Anda di halaman 1dari 16

Strategi Meningkatkan Kinerja Jabatan

Fungsional PUPR
STRATEGI MENINGKATKAN KINERJA JABATAN FUNGSIONAL PUPR
PASCA PENYEDERHANAAN BIROKRASI
Ir. Lolly Martina Martief, M.T.
(Widyaiswara Ahli Utama BPSDM Kementerian PUPR)

Abstrak
Transformasi Birokrasi sangat diperlukan untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, akuntabel, dan kapabel
sehingga dapat mengubah citra birokrasi yang selama ini dianggap lambat dan tidak efektif. Salah satu langkah
penyederhanaan birokrasi yang telah dilakukan adalah transformasi jabatan struktural ke fungsional. Studi ini
bertujuan menjawab secara ringkas tantangan dan permasalahan dalam pengembangan jabatan fungsional
(Jafung) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pasca penyederhanaan birokrasi. Metode
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif untuk menggambarkan secara detail fenomena pengembangan
Jafung di Kementerian PUPR khususnya Teknik PUPR. Hasil studi menyimpulkan bahwa terdapat beberapa
permasalahan inti dalam pengembangan Jafung Teknik PUPR yaitu: stigma bahwa hak-hak dan tunjangan
menjadi pejabat struktural masih lebih tinggi dibandingkan menjadi pejabat fungsional khususnya rendahnya
tunjangan Jafung Teknik PUPR, “ruang gerak” pejabat fungsional yang terbatas, sulitnya pengumpulan angka
kredit karena nilai angka kredit untuk masing-masing uraian kegiatan relatif rendah dan terdapat kegiatan yang
belum terakomodir di dalam angka kredit, serta manajemen Jafung Teknik PUPR masih kurang optimal.
Strategi pengelolaan Jafung PUPR dilakukan dengan memperhatikan tahapan yang telah dikembangkan di
dalam Grand Design Jabatan Fungsional LAN (2018) kemudian dikaji penerapannya pada Jafung Teknik
PUPR. Selain itu, perlu dikembangkan integrated system dalam pengembangan Jafung PUPR yang smart
sebagai sarana komunikasi terkait konseling dalam pengembangan karir jabatan, juga mampu
mengotomatisasi, berbagi database dan praktik bisnis (success story) baik di lingkungan pusat maupun daerah
serta menghasilkan informasi yang terkini terkait jafung.

Kata kunci: Transformasi Birokrasi, Penyederhanaan Birokrasi, Jabatan Fungsional PUPR

I. PENDAHULUAN

Transformasi birokrasi mutlak diperlukan untuk mengubah citra birokrasi yang selama ini dinilai
lambat dan tidak efisien menjadi birokrasi yang bersih, akuntabel, dan kapabel. Hal tersebut sejalan
dengan Arahan Presiden Republik Indonesia yang disampaikan dalam Pidato Pelantikan pada bulan
Oktober 2019, yang meliputi: Pembangunan SDM, Pembangunan Infrastruktur, Simplifikasi
Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan Transformasi Ekonomi. Lebih lanjut, program-program
yang harus dilakukan dalam penyederhanaan birokrasi yaitu meliputi pemangkasan eselonisasi,
transformasi jabatan struktural ke fungsional, dan pelaksanaan pembangunan dengan fokus pada
tujuan pembangunan dan investasi lapangan kerja.
Transformasi dari jabatan struktural menjadi jabatan fungsional (jafung) merupakan suatu perubahan
menuju ke arah birokrasi yang profesional. Pengembangan jafung tentunya tidak terlepas dari Grand
Design Jabatan Fungsional yang telah disusun oleh Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya
Aparatur, Lembaga Administrasi Negara di tahun 2018. Grand Design tersebut kemudian dituangkan
dalam 4 (empat) tahapan, yaitu: 1) Penyesuaian desain organisasi dan formasi untuk mewujudkan
desain organisasi yang dinamis berbasis fungsional; 2) Reformulasi uraian tugas dan
pengejawantahannya dalam tata hubungan kerja untuk mewujudkan tata hubungan kerja yang
harmonis berdasarkan uraian tugas yang jelas; 3) Penajaman rekrutmen/seleksi dan penempatan
untuk mewujudkan rekrutmen/seleksi yang berkualitas dan terkoneksi dengan penempatan; dan 4)
Penyelarasan penilaian kinerja, pengembangan kompetensi dan pengembangan karier, untuk
mewujudkan sistem penilaian kinerja, pengembangan kompetensi, dan pengembangan karier yang
terintegrasi.

1
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah melakukan penyederhanaan
birokrasi dengan menetapkan dan melantik pejabat administrator dan pengawas menjadi pejabat
fungsional. Pada tanggal 20 Juni 2020, Menteri PUPR telah melantik Pejabat Fungsional sebanyak
511 Pejabat Fungsional Ahli Madya dan 1.261 Pejabat Fungsional Ahli Muda. Pelantikan ini
dilakukan sesuai Surat Edaran Nomor:13/SE/M/2020 tentang Pengelolaan Jabatan Koordinator dan
Sub Koordinator Pelaksana Tugas Tugas Dalam Masa Transisi di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Dengan dan Tindak Lanjut dari Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi no: B/312/M.SM.02.00/2020 tanggal 10 Juni 2020 perihal Percepatan
Pelaksanaan Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional Dalam Rangka
mendukung Penyederhanaan Birokrasi. Dampak pelantikan tersebut, jumlah jabatan struktural yang
dihilangkan sebanyak 813 jabatan yang terdiri atas 67 jabatan administrator dan 593 jabatan
pengawas di Pusat serta 153 jabatan pengawas di Daerah (Unit Pelaksana Teknis). Transformasi
jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional di Kementerian PUPR tersebut telah ditetapkan
oleh Kementerian PAN dan RB melalui Surat Nomor B/309/M.SM.02.00/2020 tanggal 8 Juni 2020
perihal Persetujuan Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional Kementerian
PUPR.
Pejabat fungsional PUPR yang telah dilantik diharapkan menjadi ahli/spesialisis di bidang masing-
masing yaitu Jafung Pengairan, Jafung Jalan, Jafung Permukiman, Jafung Teknik Penyehatan
Lingkungan dan Teknik Tata Bangunan dan Perumahan serta Jafung Pembina Jasa Konstruksi. Para
pejabat fungsional tersebut memiliki peran penting dan strategis atas terwujudnya pembangunan
infrastruktur melalui keahlian masing-masing.
Oleh karena itu pasca penyederhanaan birokrasi diperlukan strategi pengelolaan jabatan fungsional
PUPR yang efektif dan inovatif untuk dapat mewujudkan Jafung PUPR menjadi motor penggerak
pembangunan infrastruktur.
Studi ini bertujuan menjawab secara ringkas tantangan-tantangan dan permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan Jafung di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat khususnya
pasca penyederhanaan birokrasi serta mengimplementasikan Grand Design Jabatan Fungsional ke
dalam strategi-strategi yang lebih operasional sehingga pengembangan jafung ke depannya dapat
menjadi lebih optimal dan efisien. Studi kasus yang diangkat dalam pembahasan ini adalah Jafung
bidang PUPR.

II. GAMBARAN JAFUNG DI KEMENTERIAN /LEMBAGA

Berdasarkan Profil Jabatan Fungsional PNS (Badan Kepegawaian Negara, 2017), jafung yang
tersebar di seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memiliki 25 rumpun, 154 jenis jafung
(jafung ahli maupun terampil), dan 45 pembina jafung (kementerian/lembaga). Seluruh jenis jafung
telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri PAN dan RB sesuai masing-masing jafungnya. Di dalam
Profil Jabatan Fungsional PNS tersebut, telah diatur mengenai dasar hukum, pengertian, tugas pokok,
intansi pembina, rumpun jabatan, jenjang dan golongan ruang, angka kredit, tunjangan jabatanm
batas usia pension, dan persyaratan pengangkatan masing-masing jafung.
Dalam praktik implementasi jafung di kementerian/lembaga/pemerintah daerah, masih terdapat
berbagai permasalahan yang muncul. Di dalam Grand Design Jabatan Fungsional (Lembaga
Administrasi Negara, 2018) studi kasus yang diangkat untuk memotret permasalahan jafung antara
lain di Pemerintah Kota Surakarta, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pemerintah Provinsi
Jambi, dan Kementerian Keuangan.
Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan jafung di Pemerintah Kota Solo (Grand Design
Jabatan Fungsional, 2018), antara lain: 1) Penempatan dan penugasan CPNS/PNS yang tidak sesuai
dengan formasi awal JFT pada saat perekrutan; 2) CPNS/PNS Formasi JFT tidak dipersiapkan

2
perencanaan diklat teknis/fungsional guna memenuhi syarat pengangkatan dalam jabatannya; 3)
Terdapat CPNS/PNS Formasi JFT yang tidak diangkat dalam Jabatan Fungsional Tertentu sesuai
dengan formasinya; 4) PNS yang menduduki dalam JFT dan tidak dapat mengumpulkan angka kredit
untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi dalam jangka waktu tertentu tidak dibebaskan
sementara/diberhentikan dari jabatan; dan 5) PNS yang menduduki dalam JFT dan telah mencapai
pangkat/jabatan pada jenjang maksimal tidak melaksanakan kewajiban untuk mengumpulkan angka
kredit sebagai perwujudan pelaksanaan tugas setiap tahunnya.
Sementara itu, permasalahan umum yang terjadi di Badan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi antara lain: 1) Masih kurangnya pemahaman tentang mekanisme pengangkatan jafung dan
keberlanjutannya; 2) Pemahaman akan sistem pembinaan jafung belum merata; 3) Adanya persepsi
bahwa jabatan struktural lebih menarik dibandingkan jafung.
Permasalahan yang lebih spesifik terjadi di Pemerintah Provinsi Jambi dan Kementerian Keuangan.
Di Pemerintah Provinsi Jambi khususnya di Badan Litbang, Jafung Peneliti tidak memiliki kejelasan
pembagian tugas dibandingkan dengan strukturalnya. Jafung Peneliti seringkali lebih banyak
mengurusi pekerjaan struktural dibandingkan jafungnya yang seharusnya lebih khusus mengenai
penelitian. Sementara itu di Kementerian Keuangan, Jafung Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) tidak
memiliki pembagian tugas yang jelas sesuai jenjang jabatannya. Seorang pejabat fungsional tingkat
dasar bertugas untuk melaksanakan seluruh tahapan PBJ yang seharusnya dibagi sesuai jenjang
jabatannya.
Melihat berbagai permasalahan yang muncul, kemudian timbul suatu perspektif umum mengenai
jafung yang dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok permasalahan (Grand Design Jabatan Fungsional,
LAN 2018), yaitu:
a. Desain organisasi pemerintahan di Indonesia yang didominasi oleh fungsi manajerial (jabatan
struktural yang dominan).
b. Jafung masih dianggap inferior di kalangan PNS dan pengembangan manajemen talenta masih
terfokus pada jabatan manajerial.
c. Pengelolaan dan pembinaan jafung masih terbilang administratif/prosedural (tercermin dari
banyaknya penempatan CPNS/PNS yang tidak sesuai dengan jafungnya).
d. Pola interaksi dalam organisasi yang cenderung berorientasi pada jabatan struktural sehingga
menimbulkan sentralisasi komando.

III. GAMBARAN JAFUNG DI KEMENTERIAN PUPR

Perkembangan Jafung di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Hal tersebut terlihat dari makin tingginya kesadaran dan minat pegawai untuk
menjadi pejabat fungsional. Pada tahun 2014, jumlah pejabat fungsional tertentu yang aktif hanya
12,07% (sebanyak 2.473 orang dari total seluruh pegawai 20.489 orang) sedangkan pada tahun 2020
(pasca penyetaraan jabatan), jumlahnya meningkat menjadi menjadi 24,65% (sebanyak 5.256 orang
dari total seluruh pegawai 21.316 orang). Pasca penyetaraan jabatan, jumlah pejabat fungsional
tertentu bidang non-PUPR mengalami kenaikan yang lebih signifikan yaitu dari 606 orang menjadi
1.408 orang. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya pejabat pengawas (eselon IV) yang
kemudian menjadi pejabat fungsional bidang non-PUPR sesuai dengan tugas dan fungsi yang
dilaksanakan.

3
6.000

5.256
5.000

4.000 3.848
3.022 2.968
2.785 2.729
3.000 2.473 2.522
2.386 2.362
2.015 2.130
2.000 1.748 1.779
1408

1.000 725 743 770 636


599 606

0
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

BIDANG PUPR BIDANG NON-PUPR TOTAL JAFUNG

Sumber: Hasil Pengolahan Data Biro Kepegawaian dan Ortala, 2020

Gambar 1. Jumlah Pejabat Fungsional Tertentu di Kementerian PUPR Tahun 2014-2020

Namun demikian, pengembangan jafung khususnya bidang PUPR tidak terlepas dari tantangan dan
permasalahan diantaranya: Pertama, adanya stigma bahwa menjadi pejabat struktural lebih menarik
dibandingkan menjadi pejabat fungsional; Kedua, “ruang gerak” pejabat fungsional yang kurang
bebas karena penugasan tetap dilakukan dengan mekanisme dari atasan ke bawahan; Ketiga, sulitnya
pengumpulan angka kredit bagi pejabat fungsional; Keempat, manajemen jafung belum dilakukan
secara optimal, antara lain terkait penempatan dan penugasan masih belum sesuai dengan status
jabatan fungsionalnya sehingga belum mampu menghasilkan pejabat fungsional yang qualified dan
profesional sesuai tuntutan tugas dan fungsinya. Kelima, pengelolaan Jafung PUPR belum didukung
dengan big data individu jafung.
Pengurangan jabatan struktural menjadi jabatan fungsional diatur melalui Permen PUPR Nomor 13
Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PUPR dan Permen PUPR Nomor 16
Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Kementerian PUPR.
Adapun pasca pelantikan, telah diterbitkan pula peraturan terkait pengelolaan jafung, yaitu Surat
Edaran Menteri PUPR Nomor 13/SE/M/2020 tentang Pengelolaan Jabatan Koordinator dan Sub
Koordinator Pelaksana Tugas dalam Masa Transisi di Kementerian PUPR dan Keputusan Menteri
PUPR Nomor 1206/KPTS/M/2020 Tentang Penetapan Unit Organisasi Pembina Jabatan Fungsional
di Lingkungan Kementerian PUPR.
Meskipun telah diterbitkan produk-produk kebijakan pengelolaan jafung agar lebih efektif, namun
pengelolaan jafung di Kementerian PUPR masih belum terlepas dari berbagai tantangan dan
persoalan. Koordinator yang merupakan pejabat fungsional ahli madya dan Subkoordinator yang
merupakan fungsional ahli muda saat ini di masa transisi layaknya masih berstatus kepala seksi atau
kasubbag yang membawahi staf. Disisi lain staf yang seharusnya berstatus jafung, namun sebagian
belum berstatus jafung. Proses penyempurnaan pengelolaan jafung di Kementerian PUPR terus
dilakukan baik oleh Biro Kepegawaian, Organisasi, dan Tatalaksana maupun oleh unit organisasi
Pembina Jafung di Kementerian PUPR.
Berbagai upaya terus ditingkatkan agar seluruh pegawai (Pelaksana) menjadi Jafung PUPR yang
berkualitas dan profesional antara lain: penyempurnaan nama dan angka kredit Jafung PUPR (revisi
peraturan Menteri PUPR terkait), pengkajian ulang kelas dan tunjangan jabatan, serta sosialisasi
jafung dan mekanisme pengangkatannya. Contohnya nama Jafung Teknik Jalan dan Jembatan,

4
mengalami perubahan, terbagi 2 (dua) untuk kategori “Ahli” yaitu Penata Kelola Jalan dan Jembatan,
sedangkan kategori “Terampil” yaitu Penata Laksana Jalan dan Jembatan. Upaya-upaya sosialisasi
perekrutan jafung ahli baru (ahli pertama) tidak lagi cukup, namun perlu adanya program percepatan
untuk menjafungkan pelaksana-pelaksana yang golongannya sudah tinggi melalui inpassing, uji dan
kompetensi, diklat, dan lain sebagainya.
Selama ini pegawai seringkali kurang paham dan memiliki pertanyaan-pertanyaan antara lain: Jafung
apa yang sesuai dengan kompetensi dan bidang kerjanya, Bagaimana mekanisme pengangkatan (baik
pengangkatan pertama dari CPNS maupun perpindahan dari jafung lain atau dari pelaksana),
Bagaimana pengisian angka kreditnya, dan lain sebagainya. Untuk itu selain melalui sosialisasi, perlu
adanya suatu sistem yang bukan hanya berupa database informasi jafung namun juga mampu
menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan dari para pegawai.

IV. KAJIAN PUSTAKA

Pada awalnya birokrasi kita lebih mirip dengan model Machine Bureaucracy yang lebih menekankan
pada pembedaan unit-unit kerja dan sangat terobsesi dengan kontrol atau pengendalian dan
pengawasan (Grand Design Jabatan Fungsional, 2018). Birokrasi ini bersandar pada kewenangan
formal dari posisi struktural (the power of office). Namun demikian, untuk mengubah stigma terhadap
birokrasi kita yang dianggap tidak kapabel, maka perlu adanya suatu model birokrasi yang lebih baik
contohnya The Professional Bureaucracy yang lebih menekankan mekanisme koordinasi melalui
standardisasi ketrampilan, melalui pelatihan dan indoktrinasi. Birokrasi yang seperti ini relevan
dengan birokrasi kita yang saat ini mulai menerapkan jafung yang mengutamakan profesionalisme.
Model birokrasi tersebut berbeda dengan Machine Bureaucracy karena lebih menekankan
kewenangan yang bersumber pada profesionalisme (the power of expertise).
Di dalam model The Professional Bureaucracy, mereka akan merekrut karyawan baru yang akan
dilatih sesuai kebutuhan pekerjaan lalu diberi kewenangan untuk bidang kerja masing-masing.
Kondisi tersebut mirip dengan perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang kemudian
diangkat mejadi jafung yang sesuai. Di dalam model tersebut, maksud kewenangan dalam bidang
kerja masing-masing adalah kondisi yang relatif independen dari rekan kerjanya dan terfokus pada
pelanggan masing-masing yang harus dilayani. Contoh sederhananya adalah dosen yang ketika di
dalam kelas tidak lagi dikontrol oleh atasan atau rekan kerjanya secara langsung. Mereka memiliki
kebebasan untuk melakukan tugasnya.
The Professional Bureaucracy (Grand Design Jabatan Fungsional, 2018) dianggap sebagai model
yang paling mendekati ideal untuk mendukung birokrasi di Indonesia karena model struktur ini
bertumpu pada operating core yang didominasi oleh para profesional (dalam hal ini para jafung)
yang saat bekerja menggunakan kemampuan/kompetensi yang tinggi untuk memecahkan masalah
dalam waktu singkat. Jabatan Fungsional (Jafung) itu sendiri, sesuai amanat UU ASN didefinisikan
sebagai sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional
yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Model The Professional Bureaucracy sebaiknya dilengkapi dengan karakteristik desentralistis,
ramping, dan berjaringan dengan pasar/publik sesuai dengan perkembangan zaman. Model ini juga
dapat dipadukan dengan konsep Denhardt (2003) di dalam Grand Design Jabatan Fungsional
(Lembaga Administrasi Negara, 2018) bahwa struktur organisasi pemerintahan itu sebaiknya
memiliki karakteristik: berisi instansi-instansi yang dibuat seramping mungkin, instansi-instansi
yang dibuat menjadi semi otonom, dan instansi-instansi yang ukuran organisasinya dikurangi atau
dipangkas. Hal tersebut sejalan dengan konsep penyederhanaan birokrasi yang telah dilaksanakan
oleh Pemerintah.

5
Model The Professional Bureaucracy ini juga dapat dilengkapi dengan model birokrasi holakrasi
yang mana model tersebut sepenuhnya mengintegrasikan tren kepemimpinan modern dan mewakili
desain organisasi yang dinamis dan inovatif. Dengan adanya model holakrasi, jafung-jafung
dimungkinkan untuk memberikan umpan balik kepada atasan sebagai masukan untuk perubahan
organisasi yang lebih inovatif.
Melihat beberapa stigma yang berkembang di masyarakat bahwa birokrasi dianggap tidak efektif dan
efisien, prosedurnya berbelit-belit dan lamban, serta ASN dianggap tidak profesional dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, maka dilakukanlah penyederhanaan birokrasi melalui penyetaraan
jabatan yang diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan di antaranya adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 sebagai Perubahan Atas Perubahan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen PNS dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 28 Tahun 2019 tentang
Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, pengadaan
jafung dilakukan untuk mengisi kebutuhan: 1) Jafung ahli pertama dan jafung ahli muda (jafung
keahlian); dan 2) Jafung pemula dan terampil (jafung keterampilan). Pejabat Fungsional
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi
madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang
memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas jafung. Lebih lanjut diatur, bahwa pengangkatan
PNS ke dalam jafung dilakukan melalui pengangkatan pertama, perpindahan dari jabatan lain,
penyesuaian, dan promosi.
Sesuai dengan Arahan Presiden RI, telah dilakukan penyetaraan jabatan sesuai Peraturan Menteri
PAN dan RB Nomor 28 Tahun 2019 yaitu penyetaraan jabatan meliputi jabatan administrator,
jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana (eselon V). Penyetaraan jabatan dilakukan dengan kriteria
antara lain: 1) Tugas dan fungsi jabatan berkaitan dengan pelayanan teknis fungsional; 2) Tugas dan
fungsi jabatan dapat dilaksanakan oleh pejabat fungsional; dan 3) Jabatan yang berbasis
keahlian/keterampilan tertentu.
Pelaksanaan penyetaraan jabatan dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi Jabatan Administrasi pada unit kerja;
b. Pemetaan Jabatan dan Pejabat Administrasi yang terdampak penyederhanaan birokrasi;
c. Pemetaan Jabatan Fungsional yang dapat di duduki Pejabat yang terdampak penyederhanaan
birokrasi;
d. Penyelarasan Tunjangan Jabatan Fungsional dengan Tunjangan Jabatan Administrasi dengan
menghitung penghasilan dalam Jabatan Administrasi ke Jabatan Fungsional; dan
e. Penyelarasan kelas Jabatan Fungsional dengan kelas Jabatan Administrasi.
Penyetaan jabatan dilakukan sebagai berikut:
a. Administrator disetarakan dengan Jabatan Fungsional jenjang Ahli Madya;
b. Pengawas disetarakan dengan Jabatan Fungsional jenjang Ahli Muda; dan
c. Pelaksana (eselon V) disetarakan dengan Jabatan Fungsional jenjang Ahli Pertama.
Dengan dilakukannya penyetaraan jabatan administrasi menjadi jabatan fungsional, maka kelas
jabatan yang diduduki akan disesuaikan dengan mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Nomor 1061/KPTS/M/2019, yaitu:
a. Jabatan Fungsional jenjang Ahli Madya berada di kelas jabatan 11;
b. Jabatan Fungsional jenjang Ahli Muda berada di kelas jabatan 9; dan
c. Jabatan Fungsional jenjang Ahli Pertama berada di kelas jabatan 8.

6
Namun untuk Jabatan Fungsional Pembina Jasa Konstruksi, terdapat perbedaan kelas jabatan yaitu:
a. Jabatan Fungsional jenjang Ahli Madya berada di kelas jabatan 12;
b. Jabatan Fungsional jenjang Ahli Muda berada di kelas jabatan 10; dan
c. Jabatan Fungsional jenjang Ahli Pertama berada di kelas jabatan 8.

V. METODE

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif untuk menggambarkan secara detail fenomena
pengembangan jabatan fungsional di Kementerian PUPR. Pengumpulan data dilakukan melalui studi
pustaka/literatur dan indepth interview kepada responden yaitu Pejabat Fungsional di Kementerian
PUPR khususnya bidang PUPR. Pengolahan data menggunakan model interaktif Milles dan
Huberman, yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Peningkatan Jumlah Jabatan Fungsional PUPR


Jafung pada awalnya kurang diminati dalam pola karir PNS karena sebagian besar PNS lebih
memilih berkarir menjadi pejabat sruktural. Stigma yang melekat adalah pejabat struktural memiliki
hak-hak dan tunjangan yang lebih tinggi, namun demikian stigma tersebut perlahan mulai
dihilangkan. Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah semakin mendorong pegawai untuk menjadi
pejabat fungsional, bahkan sejak Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), pegawai sudah diarahkan
untuk menduduki Jafung Tertentu (JFT) sesuai jabatan yang dipilihnya. Harapannya ke depan, jafung
bukan lagi merupakan sebuah pilihan namun menjadi suatu keharusan bagi PNS yang tidak
menempati jabatan struktural.
Di Kementerian PUPR, pejabat fungsional yang aktif semakin meningkat jumlahnya namun
demikian jumlah tersebut masih belum cukup karena masih < 30% dari total pegawai. Jumlah
tersebut didominasi oleh pejabat fungsional bidang PUPR sebanyak 73% yang terdiri atas pejabat
fungsional teknik jalan dan jembatan (33%), teknik pengairan (18%), teknik penyehatan lingkungan
(7%), teknik tata bangunan dan perumahan (11%), dan pembina jasa konstruksi (4%). Jafung bidang
PUPR tersebut berada di bawah naungan Kementerian PUPR sebagai pembinanya (di bawah
pembinaan direktorat jenderal teknis terkait). Sementara itu, 27% jafung non PUPR berada di bawah
pembinaan kementerian/lembaga terkait lainnya.

JF TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN (1.160 ORANG)

27% JF TEKNIK PENGAIRAN (966 ORANG)


33%

JF TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN (373 ORANG)


4%

11% JF TEKNIK TATA BANGUNAN & PERUMAHAN (558 ORANG)


7% 18%

JF PEMBINA JASA KONSTRUKSI (191 ORANG)

PUPR NON PUPR

Sumber: Hasil Pengolahan Data Biro Kepegawaian dan Ortala, 2020

Gambar 2. Jumlah Pejabat Fungsional Bidang PUPR Berstatus Aktif

7
Jafung PUPR merupakan jafung utama penggerak pembangunan infrastruktur PUPR. Jafung PUPR
dengan jumlah total 3.848 orang didominasi oleh jafung ahli pertama sebanyak 2.190 orang dan ahli
muda sebanyak 1.283 orang. Jumlah jafung madya (241 orang) dan utama (10 orang) masih kurang
dibandingkan beban tugas Kementerian PUPR dalam membangun infrastruktur. Jafung PUPR
tersebut tersebar di seluruh unit organisasi (Pusat dan Balai/UPT) dengan dominasi penempatan di
unit organisasi pembinanya, yaitu: Jafung Teknik Jalan dan Jembatan mayoritas ditempatkan di
Ditjen Bina Marga, Jafung Teknik Pengairan di Ditjen Sumber Daya Air, Jafung Teknik Penyehatan
Lingkungan di Ditjen Cipta Karya, Jafung Teknik Tata Bangunan dan Perumahan di Ditjen Cipta
Karya, dan Pembina Jasa Konstruksi di Ditjen Bina Konstruksi.

2500 2.190

2000

1.283
1500

1000

500 241
10 3 11 110
0
0
Utama Madya Muda Pertama Penyelia Mahir Pelaksana Pemula

Sumber: Hasil Pengolahan Data Biro Kepegawaian dan Ortala, 2020

Gambar 3. Jumlah Pejabat Fungsional PUPR

Kementerian PUPR mengemban amanat pelaksanaan RPJMN 2020-2024 yang cukup berat untuk
membangun output-output utama pembangunan infrastruktur PUPR di sektor sumber daya air,
konektivitas, permukiman, dan perumahan. Terdapat gap yang sangat besar dan membutuhkan
upaya-upaya percepatan antara lain pembangunan bendungan, peningkatan ketersediaan air baku,
pembangunan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air, pembangunan jalan tol, peningkatan
akses air minum layak dan sanitasi, serta pembangunan rumah susun, rumah khusus, dan rumah
swadaya. Berkaca pada capaian tahun 2015-2019, terdapat beberapa target yang tidak tercapai
dengan selisih yang sangat jauh (kinerja <50%), yaitu pembangunan air baku (kinerja 45%),
pembangunan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air (kinerja 40%), dan pembangunan
rumah susun (kinerja 18%), rumah khusus (kinerja 42%), dan rumah swadaya (kinerja 48%). Dengan
demikian, terobosan inovasi dan teknologi sangat diperlukan untuk mempercepat pencapaian
pembangunan infrastruktur.
Dengan beban tugas tersebut, Kementerian PUPR harus mengelola anggaran > Rp 100 Triliun setiap
tahunnya. Namun di sisi kuantitas SDM, jumlah SDM Kementerian PUPR masih belum mencukupi
sedangkan dari sisi kualitas, masih dibutuhkan Jafung-jafung ahli di bidang PUPR. Total seluruh
Jafung PUPR yang aktif hanya 3.848 orang atau 18,05% dibandingkan seluruh pegawai Kementerian
PUPR yang berjumlah 21.316 orang. Jumlah tersebut sangat kurang dibandingkan beban tugas untuk
membangun output-output utama hingga tahun 2024. Oleh karena itu diperlukan akselerasi para
pelaksana di unit-unit organisasi operasional yaitu di Direktorat Jenderal terkait yang memiliki latar
belakang teknis dan belum berstatus jafung, untuk segera diproses status jafungnya sesuai
mekanisme yang telah ditentukan.

8
SUMBER DAYA AIR KONEKTIVITAS PERMUKIMAN PERUMAHAN

58,5 m3/kapita/tahun 2.513 Km 100% 51.340 Unit


Peningkatan Kapasitas Pembangunan Jalan Tol Akses Air Minum Layak Rumah Susun
Daya Tampung 30% Jaringan Perpipaan

61 Unit 3.000 Km 90% 10.000 Unit


Bendungan Pembangunan Jalan Baru Akses Sanitasi Layak Rumah Khusus
15% Termasuk Aman

470 Unit 38.328 m 813.660 Unit


Pembangunan Embung Pembangunan Jembatan 10.000 Ha Rumah Swadaya
Penanganan Permukiman Kumuh
500.000 Ha
Pembangunan Daerah Irigasi 31.053 m 100% 262.345 Unit
Pembangunan Fly Over/Underpass Hunian Dengan Akses Sampah PSU Perumahan
2.000.000 Ha Terkelola Baik di Perkotaan
Rehabilitasi Jaringan Irigasi
5.555 Unit
50 m3/detik Pembangunan & Rehabilitasi
Ketersediaan Air Baku
Sarana Prasarana Pendidikan,
Olahraga, dan Pasar
1.982 Km
Pengendali Banjir dan
Pengaman Pantai

Sumber: Renstra Kementerian PUPR Tahun 2020-2024

Gambar 4. Output Utama Kementerian PUPR 2020-2024

Permasalahan dan Tantangan Jabatan Fungsional PUPR


Pertanyaan yang seringkali muncul ketika PNS dihadapkan pada pilihan antara menjadi pejabat
fungsional atau pejabat struktural adalah terkait hak-hak dan tunjangan jabatan yang diberikan, yang
mana terdapat stigma bahwa hak-hak dan tunjangan menjadi pejabat struktural masih lebih tinggi
dibandingkan menjadi pejabat fungsional. Namun, dengan adanya penyetaraan jabatan, gap
tunjangan tersebut berusaha diminimalkan dengan menyetarakan grade tunjangan kinerja yaitu untuk
pejabat pengawas disetarakan dengan pejabat fungsional ahli muda dan pejabat administrator
disetarakan dengan pejabat fungsional ahli madya.
Lebih lanjut, permasalahan yang belum teratasi adalah tunjangan Jafung Teknik PUPR yang
cenderung lebih rendah dibandingkan tunjangan jabatan struktural maupun tunjangan jafung lainnya.
Bahkan terdapat perbedaan yang siginifikan yaitu tunjangan Jafung Pembina Jasa Konstruksi 2x lipat
lebih besar dibandingkan tunjangan Jafung Teknik PUPR yang kemudian menimbulkan kesenjangan
tersendiri. Padahal Pejabat Fungsional Teknik PUPR memiliki beban kerja yang tidaklah ringan dan
seharusnya mendapatkan tunjangan jafung yang setidaknya setara dengan tunjangan jafung Pembina
Jasa Konstruksi. Dalam hal ini, pengaturan mengenai besaran tunjangan jafung PUPR perlu
dilakukan, yang mana Kementerian PUPR sendiri sebagai pembinanya.
Berdasarkan Perpres Nomor 52 Tahun 2018 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pembina Jasa
Konstruksi, tunjangan untuk ahli pertama adalah Rp 540.000, ahli muda Rp 1.211.000, ahli madya
Rp 1.520.000, dan ahli utama Rp 2.230.000. Adapun sesuai Perpres Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Tunjangan Jabatan Fungsional Teknik Pengairan, Teknik Jalan dan Jembatan, Teknik Tata Bangunan
dan Perumahan, dan Teknik Penyehatan Lingkungan, tunjangan untuk ahli pertama adalah Rp
275.000, ahli muda Rp 525.000, ahli madya Rp 790.000, dan ahli utama Rp 1.050.000.
Dalam hal tunjangan kinerja pun berbeda antara Jafung Teknik PUPR dan Jafung Pembina Jasa
Konstruksi untuk ahli muda dan madya. Jafung Teknik PUPR ahli muda berada di kelas jabatan 9
dengan tunjangan Rp 5.079.000 sedangkan Jafung Pembina Jasa Konstruksi berada di kelas jabatan
10 dengan tunjangan Rp 2.979.200. Jafung Teknik PUPR ahli madya berada di kelas jabatan 11
dengan tunjangan Rp 8.757.600 sedangkan Jafung Pembina Jasa Konstruksi berada di kelas jabatan
12 dengan tunjangan Rp 9.896.000.

9
2.500.000

Rupiah 2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
PERTAMA MUDA MADYA UTAMA
JAFUNG TEKNIK PUPR 275.000 525.000 790.000 1.050.000
PEMBINA JASA KONSTRUKSI 540.000 1.211.000 1.520.000 2.230.000

Sumber: Peraturan Presiden tentang Jabatan Fungsional Terkait

Gambar 5. Perbedaan Tunjangan Jabatan Fungsional Teknik PUPR dan Pembina Jasa Konstruksi

Selama ini desain organisasi yang dibangun masih dengan perspektif struktur yang kaku, gaya
manajerial, dan lebih fokus pada pembentukan kotak-kotak struktural tanpa melihat kebutuhan
fungsional. Hal tersebut kemudian memunculkan persoalan selanjutnya yaitu terkait “ruang gerak”
pejabat fungsional yang dirasa masih kurang bebas berinovasi dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari, pejabat fungsional hanya “sebatas menjalankan disposisi”
dimana komando tetap berada di bawah pejabat struktural (pejabat administrator dan pengawas).
Pasca penyederhanaan birokrasi, di masa transisi suasana “struktural” masih melekat. Sehingga para
pejabat fungsional masih belum bebas berkreasi dan berinovasi dalam mengembangkan keahliannya
dengan kewenangan yang memadai. Namun demikian, pejabat fungsional yang ditunjuk sebagai
Koordinator dan Subkoordinator sesuai SE Menteri PUPR No. 13/SE/M/2020 tentang Pengelolaan
Jabatan Koordinator dan Subkoordinator Pelaksana Tugas dalam Masa Transisi, tidak semata-mata
mengejar pengembangan keahlian pribadinya dan hanya berorientasi dalam pengumpulan angka
kreditnya. Tetapi melaksanakan sebagian tugas yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri PUPR
tentang organisasi dan tata kerja, baik yang merupakan turunan langsung dari tugas Jabatan Pimpinan
Tinggi Pratama maupun tugas Jabatan Administrator di lingkup Unit Kerja.
Sulitnya pengumpulan angka kredit masih menjadi salah satu alasan PNS enggan menjadi pejabat
fungsional. Mindset yang berkembang adalah angka kredit akan menjadi suatu penghambat bagi
kenaikan pangkat pejabat fungsional sehingga PNS lebih memilih menjadi pelaksana karena
dianggap dengan mudahnya naik pangkat setelah 4 (empat) tahun masa kerja. Dalam hal ini, Biro
Kepegawaian, Organisasi, dan Tata Laksana bersama dengan Pembina Jafung perlu lebih sering
mensosialisasikan kelebihan dan manfaat menjadi pejabat fungsional serta meyakinkan PNS agar
tidak khawatir dengan pengumpulan angka kredit. Pada prinsipnya, jika PNS tidak terpaku hanya
pada disposisi ataupun tugas sehari-hari, maka PNS sebagai pejabat fungsional dapat mengumpulkan
angka kredit dengan mudahnya. Inovasi dan inisiatif sangat diperlukan dalam pengumpulan angka
kredit, salah satu contohnya dengan mengejar poin pada pengembangan profesi dan unsur penunjang
untuk mendapatkan angka kredit yang sangat tinggi misalnya melalui penulisan karya ilmiah,
telahaan/kajian, mengikuti seminar, dan lain sebagainya.
Memperhatikan tantangan pembangunan infrastruktur PUPR lima tahun ke depan dalam kasus
Jafung Teknik Pengairan yang bekerja di Balai (BBWS/BWS), seharusnya ruang gerak pejabat
fungsional lebih luas dan harus mampu memberikan inovasi-inovasi baru dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air, contohnya dalam pembangunan waduk tidak selalu lima tahun tetapi
bisa dilakukan percepatan menjadi tiga atau empat tahun seperti yang diharapkan Bapak Menteri
PUPR. Inisiatif dari Pejabat Fungsional Teknik Pengairan sangat diperlukan namun tetap berada
dalam koridor pemantauan atasan langsung dan mendukung pencapaian kinerja unit kerjanya.

10
Para Jafung Teknik PUPR khususnya Teknik Pengairan banyak yang merangkap menjadi Kasatker
dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sehingga seringkali mereka kesulitan mengumpulkan angka
kredit. Seharusnya butir-butir angka kredit Jafung Teknik PUPR dapat mengadopsi dari Jafung
Perekayasa yang mana menggunakan hasil inovasi teknologi sebagai butir angka kredit. Inovasi dan
terobosan dapat dilakukan tentunya saat pegawai melaksanakan tugas terkait penyelenggaraan
infrastruktur SDA. Permasalahan pemenuhan angka kredit merupakan salah satu masalah nasional
terkait jafung, hal ini juga terjadi pada Jafung PUPR namun dengan alasan yang berbeda karena
rangkap jabatan dan karakteristik tugas di lapangan yang berbeda dengan unsur-unsur yang harus
dipenuhi pada jabatan jafungnya.
Permasalahan pemenuhan angka kredit ini perlu segera diberikan solusinya. Untuk memudahkan
pengisian angka kredit, pada saat pengisian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) perlu diintegrasikan
dengan butir-butir tugas yang dipersyaratkan untuk pemenuhan angka kredit jabatan fungsionalnya.
Pada jabatan fungsional Widyaiswara, hal tersebut telah dilakukan dan dapat diadopsi untuk jafung
PUPR lainnya.
Contoh pada kasus Jafung Teknik Pengairan, terdapat beberapa permasalahan terkait pengumpulan
angka kredit diantaranya: Pertama, nilai angka kredit masing-masing uraian kegiatan relatif rendah
yang dirasa tidak sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya; Kedua, belum semua uraian
kegiatan terakomodir dalam penilaian angka kredit (antara lain kegiatan pengembangan dan
pengelolaan bendungan); serta Ketiga, penilaian dan pengumpulan Daftar Usulan Penetapan Angka
Kredit (DUPAK) masih bersifat manual. Beberapa alternatif solusi telah diusulkan oleh Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air selaku Pembina Jafung Teknik Pengairan yaitu penyusunan Revisi
Kepmenkowasbang Nomor 63/KEP/MK.WASPAN/10/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jafung
Teknik Pengairan dan Angka Kreditnya, penyusunan Surat Edaran Dirjen Sumber Daya Air tentang
penetapan sementara uraian kegiatan yang belum terakomodir dalam penilaian angka kredit, serta
pengembangan aplikasi Si-Jafung untuk pengisian DUPAK Teknik Pengairan secara online.
Pengembangan sebuah sistem informasi di dalam pengelolaan dan pembinaan jafung sangat
diperlukan karena pada prinsipnya pejabat fungsional seharusnya fokus pada substansi
pengembangan keilmuan dan penerapannya untuk peningkatan kinerja organisasi bukan disibukkan
dengan urusan administrasi pengumpulan angka kredit dan DUPAKnya. Sistem informasi tersebut
hendaknya bukan hanya berisikan data dan informasi mengenai jafung di Kementerian PUPR namun
juga dapat menyimpan database masing-masing pejabat fungsional yang terintegrasi dengan sistem
e-HRM yang berisi database kepegawaian, e-Office yang berisi database penugasan kegiatan yang
dilakukan oleh pejabat fungsional yang bersangkutan, serta e-Kinerja yang akan menampilkan
kinerja pejabat fungsional tersebut. Sistem tersebut akan berfungsi sebagai sarana penyimpanan data
dan pengingat bagi pejabat fungsional dalam mengurus jafungnya serta dapat membantu menghitung
angka kredit agar tidak lagi dilakukan secara manual.
Di dalam model The Professional Bureaucracy, pegawai khususnya pegawai baru (CPNS) dilatih
sesuai kebutuhan pekerjaan lalu diberi kewenangan untuk bidang kerja masing-masing. Hal ini
sejalan dengan konsep jafung yang telah dikembangkan. Namun pada kenyataannya manajemen
jafung belum dilakukan secara profesional sehingga belum mampu menghasilkan pejabat fungsional
yang qualified sesuai tuntutan tugas dan fungsinya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
permasalahan yaitu: penempatan dan penugasan CPNS/PNS yang tidak sesuai dengan formasi awal
Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) pada saat perekrutan, CPNS/PNS Formasi JFT tidak dipersiapkan
perencanaan diklat teknis/fungsional guna memenuhi syarat pengangkatan dalam jabatannya, dan
terdapat CPNS/PNS Formasi JFT yang tidak diangkat dalam JFT sesuai dengan formasinya.
Dari sisi aspek manajemen jafung, proses seleksi dan distribusi pejabat fungsional masih memiliki
kelemahan. Proses seleksi yang cenderung longgar dan tanpa persyaratan kompetensi yang memadai
kemudian mengakibatkan kurangnya pejabat fungsional yang kompeten. Begitu pula dengan

11
distribusi/penempatannya, pola penempatan pejabat fungsional masih disamakan dengan pola
penempatan supporting staf yang disebar merata ke seluruh unit organisasi. Bahkan dalam beberapa
kasus PNS/CPNS ditempatkan terlebih dahulu baru kemudian ditunjuk oleh pimpinan untuk memilih
jafung sesuai tugas dan fungsi unit kerjanya (tidak ditempatkan sesuai kebutuhan serta tidak sesuai
formasi awal JFT dan minat pegawai yang bersangkutan).
Selain itu, pasca penyetaraan jabatan, terdapat banyak pejabat struktural yang kemudian langsung
ditentukan jafungnya namun tidak sesuai latar belakang pendidikan bahkan beberapa tidak sesuai
dengan tugas dan fungsi unit kerjanya sehingga kemudian para pejabat fungsional tersebut sulit
memperoleh angka kredit dan tidak dapat berkontribusi secara optimal. Tentunya pasca penyetaraan
jabatan, diperlukan suatu penataan kembali dan penempatan yang sesuai bagi pejabat fungsional
yang telah dilantik. Pejabat Fungsional Teknik PUPR yang dilantik tanpa melalui diklat
teknis/fungsional harus tetap menjaga profesionalisme jafungnya sehingga penempatan yang sesuai
dengan minat (passion) dan keahlian sangatlah penting.
Sistem pemantauan dan evaluasi kinerja jafung yang terintegrasi sangat diperlukan di dalam
pengelolaan jafung khususnya Jafung Teknik PUPR. Selama ini belum ada suatu sistem monitoring
kinerja yang dapat memantau dan menilai kinerja Jafung Teknik PUPR yang tersebar di seluruh unit
organisasi, unit kerja, bahkan hingga balai dan satker di seluruh Indonesia. Jafung Teknik PUPR
yang telah diangkat tidak dapat dipetakan dimana saja penempatannya, apa saja penugasan yang
dilakukan, dan bagaimana kinerja serta pengumpulan angka kreditnya. Pembina Jafung seringkali
tidak mengetahui jika terjadi mutasi/rotasi, serta perpindahan jabatan yang terjadi (baik dari/ke
jafung lainnya maupun dari/ke jabatan administrasi).
Ke depannya, untuk menjawab tantangan 4.0 atau 5.0, perlu adanya suatu sistem monitoring dan
evaluasi kinerja jafung di Kementerian PUPR yang terintegrasi dengan eHRM (Biro Kepegawaian,
Organisasi, dan Tata Laksana) dan eKinerja (Pusat Pengembangan Talenta, BPSDM) sehingga
database Jafung Teknik PUPR dapat terpetakan dan ter-update secara berkala sekaligus sebagai tools
evaluasi kinerja jafung yang ada. Integrasi sistem tersebut akan menjadi Big Data dalam penyedia
data di Kementerian PUPR sehingga dapat mempermudah dalam pengambilan keputusan untuk
mewujudkan visi dan perkembangan yang akan dilakukan oleh pimpinan.

VII. STRATEGI PENGELOLAAN JAFUNG PUPR KE DEPAN

Pemerintah berupaya mewujudkan world class bureaucracy melalui optimalisasi peran jabatan
fungsional yang dituangkan di dalam Grand Design Jabatan Fungsional (2018) dan kemudian dibagi
ke dalam 4 (empat) tahapan pelaksanaan. Pertama, penyesuaian desain organisasi dan formasi yang
dinamis berbasis fungsional untuk mewujudkan collaborative governance. Strategi pertama ini telah
dilakukan di Kementerian PUPR namun masih memerlukan penyempurnaan. Dalam rangka
penerapan strategi tersebut pada jabatan fungsional teknik PUPR, direktorat jenderal teknis selaku
Pembina perlu memetakan fungsi jabatan fungsional teknik pengairan di seluruh unit organisasi yaitu
pada level mana saja jabatan fungsional dapat berperan optimal dan melakukan penguatan
fleksibilitas organisasi pemerintah dengan membangun koneksi jabatan fungsional lintas unit
organisasi, lintas kementerian/lembaga/daerah, dan bahkan dengan sektor swasta. Dengan
disusunnya desain organisasi yang tidak lagi rigid, maka peran jabatan fungsional tidak hanya
terkungkung sebatas tugas dan fungsi di dalam unit kerjanya saja. Ke depannya, Pejabat Fungsional
Teknik PUPR ini dapat berinovasi dan berpindah penempatan sesuai dengan kebutuhan akan
kompetensinya serta memungkinkan pejabat fungsional bekerja secara teamwork.
Kedua, reformulasi uraian tugas dan pengejawantahannya dalam tata hubungan kerja. Strategi kedua
ini telah dilaksanakan di Kementerian PUPR melalui penetapan SE Menteri PUPR No.
13/SE/M/2020 tentang Pengelolaan Jabatan Koordinator dan Subkoordinator Pelaksana Tugas dalam

12
Masa Transisi dan diperbarui melalui SE Menteri PUPR No. 29/SE/M/2020 tentang Penetapan
Koordinator dan Subkoordinator di Kementerian PUPR. Selain itu, di dalam Grand Design Jabatan
Fungsional (2018) disebutkan bahwa “kejelasan uraian tugas akan menentukan kejelasan standar
kompetensi ataupun standar kinerja yang ingin dibangun melalui keberadaan jabatan fungsional”.
Untuk menerapkan strategi ini, Revisi Kepmenkowasbang Nomor 63/KEP/MK.WASPAN/10/1999
(khusus Jafung Teknik Pengairan) perlu segera dipercepat dan perlunya ada suatu pedoman
penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) untuk Pejabat Fungsional Teknik PUPR yang mengatur
sasaran maupun target kinerja baik secara individu maupun teamwork.
Ketiga, seleksi yang berkualitas melalui standardisasi kualifikasi, kompetensi, dan kinerja jabatan
fungsional dan penajaman seleksi internal serta terkoneksi dengan penempatan. Strategi ketiga ini
telah dilakukan masih perlu penyempurnaan terutama lebih banyak dilakukan inpassing (bukan lagi
perekrutan awal) untuk menjafungkan pelaksana-pelaksana yang telah bekerja selama bertahun-
tahun. Proses seleksi Jafung Teknik PUPR sudah dilakukan dengan ketat melalui diklat-diklat serta
sertifikasi profesi. Ke depannya untuk meningkatkan kualitas kompetensi, perlu lebih banyak
dilakukan pembinaan terhadap pejabat fungsional yang telah dilantik. Selanjutnya, penempatan
Pejabat Fungsional Teknik PUPR yang kompeten adalah hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih
karena kesalahan penempatan berakibat cukup signifikan bagi menurunnya kompetensi pejabat
fungsional.
Keempat, penyelarasan penilaian kinerja, pengembangan kompetensi, dan pengembangan karir.
Strategi keempat ini telah dilakukan di Kementerian PUPR namun masih perlu pembenahan
khususnya dalam hal manajemen talenta. Pada tahap terakhir pengelolaan jabatan fungsional ini,
penilaian kinerja pejabat fungsional tidak hanya dilihat dari angka kredit yang dikumpulkan juga
mempertimbangkan kontribusinya terhadap organisasi. Penilaian kinerja tersebut akan
diintegrasikan dengan pengembangan kompetensi dan pengembangan karirnya. Sesuai PP Nomor 17
Tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN bahwa
pengembangan kompetensi pegawai termasuk pejabat fungsional ini tidak hanya dilakukan dari
workshop, training, pembinaan dari atasan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu, namun juga melalui
pengembangan kompetensi teknis sebagai syarat kenaikan jenjang (benchmark Diklatpim) dengan
standar kelulusan tertentu. Jika pejabat fungsional telah dinilai kinerjanya baik dan lulus uji
kompetensi, maka akan diatur mekanisme penghargaannya (reward) di dalam pengembangan
karirnya. Pembina Jabatan Fungsional Teknik PUPR bersama dengan Biro Kepegawaian,
Organisasi, dan Tata Laksana perlu menyusun suatu sistem penilaian agar para Pejabat Fungsional
Teknik PUPR yang berprestasi dimungkinkan untuk memangku jabatan administrasi atau jabatan
tinggi sebagai reward dan nantinya juga dapat kembali memangku jabatan fungsional. Pola karir zig
zag ini yang telah dikembangkan di Kementerian PUPR, perlu ditingkatkan serta disosialisasikan
kepada seluruh pembina jabatan fungsional PUPR maupun pejabat fungsional itu sendiri.
Keempat strategi tersebut di atas sebenarnya telah mulai dilakukan di dalam penerapan pengelolaan
jabatan fungsional bidang PUPR, namun perlu lebih dipertajam operasionalisasinya dengan
dukungan penuh dari para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di masing-masing Unit Organisasi terkait.
Selain itu, perlu adanya suatu sistem informasi yang terintegrasi (smart system) sebagai sarana
komunikasi bagi Pejabat Fungsional PUPR jika memiliki pertanyaan atau membutuhkan konseling
dalam pengembangan karir jabatan fungsionalnya. Selama ini seringkali para pejabat fungsional
kebingungan mengenai pengembangan karirnya namun tidak tahu bagaimana menemukan solusinya.
Di dalam sistem informasi tersebut, peran aktif Pembina Jabatan Fungsional Teknik PUPR sangat
diperlukan untuk menjawab seluruh pertanyaan maupun permasalahan bagi pejabat fungsionalnya.
Pembina juga dapat bekerja sama dengan Asosiasi Profesi terkait dalam pengembangan karir Pejabat
Fungsional Teknik PUPR.
Sistem informasi Jafung PUPR yang terintegrasi (integrated system) merupakan suatu solusi yang
dirasa sangat dibutuhkan dalam monitoring dan evaluasi Jafung PUPR. Sistem ini nantinya akan
13
terintegrasi dengan eHRM sebagai database kepegawaian yang mencatat status kepegawaian
(mutasi, rotasi, kenaikan pangkat, promosi, dan perpindahan jabatan) serta dengan eKinerja sebagai
tools evaluasi kinerja Jafung PUPR yang ke depannya akan diintegrasikan pula dengan kinerja
organisasi. Dengan demikian penempatan, penugasan, dan kinerja jafung dapat dipetakan serta
dievaluasi kontribusi kinerja jafungnya terhadap kinerja organisasi.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Jumlah jafung di Kementerian PUPR terus meningkat khususnya pasca dilakukan penyederhanaan
birokrasi sesuai arahan Presiden RI. Ke depannya, jumlah tersebut akan terus meningkat karena saat
ini PNS diwajibkan menjadi jafung di dalam pola karirnya, bukan lagi sebagai pelaksana. Berbagai
upaya dilakukan agar PNS tertarik menjadi jafung antara lain: penyetaraan jabatan struktural menjadi
jafung, pelaksanaan inpassing dan uji kompetensi bagi pegawai yang telah lama berkecimpung di
bidangnya, dan peningkatan tunjangan jabatan.
Namun demikian, masih terdapat beberapa tantangan dan permasalahan dalam pengelolaan jafung
di lingkungan Kementerian PUPR antara lain terkait stigma jafung yang tidak setara dengan jabatan
struktural, penempatan dan penugasan yang kurang sesuai, pengumpulan angka kredit yang sulit,
belum adanya database profil jafung serta belum adanya integrated system dalam manajemen
pengelolaan jafung. Pembenahan yang perlu segera dilakukan terkait database profil jafung termasuk
status penugasan/keberadaannya akan menjadi modal dasar untuk strategi pengelolaan jafung PUPR
ke depan. Sebagai contoh di lingkungan Ditjen Bina Marga, saat ini belum ada peta jafung maupun
database terkait, sehingga yang dilakukan saat ini mendorong DUPAK oleh para Jafung. Salah satu
kebijakan Dirjen Bina Marga adalah mendorong agar dimanapun Jafung Teknik Jalan dan Jembatan
ditempatkan harus memiliki angka kredit.
Beberapa strategi diterapkan di dalam pengelolaan Jafung PUPR yang diadopsi dari strategi di dalam
Grand Design Jabatan Fungsional di antaranya: 1) Penyesuaian desain organisasi dan formasi yang
dinamis berbasis fungsional untuk mewujudkan collaborative governance; 2) Reformulasi uraian
tugas dan pengejawantahannya dalam tata hubungan kerja, 3) Seleksi yang berkualitas melalui
standardisasi kualifikasi, kompetensi, dan kinerja jabatan fungsional dan penajaman seleksi internal,
serta terkoneksi dengan penempatan; dan 4) penyelarasan penilaian kinerja, pengembangan
kompetensi, dan pengembangan karir.
Selain itu, perlu dikembangkan integrated system dalam pengembangan Jafung PUPR yang SMART
sebagai sarana komunikasi terkait konseling dalam pengembangan karir jabatan, juga mampu
mengotomatisasi, berbagi database dan praktik bisnis (success story) baik di lingkungan pusat
maupun daerah serta menghasilkan informasi yang terkini terkait jafung.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.


Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN.
Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2007 tentang Jabatan Struktural.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2007 tentang Jabatan Fungsional Teknik Pengairan, Teknik
Jalan dan Jembatan, Teknik Tata Bangunan dan Perumahan, dan Teknik Penyehatan
Lingkungan.
Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Pembina Jasa Konstruksi.

14
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 219 Tahun
2008 tentang Jabatan Fungsional Perekayasa dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 28 Tahun 2019
tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional.
Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Nomor 01 dan 02 Tahun 2019 tentang
Pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 13 Tahun 2020 tentang Organisasi dana Tata Kerja Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dana Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PUPR
Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dana Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1061/KPTS/M/2019 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
984/KPTS/M/2018 tentang Besaran Tunjangan Kinerja, Nama dan Kelas Jabatan Pegawai
di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 13/SE/M/2020 tentang
Pengelolaan Jabatan Koordinator dan Sub Koordinator Pelaksana Tugas Tugas Dalam Masa
Transisi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
SE Menteri PUPR Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 29/SE/M/2020 tentang
Penetapan Koordinator dan Subkoordinator di Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat.
Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur (2018). Grand Design Jabatan Fungsional.
Lembaga Administrasi Negara RI. Jakarta.
Direktorat Jabatan Aparatur Sipil Negara (2017). Profil Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil.
Badan Kepegawaian Negara RI. Jakarta.

15

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai