Anda di halaman 1dari 5

MATERI KULIAH II

Jenis Perkara di Lingkungan Peradilan Agama

Ditinjau dari sifat perkara yang diajukan masyarakat pencari keadilan kepada badan
Peradilan Agama terdapat 2 (dua) macam perkara yaitu :
2.

1. Perkara Kontensius Perkara Kontensius adalah perkara yang mengandung


sengketa antara dua pihak atau lebih dan merupakan tuntutan hak serta
adanya kepentingan hukum.

Pengertian surat gugatan  ialah surat yang diajukan kepada Ketua Pengadilan
yang berkompeten yang memuat tuntutan hak dan adanya kepentingan
hukum serta mengandung sengketa.

Surat permohonan ialah surat yang diajukan kepada Ketua Pengadilan yang
berkompeten yang memuat tuntutan hak perdata yang diajukan oleh
seseorang atau lebih yang mempunyai kepentingan hukum terhadap suatu
hal yang tidak mengandung sengketa dan diatur dalam Undang-undang atau
ada aturan hukumnya.

Permohonan adalah suatu surat yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata
oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak
mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat
dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.

Gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh penguasa kepada


pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di
dalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar
pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak

Contoh perkara sengketa harta waris, perkara perceraian dan lain-lain.

1. Perkara Volunter Perkara Volunter adalah perkara yang tidak mengandung


sengketa tetapi ada kepentingan hukum serta diatur dalam Undang-undang.

Contoh perkara penetapan wali, penetapan wali adlol dan lain-lain.


1.
Proses Berperkara di Pengadilan Agama
Seseorang yang akan berperkara di Pengadilan Agama datang secara pribadi atau
melalui kuasannya yang sah (dengan Surat Kuasa) mengajukan surat gugatan atau
permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama dan mendaftarkannya
kepada petugas yang ditunjuk menerima surat gugatan atau permohonan tersebut.
Kemudian petugas yang menerima surat gugatan atau permohonan tersebut
menaksir uang muka/panjar biaya perkara yang harus dibayar dengan membuat
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) lalu penggugat atau pemohon membayar
uang muka/panjar biaya perkara ke kasir. Selanjutnya petugas kasir memberi nomor
perkara pada surat gugatan atau permohonan tersebut dan menyerahkan satu
eksemplar salinan surat gugatan atau permohonan dan lembar pertama (asli) SKUM
kepada yang mengajukan perkara.
Setelah itu perkara tersebut didaftarkan ke dalam buku induk perkara oleh petugas
yang ditunjuk sesuai dengan jenis perkaranya, dengan demikian perkara tersebut
telah didaftar secara resmi dan akan ditentukan Majelis Hakim yang akan
memerikasanya oleh Ketua Pengadilan.

4
Tata cara gugat menggugat

Pengertian surat gugatan  ialah surat yang diajukan kepada Ketua Pengadilan yang
berkompeten yang memuat tuntutan hak dan adanya kepentingan hukum serta
mengandung sengketa. Yang mengajukan disebut Penggugat sedang pihak yang
digugat disebut Tergugat. Dalam praktek sering ditemukan Penggugat tidak hanya
satu orang tetapi bisa lebih, demikian juga Tergugat bahkan kemungkinan terdapat
orang lain atau pihak ketiga yang tidak masuk kepada kelompok Penggugat maupun
Tergugat tetapi mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan perkara yang
diajukan tetapi pihak ketiga tersebut tidak mau bergabung dengan penggugat
maupun dengan Tergugat oleh karena itu pihak ketiga tersebut harus dilibatkan
dalam perkara dan dalam surat gugatan disebut sebagai Turut Tergugat.

1. Bentuk dan Kelengkapan Gugatan/Permohonan

Adapun bentuk gugatan atau permohonan dapat dibagi 2 (dua) yaitu :

3.
1. a.      Bentuk Tertulis

Gugatan atau permohonan bentuk tertulis harus memenuhi syarat formil, dibuat
dengan jelas dan terang serta ditanda tangani oleh yang mengajukan
(Penggugat/Pemohon) atau kuasanya yang telah mendapat surat kuasa khusus.

1. b.      Bentuk Lisan

Gugatan atau permohonan bentuk lisan ialah gugatan atau permohonan yang
diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan oleh mereka yang buta huruf dan
Ketua Pengadilan mencatat atau menyuruh mencatat kepada salah seorang pejabat
pengadilan, kemudian catatan tersebut diformulasikan menjadi surat gugatan atau
permohonan. (Pasal 120 HIR/Pasal 144 ayat (1) RBg.)
perbedaan dari permohonan dan gugatan adalah bahwa permohonan itu adalah
tuntutan hak perdata yang di dalam kepentingannya itu bukan suatu perkara
sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat
yang menuntut tuntutan hak yang di dalamnya berisi suatu perkara.[1] Alam gugatan
inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk hukum yang
dihasilkan adalah putusan hukum

Syarat-syarat Gugatan

1. Berupa Tuntutan

Yaitu merupakan suatu aksi atau tindakan hukum yang bertujuan untuk memperoleh
perlindungan hukum dari Pengadilan dan untuk mencegah tindakan main hakim
sendiri.

2. Ada Kepentingan Hukum

Maksudnya yaitu setiap gugatan harus merupakan tuntutan hak dan mempunyai
kepentingan hukum yang cukup.

3. Sengketa

Yaitu tuntutan hak tersebut harus merupakan sengketa. Tidak ada sengketa maka
tidak ada perkara (geen belang, geen actie)

4. Dibuat dengan Cermat dan Terang

Yaitu dengan alasan atau dasar hukumnya harus jelas dan dapat dibuktikan apabila
disangkal, pihak-pihaknya juga harus jelas demikian juga obyeknya. Jika tidak jelas
maka surat gugatan tersebut akan dinyatakan gugatan kabur (Obscure Libel).

Unsur-unsur Surat Gugatan

5
Unsur-unsur surat gugatan ada 3 (tiga) yaitu :

1. Identitas dan kedudukan para pihak

Menurut ketentuan pasal 67 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Identitas


seseorang adalah nama lengkap, umur dan tempat tinggal, tetapi untuk lebih
lengkapnya identitas seseorang sebaiknya ditulis juga jenis kelamin, agama dan
pekerjaan. Kebiasaan di Peradilan Agama jenis kelamin seseorang dapat diketahui
dari nama yang bersangkutan diiringi dengan kata Bin berarti anak laki-laki dari dan
kata Binti artinya anak perempuan.

2. Posita

Posita yaitu penjelasan tentang keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan
hukum yang dijadikan sebagai landasan atau dasar dari gugatan tersebut serta
dibuat dengan jelas dan terang. Dalam bahasa lain posita disebut Fundamentum
Fetendi. Jadi suatu surat gugatan harus memuat peristiwa hukum dan dasar hukum
yang dijadikan alasan untuk mengajukan tuntutan.
3. Petitum.

Petitum yaitu tuntutan yang diminta oleh Penggugat supaya dikabulkan oleh Hakim.
Suatu petitum harus didukung dengan posita dan suatu petitum yang tidak
didasarkan pada posita maka petitum tidak akan dikabulkan oleh hakim.

Penggabungan (kumulasi) gugatan/permohonan.

6
Ada beberapa macam penggabungan (kumulasi) yaitu:

1. Kumulasi Subjektif yaitu jika dalam surat gugatan/permohonan terdapat


beberapa orang penggugat atau Tergugat.
2. Kumulasi Obyektif yaitu Penggugat mengajukan beberapa tuntutan atau
gugatan terhadap Tergugat.
3. Intervensi yaitu ikut sertanya pihak ketiga ke dalam suatu proses perkara
karena ada kepentingan hukum atau ditarik sebagai pihak.

Kumulasi atau Penggabungan gugatan/permohonan dalam satu surat


gugatan/ permohonan berarti terdapat beberapa tuntutan/ permohonan.

Intervensi diatur dalam pasal 279 -282 R.V. dan ada 3 (tiga) macam bentuk
intervensi yang dikenal dalam hukum acara perdata yaitu :

a. Tussenkomst ialah masuknya pihak ketiga ke dalam perkara yang


sedang berlangsung untuk membela kepentingannya sendiri, oleh karena
itu ia melawan kedua belah pihak (Penggugat dan Tergugat) yang sedang
berperkara.
b. Voeging adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan
dengan jalan memasuki perkara yang sedang berlangsung antara
penggugat dan tergugat dengan memihak kepada penggugat atau
tergugat.
c. Vrijwaring adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh tergugat untuk
menarik pihak ketiga ke dalam perkara yang sedang berlangsung guna
menjamin kepentingan tergugat dalam menghadapi gugatan Penggugat.

Gugatan Rekonvensi.

Yang dimaksud dengan gugatan rekonpensi ialah gugatan balik yang diajukan oleh
Tergugat terhadap Penggugat tentang sengketa antara mereka menyangkut hukum
kebendaan. Dasar hukum Pasal 132 a dan 132 b HIR/Pasal 157 dan 158 RBg.
Syarat-syarat gugatan rekonvensi :
1. Diajukan bersama-sama jawaban, tetapi ada yang berpendapat selama
dalam tahap jawab menjawab dan belum sampai ke pembuktian bisa diajukan
gugatan rekonpensi.
2. Diajukan terhadap Penggugat inpersona tidak kepada kuasa Penggugat.
3. Menyangkut hukum kebendaan, dalam hal ini sepanjang masih dalam
kewenangan Pengadilan Agama.
4. Bukan mengenai pelaksanaan putusan.

Surat Permohonan

Surat permohonan ialah surat yang diajukan kepada Ketua Pengadilan yang
berkompeten yang memuat tuntutan hak perdata yang diajukan oleh seseorang atau
lebih yang mempunyai kepentingan hukum terhadap suatu hal yang tidak
mengandung sengketa dan diatur dalam Undang-undang atau ada aturan
hukumnya. Contoh perwalian, pengangkatan anak dan lain-lain.
Ciri-ciri Surat Permohonan yaitu :

1. Ada kepentingan hukum.


2. Tidak mengandung sengketa
3. Diatur dalam Undang-undang atau Peraturan

Anda mungkin juga menyukai