Anda di halaman 1dari 42

PAPER INDIVIDU

Profit Planning
Untuk memenuhi tugas Managerial Accounting
Dosen : Lea Sulaiman Saputra., S.Kom., M.M.

Disusun oleh :
Adelia Zahra
(2301938812)

Jurusan Business Management


Abstrak

Tujuan dari pembahasan mengenai topik ini adalah untuk memperoleh laba optimal sesuai
dengan kemampuan perusahaan oleh karena itu untuk mencapai laba optimal perlu disusun
perencanaan laba agar kemampuan yang dilmiliki perusahaan dapat diarahkan secara terkoordinasi
dalam mencapai tujuan. Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan atas kegiatan perusahaan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan pada periode yang akan datang.
Perencanaan yang baik akan mempermudah manajemen dalam melakukan tugas pemecahan persoalan
manajerial karena proses ini dapat menentukan sasaran perusahaan .Tugas dari manajemen dalam
membuat rencana adalah sebagai pedoman dalam melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan
perusahaan, sehingga manajemen dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan memperoleh laba
perencanaan yang menunjukkan ukuran keberhasilan menajemen dalam menjalankan usahanya
khususnya memperoleh laba maksimal.

Kata kunci : Perencanaan Laba, Break even Point, Contribution Margin, Biaya
BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini, tingkat persaingan sangat tinggi, mengharuskan perusahaan untuk
menentukan suatu kebijakan yang tepat agar tujuan perusahaan yang sudah direncanakan dapat
tercapai. Salah satu tujuan mendirikan perusahaan ialah memperoleh keuntungan yang dapat
dipergunakan untuk kelangsungan hidup. Walaupun demikian, pencapaian laba bukanlah satusatunya
tujuan utama perusahaan karena masih ada tujuan-tujuan lain yang tidak kalah pentingnya, seperti
keberlangsungan perusahaan di masa depan serta tujuan sosial terhadap masyarakat.

Perusahaan akan melakukan berbagai macam strategi untuk mencapai tujuan tersebut antara
lain : strategi produksi, dan strategi pemasaran. Strategi dalam berproduksi ialah menentukan jumlah
produksi yang nantinya akan dijual yang dapat memberikan keuntungan maksimal atau dengan kata
lain selisih antara total pendapatan (TR), dan total biaya (TC) ialah paling maksimal.

Menentukan besarnya laba yang akan diperoleh dalam satu periode, perusahaan harus
menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan besarnya laba, antara
lain : pendapatan, dan biaya-biaya. Laba dapat tercapai apabila pendapatan yang diperoleh selama
satu periode (minimal satu tahun) lebih dari biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode tersebut,
sebaliknya apabila pendapatan kurang dari total biaya yang dikeluarkan selama satu periode maka
perusahaan akan mengalami kerugian. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akan
dipengaruhi oleh jenis perusahaan, dan besar kecilnya kapasitas dari perusahaan yang bersangkutan.

1.2. Permasalahan

Kedengarannya perencanaan laba cukup sulit, karena kekuatan luar mempengaruhi bisnis.
Kekuatan ini meliputi perubahan dalam teknologi, tindakan kompetitor dan ekonomi., demograpi
selera konsumen, sikap sosial, dan faktor politik. Faktor-faktor ini umumnya tidak dapat dikendalikan
oleh suatu perusahaan, dan arah dan besarnya perubahan seringkali sulit untuk diprediksikan.

Secara fundamental tiga pendekatan dapat di pilih dalam menata sasaran laba :

 Dalam metode priori, sasaran laba mendominasi perencanaan. Pada permulaan manajemen
menentukan spesifikasi suatu tingkat pengembalian yang diharapkan dan kemudaian
menuangkan realisasi dari sasaran tersebut melalui perencanaan.
 Dalam metode posteriori, sasaran laba adalah merupakan sub ordinasi dari perencanaan dan
dinyatakan sebagai siuatu hasil dari perencanaan.
 Dalam metode pragmatic, manajemen menggunakan suatu standar laba yang telah di uji dan
di setejui oleh pengalaman

Harapan publik dan tanggung jawab sosial harus disadari merupakan konsekuensi dari sasaran laba
disamping tujuan perusahaan. Perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi tindakan pada kontek
sosial yang mempengaruhi ekonomi. Pengaruh sosial yang potensial meliputi “polusi lingkungan, dan
kosumsi dari sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, dan faktor ekologi lainnya.; hak kelompok
dan individu; perawatan dari jasa publik, keselamatan publik, kesehatan; dan pendidikan; dan banyak
permasalahan sosial lainnya.

Long-Range Profit Planing dan Short-Range Budget.

Perencanaan jangka panjang didifinisikan sebagai “proses berkelanjutan dalam membuat keputusan
sekarang secara sistematis dan, dengan kemungkinan pengetahuan terhadap masa depannya,
mengorganisasi usaha yang dibutuhkan untuk menentukan keputusan dan mengukur hasil dari
keputusan ini dibandingkan dengan pengharapan melalui organisiasi, umpanbalik sistematik.

Rencana jangka panjang harus dijabarkan kedalam anggaran jangka pendek untuk
perencanaan dan pengendalian tindakan yang telah dipilih. Meskipun satu tahun adalah jangka waktu
yang biasa digunakan, anggaran jangka pendek dapat meliputi periode 3, 6, atau 12 bulan,
terganatunga pada sifat dan keadaan bisnis.

Agar efektif anggaran harus dikoordinasikan dengan baik antara manajemen dan sistem
akuntansi. Contohnya harus di usahakan adanya bagan organisasi dan bagan rekening. Bagan
organisasi menunujukan tanggung jawab untuk tiap eksekutif yang kemudian anggaran disesuiakan
berdasarkan keadaan tersebut. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah sistem harga pokok standar
yang akan mengakumulasi biaya dan menyediakan data sebagai laporan dan berdasarkan
tanggungjawab. Eksekutif bertanggung jawab untuk menyiapkan dan memanaje anggaran segmennya
sendiri. Untuk lebih efektif staf perusahaan bisa saja diikutkan dan merencanakan anggaran tetapi
yang menjadi keharusan adalah bahwa mereka harus mengerti agar anggaran dapat berfungsi dengan
baik.
BAB I

Kajian Pustaka

1.1. Perencanaan Laba


A. Pengertian Perencanaan Laba

Salah satu tujuan pendirian perusahaan adalah memperoleh laba yang maksimal. Hal ini
merupakan tugas manajemen untuk mencapai laba yang diinginkan yaitu dengan menyusun
perencanaan laba agar semua sumber daya yang ada dalam perusahaan dapat diarahkan secara
terorganisir dan terkendali. Perencanaan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil
yang diinginkan. Pada dasarnya perencanaan itu merupakan fungsi manajemen yang berhubungan
dengan pemilihan berbagai alternatif tindakan dan perumusan kebijakan. Suatu perencanaan bisa
terealisir apabila manajemen berhasil dalam menjalankan perusahaan yang diukur dengan
besarnya laba (profitability).

Pengertian perencanaan laba menurut Machfoedz (1996: 289) adalah sebagai berikut :
Perencanaan laba (profit planning) sering disebut budget perencanaan (planning budget) atau rencana
operasi (plan operation) adalah rencana dari manajemen yang meliputi seluruh tahap dari operasi di
masa yang akan datang untuk mencapai tujuan perusahaan dibagi ke dalam dua jenis rencana yaitu
rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang.

Menurut Supriyono (2002: 331) “Perencanaan laba (profit planning) adalah perencanaan yang
digambarkan secara kuantitatif dalam keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya. Didalamnya juga
ditentukan tujuan laba yang dicapai oleh perusahaan. Sedangkan menurut Carter Usry “perencanaan
laba merupakan rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan cermat dimana implikasi
keuangannya dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan rugi laba, neraca, kas dan modal kerja
untuk jangka panjang dan jangka pendek”.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan laba adalah rencana kerja yang
telah diperhitungkan dengan cermat dan digambarkan secara kuantitatif dalam bentuk laporan
keuangan untuk jangka pendek dan jangka panjang.

Perencanaan laba ditujukan kepada sasaran akhir perusahaan/organisasi dan bermanfaat sebagai
pedoman untuk mempertahankan arah kegiatan yang pasti. Perencanaan laba yang baik tidaklah
mudah karena ada kekuatan-kekuatan eksternal mempengaruhinya. Kekuatan-kekuatan tersebut
meliputi perubahan dalam teknologi, tindakan pesaing, ekonomi, demografi, selera serta pilihan
pelanggan, perilaku sosial, serta faktor-faktor politik. Kekuatan-kekuatan tersebut umumnya berada
diluar kendali manajemen, dan besar serta arah perubahan seringkali sulit untuk diprediksi. Untuk
mengatasi hal tersebut para manajer harus didorong agar berusaha keras untuk menetapkan sasaran
pribadi yang sejalan dengan sasaran perusahaan/organisasi.

Dalam menentukan sasaran atau tujuan laba, manajemen sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor
berikut:

1. Laba atau rugi yang diakibatkan dari volume penjualan tertentu


2. Volume penjulan yang diperlukan untuk menutup semua biaya plus menghasilkan laba yang
mencukupi untuk membayar deviden serta menyediakan kebutuhan kegiatan masa depan.
Break Event Point.
3. Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang.
4. Kapasitas operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan laba.
5. Pengembalian atas modal yang digunakan.

Menurut Carter Usry dalam menetapkan sasaran laba ada tiga prosedur yang dapat digunakan yaitu:

1. Dalam metode priori, tujuan laba mendominasi perencanaan. Pertama- tama manajemen
menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dan berusaha untuk merealisasikan
melalui perencanaan.
2. Dalam metode posteriori, tujuan laba berada dibawah perencanaan dan diidentifikasi sebagai
hasil dari perencanaan.
3. Dalam metode pragmatis, manajemen menggunakan suatu standar laba yang telah diuji dan
dibuktikan melalui pengalaman.

Sedangkan menurut Krismiaji dalam penetapan laba terdapat pendekatan yang berbeda, yaitu:

1. Didasarkan pada masa kembali modal yang diinvestasikan. Metode ini menghendaki
penetapan tingkat keuntungan menjadi titik tolak penyusunan rencana.
2. Didasarkan kepada produk yang akan dijual. Metode ini menghendaki perencanaan yang
diformulasikan akan diperoleh berupa keuntungan.
3. Didasarkan pada perhitungan menurut standar. Metode ini melakukan perhitungan dari proses
perencanaan yang diukur dengan standar yang ada. Manajemen memperhitungkan relatif
keuntungan menurut standar yang dianggap memuaskan perusahaan/organisasi.

Perencanaan Laba Jangka Pendek

Berhasil atau tidaknya perusahaan adalah dapat melihat kemungkinan dan kesempatan dimasa
yang akan datang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Karena itu tugas manajemen untuk
membuat perencanaan yang pada dasarnya kegiatan membentuk masa depan, yang pada intinya
memutuskan berbagai macam alternatif & perumusan kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang
akan datang.
Ukuran yang dipakai untuk melihat berhasil tidaknya manajemen perusahaan adalah laba yang
diperoleh oleh perusahaan. Laba dipengaruhi oleh tiga faktor :
a. volume produk yang dijual yang langsung mempengaruhi volume produksi, volume
produksi mempengaruhi laba
b. Harga jual produk yang mempengaruhi volyme penjualan
c. Biaya yang menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki

Perencanaan laba jangka pendek dilakukan oleh manajemen dalam proses penyusunana
anggaran perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran, manajemen selalu menghadapi pertanyaan
“what if’ yaitu pertanyaan apa yang akan terjadi jika sesuatu dipilih oleh manajemen. Perencanaan
laba jangka pendek dapat dilaksanakan dengan mudah jika didasarkan pada laporan laba-rugi
projeksian, yang disusun berdasarkan metode variable costing.
Oleh karena itu dalam perencanaan laba jangka pendek, Hubungan antara biaya, volume & laba
memegang peranan penting karena merupakan teknik untuk menghitung dampak perubahan harga
jual, volume penjualan & biaya terhadap laba untuk membantu manajemen dalam proses penyusunan
anggaran. Manajemen mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan yang berakibat terhadap
perubahan harga jual, volume penjualan, biaya variabel dan atau biaya tetap yang akhirnya akan
berdampak terhadap laba bersih. Dampak terhadap laba bersih ini yang menjadi salah satu
pertimbangan penting manajemen dalam memutuskan berbagai usulan kegiatan dalam proses
penyusunan anggaran perusahaan.

Alat analisis yang mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses penyusunan
anggaran dan berbagai parameter yang bermanfaat untuk perencanaan laba jangka pendek yaitu:
a. Impas
Impas memberikan informasi tingkat penjualan suatu usaha yang labanya sama dengan nol.
Paramater ini memberikan informasi kepada manajemen, dari jumlah target pendapatan
penjualan yang dianggarkan, berapa pendapatan penjualan minimum yang harus dicapai
agar usaha perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Margin of safety
Memberikan informasi berapa volume penjualan yang dianggarkan atau pendapatan
penjualan tertentu maksimum boleh turun agar suatu usaha tidak menderita rugi.
c. Shut – down point
Memberikan informasi pada tingkat penjualan berapa suatu usaha secara ekonomis
sebaiknya ditutup karena pendapatan penjualannya hanya dapat digunakan untuk menutup
biaya tunai saja.
d. Degree of operating leverage
Memberikan informasi berapa kali lipat presentase tertentu perubahan pendapatan
penjualan mengakibatkan perubahan laba bersih.
e. Laba kontribusi perunit (Contribution margin)
Memberikan informasi kemampuan suatu produk dalam memanfaatkan sumber daya yang
langka untuk memberikan kontribusi dalam menutup biaya tetap dan menghasilkan laba.
(Kelebihan pendapatan penjualan di atas biaya variabel)

Berbagai parameter tersebut memberikan bantuan yang penting bagi manajemen dalam
mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan dalam proses penyusunan anggaran perusahaan.
Dalam proses perencanaan laba jangka pendek manajemen memerlukan informasi akuntansi
diferensial untuk mempertimbangkan dampak perubahan volume penjualan, harga jual & biaya
terhadap laba perusahaan. Analisis impas & analisis biaya-volume-laba merupakan teknik untuk
membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek.

Contoh 1 .
Departemen anggaran PT.X menyajikan laporan L/R projeksian (Projected Income Statement ) untuk
tahun anggaran 20X2 sbb:

PT. X
Laporan Laba Rugi Projeksian
Tahun Anggaran 20X2

Jumlah %

Pendapatan Rp. 500.000.000 100


penjualan %

Biaya Variabel 300.000.000 60%

Laba kontribusi Rp. 200.000.000 40%

Biaya tetap 150.000.000 30%


Rp.
Laba bersih 10%
50.000.000

Dalam proses penyusunan anggaran induk perusahaan, laporan L/R yang disusun dengan metode
variable costing yang membantu manajemen puncak dalam mempertimbangkan usulan kegiatan yang
diajukan oleh manajemen menengah. Keputusan jangka pendek umumnya menyangkut penambahan /
pengurangan volume kegiatan. Dari laporan L/R yang disusun menurut metode variabel costing,
manajemen dapat memperoleh pemanfaatan dari alat-alat analisis diatas yaitu :

1. Impas
Dari lap.L/R diatas target pendapatan (revenues) yang diharapkan perusahaan Rp. 500.000.000, dari
target tersebut manajemen memerlukan informasi berapa pendapatan minimum yang harus dicapai
perusahaan untuk tahun anggaran yang akan datang agar tidak rugi. Dari target tersebut diatas impas
dapat dihitung sebesar Rp. 375.000.000 ( Rp. 500.000.000 / 40 % ). Angka tersebut diatas
menunjukkan bahwa dari target pendapatan penjualan (revenues) yang direncanakan sebesar Rp.
500.000.000 minimum perusahaan harus dapat menjual Rp. 375.000.000 agar perusahaan tidak rugi.
Jika perusahaan mampu memperoleh pendapatan penjualan diatas impas, perusahaan baru dapat
menghasilkan laba. Semakin rendah impas berarti semakin besar kemungkinan perusahaan
memperoleh kesempatan untuk mendapatkan laba.
2. Margin Of Safety
Dari target pendapatan penjualan tersebut, manajemen memerlukan informasi berapa jumlah
maksimum penurunan target pendapatan penjualan boleh terjadi, agar penurunan tersebut tidak
mengakibatkan perusahaan menderita kerugian. Untuk menjawab pertanyaan tersebut manajemen
memerlukan informasi margin of safety dari anggaran laba projeksian tahun anggaran yang akan
datang. Dari data dalam contoh 1. karena impas diatas sebesar 375.000.000, maka jumlah maksimum
penurunan target pendapatan penjualan yang tidak menyebabkan perusahaan mengalami kerugian
adalah Rp. 125.000.000 ( Rp. 500.000.000 – Rp. 375.000.000 ) atau 25% (Rp.
125.000.000/Rp.500.000.000).
- Semakin besar margin of safety semakin besar kesempatan perusahaan memperoleh laba, semakin
kecil margin of safety semakin rawan perusahaan terhadap penurunan target pendapatan penjualan.
- Jika margin of safety ratio, yang merupakan ratio antara margin of safety dan pendapatan
penjualan sebesar 25%, berarti penurunan target pendapatan penjualan sedikit diatas 25% telah
menyebabkan perusahaan menderita kerugian.
3. Titik penutupan usaha ( Shut Down Point )
Suatu usaha tidak layak secara ekonomis untuk dilanjutkan jika pendapatan penjualannnya tidak
cukup untuk menutup biaya tunainya. Dari contoh 1 diketahui bahwa biaya tetap perusahaan tersebut
sebesar Rp. 150.000.000, 100.000.000 merupakan biaya tunai, maka anggaran thn 20X2, titik
penutupan usaha sebesar Rp.250.000.000 ( 100.000.000/40%). Hal ini berarti dibawah pendapatan
penjualan sebesar 250.000.000, usaha perusahaan secara ekonomis tidak pantas dilanjutkan karena
pendapatan penjualan dibawah jumlah terebut akan mengakibatkan perusahaan tidak mampu
membayar biaya tunainya.

4. Degree of Operating Leverage


Ukuran ini menunjukkan persentase perubahan laba bersih sebagai dampak terjadinya sekian persen
perubahan pendapatan penjualan. Dari contoh diatas DOL dihitung adalah 4X (Rp. 200.000.000/Rp.
50.000.000) yang berarti setiap 1% kenaikan pendapatan penjualan akan mengakibatkan 4% (4X1%)
kenaikan laba bersih.
Jika usulan kegiatan diharapkan dapat menaikkan pendapatan penjualan sebesar 5% maka dalam
tahun anggaran tersebut laba bersih perusahaan akan mengalami kenaikan 20% (4X5%).
5. Laba kontribusi perunit
- Kelebihan pendapatan penjualan diatas biaya variabel
- Memberikan gambaran jumlah yang tersedia untuk menutup biaya tetap & menghasilkan laba.
- Semakin besar laba kontribusi, semakin besar kesempatan yang diperoleh perusahaan untuk
menutup biaya tetap & untuk menghasilkan laba.
Laba kontribusi perunit merupakan merupakan laba kontribusi dibagi dengan volume penjualan. Jika
informasi laba kontribusi perunit dihubungkan dengan penggunaan sumber daya yang langka (scarce
resources), manajemen akan memperoleh informasi kemampuan berbagai macam produk untuk
menghasilkan laba. Informasi ini memberikan landasan bagi manajemen dalam pemilihan produk
yang menghasilkan laba tertinggi.
Contoh laba kontribusi setiap produk disajikan berikut ini:
A B C Total
Volume penjualan 500 300 200 1000
Pendapatan penjualan Rp.700.000 Rp.500.000 Rp.1.000.000 Rp. 2.500.000
Biaya Variabel 300.000 500.000 600.000 1.400.000
Laba kontribusi Rp.400.000 Rp.300.000 Rp.400.000 Rp.1.100.000
Biaya tetap 800.000
Laba bersih Rp. 300.000
Laba kontribusi perunit Rp. 800 Rp. 1.000 Rp. 2.000 Rp. 1.100
Produk Konsumsi Jumlah Contribitio Contribiti Peringkat
Jam mesin produk n margin on margin kemampuan
perunit yang perunit Per jam produk dalam
Produk dihasilkan produk mesin memanfaatkan
perjam sumberdaya
mesin 1: (1) (2) X (3) yang langka
(1) (2) (3) (4) (5)
A 5 0,20 Rp. 800 160 1
B 10 0,10 1000 100 2
C 25 0,04 2000 80 3

1. Manfaat Perencanaan Laba

Menurut Carter (2009:7), manfaat perencanaan laba adalah:

a. Perencanaan laba menyediakan suatu pendekatan yang disiplin terhadap identifikasi


dan penyelesaian masalah. Hal ini memungkinkan adanya peluang untuk menilai
kembali setiap segi operasi dan memeriksa kembali kebijakan dan program.
b. Perencanaan laba meningkatkan koordinasi. Hal ini dilakukan untuk menyelaraskan
usaha-usaha dalam mencapai cita-cita.
c. Perencanaan laba menyediakan suatu cara untuk memperoleh ide dan kerjasama dari
semua tingkatan manajemen

Sedangkan Menurut Adolph Matz dkk. (1993: 6-7), adanya perencanaan laba memiliki manfaat
sebagai berikut :

1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan masalah.

2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan terhadap masalah yang
dihadapinya dan menanamkan kebiasaan pada organisasi untuk mengadakan telaah yang
seksama sebelum mengambil keputusan.

3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba dan mendorong
timbulnya perilaku yang sadar akan penghematan biaya dan pemanfaatan sumber daya yang
maksimum.

4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai segmen dari keseluruhan
organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana yang saling terkait dapat
menggambarkan keseluruhan organisasi dalam bentuk rencana yang terpadu dan menyeluruh.

5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau aspek organisasi
maupun untuk memeriksa serta memperbarui kebijakan dan pedoman dasar secara berkala.
6. Mengkoordinasikan serta mempertemukan semua upaya perusahaan ke dalam suatu prosedur
perencanaan anggaran yang terarah karena inilah satu-satunya cara yang paling tepat
mengungkapkan keselamatan kegiatan manajemen.

7. Mengarahkan penggunaan modal dan daya upaya pada kegiatan yang paling menguntungkan.

8. Mendorong standar prestasi yang tinggi dengan merangsang kegairahan untuk bersaing
menanamkan hasrat untuk mencapai tujuan, dan menumbuhkan minat untuk melaksanakan kegiatan
secara lebih efektif.

9. Berperan sebagai standar untuk mengukur kegiatan dan menilai kebijakan manajemen dan
tingkat kemampuan dari setiap pelaksana.

Perencanaan laba, mengindikasikan berhasil atau tidaknya perusahaan dalam meraih


kesempatan di masa yang akan datang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu
tugas manajemen untuk membuat perencanaan kegiatan, yang pada intinya memutuskan berbagai
macam alternatif dan perumusan kebijakan yang akan dilaksanakan di masa akan datang. Menurut
Mulyadi (2010:227) laba dipengaruhi oleh tiga faktor:

1. Biaya
Biaya yang timbul dari perolehan atau mengolah suatu produk atau jasa akan
mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.
2. Harga Jual
Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau
jasa yang bersangkutan.
3. Volume Penjualan dan Produksi
Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa
tersebut, selanjutnya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi.

Oleh karena itu dalam perencanaan laba jangka pendek, hubungan antara biaya, volume dan
laba memegang peranan penting karena merupakan teknik untuk menghitung dampak perubahan
harga jual, volume penjualan, dan biaya terhadap laba untuk membantu manajemen dalam proses
penyusunan anggaran.

2. Keterbatasan Perencanaan Laba

Selain memiliki manfaat, perencanaan laba juga memiliki beberapa keterbatasan. Menurut
Adolph Matz dkk. (1993:7-8), perencanaan laba memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a. Peramalan atau perencanaan bukanlah ilmu pasti. Jadi dalam setiap perencanaan akan terdapat
sejumlah pertimbangan. Apabila ada penyimpangan dari estimasi maka harus dilakukan
perbaikan atau modifikasi.

b. Anggaran dapat mengikat perhatian manajer pada sasaran tertentu yang tidak selaras dengan
tujuan organisasi secara keseluruhan. Jadi diperlukan kecermatan untuk menyalurkan upaya
manajer setepat mungkin.

c. Perencanaan laba memerlukan kerja sama dan peran serta dari seluruh anggota manajemen. Dasar
keberhasilan perencanaan adalah ketaatan dan kegairahan pelaksana terhadap rencana laba.

d. Penggunaan anggaran yang berlebihan sebagai alat evaluasi dapat mengakibatkan terjadinya
penyimpangan fungsi (dysfunctional behavior). Yang dimaksud dysfunctional behavior adalah
perilaku individu yang bertentangan dengan tujuan organisasi. Manajer akan berusaha dengan segala
cara untuk meminimalisasi atau mengeliminasi adanya perbedaan dengan anggaran agar terlihat baik
saat dievaluasi.

e. Perencanaan laba tidak menghapus maupun mengambil alih peranan bagian administrasi. Para
pelaksana tidak boleh merasa dibatasi oleh anggaran. Sebaliknya rencana laba disusun guna
memberikan penjelasan terinci yang memungkinkan pihak pelaksana menjalankan kegiatannya
dengan mengerahkan kemampuan dan hasrat untuk mencapai sasaran organisasi.

f. Pelaksanaan rencana memerlukan waktu.

3. Pendekataan dalam perencanaan laba

Perencanaan laba bukan merupakan hal yang mudah, karena penerapannya harus
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan keadaan intern maupun ekstern perusahaan baik yang
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penetapan laba itu sendiri. Faktor ekstern yang
perlu dipertimbangkan manajemen dalam perencanaan laba ini adalah kondisi perekonomian pada
umumnya, tingkat populasi penduduk, pendapatan dan daya beli masyarakat, kemajuan teknologi,
kebijaksanaan pemerintah dan lain-lain, yang kesemuanya ini sulit diramalkan secara baik. Sedangkan
faktor intern yang perlu dipertimbangkan yaitu keadaan perusahaan itu sendiri berupa besarnya
volume penjualan yang diinginkan untuk mencapai laba tertentu, bagaimana kemampuan
kapasitas yang ada baik peralatan maupun personil yang ada, kemampuan keuangan dan sebagainya.
Menurut Krismiaji (2002: 163) dalam penetapan laba terdapat pendekatan yang berbeda, yaitu :

a. Didasarkan pada masa kembali modal yang diinvestasikan. Metode ini menghendaki penetapan
tingkat keuntungan menjadi titik tolak penyusunan rencana.
b. Didasarkan kepada produk yang akan dijual. Metode ini menghendaki perencanaan yang
diformulasikan akan diperoleh berupa keuntungan.

c. Didasarkan pada perhitungan menurut standar. Metode ini melakukan perhitungan dari proses
perencanaan yang diukur dengan standar yang ada. Manajemen memperhitungkan relatif
keuntungan menurut standar yang dianggap memuaskan perusahaan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan laba


a. Laba atau rugi yang dialami dari volume penjualan tertentu.
b. Volume penjualan yang harus dicapai untuk menutup seluruh biaya yang terpakai guna
memperoleh laba yang memadai.
c. Titik impas.
d. Volume penjualan yang dapat dihasilkan oleh kapasitas operasi saat ini

B. Biaya Volume Laba (Cost Volume Profit)

Analisis biaya volume laba memfokuskan pada hubungan antara lima faktor berikut (Jackson,
Sawyers, 2006):

1. Harga dari produk atau jasa.

2. Volume produk dan jasa yang diproduksi dan terjual.

3. Biaya variabel per unit.

4. Biaya tetap total.

5. Bauran produk dan jasa yang dihasilkan.

Analisis biaya volume laba merupakan teknik untuk menghitung dampak perubahan harga jual,
volume penjualan dan biaya terhadap laba untuk membantu manajer dalam perencanaan laba jangka
pendek (Mulyadi, 2001). Menurut Atkinson dan Kaplan Analisis Biaya volume laba merupakan suatu
proses bagaimana perbedaan biaya dan laba dengan berubahnya volume. Analisis biaya volume laba
merupakan suatu alat yang menyediakan informasi bagi manajemen tentang hubungan antara biaya,
laba, bauran produk dan volume penjualan untuk mencapai target laba pada level tertentu
(Carter,2006).

Beberapa asumsi dalam analisis biaya volume laba antara lain (Mowen, Hansen, 2005):
1. Asumsi analisis fungsi pendapatan dan biaya linear.
2. Asumsi analisis bahwa harga, total biaya tetap, dan unit biaya variabel dapat diidentifikasi
secara akurat dan tetap konstan melebihi batas relevan.
3. Asumsi analisis bahwa apa yang diproduksi dapat dijual.
4. Untuk analisis multi produk, bauran penjualan diasumsikan diketahui.
5. Harga jual dan biaya diasumsikan diketahui dengan pasti.

Analisis biaya volume laba merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan
pengambilan keputusan yang menekankan keterkaitan antara biaya, volume penjualan dan harga. Jadi,
untuk mengetahui bagaimana pendapatan, beban dan laba berperilaku ketika volume berubah, analisis
biaya volume laba dapat dimulai dengan menentukan titik impas perusahaan (Mowen, Hansen, 2005).

Menurut Mowen dan Hansen (2005) Analisis titik impas adalah titik dimana total pendapatan
sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol. Menurut Charles T. Horngren, Srikant M
Datar, dan Gorge Foster (2003) mendefinisikan titik impas adalah volume penjualan dimana
pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih. Titik impas
merupakan tingkat penjualan dimana kontribusi margin hanya menutup biaya tetap dan konsekuensi
pendapatan bersih sama dengan nol (Jackson, Sawyers, 2006). Impas adalah keadaan suatu usaha
yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas
jika jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan
untuk menutup biaya tetap saja (Mulyadi, 2001).

Analisis biaya volume laba (Cost Volume Profit) menguji perilaku pendapatan total, biaya total,
dan laba operasi ketika terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variable per unit,
dan/atau biaya tetap produk.Analisis biaya volume laba (Cost Volume Profit) berkaitan dengan
penentuan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba yang
diinginkan.

Analisis ini merupakan metode yang menyediakan informasi bagi manajemen mengenai
hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan volume penjualan. Analisis biaya volume laba (Cost
Volume Profit) didasar kan pada asumsi berikut : bahwa semua biaya dapat dipisahkan menjadi
bagian variable dan bagian tetap, bahwa total biaya tetap adalah konstan sepanjang rentang analisis,
dan bahwa biaya total variable berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume (biaya
variable per unit adalah konstan sepanjang rentang yang relevan). (Hongren Charles T 2008, h.72)

Tujuan Cost Volume Profit adalah untuk menentukan volume penjualan dan bauran produk yang
diperlukan untuk mencapai target laba (laba sama dengan nol dalam kasus analisis titik impas). Jika
hanya ada satu produk saja yang diproduksi, sebagaimana di awal, variable yang tidak diketahui
hanyaah voume penjualan. Volume penjualan dapat diukur dalam pendapatan penjualan atau dalam
unit produk.

Meskipun memiliki keterbatasan , Cost Volume Profit menawarkan banyak aplikasi untuk
menguji usulan tindakan, untuk mempertimbangkan alternative, dan untuk mengambil keputusan
lainya. Misalnya, Cost Volume Profit menetukan dampak terhadap laba sebagai akibat dari pergeseran
daam biaya tetap dan atau variable ketika mesn ama diganti. ( Carter William K 2009, h.283).

Karena perannya yang sangat besar, cost volume profit analysis dapat menjadi alat yang sangat
bermanfaat bagi manajemen untuk mengidentifikasi ruang lingkup permasalahan ekonomi perusahaan
serta membantu mencari solusi atas permasalahannya.Analisis CVP dapat membantu manajemen
untuk mengetahui beberapa hal penting, antara lain:

a. Berapa jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas.
b. Dampak pengurangan Biaya Tetap (Fixed Cost) terhadap titik impas.
c. Dampak kenaikan harga terhadap laba.
d. Berapa volume penjualan dan bauran produk yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat laba
yang diharapkan dengan sumber daya yang dimiliki.
e. Tingkat sensitivitas harga atau biaya terhadap laba.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan analisiscost volume
profit analysis, titik impas dalam unit maupun dolar, analisis multiproduk, dan penyajian grafis
hubungan cost volume profit analysis agar manajer dapat dengan bijak mengambil keputusan yang
pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat merugikan perusahaan.

Manajemen merencanakan keuangan dan mengambil keputusan dengan melihat hubungan


besarnya biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dengan besarnya volume penjualan serta laba yang
diperoleh pada suatu periode tertentu.

Dalam mengambil keputusan, manajemen juga melihat lima elemen penting terkait
analisis cost volume profit, yaitu:

1. Harga produk yaitu harga yang ditetapkan di dalam suatu periode tertentu secara konstan.
2. Volume atau tingkat aktivitas yaitu besarnya produk yang dihasilkan dan direncanakan akan dijual di
dalam suatu periode tertentu.
3. Biaya variabel per unit yaitu besarnya biaya produk yang dibebankan secara langsung pada setiap unit
barang yang diproduksi.
4. Total biaya tetap yaitu keseluruhan biaya periodik di dalam suatu periode tertentu.
5. Bauran volume produk yang dijual yaitu proporsi volume relatif produk-produk perusahaan yang akan
dijual.

Dalam melihat hubungan diantara kelima elemen tersebut terdapat beberapa asumsi yang harus
digunakan didalam hubungan diantara besarnya biaya dan volume serta laba yang akan diperoleh,
yaitu :

1. Harga jual produk yang konstan dalam cakupan yang relevan. Hal ini berarti harga jual setiap unit
produk tidak berubah walaupun terjadi perubahan volume penjualan.
2. Biaya bersifat linear dalam rentang cakupan yang relevan dan dapat dibagi secara akurat ke dalam
elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya variabel per unit konstan dan jumlah biaya tetap
total juga harus konstan.
3. Dalam perusahaan mulitiproduk, bauran penjualannya tidak berubah.
4.  Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. Berarti, jumlah persediaan tidak
berubah.

1.2. Analisis Break Event Point


1. Pengertian Analisis Break Event Point

Dalam ilmu ekonomi, sering ditemui istilah Break Even Point. Istilah ini sering ditemukan pada
artikel-artikel bisnis yang mengulas tentang keadaan dan situasi yang terjadi di perusahaan.
Seringkali, BEP dari sebuah perusahaan menjadi acuan bagi para investor untuk menginvestasikan
uangnya. Sering pula disebut sebagai BEP adalah titik impas di mana laba yang dihasilkan memiliki
nilai yang sama dengan nilai yang dibutuhkan untuk proses produksi.

Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty berpendapat, “Titik Impas (Break Even Point)
adalah titik dimana total biaya sama dengan total penghasilan”. Menurut Henry Simamora, “ Titik
Impas (Break Even Point) adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya
sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih”. Sedangkan menurut Darsono Prawironegoro dan Ari
Purwanti, “Break Even Point atau Titik Impas, dimana perusahaan/organisasi tidak memperoleh laba
dan tidak menderita kerugian”.

Menurut Bambang Riyanto, “Analisis Break Event Point adalah suatu teknik analisa untuk
mempelajari hubungan-hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume
kegiatan”. Sedangkan dalam bukunya Akuntansi Manajemen Mulyadi berpendapat, Analisis Titik
Impas adalah suatu cara untuk mengetahui berapa volume penjualan minimum agar suatu
perusahaan tidak mederita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba (laba = 0).
Dapat dikatakan, titik impas adalah kondisi dimana jumlah keseluruhan pendapatan sama
dengan jumlah keseluruhan pengeluaran dalam setiap produksi barang atau jasa. Pada posisi ini, laba
akan bernilai nol mutlak, atau orang awam menyebutnya dengan istilah balik modal. Sedangkan
Analisis Break Event Point atau Analisis Titik Impas adalah suatu teknik analisa yang digunakan
untuk merencanakan tingkat penghasilan agar dapat menutupi seluruh biaya, sehingga
perusahaan/organisasi berada dalam keadaan impas atau tidak mengalami kerugian dan tidak pula
memperoleh laba

Dalam ilmu ekonomi, terutama ilmu akuntansi dan manajemen keuangan, mengetahui nilai BEP suatu
produk itu adalah hal yang mendasar. Hal itu dikarenakan, dari BEP maka perusahaan bisa
mengetahui prediksi keuangan perusahaan di periode-periode berikutnya. Maka, sebagai pengusaha
perlu mengetahui konsep yang merupakan asumsi-asumsi dasar dalam penentuan BEP adalah sebagai
berikut:

 Biaya yang menjadi elemen utama dalam penghitungan BEP harus termasuk ke dalam biaya
tetap dan biaya variabel.
 Nilai biaya tetap akan tetap konstan meskipun terjadi perubahan aktivitas produksi.
 Nilai biaya variabel secara keseluruhan akan berubah sesuai dengan perubahan volume
kapasitas produksi.
 Selama periode analisis adalah harga jual per unit tetap, sehingga selama waktu tersebut tidak
ada perubahan harga jual dari perusahaan.
 Dalam penghitungan BEP, jumlah produk yang dihasilkan selalu dianggap telah habis terjual.
 Perhitungan BEP bisa berlaku untuk satu produk, namun jika perusahaan memproduksi
banyak produk maka diperlukan perimbangan hasil penjualan pada setiap produk.

2. Pembentuk Break Even Point

Dalam mendapatkan sebuah nilai BEP, terdapat empat elemen pembentuk. Keempat elemen
pembentuk tersebut adalah biaya tetap, biaya variabel, harga jual, dan laba. Berikut penjelasan
masing-masing elemen pembentuk BEP :

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap atau lebih sering disebut fixed cost adalah biaya yang nilainya akan tetap dan konstan
walaupun terjadi perubahan pada proses produksi. Perubahan yang dimaksud adalah beroperasi atau
tidak beroperasinya suatu perusahaan untuk memproduksi barang pada periode tertentu. Biaya tetap
bisa berupa biaya penyusutan mesin, biaya tenaga kerja, biaya sewa gedung atau gudang, dsb.

Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut:


1. biaya yang jumlah totalnya tidak berubah selama “relevant range” tertentu meskipun terjadi
perubahan dalam volume produksi, penjualan atau level aktivitas tertentu.
2. Pada biaya tetap, biaya satuan akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume
kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah
volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.

Adapun menurut M. Fuad mengatakan bahwa biaya tetap adalah biaya yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:

 Totalitasnya tidak berubah (konstan) tanpa memandang perubahan tingkat aktivitas.


 Biaya satuannya akan berbanding terbalik dengan perubahan volume keluar.

b. Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel atau biaya tidak tetap yang lebih dikenal dengan istilah variable cost adalah
biaya yang nilainya dapat berubah-ubah per unit nya. Perubahan ini disebabkan oleh volume kapasitas
produksi yang bisa meningkat atau menurun sesuai dengan permintaan pasar.

Hubungan sejajar antara biaya variabel dan kapasitas produksi akan saling berkaitan karena jika
salah satu terjadi peningkatan maka yang lain akan mengikuti. Contoh dari biaya variabel adalah
biaya listrik, biaya baku, biaya transportasi, dsb.

Biaya variabel memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan,
semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume
kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel.

2. Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, jadi biaya
satuan konstan.

c. Harga Jual (Price)

Harga jual adalah harga yang diperoleh dari seluruh biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi
sebuah barang ditambah dengan nilai keuntungan atau margin yang ingin diperoleh. Biasanya, harga
jual akan dihitung per unit setelah diproduksi.

d. Pendapatan (Revenue)

Pendapatan atau penghasilan yang didapatkan dari semua penjualan produk. Jumlah pendapatan
diperoleh dari harga jual dikalikan dengan jumlah produk yang terjual di pasar. Nilai dari pendapatan
dibutuhkan untuk memproyeksikan pendapatan periode berikutnya dengan nilai margin dan/atau
jumlah unit dan harga yang berbeda.

3. Metode Perhitungan Break Even Point

BEP di dunia akuntansi akan sangat berguna bagi pengusaha. Karena dengan mengetahui nilai
BEP, maka sebagai pengusaha mampu menentukan langkah strategis bagi perusahaan dalam
menentukan harga jual, metode produksi, dsb. Berikut terdapat tiga rumus yang digunakan dalam
menghitung BEP:

BEP per unit

BEP Unit = (Biaya Tetap) / (Harga per unit – Biaya Variable per Unit)

BEP diperoleh dari biaya tetap dibagi dengan margin kontribusi per unit. Nilai margin
kontribusi per unit diperoleh dari selisih antara harga jual per unit dengan biaya variabel per unit.
Selain itu, nilai margin kontribusi bisa diperoleh dari hasil pembagian antara total penjualan
keseluruhan dengan biaya variabel.

BEP Nilai Penjualan

BEP = Biaya Tetap / (1 – (Biaya Variabel/Harga))

BEP dapat dihitung berdasarkan hasil nilai penjualan. Nilai BEP diperoleh dari biaya tetap
dibagi dengan hasil selisih antara 1 dengan hasil pembagian variabel dan harga penjualan.

BEP dengan satuan mata uang

BEP Mata Uang = (Biaya Tetap) / (Kontribusi Margin per unit / Harga per Unit)

BEP diperoleh dari harga jual satuan per unit dikalikan dengan BEP per unit. Maka, dari hasil
perkalian tersebut akan diperoleh nilai BEP dengan satuan mata uang yang digunakan. Ketika
menghitung BEP dengan satuan mata uang , maka harus menentukan mata uang mana yang akan
digunakan, jika terdapat perbedaan mata uang maka salah satu mata uang nilainya harus dikurskan
terlebih dahulu.

Salah satu kegunaan analisis titik impas adalah untuk mengetahui pada jumlah berapa hasil
penjualan sama dengnan jumlah biaya atau perusahaan/organisasi beroperasi dalam kondisi tidak laba
dan tidak pula rugi, atau laba sama dengna nol. Melalui titik impas kita akan dapat mengetahui
bagaimana hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, tingkat keuntungan yang diinginkan, dan
volume kegiatan (penjualan atau produksi). Oleh karena itu, analisis ini juga sering disebut pula
dengna nama cost profit volume analysis.

4. Asumsi-asumsi dalam Analisis Break Even Point

Terdapat beberapa asumsi yang mendasari analisis break even point. Hansen dan Mowen
mengatakan bahwa asumsi atau anggapan dasar yang digunakan dalam analisis break even point
adalah sebagai berikut:

 Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linier.


 Analisis mengasumsikan harga, total biaya tetap dan biaya variabel per unit dapat
diidentifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang rentang yang relevan.
 Analisis mengasumsikan apa yang diproduksi dapat dijual.
 Untuk analisis multiproduk, diasumsikan bauran penjualan (sales mix) diketahui.
 Diasumsikan harga jual dan biaya diketahui secara pasti.

Asumsi dasar ini akan membantu Anda dalam pengimplentasian rumus perhitungan Break
Even Point. Bisa dikatakan bahwa dasar-dasar ini merupakan aturan tetap untuk menghitung BEP
yang benar. Jika mengabaikan hal ini, maka akan terjadi kesalahan dalam perhitungan nilai BEP.

Sedangkan menurut Mulyadi asumsi yang mendasari break even point adalah:

1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya tetap akan selalu
konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam perhitungan break even point, sedangkan biaya
variabel berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan.

2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan. Jika dalam usaha
menaikkan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan
harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan
berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku dan tarif upah
menyimpang terlalu jauh dibanding data yang dipakai sebagai dasar perhitungan break even point,
maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
5. Efisiensi produk dianggap tidak berubah. Apabila terjadi penghematan biaya karena adanya
penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi, maka
hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

6. Perubahan jumlah sediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.

7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan/organisasi menjual lebih
dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila komposisinya
berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan.

5. Tujuan Analisa Break Even Point

Setelah mengetahui dasar-dasar titik impas ini, perlu juga Anda mengetahui tujuan dari analisa
BEP ini. Terdapat beberapa fungsi dari BEP bagi perusahaan. Berikut empat fungsi dari mengetahui
nilai BEP.

Mengetahui nilai BEP membantu pengusaha dalam menentukan volume kapasitas produksi
yang tersisa setelah tercapainya BEP. Dengan mengetahui nilai BEP tersebut, maka Anda akan
mendapatkan proyeksi laba maksimum yang dapat diperoleh. Dengan adanya nilai BEP, maka
perusahaan bisa menentukan langkah efisiensi kerja yang bisa dilakukan. Sebagai contoh, penggantian
tenaga kerja dengan mesin. Saat terjadi otomatisasi produksi, maka akan terjadi perubahan pada biaya
tetap dan biaya variabel. Hal ini dikarenakan biaya variabel yang semula berasal dari biaya kerja
digantikan oleh biaya tetap berupa mesin.

Nilai BEP membantu pengusaha untuk mengetahui perubahan nilai laba jika terjadi perubahan
harga produk. Hubungan antara nilai BEP, harga produk serta laba adalah hubungan sejajar, maka jika
salah satu nilai dari elemen tersebut meningkat maka elemen yang lain juga akan mengalami
peningkatan, begitu pula sebaliknya. Karena BEP berfungsi untuk mengetahui perubahan laba, maka
BEP juga bisa menentukan kerugian yang terjadi. Bagi pengusaha, dengan mengetahui nilai BEP
maka pengusaha bisa mengantisipasi nilai kerugian ketika terjadi penurunan pada penjualan.

6. Manfaat Analisa Break Even Point

Penerapan penggunaan konsep BEP dapat diimplementasikan pada semua jenis bidang usaha
baik usaha kecil hingga berskala besar. Ada tiga manfaat dari analisa BEP dalam sebuah bisnis.
Berikut manfaat dari BEP adalah sebagai:

 Pedoman bagi pengusaha untuk memberikan nilai investasi yang tepat sehingga bisa
mengimbagi biaya produksi awal.
 Bahan analisis bagi perusahaan untuk mengetahui nilai jual beli saham, perencanaan anggaran
dan proyeksi keuangan perusahaan.
 Patokan dalam menentukan margin, agar perusahaan memperoleh keuntungan bukan
kerugian.
 Membantu pengendalian melalui anggaran (budgetery control). Membantu menunjukkan
perubahan apabila ada yang diperlukan untuk menjadikan biaya selaras dengan pendapatan.
 Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan. Berlaku sebagai sinyal peringatan untuk
menggugah manajemen terhadap kemungkinan kesulitan dalam program penjualan. Jika
penjualan secara relatif tidak cukup tinggi dibandingkan dengan biasanya seperti semestinya,
kenyataan ini akan diperhatikan. Dengan demikian akan tersedia cukup waktu guna
mengevaluasi kembali teknik penjualan.
 Menganalisa dampak volume penjualan. Memberi jawaban atas pertanyaan seperti:
1. Berapa banyak volume penjualan saat ini bisa berkurang sebelum industri/organisasi
menderita rugi?
2. Berapa kenaikan laba bila ada kenaikan volume penjualan?
 Menunjukkan dengan cepat kemungkinan pengaruh perubahan usulan gaji terhadap laba.
 Memberikan bantuan dalam menentukan kemungkinan penghematan efisiensi yang dapat
melindungi posisi laba perusahaan/organisasi.

Pada dasarnya dengan mengetahui nilai ini maka akan lebih mudah bagi perusahaan untuk
menentukan kebijakan pada periode berikutnya. Selain itu, dengan adanya BEP ini maka pengusaha
akan dituntut lebih jeli dan berinovasi di berbagai bidang agar usahanya tetap eksis.

Dalam bukunya Prof. Dermawan dan Djahotman dijelaskan beberapa manfaat titik impas,
diantaranya:

a. Batas penjualan yang aman (margin of safety - MOS) yaitu penurunan penjualan yang
boleh terjadi namun tidak mengalami dan tidak memperoleh keuntungan.
b. Indikator penutupan usaha yaitu apakah yang sebaiknya perusahaan/organisasi ditutup
apabila biaya variabel dan biaya tetap tunai tidak dapat tertutup.
c. Menetapkan target penjualan (sales target - ST) yaitu penjualan yang diharapkan
memperoleh laba yang diinginkan.
d. Menetapkan sales BEP yang baru akibat adanya perubahan-perubahan biaya, harga jual
serta kuantitas yang dijual yang bertujuan untuk menghadapi persaingan.

Menurut Soehardi Sigit, analisis break event point dapat digunakan untuk membantu
menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan. Manfaat lainnya antara lain:
a) Sebagai dasar atau landasan merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai
tujuan tertentu. Jadi sebagai alat perencanaan laba.
b) Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual yaitu setelah diketahui hasil
perhitungannya menurut analisis Break Event dan laba yang ditargetkan.
c) Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan oleh seorang
manager.
d) Mengganti tebalnya sistem laporan dengan grafik yang sangat mudah dibaca ataupun
dimengerti.

Menurut Garrison et. Al analisis break even point “Membantu manajer mengerti hubungan
timbal balik antar biaya-volume-laba, alat ini sangat penting dalam berbagai keputusan bisnis”.
Contoh keputusan bisnisnya yaitu:

a) Produk apa yang harus diproduksi dan dijual.


b) Kebijakan harga apa yang harus dijalankan.
c) Strategi pemasaran apa yang harus digunakan.
d) Struktur biaya apa yang digunakan.

Sedangkan Munawir mengatakan bahwa analisis break even point dapat membantu
manajemen dalam mengambil keputusan antara lain mengenai:

a) Menentukan harga jual terendah yang memungkinkan untuk diterima oleh


perusahaan/organisasi.
b) Menentukan produk mana yang harus ditingkatkan atau dikurangi produksinya untuk
memperoleh keuntungan.
c) Menentukan berbagai macam tingkat laba akibat adanya perubahan tingkat harga.
d) Menentukan laba yang akan diperoleh pada berbagai macam tingkat volume penjualan.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat diketahui bahwa analisis break event point dapat
membantu manajemen dalam perencanaan laba yaitu sebagai dasar penetapan harga jual yang wajar,
sebagai dasar untuk menetapkan jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar
perusahaan/organisasi tidak mengalami kerugian, sebagai dasar untuk menentukan jumlah penjualan
untuk memperoleh laba dan sebagai dasar atau landasan manajemen dalam merencanakan kegiatan
operasional dalam usaha untuk mencapai perolehan laba tertentu.

7. Contribution Margin

Kontribusi margin merupakan analisis biaya-volume-laba bagian dari manajemen akuntansi


terhadap margin keuntungan dalam penjualan per unit dan berguna dalam melaksanakan berbagai
perhitungan atau digunakan sebagai ukuran kepengaruhan operasional. Ini mewakili uang tambahan
yang dihasilkan untuk setiap produk / unit yang dijual setelah dikurangi bagian variabel dari biaya
perusahaan.

Margin kontribusi dihitung sebagai harga jual per unit, dikurangi biaya variabel per unit. Juga
dikenal sebagai kontribusi dolar per unit, ukuran tersebut menunjukkan bagaimana produk tertentu
berkontribusi pada keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Ini memberikan satu cara untuk
menunjukkan potensi keuntungan dari produk tertentu yang ditawarkan oleh perusahaan. Dan
menunjukkan porsi penjualan yang membantu menutupi biaya tetap perusahaan. Pendapatan yang
tersisa setelah menutupi biaya tetap. biaya tetap adalah keuntungan yang dihasilkan.

Menurut Garrison dkk, (2006:328) Contribution Margin adalah jumlah yang tersisa dari
pendapatan dikurangi biaya variable yang merupakan jumlah yang akan menutupi biaya tetap dan
kemudian nantinya akan menjadi laba. Sedangkan menurut Armila (2006:180) dalam menggunakan
analisis biayavolume-laba, konsep yang digunakan sebagai dasar perhitungan yaitu laporan
Contribution Margin (CM).

Menurut Bustami dan Nurlela (2009:134), Contribution margin mempunyai kaitan yang erat
sekali dengan analisis biaya-volume-laba, yang mana analisis biaya-volume-laba ini berkaitan dengan
titik impas. Contribution margin yang rendah akan mengakibatkan break even point yang tinggi
sedangkan contribution margin yang tinggi akan mengakibatkan break even point yang rendah. Tinggi
rendahnya break even point yang dicapaiakan berpengaruh pada laba yang diterima oleh perusahaan
yaitu sampai padatingkat batas keselamatan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat di simpulkan bahwa Contribution Margin
merupakan selisih antara penjualan dengan biaya variabel pada tingkat kegiatan tertentu. Selisih
tersebut dapat digunakan untuk menutup biaya tetap secara keseluruhan dan sisanya merupakan laba.
Untuk menentukan Margin Kontribusi menurut Garrisson dkk (2006:324) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus: Pendapatan penjualan - Total biaya variabel. Untuk menentukan Rasio Margin
Kontribusi menurut Garrisson dkk (2006:328) dapat di hitung dengan rumus: Rasio CM = Margin
Kontribusi / Penjualan.

Secara umum, setiap unit dari produk atau jasa yang dijual harus dapat menutupi seluruh biaya
tetap dan laba yang diinginkan. Pengcoveran itu diberikan oleh kontribusi marjin. Jika PT XYZ miliki
penjualan sebesar $ 750.000 dan biaya variabel sebesar $ 450.000, marjin kontribusinya adalah $
300.000. Dengan asumsi perusahaan menjual 250.000 unit selama tahun, harga per unit penjualan
adalah $ 3 dan biaya variabel total per unit adalah $ 1,80. Margin kontribusi per unit adalah $ 1,20.
Rasio margin kontribusi adalah 40%. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan margin kontribusi
dalam satuan mata uang atau marjin kontribusi per unit. Untuk menghitung rasio margin kontribusi,
margin kontribusi dibagi dengan jumlah penjualan atau pendapatan.

Secara formula, kontribusi marjin ini dapat dihitung sebagai berikut:

KM = TP-TBV

Keterangan:

KM = Kontribusi Marjin

TP = Total Pendapatan

TBV = Total Biaya Variabel

Ratio Margin Kontribusi (Contribution Margin Ratio) adalah persentase Kontribusi atas
Pendapatan Total (Total Revenue), yang mana dapat dihitung dari kontribusi satuan terhadap harga
satuan atau jumlah kontribusi terhadap jumlah Pendapatan:

Margin kontribusi dapat dikemukakan sebagai pecahan dari kontribusi penjualan yang
memperseimbangkan biaya tetap atau unit margin kontribusi adalah jumlah setiap unit penjualan
menambahkan terhadap keuntungan.

Biaya langsung
Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa
tertentu, seperti gaji yang dibayarkan kepada para akuntan, pengacara, dll. Biaya langsung dapat
ditelusuri ke ‘cost pool’ atau dari ‘cost pool’ ke ‘cost object’ secara mudah dan dapat dihubungkan
secara ekonomi.
Biaya bahan langsung
Biaya bahan langsung meliputi biaya bahan dalam produk dan ditambah sejumlah tertentu yang
‘reasonable’ yang berkaitan dengan sisa produksi dan unit-unit yang cacat produksi
Biaya bahan baku langsung
Biaya bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk
jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk.
Biaya tenaga langsung
Biaya tenaga langsung meliputi biaya biaya tenaga langsung yang digunakan untuk membuat produk
atau menyediakan jasa ditambah dengan porsi tertentu untuk waktu yang tidak produktif yang normal
dan tidak dapat dihindarkan seperti waktu istirahat dan waktu untuk pribadi.

8. Margin Of Safety (Batas Keamanan)


Menurut Garrisson dkk (2006:338), margin of safety merupakan kelebihan dari penjualan yang
di anggarkan (aktual) di atas titik impas volume penjualan. Margin keamanan menjelaskan jumlah di
mana penjualan dapat menurun sebelum mulai terjadi kerugian. Semakin tinggi margin keamanan,
semakin rendah untuk tidak balik modal

Menurut Armila (2006:189), margin of safety dalam hubungannya dengan analisis break even
adalah untuk menentukan seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
kerugian. Jadi margin of safety adalah selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dengan
volume penjualan impas. Misalnya angka margin of safety diketahui 50% maka jika jumlah penjualan
yang terjadi berkurang atau menyimpang lebih dari 50% (dari penjualan yang direncanakan) maka
perusahaan akan menderita kerugian.

Sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2009:210) batas keamanan(margin of safety) yaitu
hasil penjualan pada tingkat titik impas dihubungkan dengan penjualan yang dianggarkan atau pada
tingkat tertentu, maka akan di dapat informasi tentang seberapa jauh volume penjualan boleh turun
sehingga perusahaan tidak menderita kerugian.

Hubungan atau selisih antara penjualan di anggarkan atau tingkat penjumlahan tertentu dengan
penjualan titikimpas disebut dengan batas keamanan bagi perusahaan dalam melakukan penurunan
penjualan. Jadi batas keamanan adalah seberapa jauh penjualan perusahaan tersebut boleh turun
sehingga tidak mengalami kerugian. Analisis margin of safety menunjukkan berapa banyak penjualan
yang boleh turun dari jumlah penjualan tertentu dimana perusahaan belum menderita rugi atau dalam
keadaan Break Even. Dengan kata lain angka margin of safety memberikan petunjuk jumlah
maksimum penurunan angka volume penjualan yang direncanakan yang tidak mengakibatkan
kerugian. margin of safety merupakan elemen untuk mengukur keamanan perusahaan.

Berdasarkan pengertian Margin of Safety di atas maka penulis menyimpulkan bahwa Margin of
Safety adalah kelebihan dari penjualan yang di anggarkan (aktual) di atas titik impas volume
penjualan. margin of safety menunjukkan berapa banyak penjualan yang boleh turun dari jumlah
penjualan tertentu dimana perusahaan belum menderita rugi atau dalam keadaan Break Even.
Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat keamanan atau Margin of Safety (MoS) adalah sebagai
berikut:

1. Penjualan yang direncanakan

MoS = (penjualan per bujet / penjualan per titik impas) x 100%

Penjualan MoS = (penjualan per bujet - penjualan per titik impas) / penjualan per bujet x 100%

9. Direct Costing
Cost Driver, Cost pool dan Cost Object

Cost driver adalah biaya yang terjadi jika sumberdaya digunakan untuk tujuan tertentu. Ada
empat jenis cost driver yaitu: dasar aktivitas (activity-based cost driver), dasar volume (volume based
cost driver), eksekusional dan struktural. Dasar aktivitas (activity-based cost driver), cost driver
berdasarkan aktivitas dikembangkan pada level yang rinci dari operasi dan dihubungkan dengan
aktivitas pemanufakturan yang ada (aktivitas dalam penyediaan jasa) seperti: set-up mesin, inspeksi
produk, penanganan bahan atau pengepakan. Dasar volume (volume based cost driver), cost driver
berdasarkan volume dikembangkan berdasarkan agregat yang diproduksi atau jumlah jam tenaga kerja
langsung yang digunakan dalam proses pemanufakturan. Cost driver eksekusional merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi kemempuan perusahaan dalam mengelola perusahaan dalam jangka
pendek dan melaukan pengambilan keputusan untuk menurunkan biaya, seperti : keterlibatan semua
tenaga kerja, desain proses produksi, hubungan dengan pemasok/supplier. Cost driver struktural
bersifat stratejik karena cost driver tersebut melibatkan perencanaan dan keputusan-keputusan yang
berpengaruh dalam jangka panjang, seperti : skala, pengalaman, teknologi, kompleksitas.

Cost pool adalah pengelompokkan biaya berdasarkan penyebab biaya tertentu. Ada banyak cara
untuk mengelompokkan biaya cost pool; pengelompokkan bisa berdasarkan jenis biaya (biaya tenaga
langsung dalam satu pool, bahan dalam pool lainnya) ; berdasarkan sumber (departemen 1, 2 dan
seterusnya) atau berdasarkan pertanggungjawaban (manajer 1, 2 dan seterusnya)

Cost object atau objek biaya adalah produk, jasa atrau unit organisasi dimana biaya dibebankan
untuk beberapa tujuan manajemen. Konsep cost object merupakan konsep yang luas. Konsep tersebut
tidak hanya meliputi produk, jasa dan departemen tetapi juga kelompok pelanggan, supplier, provider
jasa telepon dan banyak lagi yang lain.

Contoh biaya cost pool, cost object, cost driver pada industri pemanufakturan.
Cost Cost driver Cost pool Cost driver Cost objects
Biaya langsung
Motor elektrik Penelusuran Departemen Penelusuran Mesin pencuci
mesin langsung perakitan langsung piring dan cuci
Pengepakan Penelusuran Departemen Penelusuran Mesin pencuci
mesin bahan langsung pengepakan langsung piring dan cuci
Inspeksi akhir Penelusuran Tidak dapat Tidak dapat Mesin pencuci
mesin langsung diterapkan diterapkan piring dan cuci
Biaya tak langsung
Dasar alokasi: Dasar alokasi:
Departemen Mesin pencuci
Jumlah karyawan Jam kerja
Supervisi perakitan dan piring dan mesin
dalam langsung untuk
pengepakan cuci
departemen setiap produk
Penanganan Dasar alokasi: Departemen Dasar alokasi: Mesin pencuci
bahan Jumlah suku perakitan dan Jumlah suku piring dan mesin
cadang dalam cadang dalam
pengepakan cuci
produk produk

Biaya langsung

Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa
tertentu, seperti gaji yang dibayarkan kepada para akuntan, pengacara, dll. Biaya langsung dapat
ditelusuri ke ‘cost pool’ atau dari ‘cost pool’ ke ‘cost object’ secara mudah dan dapat dihubungkan
secara ekonomi. Contohnya, biaya bahan yang dibutuhkan untuk produk tertentu merupakan biaya
langsung karena dapat ditelusuri secara langsung ke produk. Misalya Reebok membebankan biaya ke
berbagai kantor penjualan regional dan ansional, gaji manajer penjualan di kantor Tokyo menjadi
biaya langsung tersebut.

Biaya bahan langsung

Biaya bahan langsung meliputi biaya bahan dalam produk dan ditambah sejumlah tertentu yang
‘reasonable’ yang berkaitan dengan sisa produksi dan unit-unit yang cacat produksi. Misalnya tempat
duduk di pesawat Boeing yang dibeli dari subkontraktor yang kemudian di pesawat-pesawat
komersialnya. Termasuk juga motor elektrik Panasonic yang digunakan untuk pemutar CD.

Biaya tenaga langsung

Biaya tenaga langsung meliputi biaya biaya tenaga langsung yang digunakan untuk membuat
produk atau menyediakan jasa ditambah dengan porsi tertentu untuk waktu yang tidak produktif yang
normal dan tidak dapat dihindarkan seperti waktu istirahat dan waktu untuk pribadi. Misalnya biaya
pada tenaga kerja perakitan seperti, tukang kayu, yukang batu dan operator mesin.

Biaya bahan baku langsung

Biaya bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari
produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Contoh bahan baku
langsung adalah kayu yang digunakan untuk membuat mebel dan minyak tanah yang digunakan untuk
membuat bensin.

Tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi
produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Tenaga kerja langsung biasanya
disebut tenaga kerja manual (toulth labour) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas
produk pada saat produksi.
Perbedaan Efisiensi Tenaga Kerja Langsung

Perbedaan antara standar waktu sebenarnya untuk produksi yang dicapai dan penggunaan waktu
sebenarnya, dinilai pada kecepatan kerja standar.

Rumus: (waktu standar yang dihasilkan – waktu sebenarnya yang digunakan) x tarif standar per jam.

1.3. Konsep Biaya

Pengertian Biaya

Biaya dalam pengertian luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya (cost) adalah
kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa yang diharapkan akan
membawa manfaat sekarang atau masa depan bagi organisasi (Mulyadi, 2007). Biaya juga
didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang telah
terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan organisasi, termasuk harga pokok yang
dikorbankan di dalam usaha untuk memperoleh penghasilan (Sumarsan, 2013). Dalam definisi
tersebut terdapat 4 unsur pokok, yakni:

1.Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,

2.Diukur dalam satuan uang,

3.yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, dan

4.pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam akuntansi manajemen dan akuntansi
biaya. Adapun tujuan memperoleh informasi biaya digunakan untuk proses perencanaan,
pengendalian dan pembuatan keputusan. Tujuan lain mengapa kita harus memahami konsep dan
definisi biaya karena ada beberapa istilah yang menyerupai biaya dalam konteks cost, ada pula
beban(expenses) dan kerugian (loss), keduanya juga merupakan pengorbanan sumber ekonomi namun
untuk lebih jelasnya dipilah kembali bahwa beban (expenses) adalah bagian dari cost sedangkan
kerugian (loss)adalah pengorbanan sumber daya namun tidak menghasilkan pendapatan atau tidak
mencapai tujuan yang ingin dicapai organisasi/ perusahaan.

Menurut Hansen Mowen yang dialih bahasakan oleh Ancella A. Hermawan, mendefinisikan
biaya sebagai “kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan
membawa keuntungan masa ini dan masa datang untuk organisssi. Di sisi lain, Carter dan Usry biaya
didefinisikan sebagai “Nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat”. Menurut
Bastian, dkk. biaya adalah “pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah
terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu”.

Berbeda pakar berbeda pula definisi tentang biaya. Pengertian biaya paling simple diberikan oleh
Profesor Maher, Stickney dan Weil berikut ini: In principle, a cost is a sacrifice of resources (Pada
prinsipnya, biaya adalah suatu pengorbanan dari sumber daya).

Kohler lebih mempersempit pengertian biaya kepada kas yang dibayarkan, aktiva lain yang
ditransfer, saham modal yang dikeluarkan, atau jasa yang diserahkan atau juga yang terhutang.
Tambahan lagi, penilaian tentang pengorbanan aktiva yang tidak dapat dinilai juga tidak dijelaskan
bagaimana mengukurnya. Jadi apapun yang anda korbankan sepanjang itu dapat membuat anda
berdaya dapat disebut dengan biaya. Orang dapat berdaya karena uangnya, maka pengorbanan uang
adalah biaya. Apabila berdaya karena kekuatan fisik, dan anda korbankan kekuatan itu berarti anda
telah mengeluarkan biaya. Apabila anda menzakatkan tanah, maka pengorbanan tanah itu disebut
biaya. Mau mengorbankan jantung anda untuk ditransplantasikan ke orang lain yang sedang sakit,
kalau itu dilakukan anda akan mengeluarkan biaya sangat besar, yang mungkin tidak bisa dinilai
dengan nyawa anda itu.

Sumber daya itu dapat berupa kas, piutang, persediaan barang, tanah, waktu, tenaga, kekuasaan,
dan sebagainya. Tiga yang terakhir adalah sumber daya tidak berwujud sementara yang empat
pertama adalah berwujud. Secara akuntansi, semua aktiva adalah biaya.

Masalah paling mendasar tentang biaya ini adalah dasar untuk mengukurnya, yaitu berapa nilai
rupiah yang akan dipakai untuk suatu pengorbanan sumber daya. Sampai detik ini, pakar akuntansi
baru mampu mengukur pengorbanan sumber daya berwujud. Problemnya adalah apa (what) dasar
penilaiannya dan bagaimana (how) menilainya. Yang jelas adalah para ahli akuntansi sepakat bahwa
“beda biaya beda pula tujuannya (different cost for different purpose)”.

Berdasarkan definisi-definisi di atas biaya adalah pengorbanan yang dilakukan oleh


perusahaan/organisasi untuk mendapatkan laba yang dimasa yang akan datang. Jadi biaya merupakan
hal penting bagi industri/organisasi, sebab dengan berbagai macam biaya dapat diketahui atau
dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan mengenai harga jual dan produk tersebut. Biaya
diukur dengan satuan uang, sehingga biaya merupakan modal berdirinya suatu industri atau
organisasi. Adanya sistem pembiayaan yang terarah maka perolehan laba akan berjalan dengan lancar.

Konsep biaya dapat paling baik dicirikan dengan mengatakan bahwa untuk tujuan akuntansi,
semua transaksi dicatat pada biaya perolehan moneternya, yaitu harga yang dibayarkan untuk
memperoleh aset atau untuk menerima layanan yang diberikan. Untuk menguraikan konsep ini, jika
suatu aset tidak memerlukan biaya apapun, yaitu tidak ada uang yang secara khusus dibayarkan untuk
akuisisi tersebut, maka tidak akan dicatat dalam pembukuan akun perusahaan. Karena alasan inilah
keterampilan teknologi yang dibangun di dalam suatu perusahaan, kemampuan manajerial atau teknis
suatu organisasi, goodwill atau nama merek suatu produk, dicatat sebagai aset.

Namun, jika goodwill organisasi lain dibeli dengan harga tertentu, maka mengikuti prinsip biaya,
itu harus muncul sebagai aset di neraca perusahaan. Menarik untuk dicatat bahwa karena aset dicatat
sebesar biaya perolehan, biasanya kenaikan atau penurunan berikutnya dalam nilainya tidak akan
dicatat dalam neraca. Pengecualian untuk pernyataan ini adalah penurunan nilai yang timbul dari
depresiasi aset. Akan tetapi, anggaplah sebidang tanah diperoleh oleh suatu badan usaha dengan harga
tertentu dan oleh karena itu dicatat sebagai aset dalam pembukuan perusahaan pada harga perolehan
tersebut. Selanjutnya, harga tanah melonjak — katakanlah, lima tahun kemudian nilai tanah itu dua
kali lipat dari biaya semula.

Neraca perusahaan akan terus menunjukkan hanya biaya perolehan dan bukan nilai atau nilai
sekarang. Karena semua pengguna akhir tertarik untuk mengetahui nilai aset yang dimiliki oleh
perusahaan bisnis, akan logis untuk menyatakan bahwa neraca akan gagal mencapai tujuan utama
mengkomunikasikan nilai perusahaan, jika nilai sekarang dari asetnya tidak ditampilkan di neraca.

Jenis Biaya

Konsep dan istilah-istilah biaya telah berkembang selaras dengan kebutuhan disiplin
keilmuan dan profesi: (ekonom, akuntan, insinyur, atau desainer) sehingga dalam mengklasifikasikan
biaya banyak pendekatan yang dapat ditemui. Sesuai dengan kebutuhan dan tujuan bahasan buku ini,
setidaknya kita perlu melihat klasifikasi biaya sebagai berikut:

1. biaya berdasarkan waktunya;

2. biaya berdasarkan kelompok sifat penggunaannya;

3. biaya berdasarkan produknya;

4. biaya berdasarkan volume produk.

Biaya berdasarkan waktu

Biaya berdasarkan waktu dapat pula dibedakan atas:

a. biaya masa lalu (hystorical cost), yaitu biaya yang secara riil telah dikeluarkan yang dibuktikan
dengan catatan historis pengeluaran kegiatan.

Tujuan mempelajari biaya historis ini antara lain:


 sebagai dasar dalam penyusunan atau estimasi biaya masa datang;
 sebagai dasar dalam pertanggungjawaban pimpinan atau pihak yang berwenang atas biaya-
biaya yang telah dikeluarkannya.

Penggunaan data biaya historis pada umumnya merupakan bidang utama dari orang-orang Akuntansi
Keuangan, terutama dalam kegiatan audit biaya. Di samping itu, biaya historis digunakan secara
umum oleh banyak pihak dalam menyusun (estimate) biaya kegiatan ke depan.

b. biaya perkiraan (predictive cost), yaitu perkiraan biaya yang akan dikeluarkan bila kegiatan itu
dilaksanakan.

Ada beberapa tujuan orang menghitung biaya prediktif ini, antara lain:

 memperkirakan pemakaian biaya dalam merealisasikan suatu rencana kegiatan masa datang dalam
rangka menjawab pertanyaan berikut:
 berapakah biaya yang diperlukan untuk menjalankan rencana tersbut?
 Cukupkah dana yang tersedia?
 Apakah biaya itu sudah ideal atau terlalu mahal?
 Memastikan apakah biaya yang akan dikeluarkan itu masih mungkin diperbaiki atau diturunkan
tanpa mengurangi hasil secara kualitas maupun kuantitas;

Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan suatu analisis yang komprehensif dan interaktif pada
aspek-aspek teknis rencana tersebut. Penggunaan data biaya prediktif pada umumnya selalu dipakai
oleh kelompok perencana/desainer termasuk kelompok Teknik Industri.

c. Biaya aktual (actual cost), yaitu biaya yang sebenarnya dikeluarkan. biaya ini perlu
diperhitungkan jika panjangnya jarak waktu antara pembelian bahan dengan waktu proses atau
penjualan, sehingga terjadi perubahan harga besar. Maka, perlu dipikirkan bagaimana metode
pembebanan biaya terhadap produk bersangkutan. Metode-metode perhitungan yang lazim
dipakai adalah:
• First-in first-out (FIFO)
• Last-in first-out (LIFO)
• Rata-rata (average method)
• Harga standar (standard price method)

Berpadanan dengan biaya actual ini, dikenal pula sifat biaya lainnya, seperti:

• Biaya real, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan secara real (expense).


• Biaya semu (sunk cost), yaitu biaya yang ditanggung, tetapi tidak pernah dikeluarkan secara
riil. Contoh selisih harga pembukuan aset yang akan dilikuidasi dengan harga pasar;
• Biaya kesempatan (opportunity cost), yaitu biaya yang ditanggung akibat kelalaian dalam
memanfaatkan peluang atau kesempatan meraih keuntungan.

Biaya Berdasarkan Kelompok Sifat Penggunaannya

Biaya berdasarkan klasifikasi penggunaan setidaknya dapat dibedakan atas tiga jenis:

a. Biaya Investasi (Investment Cost)

Yaitu biaya yang ditanamkan dalam rangka menyiapkan kebutuhan usaha untuk siap beroperasi
dengan baik. Biaya ini biasanya dikeluarkan pada awal-awal kegiatan usaha dalam jumlah yang relatif
besar dan berdampak jangka panjang untuk kesinambungan usaha tersebut. Investasi sering juga
dianggap sebagai modal dasar usaha yang dibelanjakan untuk penyiapan dan pembangunan sarana
prasarana dan fasilitas usaha termasuk pengembangan dan peningkatan sumber daya manusianya.

b. Biaya Operasional (Operational Cost)

Yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan aktivitas usaha tersebut sesuai dengan
tujuan. Biaya ini biasanya dikeluarkan secara rutin atau periodik waktu tertentu dalam jumlah yang
relatif sama atau sesuai dengan jadwal kegiatan/produksi.

c.Biaya perawatan (Maintenance Cost)

Yaitu biaya yang diperuntukkan dalam rangka menjaga/menjamin perfomance kerja fasilitas atau
peralatan agar selalu prima dan siap untuk dioperasikan. Sifat pengeluaran ini umumnya dibedakan
menjadi dua, yaitu:

 Biaya perawatan rutin/periodik (preventive maintenanca)


 Biaya perawatan insidentil (kuratif)

Biaya Berdasarkan Produknya

Proses pengelompokan biaya berdasarkan produk dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu
biaya pabrikasi dan biaya komersial.

a. Biaya Pabrikasi (Factory Cost)

Biaya pabrikasi (factory cost) atau sering juga disebut dengan biaya produksi (production cost)
adalah jumlah dari tiga unsur biaya, yaitu bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead
pabrik. Biaya-biaya ini secara langsung berkaitan dengan biaya pembuatan produk secara fisik yang
dikeluarkan dalam rangka kegiatan proses produksi sehingga disebut juga dengan production cost.

Biaya Pabrikasi akan terdiri dari komponen-komponen biaya berikut:

 Biaya bahan langsung;


 Biaya tenaga kerja langsung;
 Biaya bahan tak langsung;
 Biaya tenaga kerja tak langsung;
 Biaya tak langsung lainnya.

Biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung sering juga disebut sebagai biaya utama
(prime cost), sedangkan biaya bahan tak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung, dan biaya tidak
langsung lainnya disebut dengan biaya overhead pabrik. Biaya bahan langsung dan biaya overhead
pabrik dapat digabung ke dalam kelompok biaya konversi (conversion cost), yang mencerminkan
biaya pengubahan bahan langsung menjadi barang jadi.

 Bahan langsung (direct materials), adalah semua bahan yang diperlukan untuk membentuk
bagian integral dari produk. Ciri-cirinya tanpa adanya bahan tersebut produk tidak dapat
diwujudkan dan jika ditelusuri bahan tersebut ditemukan pada produk, mungkin secara fisik
ataupun sifat. Contoh bahan langsung pada pembuatan komponen mesin, atau tepung dan
telur untuk membuat kue. Paku dan lem pada pekerjaan mobiler tidak dimasukkan sebagai
bahan langsung, tetapi dimasukkan sebagai bahan tak langsung.
 Bahan tak langsung (indirect material), yaitu jika bahan tersebut tidak bersifat mutlak
kehadirannya pada produk, tetapi lebih bersifat suplemen, atau pembantu/pelengkap agar
kualitas produk menjadi lebih baik, atau karena pemakaian bahan itu sedemikian kecil, atau
sedemikian rumitnya untuk dihitung sebagai bahan langsung. Contoh pemakaian paku dan
lem pada pekerjaan kayu, pemakaian bahan editif pada pekerjaan beton, pemakaian minyak
pelumas pada mesin, dan sebagainya.
 Tenaga kerja langsung (direct labor), yaitu tenaga kerja yang secara langsung memengaruhi
terjadinya proses produksi, seperti pekerja, tukang, dan operator. Jadi, tanpa tenaga kerja
tersebut kegiatan produksi tidak akan terjadi. Biaya untuk ini meliputi gaji karyawan yang
dapat dibebankan pada produk tertentu.
 Tenaga tak langsung (indirect labor), yaitu tenaga kerja yang dibutuhkan dalam rangka
mendukung kelancaran proses produksi di lantai pabrik, seperti pengawas, supervisor,
montir/maintenant, cleaning service pabrik, unsur pimpinan pabrik, dan lain-lain yang masih
punya relevansi kuat dengan proses produksi.
 Biaya tidak langsung lainnya (pabrication overhead cost), yaitu semua biaya yang dikeluarkan
dalam rangka proses produksi di luar dari komponen biaya di atas, contoh sewa peralatan dan
fasilitas pabrik, penyusutan peralatan dan

Biaya Berdasarkan Volume Produk

Beberapa jenis biaya bervariasi langsung dengan perubahan volume produksi, sedangkan
biaya lainnya relatif tidak berubah terhadap jumlah produksi. Oleh karena itu, manajemen perlu
memerhatikan beberapa kecenderungan biaya tersebut untuk dapat merencanakan dan mengendalikan
efek biaya terhadap volume produksi. Oleh karena itu, biaya berdasarkan volume produksi dapat
dibedakan sebagai berikut.

1. Biaya tetap (fixed cost), biaya yang harus dikeluarkan relatif sama walaupun volume produksi
berubah dalam batas-batas tertentu. Contoh, biaya listrik untuk penerangan, telepon, air
bersih, gaji karyawan, dan lain-lain.
2. Biaya variabel (variabel cost), yaitu biaya yang berubah besarnya secara proporsional dengan
jumlah produk dibuat. Contoh, biaya bahan baku, tenaga kerja langsung jika sistem
penggajian berdasarkan volume, dan lain-lain.
3. Biaya semi variabel (semi variabel cost), yaitu biaya yang berubah tidak proporsional dengan
perubahan volume, misalnya perubahan volume melewati kapasitas fasilitas yang ada
sehingga diperlukan penambahan kapasitas mesin, biaya perbaikan mesin, dan sebagainya.

Catatan:

 Biaya semi variabel sebaiknya dipisahkan menjadi biaya tetap dan variabel.
 Setiap produk selalu mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel.

Total biaya suatu produk merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. (lihat gambar
Grafik Sifat Komponen Biaya Berdasarkan Volume Produk )

Contoh soal

1. Dalam rangka memenuhi kebutuhan kosen dan daun pintu kontraktor Telkom Property
dihadapkan pada pilihan membeli kosen dan daun pintu siap atau membuat sendiri. Jika dibeli
harga siapnya Rp 450.000,00/buah, dan jika dibuat sendiri biayanya terdiri dari: harga kayu Rp
950.000,00/m³, upah kepala tukang Rp 50.000,00/hari, tukang Rp 40.000,00/hari dan pekerja
35 ribu/hari. Tiap unit kosen dan daun pintu dibutuhkan 0,25 hari kerja kepala tukang + 1,25
hari kerja

Variabel cost

Semi variabel
cost

Fixed cost

Grafik Sifat Komponen Biaya Berdasarkan Volume Produk

Di samping itu, perusahaan perlu menyiapkan los kerja khusus biayanya ditaksir ± Rp 1,5 juta serta
pengadaan peralatan kerja ± Rp 2,2 juta. Hitunglah berapa kebutuhan minimal kosen dan daun pintu
agar keputusan yang diambil membuat sendiri.

Penyelesaian:

Biaya variabel untuk 1 unit Kosen:

- Bahan kayu : 0,20 m³ x Rp 950.000,00 = Rp 190.000,00

- Upah Kepala Tukang : 0,25 hari x Rp 50.000,00 = Rp 12.500,00

- Upah Tukang : 1,25 hari x Rp 40.000,00 = Rp 50.000,00

- Upah Pembantu : 0,75 hari x Rp 35.000,00 = Rp 26.250,00

Jumlah Variable Cost = Rp 278.750,00

Biaya tetap untuk dapat membuat kosen:

- Membangun los kerja = Rp 1.500.000,00


- Pengadaan peralatan kerja = Rp 2.200.000,00

Jumlah biaya tetap = Rp 3.700.000,00

Perhitungan jumlah produksi minimal saat break even point

BEP = FC/(S-VC) dimana : S=Harga Jual 1 unit kosen

BEP = (Rp.3.700.000)/(Rp 450.000-Rp 278.750)


BEP = 21,6 unit = 22 unit

Jadi, kebutuhan kosen minimal agar produksi lebih menguntungkan secara ekonomis dibandingkan
dengan membeli siap adalah 22 unit.

1.4 Peranan Break Even Point Terhadap Perolehan Laba

Tujuan sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan atau laba yang dapat di
pergunakan untuk kelangsungan hidup. Mendapatkan keuntungan atau laba dan besar kecilnya laba
sering menjadi ukuran kesuksesan suatu manajemen. Hal tersebut didukung oleh kemampuan
manajemen di dalam melihat kemungkinan dan kesempatan dimasa yang akan datang.

Manajemen dituntut untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang menunjang terhadap


pencapaian tujuan perusahaan serta mempercepat perkembangan perusahaan. Manajemen
memerlukan suatu perencanaan untuk perusahaan dalam mencapai tujuannya tersebut. Ukuran yang
sering dipakai untuk menilai sukses tidaknya manajemen suatu perusahaan adalah dari laba yang
diperoleh perusahaan.

Menurut Handoyo Wibisono (1997:72) analisis break even dapat memberikan pedoman dalam
pembuatan keputusan dan membantu manajemen dalam:

a. Pembuatan produk

Analisis break even dapat membantu menentukan banyak sedikitnya penjualan produk baru yang
harus diraih agar perusahaan memperoleh laba.

b. Mempelajari pengaruh ekspansi

Ekspansi akan mengakibatkan peningkatan biaya-biaya tetap dan variabel, tetapi juga akan
meningkatkan penjualan yang diharapkan.

c. Proyek modernisasi dan otomatisasi

Apabila terjadi peningkatan investasi peralatan produksi yang mampu menekan biaya variabel
khususnya biaya tenaga kerja langsung. Analisis break even dapat digunakan untuk menganalisis
kosekuensi proyek tersebut.

Analisis break even merupakan salah satu bagian dari analisis biaya, volume dan laba. Informasi
mengenai jumlah penjulan minimal dan besarnya penurunan realisasi penjualan dari rencana
penjualan dalam analisis break even dibutuhkan manajemen agar perusahaan tidak menderita rugi.
Manajemen membutuhkan informasi tersebut untuk mengambil keputusan dalam merencanakan laba
perusahaan.

Manajer perusahaan harus dapat membuat perencanaan secara terpadu atas semua aktivitas yang
sedang maupun akan dilakukan dalam upaya mencapai laba yang diharapkan. Dalam perencanaan
maupun realisasinya manajer dapat memperbesar laba melalui langkah – langkah sebagai berikut:

1. Menekan biaya operasional serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan
volume penjualan yang ada.

2. Menentukan tingkat harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.

3. Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin.

Ketiga langkah tersebut tidak dapat dilakukan secara terpisah atau sendiri-¬sendiri sebab
ketiganya mempunyai hubungan yang erat bahkan saling berkaitan Salah satu perencanaan yang
dibuat manajemen adalah perencanaan laba. Perencanaan laba berisikan langkah-langkah yang akan
ditempuh perusahaan untuk mencapai besarnya target laba yang diinginkan. Laba merupakan tujuan
utama dari perusahaan karena laba merupakan selisih antara pendapatan yang diterima (dari hasil
penjualan) dengan biaya yang dikeluarkan, maka perencanaan laba dipengaruhi oleh perencanaan
penjualan dan perencanaan biaya. Dalam perencanaan laba hubungan antara biaya, volume, dan laba
memegang peranan yang sangat penting. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba
yang di kehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan
langsung mempengaruhi volume produksi dan volume produksi mempengaruhi laba.

Perencanaan merupakan proses awal sebelum melakukan kegiatan usaha, tanpa perencanaan
maka kegiatan usaha tidak berjalan terarah dan tidak mempunyai tujuan yang pasti. Untuk itu
perencanaan merupakan hal penting dalam mengambil keputusan.

Perencanaan merupakan fungsi manajemen dalam aktivitas organisasi untuk merumuskan


aktivitas-aktivitas serta asumsi-asumsi mengenai masa depan atau dalam jangka waktu yang panjang
dalam mencapai tujuan.

Setiap industri/organisasi mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan atau memperoleh laba.
Untuk memperoleh laba tersebut sebelumnya harus diadakan perencanaan sehingga sesuai yang
ditargetkan oleh pihak industri dan perencanaan tersebut disebut perencanaan laba.

Pada perencanaan laba maka pihak manajer industri/organisasi akan mudah dalam pengambilan
keputusan, dapat memperkirakan anggaran yang dibutuhkan, mengetahui kesalahan yang mungkin
muncul. Hal itu dapat dilihat dari pengalaman masa lalu serta dengan perencanaan laba yang dapat
merangsang atau memacu menuju persaingan yang lebih ketat melalui efektivitas dan efisiensi.

Anggaran merupakan masalah utama yang dibahas dalam perencanaan laba sebab anggaran
tersebut meliputi seluruh biaya-biaya yang ada dalam industri/organisasi, harga jual yang harus
ditentukan dan berapa volume penjualan produk tersebut. Diantara tiga hal itu yang meliputi biaya,
harga jual, dan volume penjualan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain, sebab harga
jual ditafsirkan berdasarkan biaya dan volume penjualan yang dihasilkan pada harga jual walaupun
juga harus melihat bagaimana situasi pasar tetapi pasar tersebut juga melihat harga jual yang
ditetapkan industri/organisasi.

Selain itu kualitas produk yang dibebankan pada biaya industri/organisasi, maka akan
dihasilkan berapa anggaran industri/organisasi yang dapat digunakan untuk menentukan berapa
besar laba yang diinginkan. Dalam hal ini perlu adanya teknik atau cara agar laba tersebut dapat
diperoleh seefektif dan seefisien mungkin, untuk itu perlu diterapkan analisa Break Event Point.
Adapun pengertian dari Break Event Point adalah suatu kedaan dimana perusahaa/organisasi
tersebut tidak mengalami rugi juga belum mendapatkan laba.

Analisa Break Event Point dapat digunakan sebagai pedoman di masa mendatang apabila
terjadi pengaruh-pengaruh atau perubahan-perubahan yang akan muncul terhadap perolehan besar
kecilnya laba. Tujuan dari analisis break even point secara umum dapat dikatakan untuk menyajikan
dan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan yang erat atas ketiga variabel
berikat yaitu biaya, volume penjualan dan laba. Selanjutnya dapat memudahkan pimpinan
perusahaan/organisasi untuk melihat bagaimana perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi laba
dengan cara penyajian yang ringkas sehingga pimpinan perusahaan/organisasi dapat dibantu dalam
pengambilan keputusan. Jadi, analisis break even point merupakan salah satu sarana bagi
manajemen dalam menentukan laba perusahaan/organisasi.

Analisis break even point juga memberikan keuntungan bagi manajemen untuk menilai
perencanaan laba secara jelas serta memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume
penjualan dan hubungannnya dengan kemungkinan mendapat laba menurut tingkat penjualan yang
terjadi.

Menurut Muslieh “Teknik analisis break event point memberikan dasar hubungan antara
berbagai variabel untuk menentukan aktivitas perusahaan dalam suatu proses perencanaan keuangan
dalam mencapai target laba yang ditentukan”.

Jadi, analisis break even point akan memberikan dasar hubungan antara berbagai variabel untuk
menentukan aktivitas perusahaan/organisasi dalam suatu proses perencanaan keuangan dalam
mencapai target laba yang ditentukan.

Analisa break event point dengan perencanaan laba mempunyai hubungan kuat sebab analisa
break event point dan perencanaan laba sama- sama berbicara dalam hal anggaran atau di dalamnya
mencakup anggaran yang meliputi biaya, harga produk, dan volume penjualan, yang kesemua itu
mengarah ke perolehan laba. Untuk itu dalam perencanaan perlu penerapan atau menggunakan
analisa break event point untuk perkembangan ke arah masa datang dan perolehan laba. Selain itu
analisa break event point dapat dijadikan tolak ukur untuk menaikkan laba atau untuk mengetahui
penurunan laba yang tidak mengakibatkan kerugian pada organisasi.
Kesimpulan

Perencanan laba adalah pengembangan dari suatu rencana operasional untuk mencapai sasaran
dan tujuan. Laba penting dalam perencanaan karena rencana yang diharapkan adalah laba yang
memuaskan.

Perencanaan laba jangka pendek dapat dilaksanakan dengan mudah jika didasarkan pada
laporan laba-rugi projeksian, yang disusun berdasarkan metode variable costing.

Margin of Safety menunjukan jarak antara penjualan yang direncanakan dengan penjualan pada
break even. Dengan demikian margin of safety juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau
berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut perusahaan akan menderita kerugian.

Analisis biaya volume laba (Cost Volume Profit) berkaitan dengan penentuan volume
penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan.

Elemen yang menentukan break even point yaitu: harga jual, biaya tetap, serta perubahan
komposisi penjualan. Apabila salah satu faktor berubah (tanpa mempengaruhi faktor lain) maka akan
mempengaruhi jumlah break even point.

Konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam akuntansi manajemen dan
akuntansi biaya.

Analisa Break Event Point dapat digunakan sebagai pedoman di masa mendatang apabila terjadi
pengaruh-pengaruh atau perubahan-perubahan yang akan muncul terhadap perolehan besar kecilnya
laba.

Kontribusi margin merupakan analisis biaya-volume-laba bagian dari manajemen akuntansi


terhadap margin keuntungan dalam penjualan per unit dan berguna dalam melaksanakan berbagai
perhitungan atau digunakan sebagai ukuran kepengaruhan operasional.

Anda mungkin juga menyukai