Penyerapan Anggaran
Menurut dia, secara keseluruhan tiga nilai Revolusi Mental yaitu integritas, etos
kerja, dan gotong royong, sudah melingkupi perbaikan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
Baca Juga
Ateh juga menjelaskan bahwa ada beberapa culture set yang harus diubah terkait
dengan upaya peningkatan akuntabilitas tersebut.
"Karena akan jelas terlihat kegiatannya yang tidak konek dengan penyampaian
outcome, sehingga akan terjadi penghematan terhadap penggunaan anggaran,"
ujar Ateh.
Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan nilai
rata-rata untuk Kementerian/Lembaga dari sebelumnya 64,70 pada tahun 2014
menjadi 65,82 di tahun 2015. Sementara untuk Pemerintah Provinsi meningkat
dari 59,21 menjadi 60,47.(Yas/Nrm)
JK: Revolusi Mental, Jangan Sekadar
Proyek Berbasis Anggaran
By Silvanus Alvin
"Jadikan revolusi mental sebagai gerakan bersama anggota Korpri, bukan proyek
yang digerakkan anggaran," kata Jusuf Kalla di hadapan 15 ribu PNS peserta
upacara hari ulang tahun (HUT) ke-44 Korpri, di Lapangan Kodam V/Brawijaya,
Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11/2015).
Pria yang kerap disapa JK itu menjelaskan, PNS harus memberikan pelayanan
publik tanpa basa-basi dan menghindari praktik-praktik di bawah meja. Bila
memberikan pelayanan yang demikian, maka rakyat pun akan memiliki rasa
percaya pada para PNS.
"Rakyat mau lihat birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi efektif dan
efisien, birokrasi yang melayani bukan dilayani, serta birokrasi yang berikan
layanan publik berkualitas," tutur dia.
Baca Juga
"Untuk itu saya minta agar mekanisme kerja birokrasi juga berubah dengan sistem
pemerintahan elektronik atau e-goverment. Mulai budgeting, rekrutmen, audit,
dan banyak lainnya. Banyak pekerjaan birokrasi bisa jauh lebih efisien dengan
teknologi informasi," tandas JK.
Sebagian besar anggaran atau sekitar Rp 130 triliun habis digunakan untuk
sosialisasi program di pelbagai jenis media. Itu belum termasuk biaya untuk
mengembangkan situs www.revolusimental.go.id yang mencapai Rp 200 juta.
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputeri (kiri) didampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
saat pembukaan sekolah calon kepala daerah PDIP di kantor DPP PDIP, Jakarta, Minggu
(28/6/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, ajang ini sebagai sarana untuk
menggelorakan kembali revolusi mental yang digerakkan Presiden Sukarno.
Gerakan ini sebagai penggemblengan mental untuk menjadi manusia baru yang
berhati putih serta berkemauan keras untuk berubah.
Bila menilik ke belakang, lanjut Hasto, sosok manusia berhati putih yang
dimaksudkan Bung Karno dapat ditemukan pada figur-figur masa lalu, di masa
kejayaan kemaharajaan Majapahit.
Baca Juga
"Pagelaran ini diharapkan dapat menjadi media pendidikan, budaya dan sejarah
bangsa, dalam rangka pembangunan Nation and Character Building, untuk
mewujudkan Revolusi Mental, yang akan menciptakan manusia Indonesia yang
baru, yang berhati putih," ujar Tuti.
"Tiap warga negara wajib dan ikut serta dalam bela negara. Upaya bela negara
juga merupakan kehormatan warga negara yang didasari rasa kesadaran dan
tanggung jawab," kata Ryamizard di Badan Pendidikan Kilat (Badiklat)
Kemenhan, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
Ryamizard mengatakan, bela negara juga diperlukan untuk menumbuhkan
kesadaran dan sikap menjunjung tinggi negara. Karena itu, diharapkan para kader
dapat terbangun karakter yang disiplin dan kompak dalam kerja sama.
"Kader bela negara tersebut diharapkan mampu menyebarkan bela negara kepada
masyarakat sekitar agar implementasi kegiatan nasional bela negara sebagai
wujud revolusi mental," ucap Ryamizard.
Ryamizard membantah bela negara mirip dengan wajib militer yang bernuansa
militerisme. Kata Ryamizard, ini prioritasnya untuk membangun karakter bangsa,
serta menyadari hak dan kewajiban para kader bela negara dalam kelangsungan
bangsa menghadapi multidimensionalisme.
"Jadi kesadaran bela negara ini penting untuk dilandaskan sebagai bentuk revolusi
mental dan daya tangkal bangsa sebagai wujud ketahanan negara. Di sisi lain
menjadi modal untuk membangun diri menjadi bangsa yang maju," kata
Ryamizard. (Nil/Yus)
Kemenko PMK Evaluasi Total
Website Revolusi Mental
By Putu Merta Surya Putra
Kemenko PMK Puan Maharani meluncurkan website revolusimental.go.id itu pada Senin
24 Agustus 2015.
Sebab, belum sampai 24 jam diluncurkan di dunia maya, server website tersebut
down atau tak bisa diakses. Padahal biaya untuk meluncurkan situs itu disebut-
sebut mencapai Rp 140 miliar, yang kemudian dibantah dan disebutkan hanya
menelan biaya Rp 200 juta.
"Jika hari ini ada pertanyaan kenapa website revolusi mental menghilang, kita
tengah melakukan evaluasi total. Kita melakukan perbaikan dengan
mempertimbangkan masukan yang ada," ujar Sekretaris Kemenko PMK
Sugihartatmo di Jakarta, Selasa (15/9/2015).
Dia menepis disebut kecolongan. Menurut dia, matinya website karena pihak
kementerian tergesa-gesa untuk segera mengimplementasikan revolusi mental.
"Saya tidak menafsirkan ini kecolongan. Tapi jika ada keburu-buruan, iya. Ingin
pelaksanaannya cepat. Tapi ternyata publik sangat memperhatikan website ini.
Karena itu kami mohon maaf dan menjadikan pelajaran bahwa publik tengah
menanti," kata Sugihartatmo.
Dia menambahkan, hampir semua bagian dari website akan direvisi. Baik dari
segi tampilan, keamanan, maupun nama alamatnya.
"Dengan kasus kemarin, Kemenko PMK melakukan evaluasi total. Kini sedang
proses perbaikan. Seperti aspek keamanan, kemudian ada tampilan yang dikatakan
mirip Obama, kita ubah. Dan kemarin dikritik kenapa gunakan alamat go.id, itu
juga Insyaallah diubah hanya menggunakan id saja. Semuanya telah masuk
perbaikan," ucap dia.
Dia menjamin, website tersebut akan kembali dalam waktu 10 hari sampai 14 hari
ke depan. "Insyaallah dalam 10 hari atau paling lama 2 minggu lagi, website ini
akan kembali. Kalau tanya seperti apa, kita tunggu saja," pungkas Sugihartatmo.
(Mvi/Sun)
Alasan Mengapa Situs Revolusi
Mental Mudah Dibobol Hacker
By Edhie Prayitno Ige
Hal itu tak luput dari pengamatan para pengamat keamanan cyber di CISSReC
(Communication and Informastion System Security Research Center). Dalam
sebuah acara Weekend Discussion, belum lama ini Founder CISSReC, Pratama
Persadha menjelaskan bahwa masyarakat sebenarnya hanya perlu mendapat
penjelasan yang rinci.
"Kami ingin fokus pada permasalahan teknis. Dari pengecekan memang web
tersebut memakai sharehosting. Kurang pas sebenarnya, kementerian yang
mempunyai anggaran besar seharusnya menggunakan server sendiri alias private
server," kata Pratama.
"Private server ini sangat penting. Bila ada serangan maupun masalah, kita bisa
restore segera, karena kita sendiri yang pegang dan kelola. Sudah sepatutnya
sebuah kementerian mempunyai private server sendiri, apalagi Presiden Jokowi
menginginkan implementasi e-Government," kata Pratama.
Terkait desain yang meniru web barrackobama.com juga mendapat sorotan tajam.
Menurut Pratama, sebaiknya Kemenko PMK memakai desain sendiri asli karya
anak bangsa dan bebas masalah hak cipta.
"Pemakaian theme dari Wordpress punya risiko yang cukup besar. Hal ini karena
banyak orang yang sudah tahu celahnya. Jauh lebih baik jika sistem web dibangun
secara mandiri dengan memperhatikan aspek secure coding," kata Pratama.
Agar peristiwa semacam ini tidak terulang, Pratama mengusulkan agar instansi
pemerintah maupun swasta rajin melakukan penetration test berkala. Tujuannya
untuk mengetahui mana saja lubang di sistem yang menjadi kelemahan, sehingga
bisa segera ditutup dan diperbaiki.
Kelemahan pemerintah di dunia cyber, salah satunya adalah tidak ada standar
khusus keamanan cyber seperti apa yang harus dipenuhi oleh kementerian,
lembaga negara sampai pada pemerintah daerah. Melihat adopsi internet dan
teknologi informasi yang cepat, sebaiknya memang segera direalisasikan agar
tidak memperbesar kemungkinan pencurian data.
"Semoga ini menjadi awal keseriusan pemerintah untuk membangun regulasi dan
infrastruktur cyber yang mumpuni dalam mewujudkan kedaulatan informasi. Bila
terwujud dan dibarengi edukasi yang gencar, saya kira e-Government yang aman
bisa segera terwujud," kata Pratama berharap.
(edh/isk)
Canangkan Revolusi Mental, Menteri
Puan Kenang Bung Karno
By Oscar Ferri
Dalam upacara yang dimulai pukul 08.20 WIB, Puan sempat memberikan
pidatonya. Sebagai inspektur upacara, dia menekankan pentingnya gerakan
revolusi mental ini.
Mulai hari ini, kata Puan, semua pegawai di Kemenko PMK harus melakukan
pencanangan revolusi mental. Dalam hal ini, ada satu hal yang lebih penting yang
ditekankan Puan.
"Yang lebih penting adalah menyatukan niat kita untuk melakukan revolusi
mental serta tekad yang ada dalam diri," ujar Puan dalam sambutannya saat
memimpin upacara di Kemenko PMK, Jakarta, Senin (24/8/2015).
Selain itu, Puan juga menyebut nama kakeknya, Sukarno dalam sambutannya ini.
Menurut Puan, Presiden Indonesia pertama itu pernah mengatakan, pekerjaan
revolusi mental ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat untuk
melahirkan manusia-manusia baru yang punya etos kerja.
"Pada waktu itu Bung Karno mengatakan bahwa ini gerakan jangka panjang, di
mana kita dapat melahirkan manusia-manusia baru yang ada etos kerjanya. Bukan
hanya menjadi jargon," kata Puan.
Usai memberi sambutan, Puan membacakan 'Tekad Revolusi Mental' yang diikuti
serentak seluruh peserta upacara.
"Pada hari ini saya menegaskan kembali perlunya gerakan nasional revolusi
mental," kata Jokowi dalam sidang bersama DPD dan DPR di Ruang Sidang
Utama, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
"Dengan dukungan tulus, kesabaran, dan sikap optimis seluruh rakyat Indonesia,
Insya Allah transformasi fundamental ekonomi nasional yang dijalankan
pemerintah pada saatnya akan berbuah manis," kata Jokowi.
Jokowi juga menyampaikan terima kasih atas ketulusan, kesabaran, dan
optimisme seluruh rakyat Indonesia, sehingga pemerintah mempunyai ruang
untuk melakukan transformasi fundamental perekonomian nasional.
"Saya percaya, kini saat yang tepat untuk memulai kembali revolusi mental
melalui nation and character building," kata Hasto dalam Seminar Kebangsaan,
Kepemudaan dan Revolusi Mental yang diselenggarakan Pusat Studi Kebudayaan
Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin 15 Juni 2015.
Hasto mengatakan, reformasi yang berlangsung saat ini tanpa melalui pendekatan
kebudayaan dan kehilangan akar sejarah pendirian bangsanya. Sementara,
pendekatan kebudayaan memerlukan proses yang menyatu dengan seluruh tradisi
rakyat Indonesia.
Dia menilai, tanpa pendekatan kebudayaan ini, maka reformasi menjadi keropos,
kehilangan jati diri, dan krisis identitas.
"Seluruh sumber kebudayaan Indonesia yang unik, akrab dengan alam, dan
sebagai pengejawantahan dari negara agraris dan sekaligus negara maritim, adalah
modal pembangunan kembali jati diri bangsa," papar Hasto.
Dia juga mengatakan, generasi muda menjadi tumpuan bangsa dan menjadi kunci
kemajuan bangsa. Agar berhasil memajukan bangsa, perlu perhatian yang besar
kepada generasi muda untuk membangun Indonesia dengan keseluruhan jati diri
kebudayaannya.
Hasto Kristiyanto berharap, pemuda Indonesia menjadi pelopor. Pemuda ini harus
digembleng dengan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa. (Mvi/Ali)
Revolusi Mental Tak Terpaku Besaran
Anggaran
By Nurseffi Dwi Wahyuni
Yuddy mengatakan, penurunan anggaran itu merupakan bagian dari upaya untuk
mengefisiensikan kinerja birokrasi di Indonesia. “Revolusi mental tidak terpaku
pada besarnya anggaran, tetapi justru sebaliknya bagaimana mengupayakan
efisiensi penggunaan anggaran. Hal ini sebagaimana telah diamanatkan oleh
presiden, yakni revolusi mental pada seluruh aparatur negara,” ujarnya dalam
Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, di Jakarta, Senin (8/6/2015).
“Revolusi mental adalah upaya mengubah pola pikir aparatur negara agar
berkomitmen menjalankan pengabdiannya dengan sungguh-sungguh pada negara,
bukan pada berapa besar anggaran yang digunakan. Inilah tujuan efisiensi yang
tengah kami lakukan,” lanjut Yuddy.
Dari jumlah itu, Rp 45,35 miliar diantaranya dialokasikan untuk anggaran Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN). Adapun pagu anggaran untuk Kementerian PAN-
RB sendiri hanya Rp 160 miliar, turun Rp 3,74 miliar dibanding anggaran tahun
2015. Anggaran tersebut dinilai terlalu kecil oleh Komisi II DPR, bila
dibandingkan dengan program revolusi mental aparatur negara, fungsi yang harus
diemban oleh kementerian yang dipimpin Yuddy Chrisnandi ini. (Ndw/Gdn)
JK: Revolusi Mental, Jangan Sekadar
Proyek Berbasis Anggaran
By Silvanus Alvin
Wapres Jusuf Kalla (kanan)melambaikan tangan kepada awak media saat menghadiri
peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/8/2015).
(Liputan6.com/Herman Zakharia)
"Jadikan revolusi mental sebagai gerakan bersama anggota Korpri, bukan proyek
yang digerakkan anggaran," kata Jusuf Kalla di hadapan 15 ribu PNS peserta
upacara hari ulang tahun (HUT) ke-44 Korpri, di Lapangan Kodam V/Brawijaya,
Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11/2015).
Pria yang kerap disapa JK itu menjelaskan, PNS harus memberikan pelayanan
publik tanpa basa-basi dan menghindari praktik-praktik di bawah meja. Bila
memberikan pelayanan yang demikian, maka rakyat pun akan memiliki rasa
percaya pada para PNS.
"Rakyat mau lihat birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi efektif dan
efisien, birokrasi yang melayani bukan dilayani, serta birokrasi yang berikan
layanan publik berkualitas," tutur dia.
Baca Juga
Selain revolusi mental dalam pelayanan, JK juga meminta agar para PNS mulai
memakai mekanisme teknologi informasi. Hal ini diperlukan karena Indonesia
akan menghadapi persaingan global.
"Untuk itu saya minta agar mekanisme kerja birokrasi juga berubah dengan sistem
pemerintahan elektronik atau e-goverment. Mulai budgeting, rekrutmen, audit,
dan banyak lainnya. Banyak pekerjaan birokrasi bisa jauh lebih efisien dengan
teknologi informasi," tandas JK.
Sebagian besar anggaran atau sekitar Rp 130 triliun habis digunakan untuk
sosialisasi program di pelbagai jenis media. Itu belum termasuk biaya untuk
mengembangkan situs www.revolusimental.go.id yang mencapai Rp 200 juta.
"Konkretnya, kalau di aparatur negara misalnya dulu yang namanya laporan harta
kekayaan hanya pada pejabat tinggi eselon I dan eselon II, di era Jokowi seluruh
aparatur negara wajib melaporkan. Sebelumnya belum ada," kata Yuddy di
Universitas Nasional, Jakarta, Sabtu (25/4/2015).
Politisi Hanura ini mengatakan, larangan PNS melaksanakan rapat di hotel mewah
juga salah satu bentuk nyata revolusi mental. Selain itu, PNS saat ini juga dibatasi
dalam membuat pesta mewah.
"Dulu pejabat bikin pesta pejabat di tempat mewah, pejabat harus mau merakyat,
resepsi pernikahan anaknya tidak boleh di tempat mewah, dibatasi undangan
hanya 400," tutur Yuddy.
Urusan naik pesawat juga sekarang lebih ketat. Dia mengatakan kementeriannya
sudah melarang PNS naik di kelas bisnis. Kelas bisnis jadi pilihan terakhir bila
kelas ekonomi sudah habis.
"Jadi itu mengubah paradigma perilaku agar mereka tidak berperilaku boros lagi
dan responsif pada kebutuhan masyarakat," ujar Yuddy.
SBY (Ist.)
"Revolusi mental yang dimaksud presiden kita, Pak Jokowi, itu mengubah
karakter. Revolusi mental tidak harus pertumpahan darah, saya dukung 100
persen," kata Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi
pembicara mengenai revolusi mental di Universitas Nasional, Jakarta, Sabtu
(25/4/2015).
Pria yang akrab disapa SBY itu mengatakan sudah mendengar kata revolusi
mental sejak lama. Kata tersebut kembali jadi perhatian saat Jokowi
menggunakannya dalam kampanye Pilpres 2014.
"Pak Jokowi angkat revolusi mental, banyak yang tanya apa yang dimaksud
beliau. Saya baca tulisan dia di Kompas, nonton wawancara dia di Metro TV,
yang dimaksud dia tidak sama dengan yang dicetus Marx (Karl Marx), Hegel,"
tutur SBY.
SBY pun menjelaskan definisi revolusi mental, dengan menjabarkannya kata per
kata. Revolusi, menurut Ketua Umum Partai Demokrat itu, adalah perubahan
fundamental, sering disertai pertumpahan darah, meski tidak selalu. Sementara
pengertian mental adalah kesadaran atau persepsi.
"Revolusi mental kalau saya boleh jadikan satu adalah perubahan fundamental
dan total atas alam pikiran seseorang dan masyarakat agar negara kita 10-20 tahun
lagi jadi negara maju dan sukses," ucap dia.
SBY juga meminjam buah pikiran mantan Rektor Universitas Nasional Sutan
Takdir Alisjahbana bahwa revolusi mental membuat masyarakat berubah jadi
lebih rasional. Selain itu, tidak tertutup dari budaya lain, tanpa menghilangkan
budaya lokal.
"Ketika saya pimpin Indonesia selama 10 tahun, saya kerap katakan Indonesia
punya visi besar. Sebelum abad 21 berakhir, kita harus tancapkan tonggak. 2045
kita harus kuat secara ekonomi, politik, juga peradaban harus kokoh. Kemudian
pada 2030, Indonesia akan jadi emerging economy. Sangat mungkin 15 tahun
mendatang," tutur SBY.
Chair of Global Green Growth Institute ini tidak membawakan pidatonya dengan
gaya serius. Sesekali, ia memberikan humor ringan.
"Saya diberi waktu 40 menit, tolong diberitahu kalau sudah 5 menit. Makin tua,
kadang sudah bicara, lupa waktu. Kalau lebih cepat, saya ikhlaskan pada
pembicara lain," ucap SBY disambut gelak tawa hadirin.
SBY menjelaskan, dirinya harus bicara sesuai dengan waktu yang diberikan,
karena di hadapannya ada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Ia juga menyarankan, dengan nada bercanda, agar
Yuddy juga mengurus para aparatur yang sudah pensiun, seperti dirinya.
SBY hadir dalam acara ini ditemani istrinya, Ani Yudhoyono dan iparnya,
Pramono Edhie Wibowo. Hadir mantan menteri di Kabinet Indonesia Bersatu
seperti mantan Sekretaris Kabinet Dipo Alam serta mantan Menteri Hukum dan
HAM Amir Syamsuddin.
"Di era dunia tanpa batas, terlebih saat ini kita sudah memasuki masyarakat
ekonomi ASEAN, struktur organisasi sebagai penggerak utama penyelenggaraan
pemerintah harus tangguh, lincah, efektif, dan efisien," kata dia dalam
keterangannya, Jakarta, Kamis (12/2/2015).
Dia menerangkan, tingkat daya saing masih rendah. Tercatat, inefisiensi birokrasi
19,3 persen dan korupsi 10,7 persen.
Selain itu, perlunya mengubah birokrasi yang selama ini boros, berbelit dan
koruptif menjadi birokrasi yang bersih. "Ke depan, birokrasi pemerintahan tidak
akan pernah absen untuk menyelesaikan berbagai persoalan," tukasnya.
(Amd/Nrm)
Sambil Minum Teh, Jokowi-Puan
Bahas Revolusi Mental
By Luqman Rimadi
Agar bisa berjalan lancar, Jokowi mengaku pentingnya peran Ketua Fraksi PDIP di DPR
Puan Maharani untuk bisa memberi masukan dan melihat peta demokrasi yang ada di
legislatif, Jakarta, (27/9/14). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Saat ditanya apa pembicaraan dalam 'Tea season' antara keduanya, Puan enggan
terbuka.
"Nggak, nggak. Tadi bahas revolusi mental, ada penganggaran baru yang
tampaknya sudah disetujui DPR. Jadi tadi beliau ketemu langsung dengan
presiden," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta
Pusat, Kamis (12/2/2015).
"Biasa itu, saya dengan Mas Yuddy Chrisnandi (Menteri PAN dan RB) juga
nggak ada agenda hari ini, tapi datang ke sini untuk dipanggil khusus oleh Pak
Presiden," ucap dia.
Dalam kesempatan itu, Andi juga membantah kedatangan Puan dan beberapa
politisi PDI Perjuangan secara bergantian dalam beberapa hari ini, terkait masalah
politik. "Oh, kalau kemarin mas Aria (Aria Bima) datang untuk ngomongin Sri
Wedari (taman di kota Solo) dan kalau Mbak Puan bicarakan masalah revolusi
mental," jelas Andi. (Mut)
Pemerintah Alokasikan Rp 149 Miliar
untuk Revolusi Mental
By Achmad Dwi Afriyadi
Gedung DPR
Dia mengatakan, dana tersebut berasal dari realokasi belanja pemerintah pusat.
Dana untuk pemerintah alokasi Rp 1.392,4 triliun menjadi Rp 1.330,8 triliun.
"Kita merealokasi beberapa kegiatan cukup mendesak," papar Askolani.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Ahmadi Noor Supit mengatakan,
pemerintah memiliki dua hari untuk menyelesaikan RAPBN-P 2015. Pemerintah
mesti mendapat restu dari Komisi DPR untuk kemudian dibawa lagi ke Banggar.
"Kami berikan waktu, siklus yang sepakati 2 hari. Mudah-mudahan dalam 2 hari
diselesaikan, dan kembali ke sini ke kami untuk pembicaraan tingkat 1," kata
Ahmadi. (Amd/Ahm)
Revolusi Mental untuk Perbaiki Gizi
Anak Sekolah
By Rio Apinino
Untuk perbaiki gizi anak sekolah, Menko PMK Puan Maharani ajak masyarakat
melakukan revolusi mental.
"Perubahan kultur dengan revolusi mental merupakan suatu pesan perubahan yang
dapat dimulai dari Gizi Seimbang yang merupakan susunan pangan sehari-hari
yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh," demikian kata Puan Maharani seperti rilis yang liputan6.com terima pada
Kamis (29/1/2015).
Puan Maharani juga mengatakan bahwa revolusi mental tersebut harus dimulai
dari rumah dan dari kebiasaan sehari-hari. Misalnya, anak-anak sarapan pagi
sebelum ke sekolah agar dapat berkonsentrasi dalam belajar.
Di sekolah, Puan juga menyoroti bagaimana kesehatan anak harus tetap dijaga
dengan menyediakan kantin yang sehat, air mengalir, sabun, dan jamban yang
bersih.
Adapun acara kampanye Penerapan Gizi Seimbang serta Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) tersebut digelar oleh The Tempo Group dengan tujuan untuk
membantu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Untuk diketahui, Penerapan Gizi Seimbang serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) memang merupakan program pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan. Program ini sendiri dibuat untuk menghindari anak-anak dari berbagai
penyakit.
Menteri PANRB, Yuddy Chirnandi pada 2014 ASEAN - Republic of Korea Ministerial
Rountable on Public Governance
Liputan6.com, Busan - Salah satu program nawa cita Presiden dan Wakil
Presiden RI, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yaitu membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Program tersebut
dilaksanakan melalui pelaksanaan revolusi mental birokrasi dan seluruh
komponen bangsa.
Hal itu akan dilaksanakan untuk mewujudkan tiga tujuan utama yaitu
pemerintahan yang bebas korupsi, pemerintahan yang akuntabel dan berkinerja
tinggi, dan pelayanan publik yang prima.
"Revolusi mental adalah cara untuk mengubah paradigma dan pola pikir bagi
pelayanan publik yang lebih baik di Indonesia, sekarang dan di masa depan,"
tutupnya. (Ndw)
Sohibul PKS: Putar Lagu Iwan Fals
Biar Revolusi Mental Dihayati
By Silvanus Alvin
Revolusi mental yang digaungkan Presiden Jokowi dinilai belum mengakar kuat di
sanubari masyarakat Indonesia.
"Lagu Iwan Fals (yang berjudul Manusia Setengah Dewa) diputar terus saja biar
dihayati, di mal-mal, di kantor pemerintah nyalakan saja lagu ini," ucap Sohibul di
Jakarta, Sabtu (22/11/2014).
Dia menuturkan, sebenarnya semangat revolusi mental sudah dimulai sejak 2009
lalu, bersamaan dengan lahirnya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Namun, kata dia, selama 6 tahun belakangan, implementasinya masih
rendah.
"Sudah 6 tahun jalan, implementasi pusat dan daerah masih di bawah 20 persen.
Mekanisme pengawasan masih rendah," tandas Danang. (Ndy/Sun)
Tak Cuma Pejabat, Jokowi Juga
Diminta Revolusi Mental Masyarakat
By Silvanus Alvin
"Kan masyarakat juga beri sesuatu, yang nikah pelaku pungli juga. Pungli itu
sama dengan perilaku korupsi ya koruptor karena mereka beri suap pada petugas
KUA," imbuh Danang.
Dia menuturkan, sebenarnya semangat revolusi mental sudah dimulai sejak 2009
lalu, bersamaan dengan lahirnya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Namun, kata dia, selama 6 tahun belakangan, implementasinya masih
rendah.
Mental Instan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman ikut menimpali.
Menurut dia, mental masyarakat yang gemar dengan hal-hal instan juga harus
direvolusi pula. Ini demi mewujudkan misi revolusi mental Jokowi.
"Mental masyarakat kita ini instant atau by pass. Saya saksikan sendiri, saya buat
paspor hijau di luar dinas. Saya pakai jalur normal, saya datang 3 kali
dimungkinkan. Tapi ada petugas yang tawarin 1 kali datang. Kalau saya turuti ya
saya tabrak UU 25 Tahun 2009 itu sendiri. Istri dan anak saya juga saya larang,
harus bisa jalan prosedural," ujar dia.
Politisi PKS ini menyampaikan pula, Presiden Jokowi yang pertama menyuarakan
revolusi mental perlu menjadi contoh nyata bagi birokrat dan masyarakat. Jangan
sampai Jokowi menelan ludahnya sendiri.
"Presiden harus jadi orang yang tegas. Dia tegas pada menteri, menteri tegas pada
dirjen, dan seterusnya ke bawah," ucap dia.
"Di luar masalah UU, memang yang perlu diubah itu mental birokrat kita. Masih
mental feodal, mental di mana menjadi birokrat itu jadi orang istimewa lebih dari
masyarakat. Saya saksikan banyak birokrat yang sudah menyadari," tandas
Sohibul. (Ndy/Ein)
MenPAN Yuddy Jadikan Bogor 'Pilot
Project' Revolusi Mental
Hari Ke-14
By Bima Firmansyah
Menurut Yuddy, dengan adanya reformasi birokrasi, era 'birokrat priyayi' sudah
selesai. Di mana para birokrat yang dulu ingin dilayani layaknya seorang priyayi,
sekarang justru para birokrat harus benar-benar melayani rakyatnya.
"Untuk melaksanakan tugas yang diintruksikan Pak Jokowi, saya akan turun ke
masyarakat . Dan saya pastikan seluruh birokrat adalah pelayan rakyat," tegasnya.
"Aduan bisa melalui email, sms, nomor telepon pelayanan langsung, twitter dan
lainnya. Semua aduan akan tindaklanjuti. Dan kita akan turunkan supervisi untuk
memastikan respons dan jawaban yang cepat. Kita memastikan pesan dari Pak
Jokowi agar negara hadir di tengah rakyat," ucapnya.
Bima Arya sangat mengapresiasi terhadap gerakan revolusi mental dan reformasi
birokrasi yang Menpan jelaskan. Bima mengaku akan menerapkan pada jajaran
pemerintahannya.
"Pandangan mengubah paradigma para aparatur yang harus melayani rakyat ini
yang menjadi suatu tantangan tersendiri. Untuk itu kita sepakat akan
merencanakan Kota Bogor sebagai zona integritas, nanti akan ada langkah yang
harus dikoordinasi dengan kementerian," jelas Bima.
(pkb.co.id)
Imam pun mengajak pemuda untuk menerapkan konsep Revolusi Mental yang
didengungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye. Revolusi mental
diperlukan bagi pemuda Indonesia agar pemuda bersatu dan siap menghadapi
masalah apapun.
"Revolusi mental bukan revolusi fisik. Revolusi mental tidak perlu pertumpahan
darah. Sejatinya pada tekad kolektif bangsa untuk menyatukan cara pandang
bangsa," ujar Imam.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum KNPI, Taufan EN Rotorasiko saat
pembukaan JPI di pelataran Candi Prambanan. Menurut Taufan, pemuda bangsa
harus siap dalam menghadapi perubahan zaman termasuk dibukanya Asian
Economic Community 2015. Taufan berharap pemuda Indonesia dapat
memanfaatkan momen ini dengan baik.
Dalam sambutannya, Ahok mengimbau agar para pemuda bersiap diri untuk
menyambut era komunitas ASEAN pada 2015 mendatang. Sehingga mereka
memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa lain. Ia pun memberi contoh
"Revolusi Mental" yang pernah ditulis Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat
dijadikan acuan untuk diterapkan para pemuda.
"Revolusi mental yang dicanangkan oleh Pak Presiden Jokowi sangat relevan
dalam mewujudkan pemuda yang maju. Jadi, revolusi mental harus dapat kita
jadikan sebagai pemicu untuk mempercepat terwujudnya pemuda yang maju.
Dengan mewujudkan pemuda yang maju berarti kita dapat menghasilkan bangsa
yang hebat," kata dia, Selasa (28/10/2014).
Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, pemuda Indonesia harus unggul,
berkompeten dan memiliki daya saing. Untuk itu, mentalitas pemuda harus lebih
dulu diperkuat agar dapat berkompetisi dalam persaingan global.
Tak hanya pemuda yang dituntut untuk maju dan berkelanjutan sesuai tema
Sumpah Pemuda kali, kata Ahok, pemerintah juga patut berupaya memberikan
berbagai dukungan agar pemuda dapat memainkan perannya secara optimal
sebagai perekat persatuan bangsa.
"Jika pemuda solid maka bangsa kita akan semakin maju dan bersatu. Sehingga
pembangunan dapat kita laksanakan secara berkelanjutan. Saya ucapkan Selamat
Hari Sumpah Pemuda ke-86. Semoga melalui peringatan ini, kita akan selalu
menghormati jasa para pemuda, jasa para pendiri bangsa, dan jasa para pahlawan
kita," ujar pria berkacamata tersebut.
Upacara tersebut juga dihadiri oleh Veronica Tan (istri Ahok), Sekretaris Daerah
(Sekda) DKI Saefullah, Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup DKI Sarwo Handayani, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda DKI
Ratiyono, Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Wiriyatmoko, Kepala Dinas
Pendidikan Lasro Marbun, Kepala Satpol PP Kukuh Hadi Santoso, Kepala Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) DKI I Made Karmayoga, dan lainnya.
Mencerna Revolusi Mental di Bidang
Kesehatan dari Presiden Baru
By Liputan6
(Antara Foto)
Dalam tulisan tersebut diungkapkan bahwa konsep revoluasi mental muncul dari
pandangan akan keresahan yang muncul di masyarakat setelah 16 tahun
reformasi.Jokowi menyampaikan keresahan tersebut dengan bahasa “kegalauan”.
Kegalauan yang disimpulkan dari adanya protes di jalan-jalan di kota besar dan
kecil serta di ruang publik lainnya, termasuk media massa dan media social.
Kegalauan yang timbul meskipun kondisi ekonomi dan politik jauh lebih baik di
bawah pemerintahan SBY. Hal ini memang menimbulkan pertanyaan, apakah
SBY belum berhasil sepenuhnya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia? Atau rakyat Indonesia yang terlalu manja sehingga
perlu direvolusi mentalnya?
Jokowi memandang reformasi yang dilaksanakan hanya sebatas institusional
belaka, belum menyentuh paradigma, mindset, atau social budaya dalam rangka
pembangunan bangsa (national building). Perombakan jangan hanya bersifat
institusional, namun lebih kepada perombakan manusianya sehingga terjadi
mismanagement. Reformasi yang telah berjalan dipandang masih membuka ruang
tumbuh suburnya korupsi, intoleransi, sifat kerakusan, sampai sifat ingin menang
sendiri. Kencenderungan menggunakan kekerasan dalam memecahkan masalah,
pelecehan hukum, dan sifat oportunis dipandang masih berlangsung, bahkan
makin merajalela.
Saya mencoba untuk mencerna lebih dalam mengenai revolusi mental dengan
sudut pandang kesehatan, namun sebelum itu ada baiknya kita mencoba
memahami terlebih dahulu apa itu revolusi.
Pada tahun 1999, dunia diakrabkan dengan istilah “Revolusi Bolivarian” pada saat
Venezuela dipimpin oleh presiden yang gemar mengenakan baret merah, Hugo
Chavez. Dibawah kepemimpinannya, pertambangan dinasionalisasi, tanah
diredistribusi, rakyat dibangunkan perumahan, anak-anak keluarga miskin bisa
berkuliah, layanan kesehatan berkualitas bisa dicecap kalangan bawah serta
segepok program-program program social lainnya. Fungsi representative nan elitis
yang terjadi pada Demokrasi Borjuis digantikan oleh model demokrasi
partisipatif, dimana massa rakyat memiliki peran yang jauh lebih besar dari
sekedar coblosan.
Melihat sejarah revolusi di atas, perubahan hidup manusia itu sendiri merupakan
sejarah panjang revolusi yang akan terus berlanjut hingga kehidupan itu berakhir.
Obyek revolusi mental yang dikemukakan oleh Jokowi adalah diri masing-masing
yang mengaku orang Indonesia dan mereka yang menapakkan kakinya di tanah air
Indonesia. Walaupun mungkin, kerusakan mental yang dimaksud oleh Jokowi
adalah mereka yang menjalankan Negara berdasarkan kedudukannya masing-
masing, baik itu legislative, eksekutif, yudikatif, pengusaha, professional,
akademisi, dan lain sebagainya. Perubahan cepat yang diinginkan Jokowi
diharapkan mampu terjadi dalam masa kepemimpinannya di Republik ini.
Genderang AFTA tahun 2015 yang membuka ruang jasa kesehatan untuk
mengalir masuk dari Negara lain di Indonesia semakin kencang ditabuh.
Meskipun sebagian besar organisasi profesi kesehatan menolak dibukanya pintu
tersebut, oleh sebab belum maksimalnya dukungan pemerintah terhadap kekuatan
kesehatan yang dikelola putra putri Indonesia, namun kalangan elit pemerintah tak
gentar terhadap masukan dari anak negeri sendiri. Mereka lebih melihat terangnya
hidangan yang disajikan oleh kaum borjuis globalisasi. Mungkin juga karena
mentalnya sudah terjangkiti oleh virus kejayaan kaum kapitalis global.
Pelayanan kesehatan yang bertitik berat kepada kuratif bukan kepada preventif
dan promotif masih memberikan gambaran bahwa pelayanan kesehatan di
Indonesia bertumpu kepada kekuatan modal dalam membangun dan menyajikan
fasilitas kesehatan yang bersaing layaknya hotel bintang lima. Tentu kita bisa
menebak bahwa pemenangnya adalah para pemegang modal besar, dan yang pasti
di antara mereka sebagian besar bukanlah tenaga kesehatan.
15Shares
Facebook
Twitter
Google+
Email
Copy Link
(Antara Foto)
Bukti nyata mengenai kondisi mental penyusun regulasi di Negara ini adalah
peristiwa hilangnya “ayat tembakau” di undang-undang kesehatan yang hingga
saat ini tidak jelas proses hukumnya. Kondisi kesehatan rakyat masih
dipermainkan oleh kalangan elit oleh sebab kepentingan borjuis semata.
Tidak menjadi naïf juga jika kondisi mental yang buruk terjadi di kalangan
professional kesehatan. Moral hazard dalam pelayanan kesehatan telah menjadi
diskusi rutin dalam pertemuan “kiayi-kiayi dunia kesehatan” namun masih sulit
hilang layaknya kolesterol yang melekat di dinding pembuluh darah jantung
seorang supir angkutan umum. Penghargaan terhadap profesi kesehatan yang
tidak layak jika dibandingkan risiko yang setiap hari dihadapi ketika menangani
pasien menjadi alasan terbanyak yang diungkapkan. Tapi bukannya penghargaan
terhadap professional di republic ini memang demikian, tidak hanya tenaga
professional di bidang kesehatan, tenaga professional lainnya pun merasakan hal
yang sama sehingga tidak sedikit yang terpaksa hijrah ke negeri “om Sam” dan
“tante Ozawa” untuk mendapatkan hidup yang sebenarnya.
Pelayanan kesehatan dimana faktor utamanya adalah sumber daya manusia, tidak
lepas dari kondisi pendidikan kesehatan. Bangku-bangku pendidikan kesehatan
yang masih terbilang paling tinggi dibandingkan bangku-bangku yang lain, serta
praktik “lelang bangku” menyebabkan proses pendidikan hanya menjadi mesin
besar yang menghasilkan mesin baru yang merubah sakit menjadi lembaran-
lembaran rupiah bahkan dollar. Telah menjadi rahasia umum jika fakultas
kedokteran adalah sapi perahan yang mengalirkan susu subsidi ke fakultas-
fakultas lain agar universitas masih bisa bertengger di daftar universitas di
kementerian pendidikan.
Bung Karno pernah mengatakan, tak ada model revolusi yang “ready for use”.
Masyarakat bisa diubah dengan satu desain, tapi tak akan bisa sepenuhnya
terpenuhi. Namun perubahan harus dimulai dengan satu langkah yang memuat
niat dan kesungguhan bukan hanya sekedar skenario untuk menjaga citra peran di
panggung politik kebangsaan. Rakyat kecil memang tidak paham tentang politik,
tapi rakyat kecil paham tentang keadilan dan kesejahteraan. Revolusi mental
diharapkan membawa perubahan berarti setelah janji presiden diucapkan. Semoga
Mahesa Paranadipa
Wk.Sekjen PB IDI
Staf pengajar FKIK UIN Syarif Hidayatullah
"Saya kira sudah sesuai revolusi Sukarno, revolusi itu kan menjebol dan
membangun lagi. Yang tidak bener-bener sudah dijebol," kata Sukmawati di
Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (20/11).
"Mafia migas sekarang sudah banyak yang dibersihkan. Banyak perubahan yang
revolusioner lainnya yang dilakukan presiden Jokowi dan kabinetnya," kata
Sukmawati.
Hanya saja, menurut dia, presiden tetap harus mampu mengambil keputusan
sendiri atas masukan-masukan di sekelilingnya.
"Saya kira musyawarah mufakat sangat penting. Karena itulah perlunya kabinet
yang mendalami bidang masing-masing, tapi keputusan terakhir tetap ada pada
presiden," kata Sukmawati.
Sukmawati menambahkan dalam revolusi mental Bangsa Indonesia juga
seharusnya berdaulat dalam aspek ekonomi.
Dia menilai, konsep berdikari di atas kaki sendiri sesuai prinsip yang digaungkan
Presiden Sukarno belum sepenuhnya berhasil diwujudkan dalam konteks
pemerintahan saat ini.