Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HIDROSEFALUS

DOSEN PEMBIMBING :
SARIF, S.ST

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

1. DEVI YULIANA (A.19.11.072)


2. JUSRIANI (A.19.11.057)
3. TAUFIK HERMAWAN (
4. WANDA RUKMANA AMIN (

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN


PANRITA HUSADA BULUKUMBA DOMISILI SELAYAR
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang
ditentukan. Makalah yang berjudul “MAKALAH HIDROSEFALUS” ini, disusun sebagai
salah satu tugas kelompok mata kuliah “KEPERAWATAN MENEJLANG AJAL DAN
PALIATIF”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang ikut
membantu baik langsung maupun tidak langsung.

Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa keperawatan dan


masyarakat umum dapat memahaminya. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga menyadari makalah ini terdapat kekurangan
baik materi maupun penyajian.

Oleh karena itu, segala saran dan kritik dari semua pihak ataupun pembaca sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan lebih dan bermanfaat bagi semuanya.

Selayar , 25 April 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI .....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG .....................................................................................3.3
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................3.3
C. TUJUAN ..........................................................................................................3.4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................5
A. Definisi Hidrosefalus .......................................................................................5.5
B. Etiologi Hidrosefalus .......................................................................................5.6
C. Patofisiologi Hidrosefalus ...............................................................................5.7
D. Pathways……………………………………………………………..………5.8
E. Tanda dan Gejala……………………………………………………………..5.9
F. Manifestasi klinis Hidrosefalus.........................................................................5.9
G. Klasifikasi Hidrosefalus ....................................................................................10
H. Komplikasi Hidrosefalus ..................................................................................10
I. Pemeriksaan penunjang ....................................................................................11
J. Pentalaksanaan Hidrosefalus ............................................................................12
K. Prognosis Hidrosefalus……………………………………………….……….14
BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................15
A. Pengkajian .........................................................................................................15
B. Diagnosa keperawatan ......................................................................................16
C. Intervensi keperawatan .....................................................................................16
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................................22
A. KESIMPULAN ................................................................................................22
B. SARAN ............................................................................................................22
Daftar Pustaka…………………………………………….…………………...………...23

BAB I
PENDAHULUAN
2
A. latar Belakang

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan


serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering
ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada
anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal
maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan
peningkatan tekanan sinus venosa.

Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial. Pemeriksaan
penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal maupun
postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini
sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan
tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh berbagai macam
faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta
respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi
shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah
infeksi pasca operasi.5,6 Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil
akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi
yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus
akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai
serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal
yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat
direncanakan dan dilaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit jantung rematik itu?
2. Bagaimana etiologi penyakit jantung rematik?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit jantung rematik?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit jantung rematik?
5. Apa saja manifestasi klinis pada penyakit jantung rematik?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan pada penyakit jantung rematik?
7. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung
rematik?

C. Tujuan
1. Tujuan umum

3
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai
hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk
mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus
b. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalu
c. Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus
d. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus
e. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. DEFINISI

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngatisyah, 1997).

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral,


ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).

Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal
melebar ( Mumenthaler, 1995).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempa


sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan
serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma.
Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma
pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus
pada anak dan bayi.

Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital
Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada
saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam
kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu
2. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu
penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah
sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus
non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;

1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)


Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan
2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)
Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel
sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada

5
hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk
hydrocephalus nonkomunikan.

B. ETIOLOGI

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );

1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya
hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini
mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan
vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan
untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik

2. Sebab-sebab Postnatal

a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan


kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista
neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan
liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera
kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis
leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini
disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani,
trombosis jugularis

Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat
pada bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada
bayi adalah.
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylv
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus
dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari
biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat
pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula
spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.

6
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi
e. Anomali Pembuluh Darah
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi
ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3. Perdarahan
4. Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
 Tumor Ventrikel kiri
 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma
5. Degeneratif.
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6. Gangguan Vaskuler
 Dilatasi sinus dural
 Thrombosis sinus venosus
 Malformasi V. Galeni
 Ekstaksi A. Basilaris
C. PATOFISIOLOGI

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,
pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii)
sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut
dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan
tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat
selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak
mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut
dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak
akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit
keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel
laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan
dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker
akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV

7
melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah
tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum
yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF
pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 –
8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang


pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

D. PATHWAYS

Produksi CSS meningkat Absorbsi menurun


- Post Infeksi : menginitis
- Tumor Space Oocupying

Penumpukan Cairan (CSS) dalam


Kurang informasi Defisit
vertikel otak secara aktif Pengetahuan
tentang penyakit
(Hidrosefalus)

Penatalaksanaan Obstruksi aliran pada Shunt di vertikel otak

Pemasangan VP Peningkatan volume CSS


Shunt

Peningkatan TIK
Immobilisasi Resiko infeksi
Resiko ketidakefektifan perfusi
Resiko kerusakan
jaringan otak
integritas kulit

E. TANDA DAN GEJALA

8
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah
pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim
ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan
dan adnya massa pada ruangan Occuptional.

Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi
optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan
terjadi retardasi mental dan fisik.

F. MANIFESTASI KLINIK

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang


terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada
sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan
jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam
tanpa aktivitas normal. P

roses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus
dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian,
jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

a. Bayi
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

9
4. peningkatan tonus otot ekstrimitas
5. Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
6. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris
7. Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
8. Strabismus, nystagmus, atropi optic
9. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas
b. Anak yang telah menutup suturanya;
Tanda – tanda peningkatan intarakranial
 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

G. KLASIFIKASI

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,


berdasarkan;
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest ( overt hydrocephalus ) dan
hidrsefalus tersembunyi ( occult hydrocephalus )
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal


menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik.
Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan
dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah
sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

H. KOMPLIKASI

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)


1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran Kepala
3. Kerusakan Ota
4. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
10
8. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik
dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu;

1. Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1
cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat
normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan
secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di
rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan
dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di
dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG
11
tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya
pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan
adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari
semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan

7. MRI ( Magnetic Resonance Image )


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

J. PENATALAKSANAAN

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan
bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga
prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis


dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox)
yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut

12
dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari
luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan
normal
b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2. Lumbo Peritoneal Shunt”


CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak
di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan
yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).

Ventriculo-Peritneal Shunt :

a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan


b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak


diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang
sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang
rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

13
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat
dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt
yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat
pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis
abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

K. PROGNOSIS

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau


tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang
bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil
mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika
tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan
bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui
masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan


neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal
karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi
pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan
mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005)

14
BAB III
TERORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
 Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
 Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
 Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste
 B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
 B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
 B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset
eyes ”, kejang
 B4 ( Bladder ) : Oliguria
 B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
 B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

3. Pemeriksaan Fisik
a. Masa bayi :
kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi dan
terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda
macewe),Mata melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah terstimulasi, lemah,
kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik pada
ekstremitas bawah.pada bayi dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami
kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan
tidak reflek muntah.
b. Masa Kanak-Kanak
Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi ,
Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.
15
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang
abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang intra
cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam
system ventrikular atau sub – arakhnoid.

5. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

6. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahua

B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peningkatan CSS
2. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
4. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi

C. Intervensi keperawatan
1. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peningkatan CSS
Tujuan : Perfusi jaringan pasien efektif dalam waktu 2x24
jam.
Kriteria hasil :
1. Kulit tidak pucat
2. Membran mukosa lembab
3. Keluaran urine adekuat
4. Tidak terjadi mual/muntah dan distensi abdomen
5. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
Intervensi utama : pemantauan tekanan intrakranial
Observasi

16
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati ruang, gangguan
metabolisme, edema serebral, peningkatan tekanan vena, obtrukasi aliran
cairan serebrospinal, hipertensi intrakranial idio pati)
 Monitor peningkatan TD
 Monitor pelebaran tekanan nadi (selisi TDS dan TDD)
 Monitor penurunan prekwensi jantung
 Monitor ireguleritas irama nafas
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidak simetrisan respon pupil
 Monitor kadar Co2 dan pertahankan dalam rentang yang di indikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase ciaran serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi tranduser
 Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jika perlu
 atur intervel memantauan sesuai kondisi pasien
 dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Intervensi pendukung : edukasi prosedur tindakan


Observasi
 identifikasi kesiapan dan kemampauan menerima informasi
Terapeutik
 sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Edukasi
 jelaskan tujuan dan manfaat tindakan yang akan dilakakukan
 jelaskan perlunya tindakan dilakukan
 jelaskan keuntungan dan kerugian jika tindakan dilakukan
 jelaskan langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan
 jelaskan persiapan pasien sebelum tindakan dilakukan
 informasikan durasi tindakan dilakukan
 anjurkan bertanya jika ada sesuatu yang tidak dimengerti sebelum tindakan
dilakukan
 anjurkan kooperatif saat tindakan dilakukan

17
 ajarkan teknik untuk mengantisipasi atau mengurangi ketidak nyamanan akibat
tindakan, jika perlu

2. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik


Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawata, klien akan
menunjukan intregasi kulit yang baik
Kriteria hasil :
1. Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
Intervensi utama : perawatan integritas kulit
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim,
menurunan mobilitas)
Terapeautik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukang pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab ( mis. Lotion, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

Intervensi pendukung : edukasi perawatan kulit


Observasi
 Identifikasi kesiapaan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
 Anjurkan menggunakan tabir surya saat berada diluar rumah
 Anjurkan minum cukup cairan
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun kecukupnya
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan melapor jika ada tesi kulit yang tidak biasa
18
 Anjurkan membersihkan dengan air hangat bagian verianal selama periode
diare

3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan, risiko
infeksi dapat teratasi
Kriteria hasil :
3. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
4. Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat
5. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko
Intervensi utama : pencegahan infeksi
Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokasi dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemebrian immunisasi jika perlu

Intervensi pendukung : pemantauan tanda vital


Observasi
 Monitor tekanan darah
 Monitor nadi (mis. Frekuensi, kekuatan, irama)
 Monitor pernapasan (mis. Frekuensi, delaman)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor oksimetri nadi
 Monitor tekan nadi (selisih TDS dan TTD )
 Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
19
Terapeutik
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan memprosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan , defisi
pengetahuan orang tua tentang hidrosefalus dapat
teratasi dan keluarga klien akan menerima support
dengan adekuat
Kriteria hasil :
1. Orang tua klien tidak terlihat bingun dan berperilaku
berlebihan
2. Orang tua klien mampu mengetahui jenis penyakit,
penyebab dan perawatan anaknya
3. Orang tua klien mampu mengikuti intruksi perawatan
dalam pemantauan anak dengan hidrosefalus
4. Orang tua klien mampu menjelaskan kembali informasi
yang di sampaikan perawat
Intervensi utama : Edukasi kesehatan
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Identifikasi kebutuhan keselamatan berdasarkan tingkat fungsi fisik, koknitif
dan kebiasaan
 Identifikasi bahaya keamanan dilingkungan (mis. Fisik, biologi, dan kimia)
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
 Anjurkan menghilangkan bahaya lingkungan
 Anjurkan menyediakan alat bantu (mis. Pengangan tangan, keset anti slip)
 Anjurkan menggunakan alat pelindung (mis. Restrain, rel samping, penutup
pintu, pagar, pintu gerbang)
 Informasikan nomor terlfon darurat
 Anjurkan melakukan program skrining lingkungan (mis. Tima, radon)
 Ajakan individu dan kelompok risiko tinggi tentang bahaya lingkungan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan pihak lain untuk meningkatkan keamanan lingkungan

20
Intervensi pendukung : Edukasi perilaku upaya kesehatan
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesehatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Gunakan fariasi metode pembelajaran
 Gunakan pendekatan promosi kesehatan dan memperhatikan pengaruh dan
hambatan dari lingkungan sosial serta budaya
 Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif dan pencapaiannya
Edukasi
 Jelaskan penanganan masalah kesehatan
 Informasikan sumber yang tepat dan tersedia di masyarakat
 Anjurkan menggunakan pasilitas kesehatan
 Anjurkan mengevaluasi tujuan secara periodik
 Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah (mis. Keinginan
mengunjungi fasilitas kesehatan
 Ajakan mengidentifikasi tujuan yang akan di capai
 Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari-hari
 Ajarkan pencarian dan penggunaan sistem fasilitas pelayanan kesehatan
 Ajarkan cara pemeliharaan kesehatan

D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada rencana
yang telah ditentukan dengan prinsip :
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:
a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

E. EVALUASI
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan
sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).

21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital, kebanyakan kasus hidrosefalus
dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar
karena pada anak yang mengalami hidrosefalus mengalami kerusakan saraf yang
menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan
pusat vital dan resiko terjadi dekubitus.

Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan
hidrosefalus. Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman yang
diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan membesarnya kepala
anak. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus pun
beragam, salah satunya dengan pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat
muncul pada anak post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi
dapat dicegah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka
dengan prinsip steril.

Perawatan kepada anak terutama neonatus diberikan secara komprehensif di rumah


sakit. Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada anak mencakup tindakan pemasangan
infus, perawatan luka dan prosedur invasif lain. Bayi baru lahir cukup bulan yang dirawat
di rumah sakit secara kontinu akan dilakukan pemberian terapi, oleh karena itu diperlukan
pemasangan infus. Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang menyakitkan bagi
neonatus. Pemberian Non-nutritive sucking (NNS) dapat membantu untuk mengurangi
nyeri yang dirasakan oleh neonatus.

B. Saran

Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang


yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan
terapeutik semacan ini perlu.

Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang
proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

22
Padilla, Hari. 2017; STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA. Jakart selatan
:Dewan pengurus pusat.senin ,26 april 2021.
Padilla, Hari. 2018 ; STANDAR INTERENSI KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta
selatan; Dewan pengurus pusat. Senin ,26 april 2021.
Andika, putra. 2019 ; makalah hidrosefalus.
https://www.academia.edu/19961303/Makalah_hidrosefalus. Senin, 26 april 2021.

23

Anda mungkin juga menyukai