Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN PENYAKIT WILLEM”S


TUMOR 

Dosen Pembimbing : Nurlina nasir, S.Kep,Ns

DISUSUN OLEH

Kelompok 4

1. Herliana A.19.11.054
2. Oktapiani Silpani P A.19.11.059
3. Syahra Taqiah A.19.11. 065
4. Wiwik Jusniati A.19.11.070
5. Yusnita A.19.11.071

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANRITA HUSADA BULUKUMBA

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mah Kuasa,berkat limpahan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “MAKALAH DAN ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT WILLEM”S TUMOR ”.

Dalam penilisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan
baik dalam pembuatan makalah ini. Namun berkat bimbingan dan arahan serta bantuan berbagai
pihak atau teman – teman kelompok akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati kelompok menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :

1. Ibu Dr. Muriyati, S.Kep.,M.Kes Selaku Ketua Stikes Panrita Husada Bulukumba
2. Pak Nurlina nasir, S.Kep,Ns selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan moril maupun material, sehingga
kami dapat menyelesaikan penusunan makalah ini
4. Rekan – rekan mahasiswa/i yang telah memberikan bantuan dalam rangka penyusunan
makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa penulis makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kelompok mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Kelompok berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan tenaga keperawatan
pada khususnya dalam meningkatkan perawatan pada pasien.

Selayar, 22 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………......…………….

DAFTAR ISI………………………………………….......………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……...…...........……………………………………………….........…

B. Rumusan masalah ….....…………...............…………………………………………..

C. Tujuan penulisan ……..….......…......………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi …….…..…………..…………….......………………………………………..

B. Etiologi ........……….......................…………………………………………………...

C. Patofisiologi …...….....…………..…………...………………………………………..

D. Manifestasi Klinis ...… ………………. …...………………..…....…………………...

E. Komplikasi ………….……………………….......……………………………………..

F. Pemeriksaan Diagnostik ……..………………..…………………………………….....

G. Penatalaksanaan Medis………………………………………………………………...

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.Pengkajian ………………………………………………………….........……………..

B. Diagnosa ………...........………………………………........................………………

C. Intervensi .......... ………………………………………………....……………………

D. Evaluasi ………………………………………………………………………………...

E. Pathway/penyimpangan ……………………………………………………………….

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan …..............……....…....…………………..………………………………
B. Saran………………………………............................................................................

C. DAFTAR PUSTAKA…………….......…………………………………………………..

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tumor (Neoplasma) adalah pertumbuhan baru jaringan yang tidak terkontrol dan
progresif. Tumor dan kanker dapat diakibatkan oleh faktor genetika atau diwariskan
kecenderungan genetika untuk karsinogen mungkin disebabkan oleh rapuhnya gen-gen
regulator, kerentanan terhadap inisiator dan promotor, kesalahan enzim pengoreksi atau
gagalnya sistem imun. Kecenderungan genetik kita dapat positif atau negatif terhadap
tumor dipengaruhi oleh berbagai pengalaman prilaku dan lingkungan (kamus kedokteran
dorland, 2010)

Salah satu contoh tumor akibat genetik ini adalah tumor wilms, tumor wilms adalah
tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan cepat, terbentuk dari unsur embrional,
biasanya mengenai anak-anak sebelum usia lima tahun

Tumor wilms menyebabkan neoplasma ginjal sebagian besar anak dan terjadi dengan
frekuensi hampir sama pada kedua jenis kelamin dari semua ras, dengan indikasi tahunan 7,8 per
juta anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Gambaran tumor Wilms yang paling penting adalah
kaitannya dengan anomaly congenital, yang paling umum adalah anomaly urogenotal (4,4%),
hemihipertrofi (2,9%), dan aniridia sporadic (91,1%).

B. Rmusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Tumor wilms?
2. Bagaimana etiologi dari Tumor wilms?
3. Bagaimana patofisiologi dari Tumor wilms?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Tumor wilms?
5. Bagaimana komplikasi dari Tumor wilms?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Tumor wilms?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Tumor wilms?
8. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dari Tumor wilms?
9. Bagaimana pathway/penyimpangan dari Tumor wilms?
C. Tujuan
1. Memahami yang dimaksud dengan penyakit Tumor wilms
2. Memahami etiologi dari penyakit Tumor wilms
3. Memahami patofisiologi dari penyakit Tumor wilms
4. Memahami manifestasi klinis dari Tumor wilms
5. Memahami komplikasi dari Tumor wilms
6. Memahami pemeriksaan diagnostik dari Tumor wilms
7. Memahami penatalaksanaan medis dari Tumor wilms
8. Memahami konsep dasar asuhan keperawatan dari Tumor wilms
9. Memahami pathway/penyimpangan dari Tumor wilms
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Tumor Wilms ( Nefroblastoma) adalah tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional
primitive diginjal.Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang
dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa. Tumor
Wilms merupakan tumor ganas intraabdomen yang tersering pada anak-anak.

Tumor wilms adalah tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan cepat, terbentuk
dari unsur embrional, biasanya mengenai anak-anak sebelum usia lima tahun (kamus
kedokteran dorland)

B. ETIOLOGI

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik. Tumor wilms
berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat tidak adanya stimulasi yang
normal dari duktus metanefron untuk menghasilkan tubuli dan glomeruli yang
berdiferensiasi baik. Perkembangan blastema renalis untuk membentuk struktur ginjal
terjadi pada umur kehamilan 8-34 minggu. Sehinga diperkirakan bahwa kemampuan
blastema primitif untuk merintis jalan ke arah pembentukan Tumor wilms, apakah sebagai
mutasi germinal atau somatik, itu terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu.

Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang juga
menderita Tumor wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat keturunan yang
berbeda dengan kasus Tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus Tumor wilms diturunkan
secara autosomal dominan.
C. PATOFISIOLOGI

Tumor Wilms (Nefroblastoma) merupakan tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional
primitif diginjal, makroskopis ginjal akan tampak membesar dan keras sedangkan
gambaran histo-patologisnya menunjukan gabungan dari pembentukan abortif
glomerulus dan gambaran otot polos, otot serat lintang, tulang rawan dan tulang. Biasanya
unilateral dan hanya 3-10% ditemukan bilateral. Tumor bermetastase ke paru, hati, ginjal,
dan jarang sekali ke tulang. Komponen klasik dari tumor Wilms terdiri dari tiga komponen
yang tampak pada diferensiasi ginjal normal: blastema, tubulus,dan stroma. Terdapat
gambaran yang heterogen dari proporsi komponen tersebut dan juga adanya diferensiasi
yang aberan, seperti jaringan lemak, otot lurik, kartilago, dan tulang. Adanya gambaran
komponen yang monofasik juga ditemukan. Tumor ginjal lain yang ditemukan pada anak
berupa mesoblastik nefroma, clear cell sarkoma, dan renal rhabdoid tumor dapat
membingungkan.
Gambaran anaplasia merupakan indikator penting dalam prognosis tumor Wilms.
Gambaran anaplastik ditandai oleh pembesaran inti sel 2-3 kali lipat, hiperkromatisasi, dan
gambaran mitosis yang abnormal.
Stadium pada tumor wilms Staging berdasarkan NWTSG V, terdiri dari:
 Stadium I
Tumor terbatas pada ginjal dan dapat direseksi secara lengkap dengan kapsul ginjal yang
utuh. Tidak terjadi ruptur atau robekan kapsul. Pembuluh darah sinus renal tidak terlibat
 Stadium II
Tumor sudah melewati kapsul ginjal namun dapat dieksisi secara lengkap. Terdapat
ekstensi regional tumor yang dibuktikan dengan penetrasi kapsul atau dengan invasi
ekstensif sinus renal. Pembuluh darah di luar sinus renal dapat mengandung tumor.
Tumor mengalami cedera akibat biopsi atau tercecer terbatas di daerah flank. Tidak ada
bukti tumor pada atau di luar batas reseksi.
 Stadium III
Terdapat sisa tumor nonhematogen yang terbatas pada abdomen, atau yang meliputi
berikut ini:
 Keterlibatan kelenjar getah bening pada hilus atau pelvis
 Penetrasi tumor melalui permukaan peritoneum
 Implan tumor pada permukaan peritoneum
 Tumor gross atau mikroskopik pada atau di luar batas reseksi bedah
 Tumor tidak dapat direseksi secara lengkap karena infiltrasi lokal ke dalam
struktur vital
 Tumor menyebar tidak terbatas pada daerah flank 
 Stadium IV
Metastasis hematogen ke paru-paru, hepar, tulang atau otak atau metastasis ke kelenkar
getah bening di luar abdomen dan pelvis. Nodul paru tampak pada CT scan harus dibiopsi
untuk diagnosis definitif stadium IV.
 Stadium V
Keterlibatan kedua ginjal pada diagnosis. Setiap sisi harus didiagnosis secara individu
menurut kriteria di atas.

D. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan utama biasanya hanya benjolan perut, jarang dilaporkan adanya nyeri perut dan
hematuria, nyeri perut dapat timbul bila terjadi invasi tumor yang menembus ginjal
sedangkan hematuria terjadi karena invasi tumor yang menembus sistim
pelveokalises. Demam dapat terjadi sebagai reaksi anafilaksis tubuh terdapat protein tumor
dan gejala lain yang bisa muncul adalah :

- Malaise (merasa tidak enak badan)

- Nafsu makan berkurang

- Mual dan muntah

-Pertumbuhan berlebih pada salah satu sisi tubuh (hemihipertrofi)

-Pada 15-20% kasus, terjadi hematuria (darah terdapat di dalam air kemih).

Tumor Wilms bisa menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Gambaran klinis
lainnya berupa demam, penurunan berat badan, anemia, varikokel kiri (akibat obstruksi vena
renalis kiri), dan hipertensi. Trombus tumor dapat meluas ke vena cava inferior dan jantung
sehingga menimbulkan malfungsi jantung. Kadang-kadang, terjadi gejala akut abdomen
akibat ruptur tumor setelah suatu trauma minor.
E. KOMPLIKASI
1. Tumor Bilateral
2. Ekstensi Intracaval dan atrium
3. Tumor lokal yang lanjut
4. Obstruksi usus halus
5. Tumor maligna sekunder

F. PEMERIKSAAN DIAGNOST IK

1. CT scan atau MRI perut


2. USG perut
3. Rontgen perut
4. Rontgen dada (untuk melihat adanya penyebaran tumor ke dada)
5. Pemeriksaan darah lengkap (mungkin akan menunjukkan anemia)
6. BUN
7. Kreatinin
8. Urinalisis (analisa air kemih, bisa menunjukkan adanya darah atau protein urine)
9. Pielogram intravena

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tindakan operasi merupakan tindakan untuk terapi sekaligus penentuan stadium tumor.
Berdasarkan rekomendasi NWTSG, nefrektomi primer dikerjakan pada semua keadaan
kecuali pada tumor unilateral yang unresectable, tumor bilateral dan tumor yang sudah
berekstensi ke vena cava inferior di atas vena hepatika. Tumor yang unresectable dinilai
intraoperatif. Diberikan kemoterapi seperti stadium III dan pengangkatan tumor dilakukan
setelah 6 minggu. Pada tumor bilateral, dilakukan biopsi untuk menentukan jenis tumor dan
diberikan kemoterapi biasanya dalam 8-10 minggu. Nefrektomi dilakukan pada kasus tumor
bilateral jika diberikan sisa parenkim ginjal setelah reseksi tumor masih lebih dari 2/3. Hal
penting dalam pembedahan meliputi insisi transperitoneal, eksplorasi ginjal kontralateral,
dilakukan nefrektomi radikal, hindari tumpahan tumor, dan biopsi kelenjar getah bening
yang dicurigai.

Terapi lanjutan dengan kemoterapi atau radioterapi tergantung pada hasil staging dan
histologi (favourable atau non favourable) dari tumor. Berdasarkan NWTS-5 berikut
algoritma pemberian kemoterapi dan radioterapi pada tumor Wilms. Nefrektomi parsial
hanya dianjurkan pada pasien dengan tumor bilateral, solitary kidney, dan insufisiensi
renal. Pada kasus tumor Wilms bilateral yang perlu dilakukan nefrektomi bilateral,
transplantasi dilakukan setelah 1 tahun setelah selesai pemberian kemoterapi.

Keberhasilan penanganan tumor Wilms ditentukan dari hasil stratifikasi, registrasi, dan
studi NWTSG. Survival bebas penyakit 95% untuk stadium I, dan kira-kira 80% untuk
pasien secara keseluruhan. Prognosis buruk dijumpai pada pasien dengan metastasis ke
kelenjar getah bening, paru-paru dan hepar.
BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas :
Menanyakan nama, jenis kelamin ,alamat, nomor telepon yang bisa dihubungi
2. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar perut. Tidak
nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
3. Riwayat kesehatan dahulu :
Apakah klien pernah mengeluh kelainan pada ginjal sebelumnya, atau gejala-gejala tumor
wilms
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayata keluarga klien pernah mengidap kanker atau tumor sebelumnya
5. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan TTV klien, dan mengobservasi head to too dan yang harus di
perhatikan adalah palpasi abdomen yang cermat dan pengukuran tekanan darah
pada keempat ektremitas. Tumor dapat memproduksi renin atau menyebabkan
kompresi vaskuler sehingga mengakibatkan hipertensi. Deskripsi yang rinci mengenai
kelainan traktus urinarius dan adanya aniridia atau hemihipertrofi juga perlu dicari.

6. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu, hanya dapat ditemukan laju endap
darah yang meninggi dan kadang kadang ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan
labolatorium ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk
 Pada foto polos abdomen akan tampak masa jaringan lunak dan jarang ditemukan
klasifikasi didalamnya
 Pemeriksaan pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori, penekanan
dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises.
 Dari pemeriksaan renoarteriogram didaptkan gambaran arteri yang memasuki masa
tumor. Foto thoraks dibuat untuk mencari metastasi kedalam paru-paru.

7. Pola aktivitas

 Pola nutrisi dan metabolic


Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi
karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien
mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan
anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena
adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glumerulus menyebakan
sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan
natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai
anuria ,proteinuri, hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena
adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai
bila tekanan ddarah sudah normal selama 1 minggu. Adanya edema paru maka
pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi
terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah), anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh
darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati
merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing,
muntah, dan kejang-kejang.
 Pola tidur dan istirahat
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan,
kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari
pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
 Persepsi diri
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang
lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
 Hubungan peran
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatan yang
baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
4. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan

C. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
a. Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
b. Kreteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

c. Intervensi Utama : Manajemen Nyeri


Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesintas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pemgaruh nyeri pada kualitas nyeri
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeautik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan anlgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi logis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi Pemberian analgetik, jika perlu

d. Intervensi Pendukung :
 Edukasi Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeautik

1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan strategi meredakan nyeri


2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurang rasa nyeri

 Pemantauan Nyeri
Observasi
1. Identifikasi factor pencetus dan peredaan nyeri
2. Monitor kualitas nyeri (mis.Terasa tajam, tumpul, diremas remas, ditimpa berat badan)
3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri

Terapeautik

1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien


2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.

a. Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi


b. Kreteria hasil : Tidak terjadi penurunan BB > 15 %, Bayi tidak muntah, Bayi dapat
minum dengan baik
c. Intervensi Utama : Manajemen Nutrisi

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeautik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (misalnya, piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk , jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misalnya: pereda nyeri, antlemetik),


jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

Intervensi Pendukung :

 Pemantauan Nutrisi

Observasi

1. Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi (misalnya ; pengetahuan,


ketersediaan makanan, agama/kepercayaan, budaya, menguyah tidak adekuat, gangguan
menelan, penggunaan obat-obatan atau pasca operasi)
2. Identifikasi perubahan berat badan
3. Identifikasi kelainan pada kulit (misalnya: memar yang berlebihan, luka yang sulit
sembuh, dan pendarahan)
4. Identifikasi kelainan pada rambut (misalnya: kering, tipis, kasar, dan mudah patah)
5. Identifikasi pola makan (misalnya: kesukaan/ketidaksukaan makanan, konsumsi
makanan cepat saji, makan terburu-buru)
6. Identifikasi kelainan pada kuku (misalnya : berbentuk sendok, retak, mudah patah dan
bergerigi)
7. Identifikasi kemampuan menelan (misalnya : fungsi motoric wajah, refleks menelan,
dan refleks gag)
8. Identifikasi kelainan rongga mulut, (misalnya : peradangan, gusi berdarah, bibir kering
dan retak, luka)
9. Identifikasi kelainan eliminasi (misalnya : diare, darah, lender, eliminasi yang tidak
teratur)
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor asupan oral
12. Monitor warna konjungtiva
13. Monitor hasil laboratorium (misalnya: kadar kolestrol, albumin serum, transferrin,
kreatinin, hemoglobin, hematocrit, dan elektrolit darah)

Terapeautik

1. Timbang berat badan


2. Ukur antropometrik komposisi tubuh (misalnya: indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang, dan ukuran lipatan kulit)
3. Hitung perubahan berat badan
4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
5. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Intervensi Pendukung :

 Konseling Nutrisi

Observasi

1. Identifikasi kebiasaan makan dan perilaku makan yang akan diubah


2. Monitor kemajuan modifikasi diet secara reguler
3. Monitor intake dan output cairan, nilai hemoglobin, tekanan darah, kenaikan berat badan,
dan kebiasaan membeli makanan

Terapeautik

1. Bina hubungan terapeautik


2. Sepakati lama waktu pemberian konseling
3. Tetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang realistis
4. Gunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi kecukupan asupan
makanan
5. Perkembangan factor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi (mis. usia,
tahap pertumbuhan dan perkembangan, penyakit)

Edukasi

1. Informasikan perlunya modifikasi diet (misalnya: penurunan atau penambahan berat


badan, pembatasan natrium atau cairan, pengurangan kolestrol)
2. Jelaskan program gizi dan persepsi pasien terhadap diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Rujuk pada ahli gizi, jika perlu

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan

a. Tujuan : pasien mendapat istirahat yang adekuat

b. Kreteria hasil : Pasien dapat istirahat dengan baik

c. Intervensi Utama : Manajemen Energi

Observasi

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan


2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas

Terapeautik

1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tira baring
2. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Intervensi Pendukung :

 Dukungan tidur

Observasi

1. Identifikasi pola aktifitas dan tidur


2. Identifikasi factor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alcohol,
makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeautik

1. Modivikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
4. Tetapkan jalan tidur rutin
5. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur/terjaga

Edukasi

1. Jelaskan pentingnya tidur cukup


2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM
5. Ajarkan factor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. psikologis,
gaya hidup, sering berubah sip bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenetik atau cara nonfarmokologi lainnya

 Edukasi latihan fisik

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeautik

1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

1. Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga


2. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan
3. Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas program latihan yang diinginkan
4. Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat
5. Ajarkan teknik menghindari cedera saat berolahraga
6. Ajarkan teknik pernapasan yang tepat untuk memaksimalkan penyerapan oksigen selama
latihan fisik

4. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan

a. Tujuan : klien menunjukkan tanda-tanda kenyamanan.


b. Kreteria hasil :
kecemasan klien berkurang, klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya,
dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap
tindakan, serta wajah rileks.
c. Intervensi Utama : Reduksi Ansietas

Observasi

1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misalnya: kondisi, waktu, stressor)


2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeautik

1. Ciptakan suasana terapeautik untuk menumbuhkan kepercayaan


2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakikan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami


2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan progronis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan yang diri tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Intervensi Pendukung :

 Dukungan Emosional

Observasi

1. Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk bagi pasien


2. Identifikasi hal yang telah memicu emosi

Terapeautik

1. Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih


2. Buat pernyataan suportif atau empati selama fase berduka
3. Lakukan sentuhan untuk memeberikan dukungan (misalnya: merangkul, menepuk-
nepuk)
4. Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas, jika perlu
5. Kurangi tuntunan berpikir saat sakit atau lemah

Edukasi

1. Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah dan malu


2. Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami (misalnya: ansietas, marah, sedih)
3. Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional sebelumnyadan pola respons yang
biasa digunakan
4. Ajarkan penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat

Kolaborasi

1. Rujuk untuk konseling, jika perlu

 Konseling

Observasi

1. Identifikasi kemampuan dan beri penguatan


2. Identifikasi perilaku keluarga yang mempengaruhi pasien

Terapeautik

1. Bina hubungan terapeautik berdasarkan rasa percaya dan penghargaan


2. Berikan empati, kehangatan, dan kejujuran
3. Tetapkan tujuan dan lama hubungan konseling
4. Berikan privasi dan pertahankan kerahasiaan
5. Berikan penguatan terhadap keterampilan baru
6. Fasilitasi untuk mengidentifikasi masalah

Edukasi

1. Anjurkan mengekspresikan perasaan


2. Anjurkan membuat daftar alternative penyelesaian masalah
3. Anjurkan pengembangan keterampilan baru, jika perlu
4. Anjurkan mengganti kebiasaan maladptif dengan adaptif
5. Anjurkan untuk menunda pengambilan keputusaan saat strees

D. IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah


dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan,
penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai.

E. EVALUASI

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk


memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Hasil yang diharapkan pada klien dengan tumor willem”s
adalah :
1. Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
anak.
2. Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi
3. Pasien mendapat istrahat yang adekut
4. Pasien (keluarga) menunjukan pengetahuan tentang prosedur diagnostik/terapi

F. PATHWAY/PENYIMPANG
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tumor Wilms ( Nefroblastoma) adalah tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional primitive
diginjal. Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun,
tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa.

Tumor Wilms merupakan tumor ginjal padat yang sering dijumnpai pada anak dibawah umur 10
th dan merupakan kira-kira 10% keganasan pada anak. Paling sering dijumpai pada umur tiga
tahun dan kira-kira 10% merupakan lesi bilateral

Penghapusan (delesi) yang melibatkan salah satu dari minimal dua lokus kromosom 11 telah
ditemukan dalam sel dari lebih kurang 33% tumor Wilms. Delesi constitutional hemi zigot dari
salah satu dari lokus ini, 11p13, berkaitan dengan dua sindrom yang langka yang mencakup
tumor wilms: sindrom WAGR (tumor Wilms, Aniridia, Malforasi genitourinaria, dan
Retardasi Mental) dan sindrom Denys-Drash (Tumor Wilms, nefropati, kelainan genital).
Terdapatnya lokus kedua, 11p15, dapat menjelaskan hubungan tumor wilms dengan sindrom
Beckwith-Wiedemann, suatu sindrom congenital yang ditandai dengan beberapa tipe neoplasma
embrional, hemihipertrofi, makroglosi, dan viseromegali.

2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah
kami perlukan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang dan
kami juga berharap pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan willem’s Tumor
dapat terus di kembangkan dan diterapkan dalam bidang keperawatan dalam menangani pasien
terutama pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah Harif: (2017), Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan, Jumat
25 Desember 2020, Jam 14:00

Fadhilah Harif: (2017), Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan, Jumat
25 Desember 2020, Jam 14.00

Fadhilah Harif: (2017), Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan, Jumat 25
Desember 2020, Jam 14:00

Santosa,Budi . 2005 - 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.

Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai