Wiriyatmoko, Kepala Dinas
Pendidikan Lasro Marbun, Kepala Satpol PP Kukuh Hadi Santoso, Kepala Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) DKI I Made Karmayoga, dan lainnya.
Mencerna Revolusi Mental di Bidang
Kesehatan dari Presiden Baru
By Liputan6

on 22 Okt 2014 at 07:00 WIB

(Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta Istilah revolusi mental yang disampaikan oleh Joko


Widodo pada masa pemilihan presiden di awal Mei 2014 menimbulkan banyak
pandangan berbeda dari berbagai pihak dengan latar belakang keilmuan dan
pemahaman yang berbeda-beda. Padahal pandangan lugas akan revolusi mental
telah tertuang dalam tulisan bapak Jokowi di harian Kompas 10 Mei 2014.

Dalam tulisan tersebut diungkapkan bahwa konsep revoluasi mental muncul dari
pandangan akan keresahan yang muncul di masyarakat setelah 16 tahun
reformasi.Jokowi menyampaikan keresahan tersebut dengan bahasa “kegalauan”.
Kegalauan yang disimpulkan dari adanya protes di jalan-jalan di kota besar dan
kecil serta di ruang publik lainnya, termasuk media massa dan media social.
Kegalauan yang timbul meskipun kondisi ekonomi dan politik jauh lebih baik di
bawah pemerintahan SBY. Hal ini memang menimbulkan pertanyaan, apakah
SBY belum berhasil sepenuhnya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia? Atau rakyat Indonesia yang terlalu manja sehingga
perlu direvolusi mentalnya?
Jokowi memandang reformasi yang dilaksanakan hanya sebatas institusional
belaka, belum menyentuh paradigma, mindset, atau social budaya dalam rangka
pembangunan bangsa (national building). Perombakan jangan hanya bersifat
institusional, namun lebih kepada perombakan manusianya sehingga terjadi
mismanagement. Reformasi yang telah berjalan dipandang masih membuka ruang
tumbuh suburnya korupsi, intoleransi, sifat kerakusan, sampai sifat ingin menang
sendiri. Kencenderungan menggunakan kekerasan dalam memecahkan masalah,
pelecehan hukum, dan sifat oportunis dipandang masih berlangsung, bahkan
makin merajalela.

Dalam paragraph ke-11 tulisan tersebut, Jokowi menyampaikan “terlepas dari


sepak terjang dan kerja keras KPK mengejar koruptor, praktik korupsi sekarang
masih berlangsung, malah ada gejala semakin luas”. Secara sederhana saya
menafsirkan pandangan ini sebagai kritik keras terhadap kinerja KPK yang tidak
bisa menekan masifnya niat dan tindakan korupsi, sekali lagi, setelah 16 tahun
reformasi berjalan.

Jokowi menyampaikan pelaksanaan revolusi mental dengan menggunakan konsep


Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan
tiga pilarnya, “Indonesia yang berdaulat secara politik”, “Indonesia yang mandiri
secara ekonomi”, dan “Indonesia yang berkepribadian secara social budaya”.
Konsep Trisakti yang ditekankan pada kedaulatan rakyat sesuai sila ke-4
Pancasila dengan sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan
tindakan intimidasi; bidang ekonomi yang melepaskan diri dari ketergantungan
yang mendalam pada investasi/modal/bantuan dan teknologi luar negeri (asing)
serta kebutuhan impor; membangun kepribadian social dan budaya dimana salah
satunya mewujudkan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang
terprogram, terarah, dan tepat sasaran.

Saya mencoba untuk mencerna lebih dalam mengenai revolusi mental dengan
sudut pandang kesehatan, namun sebelum itu ada baiknya kita mencoba
memahami terlebih dahulu apa itu revolusi.

Mengenal kata “Revolusi”


Revolusi adalah bahasa kontemporer dari pengertian perubahan. Sebuah publikasi
di abad ke-14, seorang astronom asal Polandia bernama Nicholas Copernicus
membuat tulisan dengan judul On the Revolution of the Heavenly Spheres.
Tulisan tersebut membahas teori heliosentrik tentang perputaran bumi
mengelilingi matahari. Baru pada ke-17, kata revolusi digiring ke arena bahasa
politik oleh seorang filsuf asal Inggris bernama John Locke. Tulisan yang berjudul
Second Treatise on Civil Government telah menginspirasi masyarakat sipil untuk
terus menerus memelototi tingkah penguasa. Locke menyampaikan bahwa
pemerintahan harus mampu memenuhi “hak alamiah” rakyatnya, dan jika tidak
mampu maka rezim tersebut layak dimakzulkan, bila perlu secara paksa alias
revolusi.

Selanjutnya dikenal dalam sejarah adanya Revolusi Perancis atau Revolusi


Borjuis, Revolusi Inggris, Revolusi Amerika, Revolusi Rusia, Revolusi Kuba,
Revolusi Iran dan lain sebagainya. Revolusi lain yang tidak terhubung kepada
proses politik antara lain Revolusi Industri yang terjadi di Inggris pada abad ke-
18, dimana terjadi peralihan penggunaan tenaga kerja dari tenaga hewan dan
manusia digantikan oleh penggunaan mesin.

Dalam teori revolusi Karl Marx (1818-1883), diasumsikan bahwa kapitalisme


akan memunculkan kesejahteran dan penderitaan. Kesejahteraan dalam kelas
borjuis semakin mengecil dan penderitaan dalam kelas buruh kian membesar.
Ketegangan antara borjuis dan proletariat akan mendorong kaum proletariat untuk
bersatu dan sadar kelas. Ketegangan tersebut lantas mengarah pada revolusi yang
disebut “revolusi social”.

Pada masa kemerdekaan Indonesia (1945-1949), istilah “revolusi” dan “revolusi


Indonesia” dipergunakan secara luas untuk menyebutkan perjuangan dan
pergolakan pada masa itu. Soekarno membentangkan revolusi Indonesia mesti
melalui dua tahap: revolusi nasional demokratis dan sosialis. Tahap pertama,
yakni revolusi nasional demokratis, tugas pokoknya adalah menghancurkan sisa-
sisa feodalisme dan imperialism. Tahap kedua, revolusi sosialis, diarahkan untuk
menghilangkan segala bentuk “I’exploitation de I’homme par I’homme” dan
bentuk-bentuk penghisapan lainnya.

Di dalam Manipol 1959 ditegaskan “hari depan revolusi Indonesia adalah


sosialisme”. Soekarno merumuskan “sosialisme Indonesia” yakni sosialisme yang
disesuaikan dengan kondisi-kondisi di Indonesia. S.M Kartosoewirjo dalam
bukunya Haluan Politik Islam (1946) juga menyebutkan revolusi yang terbagi atas
revolusi nasional dan revolusi social namun dengan substansi ke-Islam-an.
Revolusi social Kartosoewirjo menyebutkan “sifat kedoea daripada perdjoeangan
Oemmat, jang menghendaki peroebahan masjarakat dari dalam ke dalam, di
dalam negeri sendiri, oleh bangsa sendiri dan bagi kepentingan Negara kita
sendiri.”

Pada tahun 1999, dunia diakrabkan dengan istilah “Revolusi Bolivarian” pada saat
Venezuela dipimpin oleh presiden yang gemar mengenakan baret merah, Hugo
Chavez. Dibawah kepemimpinannya, pertambangan dinasionalisasi, tanah
diredistribusi, rakyat dibangunkan perumahan, anak-anak keluarga miskin bisa
berkuliah, layanan kesehatan berkualitas bisa dicecap kalangan bawah serta
segepok program-program program social lainnya. Fungsi representative nan elitis
yang terjadi pada Demokrasi Borjuis digantikan oleh model demokrasi
partisipatif, dimana massa rakyat memiliki peran yang jauh lebih besar dari
sekedar coblosan.

Melihat sejarah revolusi di atas, perubahan hidup manusia itu sendiri merupakan
sejarah panjang revolusi yang akan terus berlanjut hingga kehidupan itu berakhir.

Revolusi Mental di Bidang Kesehatan


Menyimak perjalanan panjang sejarah revolusi, pantaslah kemudian kita mencoba
untuk menyandingkan pemahaman revolusi terhadap konsep revolusi mental yang
disampaikan oleh Jokowi. Arti inti dari sebuah revolusi yang dimaknai sebagai
perubahan cepat, mendorong untuk mengartikan revolusi mental dari alam
pemikiran Jokowi sebagai perubahan cepat dari paradigm dan perilaku manusia,
khususnya rakyat Indonesia. Jika revolusi mental ini masih memuat unsur
sosialisme yang dikenal selama ini, maka seharusnya kita tidak perlu memilah
antara mental borjuis/elit dengan mentalnya rakyat kelas di bawahnya.

Obyek revolusi mental yang dikemukakan oleh Jokowi adalah diri masing-masing
yang mengaku orang Indonesia dan mereka yang menapakkan kakinya di tanah air
Indonesia. Walaupun mungkin, kerusakan mental yang dimaksud oleh Jokowi
adalah mereka yang menjalankan Negara berdasarkan kedudukannya masing-
masing, baik itu legislative, eksekutif, yudikatif, pengusaha, professional,
akademisi, dan lain sebagainya. Perubahan cepat yang diinginkan Jokowi
diharapkan mampu terjadi dalam masa kepemimpinannya di Republik ini.

Konsep Trisakti yang digadang-gadang sebagai mesin utama terwujudkan revolusi


metal harus benar-benar dijalankan baik oleh Jokowi sendiri maupun orang lain di
luar Jokowi. Kedaulatan politik, ekonomi, dan social budaya merupakan harga
mati untuk mewujudkan revolusi yang diinginkan oleh Jokowi.

Di bidang kesehatan, kedaulatan yang dicita-citakan harus dijalankan dengan


sungguh-sungguh karena tersimpan banyak tugas berat, yang mungkin juga
disebabkan mental yang menjalani sector kesehatan di Republik ini selama ini.
Kapitalisasi dunia kesehatan sudah menjadi jaring raksasa yang telah meraup
sebagian besar sendi dunia kesehatan. Kebijakan kesehatan sangat mudah
dipengaruhi oleh kepentingan capital, hal ini dibuktikan dengan cukup besarnya
pengaruh pengusaha dalam proses pembentukan regulasi di Kementerian
Kesehatan (cek interaksi KADIN di Kementerian Kesehatan RI).

Genderang AFTA tahun 2015 yang membuka ruang jasa kesehatan untuk
mengalir masuk dari Negara lain di Indonesia semakin kencang ditabuh.
Meskipun sebagian besar organisasi profesi kesehatan menolak dibukanya pintu
tersebut, oleh sebab belum maksimalnya dukungan pemerintah terhadap kekuatan
kesehatan yang dikelola putra putri Indonesia, namun kalangan elit pemerintah tak
gentar terhadap masukan dari anak negeri sendiri. Mereka lebih melihat terangnya
hidangan yang disajikan oleh kaum borjuis globalisasi. Mungkin juga karena
mentalnya sudah terjangkiti oleh virus kejayaan kaum kapitalis global.

Pelayanan kesehatan yang bertitik berat kepada kuratif bukan kepada preventif
dan promotif masih memberikan gambaran bahwa pelayanan kesehatan di
Indonesia bertumpu kepada kekuatan modal dalam membangun dan menyajikan
fasilitas kesehatan yang bersaing layaknya hotel bintang lima. Tentu kita bisa
menebak bahwa pemenangnya adalah para pemegang modal besar, dan yang pasti
di antara mereka sebagian besar bukanlah tenaga kesehatan.

Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan


penyediaan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin
hanya menjadi kewajiban berbayang di atas lembaran Negara. Kalau tidak
ditopang adanya Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN dan
Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, tentu sangat sulit untuk
memberi ruang besar bagi masyarakat miskin mendapatkan haknya di rumah sakit
serta fasilitas kesehatan lain sebagaimana diamanahkan oleh Undang-undang
Dasar 1945.

Mencerna Revolusi Mental di Bidang


Kesehatan dari Presiden Baru
By Liputan6

on 22 Okt 2014 at 07:00 WIB

15Shares

 Facebook
 Twitter
 Google+
 Email
 Copy Link
(Antara Foto)

Bukti nyata mengenai kondisi mental penyusun regulasi di Negara ini adalah
peristiwa hilangnya “ayat tembakau” di undang-undang kesehatan yang hingga
saat ini tidak jelas proses hukumnya. Kondisi kesehatan rakyat masih
dipermainkan oleh kalangan elit oleh sebab kepentingan borjuis semata.

Menginapnya seorang mantan menteri kesehatan (seorang mantan menkes juga


telah menjadi tersangka) serta beberapa pejabat kementerian kesehatan di hotel
prodeo menekankan kembali perlu adanya revolusi mental di kalangan elit dunia
kesehatan. Mindset untuk tetap menjadi “pemain” dalam pelaksanaan teknis
kebijakan kesehatan telah mendorong beberapa elit ke pinggir jurang penanganan
tindak pidana korupsi. Meskipun beberapa kasus, level “kerucu” yang dijadikan
tumbal demi terselamatnya beberapa nama dikalangan elit.

Tidak menjadi naïf juga jika kondisi mental yang buruk terjadi di kalangan
professional kesehatan. Moral hazard dalam pelayanan kesehatan telah menjadi
diskusi rutin dalam pertemuan “kiayi-kiayi dunia kesehatan” namun masih sulit
hilang layaknya kolesterol yang melekat di dinding pembuluh darah jantung
seorang supir angkutan umum. Penghargaan terhadap profesi kesehatan yang
tidak layak jika dibandingkan risiko yang setiap hari dihadapi ketika menangani
pasien menjadi alasan terbanyak yang diungkapkan. Tapi bukannya penghargaan
terhadap professional di republic ini memang demikian, tidak hanya tenaga
professional di bidang kesehatan, tenaga professional lainnya pun merasakan hal
yang sama sehingga tidak sedikit yang terpaksa hijrah ke negeri “om Sam” dan
“tante Ozawa” untuk mendapatkan hidup yang sebenarnya.

Pelayanan kesehatan dimana faktor utamanya adalah sumber daya manusia, tidak
lepas dari kondisi pendidikan kesehatan. Bangku-bangku pendidikan kesehatan
yang masih terbilang paling tinggi dibandingkan bangku-bangku yang lain, serta
praktik “lelang bangku” menyebabkan proses pendidikan hanya menjadi mesin
besar yang menghasilkan mesin baru yang merubah sakit menjadi lembaran-
lembaran rupiah bahkan dollar. Telah menjadi rahasia umum jika fakultas
kedokteran adalah sapi perahan yang mengalirkan susu subsidi ke fakultas-
fakultas lain agar universitas masih bisa bertengger di daftar universitas di
kementerian pendidikan.

Revolusi mental di bidang kesehatan yang dicita-citakan oleh Jokowi sangatlah


berat. Kalau hanya Jokowi yang men-terapi kondisi mental tersebut tentu sangat
sulit dicapai hanya dalam satu periode pemerintahannya. Menteri kesehatan yang
dipilih oleh Jokowi harusnya sosok yang telah memenuhi kriteria mental yang
telah direvolusi, berjiwa Trisakti sehingga sanggup melakukan revolusi mental di
bidang kesehatan, terkhusus kebijakan nasional bidang kesehatan. Namun jika di
awal pemerintahannya Jokowi tidak memperlihatkan langkah konkrit revolusi
mental di bidang kesehatan, bisa jadi Jokowi sangat sulit berjalan di satu
periodenya, bahkan tidak mustahil jika Jokowi sendiri yang membakar api
revolusi di hati rakyat yang mendambakan janji manis selama masa kampanye
lalu.

Bung Karno pernah mengatakan, tak ada model revolusi yang “ready for use”.
Masyarakat bisa diubah dengan satu desain, tapi tak akan bisa sepenuhnya
terpenuhi. Namun perubahan harus dimulai dengan satu langkah yang memuat
niat dan kesungguhan bukan hanya sekedar skenario untuk menjaga citra peran di
panggung politik kebangsaan. Rakyat kecil memang tidak paham tentang politik,
tapi rakyat kecil paham tentang keadilan dan kesejahteraan. Revolusi mental
diharapkan membawa perubahan berarti setelah janji presiden diucapkan. Semoga

Mahesa Paranadipa
Wk.Sekjen PB IDI
Staf pengajar FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Sukmawati: Revolusi Mental Jokowi


Mendekati Konsep Sukarno
Red: Citra Listya Rini
Edwin/Republika
Sukmawati Sukarnoputri

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Putri mantan Presiden Sukarno,


Sukmawati Sukarnoputri menilai implementasi konsep revolusi mental Presiden
Joko Widodo (Jokowi) telah mendekati konsep revolusi pada era Sukarno.

"Saya kira sudah sesuai revolusi Sukarno, revolusi itu kan menjebol dan
membangun lagi. Yang tidak bener-bener sudah dijebol," kata Sukmawati di
Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (20/11).

Menurut Sukmawati, dengan konsep revolusi mental yang diterapkan Presiden


Jokowi setidaknya sudah banyak yang berubah. Ia mencontohkan seperti
pembentukan Satgas Mafia Migas sebagai upaya membersihkan korupsi di sektor
migas.

"Mafia migas sekarang sudah banyak yang dibersihkan. Banyak perubahan yang
revolusioner lainnya yang dilakukan presiden Jokowi dan kabinetnya," kata
Sukmawati.

Hanya saja, menurut dia, presiden tetap harus mampu mengambil keputusan
sendiri atas masukan-masukan di sekelilingnya.

"Saya kira musyawarah mufakat sangat penting. Karena itulah perlunya kabinet
yang mendalami bidang masing-masing, tapi keputusan terakhir tetap ada pada
presiden," kata Sukmawati.
Sukmawati menambahkan dalam revolusi mental Bangsa Indonesia juga
seharusnya berdaulat dalam aspek ekonomi.
Dia menilai, konsep berdikari di atas kaki sendiri sesuai prinsip yang digaungkan
Presiden Sukarno belum sepenuhnya berhasil diwujudkan dalam konteks
pemerintahan saat ini.

Penilaian itu, menurut Sukmawati, didasarkan pada kondisi bangsa Indonesia


yang hingga saat ini masih terbelenggu utang luar negeri. "Sayangnya kita masih
terbelenggu oleh hutang yang besar yang dari generasi ke generasi wajib
membayar," kata dia.

Anda mungkin juga menyukai