PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan sebagai sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 pada
program studi yang ada di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
RISKI MADANI
1764201013
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.4 Hipotesa......................................................................................
2
BAB III METODE PENELITIAN
Kerangka pemikiran........................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar didunia, sektor kelapa sawit
juga menjadi salah satu perkebunan terbesar di Indonesia khususnya di Riau. Perkebunan
kelapa sawit merupakan salah satu penyebab terjadinya deforetasi untuk pemperluas lahan
perkebunan. Saat ini, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan
angka produksi terakhir tercatat mencapai produksi kelapa sawit tercatat terus bertambah
dari sebesar 31,07 juta ton pada 2015 menjadi 31,49 juta ton setahun setelahnya. Lonjakan
tertinggi pada 2017-2018 yakni dari 34,94 juta ton menjadi 42,88 juta ton atau naik sekitar
22,72%. Pada tahun 2019, produksinya mencapai 48,42 juta ton atau meningkat 12,92% dari
tahun sebelumnya yakni 42,88 juta ton. ( Badan Pusat Statistik 2019)
Ini yang menyebabkan Greenpeace ikut serta dalam kampanye komitmen nol deforestasi,
Greenpeace memiliki 26 kantor perwakilan yang terebar dalam lingkup nasional maupun
regional yang mengatur kegitan oprasional di lebih dari 55 negara dunia, seluruh perwakilan
berada di naungan pusat Greenpeace yang terletak di Amsterdam, Belanda. Luasnya cakupan
tidak hanya untuk beberapa negara tapi seluruh bumi. Melalui kampanye, program dan
strategi yang dibuat oleh organisasi tersebut. Greenpeace ingin mengekspos bagaimana
4
Pada tahun 2015 Greenpeace menyatakan, setidaknya ratusan perusahaan perkebunan
sawit memberikan andil deforestasi yang cukup tinggi, Greenpeace kampanye khusus
pembukaan lahan besar besaran. Deforestasi telah menjadi isu internasional yang hangat ,
terutama di negara -
negara yang memiliki hutan tropis yang luas. Deforestasi merupakan pengubahan area hutan
menjadi lahan tidak berhutan secara permanen, untuk aktivitas manusia. Secara tidak
langsung, deforestasi mengubah fungsi hutan yang awalnya untuk pelestarian lingkungan
berkaitan dengan efek rumah kaca, karena hutan adalah paru – paru bumi. Negara – negara
yang melaksanakan program pemanfaatan hutan kini berada di bawah tekanan internasional
Proses deforestai dan degradasi hutan alam provinsi Riau terjadi sangat cepat. Provinsi
Riau telah kehilangan tutupan hutan alam seluas 4,6 jutaan ha, tutupan hutan berupa gambut
maupun non gambut. Degradasi lahan gabut terjadi akibat pola pemanfaatan yang kurang
menuntut adanya keselarasan antara tata kelola sektor publik dan swasta. Ini perlu
kesepakatan tentang visi berkelanjutan yang didukung oleh kebijakan publik; kemajuan
dan daerah; serta implementasi kebijakan untuk merasionalisasi perluasan perkebunan kelapa
lahan terdegrasidan lahan yang secara komersil tidakproduktif untuk membangun silvikultur
intensif. Salah satu upaya penegakan hukum untuk mengurangi konversi hutan ke perkebunan
5
kelapa sawit ialah dengan menghentikan pemberian izin untuk penggunaan hutan produksi
Pengolaan yang dilakukan atas hutan dan lahan gambut harus dilakukan melalui
pendekatan ekosistem sehingga tidak terbatas pada batas administratif. Rehabilitas hutan dan
lahan ( RHL ) merupakan bagian dari sistem pengolaan hutan dan lahan, yang di tempatkan
daerah yang banyak di aliri oleh sungai, rehabilitas mengambil posisi untuk mengii
keenjangan ketika sitem perlindungan tidak mengimbangi hasil hasil dari sistem hutan dan
lahan sehingga terjadi deforestasi dan degrasi fungsi hutan dan lahan. Luasnya lahan gambut
di daerah Riau perlu di kelola secara bijaksana sehingga dapat memberikan nilai tambah
Asian Agri adalah salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia yang memproduksi
minyak sawit mentah yang dikelola secara berkelanjutan. Asian Agri berdiri sejaktahun 1979,
Asian Agri saat ini telah berkembang menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar di Asia
yang mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 100.000 Hektar di Sumatra utara, Riau dan
Jambi, serta didukung oleh 25.000 orang karyawan yang bergabung dan berkembang bersama
perusahaan. Asian Agri memulai proses pengelolaan dari pembibitan, penanaman, hingga
pengengolahan tandan buah segar untuk menghasilkan buah sawit berkelanjutan dipabrik
yang berteknologi tinggi dan ramah lingkungan. Asian Agri merupakan pelopor program
kemitraan petani kelapa sawit dengan tujuan mendukung peningkatan kesejahteraan keluarga
petani serta mendorong pengolaan indutri kelapa sawit nasional yang berkelanjutan, melalui
praktik terbaik untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat, negara, iklim, pelanggan
6
Asian Agri berkomitmen untuk mendukung kebijakan konservasi hutan atau yang biasa
diebut Zero Deforestation, dan melestarikan hutan dengan stok karbon tinggi ( HCS ). Asian
hutan mana saja yang memiliki HCS, menentukan metedologi HCS, menetukan ambang
batas untuk emisi gas rumah kaca, dan juga menentukan faktor yang mempengaruhi
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas bahwa komitmen nol deforetasi menuntut adanya keselarasan antara
tata kelola sektor publik dan swasta, ini perlu kesepakatan tentang visi berkelanjutan yang
didukung oleh kebijakan publik, kemajuan dalam penyelesaian tenurial lahan, penegakan
peraturan perundang undangan di tingkat pusat dan daerah, implementasi kebijakan untuk
merasionaliasi perluasan perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani kecil dan menengah
serta adanya dukungan atau kampanye dari organisasi seperti Greenpeace. Sehingga penuli
terhadap komitmen Nol Deforestasi terhadap perusahaan kelapa sawit Asian Agri di
Riau ?
a. Untuk mengetahui kebijakan peruahaan kelapa sawit Asian Agri dengan adanya
Ruang lingkup penelitian merupakan sebuah batasan- batasan dalam penelitian. Batasan
yang dimaksud dipenelitian ini adalah untuk memperjelas batasan yang di teliti seperti
tempat yang diteliti, materi yang diteliti, dan subjek yang diteliti agar lebih jelas dan
7
1.4 Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini ditujukan untuk bisa mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dan juga bisa menjadi referensi bagi mahaiswa/i yang ingin meneleliti tentang
penelitian terdahulunya.
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisikan pendahuluan yang merupakan latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, hipotesa, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bagian ini menguraikan tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari penelitian terdahulu,
Dalam bab ini membahas tentang metode atau pendekatan penelitian, jenis penelitian,
ASIAN AGRI
8
Bab ini akan menjelaskan dan menggambarkan apa saja langkah yang dilakukan oleh
BAB V KESIMPULAN
Dalam bab ini berisikan penutup dan atau kesimpulan yang merupakan jawaban dari hasil
penelitian.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terdahulu merupakan umber lampau dari hasil penelitian atau referensi
terdahulu, apabila akan melakukan sebuah penelitian yang nantinya akan dibandingkan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu ini berfungsi
sebagai acuan untuk dapat memperluas dan memperdalam teori yang akan digunakan dalam
penelitian yang terlibat secara langung dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian
terdahulu merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam melakukan sebuah
penelitian, karna menjadi sebuah tolak ukur untuk dapat mempertegas pentingnya penelitian
yang akan dilakukan. Dalam penelitian penulis mengambil beberapa literatur terdahulu yaitu
sebagai berikut :
yang Berkelanjutan di Indonesia” yang di tulis oleh Syaid A. Boenjamin. Dalam penelitian
ini membahas keprihatinan mengenai deforestasi teruma berpusat pada degrasi lingkungan
lokal. Ketika pepohonan ditebang, tanah kehilangan pelindung, erosi meningkat dan material
organik tersapu. Jika suatu area dibakar atau ditanami selama beberapa tahun, tunas pohon
hancur. Dalam hal ini tanah menjadi rusak dan kapasitas hutan untuk beregenerasi berkurang.
Dipihak lain, deforestasi yang terjadi diatas mata air dapat meningkatkan ketidak teraturan
aliran sungai, akibat kurangnya pertahanan dibagian hulu, hujan yang turun mengalir dengan
cepat dan terkonsentrasi pada aliran air, sehingga menimbulkan banjir bandang selama
musim kemarau, aliran sungai berkurang dan akhirnya akan mengurangi aliran air bersih bagi
para pemakai rumah tangga dan industri. Deforestasi terjadi dengan biaya ekonomis, dengan
10
merapkan nilai-nilI ekonomis atas setiap kegiatan yang berkaitan dengan deforetasi dan
hutan.
Degradation Plus) di Riau ” dalam jurnal yang di tulis oleh Maharani yaitu berdasarkan
tantangan perubahan iklim serta untuk menggunakan imbalan karbon hutan untuk menata
reformasi sektor kehutanan. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisinya dari
penggunaan lahan kehutanan sebesar setidaknya 26% pada tahun 2020. Salah satu cara yang
direncanakan oleh Indonesia untuk memenuhi sasaran ini ialah dengan mengurangi emisinya
dari deforestasi dan degrasi hutan, melalui menganime REDD+ dengan melaksanakan
mekanisme ini Indonesia akan memenuhi syarat untuk menerima pembayaran keuangan
memungkinkan bagi REDD+.Persoalan yang sama juga harus diatasi untuk memperbaiki tata
kelola hutan. Keberhasilan implementasi REDD+ bergantung pada perbaikan sistem tata
kelola seluruh lahan hutan dan lahan bergambut dalam kawasan hutan dan APL. Dalam
tatanan masyarakat dan sistem kelembagaan pemerintah yang sekarang, perbaikan itu hanya
paradigma baru dan berbagai komponen sistem kelembagaan (aturan, mekanisme, hubungan
Indonesia tahun 2007-2015” dalam jurnal yang ditulis oleh Fauzan Yusrifan yaitu pada
11
November 2010 Greenpeace membuat laporan tentang ketidakseriusan pemerintah Indonesia
dalam pengalihan fungsi hutan. Pdahal sebelumnya, pemerintah Indonesia yang pada aat itu
dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang berkomitme untuk mengurangi ga rumah
kaca ebesar 41% eperti yang dikemukakan dalam pertemuan G20. Greenpeace
mengindikasikan bahwa pemerintah Indoneia justru akan terus mendukung ekspansi bisnis
kelapa sawit dan kerta. Upaya pemerintah Indonesia ini menggunakan internaional climate
funding dari beberapa organisasi internaional dan negara, alah satunya Norwegia yang
mencapai 1 miliar US$. Tindakan pemerintah Indonesia ini tentu membawa angin segar bagi
peruahaan pelaku deforestasi dalam meningkatan kan produksi minyak kelapa sawit dan
kertas Indoneia beberapa tahun kedepan. Ini mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia
tidak memfokuskan pada fenomena deforestasi dalam pengurangan karbon dari emisi gas
rumah kacayang mana justru deforestasi adlah salah satu yang menyebabkan tingginya emisi
Lobbying adalah cara greenpeace untuk bernegosiasi dengan pihak pihak terkait
seperti peerintah ataupun kepala perusahaan pemproduksi hail hutan ataupun perusahaan
pembeli hasil hutan, dalam langkah ini greenpeace melakukan upaya untuk merumuskan
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ebesar 26% dengan pertumbuhan ekonomi 7%setiap
tahunnya, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini Greenpeace berharap agar pemerintah
instrumen fiskal penggunaan lahan hutan untuk perkebunan dalam upaya mengurangi
deforestasi” dalam buku yang ditulis oleh Fitri Nurfatriani, Ramawati, Galih Kartika Sari,
Heru Komarudin tentang, Besarnya penerimaan negara dari sektor perkebunan dan industri
minyak sawit ternyata belum sepenuhnya diimbangi dengan adanya kebijakan ekonomi dan
12
fiskal yang berperan dalam memberi insentif bagi para pelaku usaha dan para pihak untuk
mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Pendapatan dari sektor pajak yang
dikenakan kepada produk kelapa sawit dan turunannya serta pajak perkebunan (pajak
pertambahan nilai/PPN dan pajak penghasilan/PPh) dikelola dan disetor ke pemerintah pusat
dan kembali ke daerah dengan mekanisme dana perimbangan. Angkaangka penerimaan dari
sektor sawit meningkat baik di tingkat nasional maupun daerah. Secara umum, sektor
Namun diketahui bahwa peningkatan produksi CPO dan nilai ekspor minyak kelapa
sawit serta luasan kebun sawit tidak diiringi oleh persentase penerimaan pajak sektor sawit
yang justru persentasenya menurun. Belum adanya mekanisme dana bagi hasil yang berasal
dari sektor perkebunan kelapa sawit, seperti halnya sektor kehutanan dan pertambangan, yang
langsung disalurkan ke daerah-daerah penghasil menjadi salah satu isu penting bagi para
pihak di daerah. Hal tersebut menjadi disinsentif dalam upaya mendorong peran pemerintah
daerah di dalam mengawasi dan membangun perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Untuk mendorong para pelaku usaha di bidang perkebunan kelapa sawit menerapkan prinsip
dan praktik berkelanjutan seperti tertuang di dalam standar ISPO dan standar keberlanjutan
minyak sawit lainnya, perlu dikembangkan berbagai insentif. Dalam rangka mengurangi laju
deforestasi dan konversi hutan dan mencegah perluasan perkebunan kelapa sawit ke dalam
kawasan hutan, juga perlu dikembangkan insentif dan dinsentif melalui penerapan kebijakan
Terkait Perdagangan Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia (Tahun 2008-2011)” dalam jurnal
yang ditulis oleh Cinthya Geni Asri mengatakan yaitu terlepas dari Greenpeace memiliki
tujuan lain dengan menggalakkan isu lingkungan di Indonesia, akan tetapi di pihak lain,
13
kerusakan hutan itu memang bukan suatu hal yang dilebih-lebihkan. Kenyataan yang terlihat
memang itulah adanya, bahwa alam Indonesia tengah mengalami kehancuran dengan isu
penebangan liar, pembukaan lahan baru, ekspansi perkebunan, hilangnya secara perlahan
habitat Orang Utan, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan berkurangnya areal pangan bagi
penduduk sekitar. Perubahan iklim telah menjadi ancaman terbesar masa depan bumi. Jika
kita tidak
menghentikan penebangan hutan yang tidak bertanggung jawab ini, maka kemajuan yang
dicapai dalam perang mengatasi perubahan iklim menjadi kurang berarti. Hal inilah yang
menjadi senjata bagi Greenpeace untuk menekan perlunya kebijakan dalam menanggulangi
deforestasi. Jadi, Greenpeace dengan berbagai perspektif yang berbeda memiliki tujuan baik
untuk Indonesia.
Amazon” dalam jurnalnya yang ditulis oleh Kartika Yustika Mandala Putri Pertama,
dalam perannya sebagai kompetitor pemerintah, Greenpeace memiliki daya saing dengan
pemerintah dalam hal intelektual, namun perlu dipertegas bahwa peran ini bukan merupakan
tujuan ataupun bagian dari strategi Greenpeace. Peran Greenpeace sebagai kompetitor
pemerintah muncul karena kondisi yang secara tidak langsung menjelaskan posisi
Greenpeace. Kemampuan Greenpeace dalam meneliti dan mengajukan solusi lebih cepat
daripada pemerintah, sehingga kondisi ini menjadikan Greenpeace sebagai pemegang peran
merupakan peran yang umum ditemukan dalam setiap NGO, karena setiap melakukan
kampanye maka tujuan yang ditergetkan oleh NGO adalah dukungan dari masyarakat.
Mobilisasi opini publik yang dijalankan oleh Greenpeace bersifat bottom-up, di mana target
makanan atau produk jadi (yang berhubungan langsung dari konsumen), lalu menarget
14
perusahaan pengolahan kedelai hingga kemudian perusahaan multinasional Cargill sebagai
perusahaan terbesar. Ketiga, peran Greenpeace sebagai pengawas dan penilai, yaitu ketika
Kedelai berjalan sesuai dengan mekanisme, yaitu dengan melakukan penerjunan langsung di
lapangan. Kepatuhan pemerintah merupakan efek sekunder yang dapat muncul apabila
pengaruh dalam Moratorium Kedelai di Brazil. Dengan menggunakan teori tingkat pengaruh
dari Betsill, Terbukti terjadi perubahan kondisi dalam setiap indikator pembentukan isu dan
agenda, indikator proses negosiasi, dan indikator hasil. Adanya perubahan perilaku aktor lain
untuk dapat menganalisis tingkat pengaruh dari Greenpeace, maka penulis perlu untuk
memetakan peran yang dijalankan dan meneliti strategi yang dilakukan oleh Greenpeace agar
15
2.1.1 Kerangka Pemikiran
Research Problem
Komitmen nol deforetasi menuntut adanya keselarasan antara tata kelola sektor publik dan swasta, ini perlu
kesepakatan tentang visi berkelanjutan yang didukung oleh kebijakan publik, kemajuan dalam penyelesaian
tenurial lahan, penegakan peraturan perundang undangan di tingkat pusat dan daerah, implementasi
kebijakan untuk merasionaliasi perluasan perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani kecil dan menengah
serta adanya dukungan atau kampanye dari organisasi Greenpeace.
Penelitian Terdahulu
yang Berkelanjutan di Indonesia” membahas keprihatinan mengenai deforestasi teruma berpusat pada
degrasi lingkungan lokal. Ketika pepohonan ditebang, tanah kehilangan pelindung, erosi meningkat dan
material organik tersapu. Adanya perubahan perilaku aktor lain akibat aktivitas Greenpeace, menandakan
bahwa Greenpeace berpengaruh. Oleh karenanya untuk dapat menganalisis tingkat pengaruh dari
Greenpeace, maka penulis perlu untuk memetakan peran yang dijalankan dan meneliti strategi yang
dilakukan oleh Greenpeace agar dapat melihat pengaruh Greenpeace melalui perbandingan.
b. Maharani. “Kebijakan Pemerintah Provinsi Riau Terhadap Implementasi REDD+ (Reducing Emission
from Deforestation and Forest Degradation Plus) di Riau”. Menjelaskan salah satu cara yang direncanakan
oleh Indonesia untuk memenuhi sasaran ini ialah dengan mengurangi emisinya dari deforestasi dan degrasi
hutan, melalui menganime REDD+ dengan melaksanakan mekanisme ini Indonesia akan memenuhi syarat
c. Fauzan Yusrifan. “Strategi Greenpeace melindungi hutan Indonesia tahun 2007-2015” menjelaskan bahwa
Lobbying adalah cara greenpeace untuk bernegosiasi dengan pihak pihak terkait seperti peerintah ataupun
kepala perusahaan pemproduksi hail hutan ataupun perusahaan pembeli hasil hutan, dalam langkah ini
greenpeace melakukan upaya untuk merumuskan solusi-solusi untuk melindungi hutan. Greenpeace
mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ebesar 26% dengan
pertumbuhan ekonomi 7%setiap tahunnya, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini Greenpeace berharap
16
d. Fitri Nurfatriani, Ramawati, Galih Kartika Sari, Heru Komarudin. “Optimalisasi dana sawit dan
pengaturan instrumen fiskal penggunaan lahan hutan untuk perkebunan dalam upaya mengurangi
deforestasi” menjelaskan Dalam rangka mengurangi laju deforestasi dan konversi hutan dan mencegah
perluasan perkebunan kelapa sawit ke dalam kawasan hutan, juga perlu dikembangkan insentif dan dinsentif
melalui penerapan kebijakan fiskal dalam penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
e. Cinthya Geni Asri. “Tuntutan Greenpeace Tehadap Sinar Mas Group Terkait Perdagangan Minyak
Kelapa Sawit Di Indonesia (Tahun 2008-2011)” mengatakan yaitu terlepas dari Greenpeace memiliki
tujuan lain dengan menggalakkan isu lingkungan di Indonesia, akan tetapi di pihak lain, kerusakan hutan itu
memang bukan suatu hal yang dilebih-lebihkan. Kenyataan yang terlihat memang itulah adanya, bahwa
alam Indonesia tengah mengalami kehancuran dengan isu penebangan liar, pembukaan lahan baru, ekspansi
perkebunan, hilangnya secara perlahan habitat Orang Utan, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan
f. Kartika Yustika Mandala Putri Pertama.“Diplomasi Greenpeace dalam Menekan Deforestasi Amazon”
menjelaskan dalam perannya sebagai kompetitor pemerintah, Greenpeace memiliki daya saing dengan
pemerintah dalam hal intelektual, namun perlu dipertegas bahwa peran ini bukan merupakan tujuan ataupun
bagian dari strategi Greenpeace. Peran Greenpeace sebagai kompetitor pemerintah muncul karena kondisi
yang secara tidak langsung menjelaskan posisi Greenpeace. Kemampuan Greenpeace dalam meneliti dan
mengajukan solusi lebih cepat daripada pemerintah, sehingga kondisi ini menjadikan Greenpeace sebagai
Rumusan Masalah
Bagaimana efektivitasan Greenpeace terhadap komitmen Nol Deforestasi terhadap perusahaan kelapa
sawit Asian Agri di Riau ?
Variabel Mandiri
Teori / Konsep
Untuk membantu penulis dalam proses penelitian dan juga sebagai landasan untuk
memperkuat analisis, maka penulis menggunakan teori yang sesuai dengan masalah yang ada
untuk dijadikan sebagai pedoman. Kerangka teoritis akan menjelaskan mengenai efektivitas
keberadaan greenpeace terhadap komitmen nol deforestasi oleh perusahaan kelapa sawit
asian agri di riau tahun 2018. Landasan teoritis yang digunakan sebagai Tool of Analisys
dalam membahas permasalahan yang menjadi topik pada penelitian ini, yang akan diuraikan
sebagai berikut :
antarnegara dengan isu yang berkaitan perang dan damai. Definisi klasik tersebut
menempatkan negara (state) merupakan aktor utama dalam studi HI. Seiring
perkembangannya, studi HI mengalami perkembangan dalam ranah teori, keragaman isu, dan
metode penelitian. Selain itu, perkembangan kajian tidak hanya terkungkung pada aktor
negara, namun memberikan ruang pada aktor lain di luar aktor negara (Soetjipto,2018).
Perkembangan studi HI dapat dilihat dengan mampunya studi HI memasuki ranah kajian
Global Civil Society (GCS)/Masyarakat Sipil Global. Global civil society merupakan kajian
(NGO), masyarakat sipil, dan isu-isu lainnya. Kemunculan global civil society sekaligus
diiringi kemunculan global social movement (gerakan sosial global) yang merupakan
gabungan masyarakat dari berbagai elemen yang berjuang bersama dalam urusan
18
Glasius dalam Ruhiat (2019) berupaya mengkategorikan model global civil society
movement dalam empat kategori. Pertama, kelompok yang berusaha menyediakan social
services yang efektif, fleksibel, serta efisien dari apa yang disediakan negara (golongan
liberal). Kedua, kelompok yang berfokus pada perubahan progresif melalui akuntabilitas
penguasa atas hak asasi manusia dan lingkungan (golongan liberal). Ketiga, kelompok yang
melakukan aksi kolektif untuk melakukan perlawanan terhadap kapitalisme global dan
membentuk suatu komunitas. Dahbour membagi menjadi tiga jenis. Pertama, global trading
ekonomi. Komunitas ini didominasi oleh kaum internasionalis. Kedua, global legal
community, komunitas dengan tujuan mewujudkan keadilan dengan cara menetapkan standar
memiliki fokus pada otonomi tiap-tiap komunitas dan tetap memperhatikan perbedaan
Sementara itu, Scholte (2002) mempunyai pemahaman bahwa Global civil society
adalah pihak yang berada diluar negara dan pasar, upaya-upaya yang dilakukan jelas, bersifat
organized fashion, memiliki tujuan utama untuk membentuk kebijakan, 18 norma dan
struktur sosial yang saling berkaitan. Scholte (2002) mengemukakan pendapatnya mengenai
global civil society; “Pada akhirnya, dewasa ini banyak asosiasi sipil yang memiliki
organisasi bersifat global. Di satu sisi, apa yang dimaksud dengan masyarakat sipil global
mencakup ribuan agen lintas batas, seperti halnya lobi-lobi bisnis, konfederasi serikat
tersebut memiliki keanggotaan lintas batas dan mempertahankan operasinya di banyak negara
secara bersamaan.”
19
B. Organisasi Non-Pemerintah Lingkungan (Greenpeace)
NGO mengalami perkembangan pesat dan mampu melahirkan berbagai macam NGO
di berbagai ruang lingkup, meliputi Hak Asasi Manusia, Pendidikan, lingkungan, kesehatan,
dan sebagainya. Salah satu NGO yang memiliki peran penting saat ini adalah NGO
lingkungan. Hal ini dikarenakan isu lingkungan telah menjadi wacana global, disamping isu
hak asasi manusia dan isu gender. Berawal dari isu sederhana tentang pelestarian alam demi
tujuan rekreasionaI, isu lingkungan kemudian bergulir, berproses, dan melembaga sebagai
Dalam bahasa indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat) (Sugiyono, 2015:39). Dalam penelitian ini variabel independen adalah
efektivitas greenpeace.
2.3.2 Greenpeace
mampu mengangkat isu lingkungan menjadi isu bersifat global hingga akhirnya masyarakat
global peduli terhadap isu tersebut. Akar sejarah gerakan lingkungan bisa ditelusuri dari
pertengahan abad ke-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Sejak abad ke19, telah munculnya
gerakan lingkungan di Inggris. Pada masa tersebut, gerakan lingkungan dibedakan ke dalam
tiga kategori. Pertama, kelompok yang peduli terhadap pelestarian daerah pinggiran
(countryside) yang mana dianggap sebagai tempat bagi orang perkotaan yang ingin meliha
20
tempat indah dan berguna menghilangkan penat. Kedua, kelompok yang peduli terhadap
konservasi alami. Kelompok ini berlandaskan pada a1asan ilmiah untuk mempromosikan
pelestarian alam. Ketiga, kelompok yang secara khusus tertarik pada upaya perlindungan
terhadap binatang-binatang tertentu. Latar be1akang gerakan ini adalah adanya perlakuan
yang kejam terhadap binatang oleh kelas pekerja perkotaan dan kaum aristokrat, seperti
perlakuan terhadap kuda penarik kereta, penggunaan binatang untuk umpan berburu, dan
Aktor dalam gerakan hijau berasal dari individu sampai organisasi-organisasi berskala
internasional. Menurut Parkin (1988) dalam Suharko (1998) ,dalam Ruhiat (2019)
menyatakan aktor atau agen gerakan hijau dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yakni:
pertama, orang-orang yang mampu mencontohkan penerapan gaya hidup hijau, seperti alnya
para petani organik, orang yang mampu mengembangkan teknologi alternatif dan lain-lain.
Kedua, para kelompok penekan berisu tungga1. Ketiga, kelompok orang yang memiliki
pekerjaan dan kemampuan sekaligus mampu melakukan propaganda, seperti partai politik,
gereja, universitas, dan lain-lain. Keempat, secara distingtif partai politik hijau (green party).
Variabel Dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa indonesia sering disebut variable terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2015:39). Dalam
Indonesia adalah produsen terbesar minyak sawit dunia dan termasuk “10 Besar”
produsen P&P. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi penguatan komitmen di Indonesia
21
yang diestimasi kehilangan hutan tahunannya pada 2006–2010 mencapai 690.000 ha
(Margono et al. dalam Pirard ; dkk ; 2018) dan dengan ancaman terhadap hutan terus
berlangsung. Pada 2011, Golden Agri-Resources (GAR) menjadi perusahaan yang pertama
menyatakan ikrar noldeforestasi. Kemudian dikuti oleh kerjasama GAR, Greenpeace dan The
Forest Trust, sebuah entitas pemantau hutan independen (Greenpeace; Poynton dalam Pirard ;
dkk ; 2018 ). Hasilnya adalah tersusunnya pendekatan Stok Karbon Tinggi (HCS)2 yang
kemudian menjadi rujukan bagi ikrar lain (mis. Wilmar 2013 dalam Pirard ; dkk ; 2018 ).
Pada 2014, muncul dua kelompok atau koalisi produsen sawit besar, yaitu Indonesian Palm
Oil Pledge (IPOP) dan Sustainable Palm Oil Manifesto (SPOM). Kelompok tersebut
menyatakan ikrarnya, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Selain isu deforestasi,
mereka juga menyoroti isu-isu sosial, hak atas lahan, konflik dan petani – yang kemudian
menjadi bahan perdebatan penting saat itu (IPOP 2015 dalam Pirard ; dkk ; 2018 ). Kedua
mereka dalam menjalankan komitmen, mengkoordinir aktivitas dan lobi. Mereka juga
berupaya menjawab isu teknis. SPOM merupakan contoh baik inisiatif yang menghasilkan
dalam Pirard ; dkk ; 2018). Secara bersamaan, dua grup usaha besar P&P yang beroperasi di
Indonesia – Asia Pulp and Paper (APP) dan Asia Pacifik Resources International Holding
(APRIL) – mengumumkan komitmen nol- deforestasi dalam dua tahun terakhir, dan
produksi seratnya terkait dengan konversi hutan. Kebijakan ini menandai perubahan dramatis
dari praktik sebelumnya. Kebijakan ini diperluas pada pemasok pihak ketiga, dan menyentuh
22
isu sosial dan pemanfaatan lahan gambut. Kebijakan ini sejalan dengan praktik di sektor
sebagai reaksi dari tekanan konsumen yang ingin menyelamatkan hutan tropis tersisa.
Kebijakan lain atau standar berkelanjutan (mis. RSPO), terhambat, antara lain oleh lemahnya
kepatuhan dan penegakan hukum. Oleh karena itu, komitmen noldeforestasi muncul sebagai
titik puncak Deklarasi Hutan New York pada September 2014. Ketika itu sejumlah
pemerintahan juga berkomitmen untuk menghentikan laju hilangnya hutan alam pada 2030.
Nol-deforestasi menghadapi berbagai isu antara lain hitungan kehilangan hutan kotor atau
bersih (yaitu apakah deforestasi di satu lokasi bisa dikompensasi oleh restorasi di tempat
lain), dan juga implikasi sosioekonomi. Noldeforestasi juga dipertanyakan dari sudut pandang
konseptual. Konsep komitmen nol-deforestasi dapat dilihat dari dua cara pandang. Pertama,
komitmen yang tegas dan umum dari perusahaan-perusahaan sepanjang rantai pasok yang
disertai beberapa indikator yang dapat diverifikasi bahwa produksi komoditas telah bebas
dari deforestasi. Kedua, produk-produk yang terkait deforestasi secara bertahap dikeluarkan
dari rantai pasok, setidaknya untuk para pelaku utama. Pendekatan pertama berimplikasi
bahwa metodologi yang telah disepakati diterapkan secara sistematis di lapangan untuk
deforestasi akibat pembangunan pertanian. Pendekatan ini mengandalkan metode seperti Stok
Karbon Tinggi (HCS) dan Nilai Karbon Tinggi (HCV) dalam menentukan areal sebagai
hutan dan bagian yang seharusnya dilindungi dan tidak dibuka untuk pembangunan .
Pendekatan kedua memuat visi bahwa perluasan areal pertanian menyisakan sebanyak
mungkin hutan alam penting . Visi ini menjadi latar belakang keputusan di mana perluasan
lebih luas. Dalam cakupan lebih luas tersebut, kita bisa melihat, misalnya, adanya perbedaan
23
standar untuk perusahaan dan petani. Petani menikmati standar lingkungan lebih longgar
larena alasan kepentingan pragmatis (sulit menghindari konversi hutan dalam praktiknya) dan
keadilan (diasumsikan bahwa perluasan lahan petani akan lebih berkontribusi pada
pemerintah Indonesia, karena dua alasan utama: (i) secara de facto komitmen ini
menghambat pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada manajemen lahan produktif, dan (ii)
petani dan sejumlah perusahaan akan kehilangan usahanya (Jakarta Post 29 Agustus 2015).
Pemerintah mempromosikan standar sendiri, dan menyatakan bahwa mereka akan menjamin
tingkat berkelanjutan yang dapat diterima tanpa terikat dengan analisis HCV/HCS yang ketat.
Dengan kata lain, ada kekhawatiran bahwa analisis teknis menggunakan HCV/HCS
mengalahkan tujuan politik dan visi pembangunan. Dalam konteks ini, tantangan utama
komitmen yang disertai indikator yang terukur untuk menjamin akuntabilitasnya, atau dengan
publik. Isu utama dalam konteks ini adalah nasib banyak investor skala kecil dan menengah –
apakah mereka akan mampu beroperasi tanpa terjebak pada rantai suplai bernilai lebih
Global Civil Society adalah masyarakat sipil global mencakup ribuan agen lintas batas,
seperti halnya lobi-lobi bisnis, konfederasi serikat pekerja, badan-badan keagamaan, NGO,
dan organisasi non-komersial lainnya. Agen-agen tersebut memiliki keanggotaan lintas batas
warga negara yang sukarela, yang diorganisasikan pada tinhgkat lokal, nasional atau
24
internasional. berorientasi pada tugas dan didorong oleh orang dengan keperntingan bersama,
NGO mampu melakukan berbagai layanan dan fungsi kemanusiaan, membawa kepentingan
warga negara kepada pemerintah, memantau kebijakan dan mendorong partisipasi politik di
tingkat masyarakat. NGO menyediakan analisis dan keahlian, berfungsi sebagai mekanisme
beberapa NGO berfokus pada isu-isu spesifik seperti hak asasi manusia, lingkungan atau
kesehatan.
Greenpeace merupakan proses sosial yang mampu mengangkat isu lingkungan menjadi isu
bersifat global hingga akhirnya masyarakat global peduli terhadap isu tersebut. Akar sejarah
gerakan lingkungan bisa ditelusuri dari pertengahan abad ke-19 di Eropa dan Amerika
pemasok pabrik yang produksi seratnya terkait dengan konversi hutan. Kebijakan ini
menandai perubahan dramatis dari praktik sebelumnya. Kebijakan ini diperluas pada
pemasok pihak ketiga, dan menyentuh isu sosial dan pemanfaatan lahan gambut. Kebijakan
ini sejalan dengan praktik di sektor kelapa sawit. (Pirard ; dkk ; 2018).
organisasi non pemerintah (NGO) terhadap komitmen nol deforestasi oleh perusahaan kelapa
sawit asian agri riau yang menggunakan berbagai strategi, program, dan kampanye yang
digagas oleh seluruh elemen yang di dalam organisasi, Greenpeace ingin mengekspos
masalah lingkungan yang semakin mengancam dari tahun ke tahun dan mendorong
dirumuskannya solusi untuk masa depan yang hijau. Untuk itu Greenpeace berusaha keras
25
penyalahgunaan lautan, darat, udara, dan air; 3) mengakhiri semua ancaman nuklir; 4)
organisasi greenpeace sebagai organisasi non pemerintah (NGO) terhadap komitmen nol
deforestasi oleh perusahaan kelapa sawit asian agri riau yang dibagi menjadi tiga :
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu metode
yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang
tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok,
masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu dari sudut
pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan tipe ekplanatif. Metode kualitatif
atau yang lebih dikenal dengan istilah grounded research pada dasarnya didasarkan pada cara
induktif tentang teori relasi dan data, berbeda dengan metode kuantitatif yang bertujuan untuk
menelaah teori menjadi kuisioner sebagai instrumen pengumpulan data, tetapi penelitian
kualitatif juga dan harus berperan dalam pengujian teori. Metode ini menekankan pada
pemahaman dunia sosial melalui pemeriksaan atau interpretasi interpretasi peserta terhadap
pemecahan masalah yang diselidiki dengan memberikan penjelasan sebab akibat atau
27
Metode pengumpulan data kualitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
studi pustaka dengan mengumpulkan berita, film, dan dokumen. Metode ini dipilih karena
Ada dua kategori dokumen yaitu primer yang berasal dari laporan atau rilis resmi, dan
dokumen sekunder melalui berita, publikasi, majalah, halaman web, dan buku. Ada beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab untuk menilai kualitas dokumen (Richard & Kirsten, 2012:
32)
Keterwakilan: apakah itu tipikal dari jenisnya atau apakah itu tipikal?
b. Metode analisis
Ada tiga pendekatan untuk menafsirkan data di luar analisis isi: analisis isi kualitatif;
semiotika; dan hermeneutika. Penelitian ini akan menggunakan yang pertama, dimulai
dengan mencari tema-tema pokok dalam materi, mengklasifikasikan data dan mengutip,
proposisi teori.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, R. C., Biklen, S. K., 1992, Qualitative Research for Education: an Introduction to
Ruhiat, F. (2019). Peran Greenpeace Dalam Isu Deforestasi Di Kalimantan Timur (2013-
2016).
Pirard, R., Gnych, S., Pacecho, P., Lawry, S.(2018). Komitmen nol-deforestasi di Indonesia.
Scholte, Jan Aart. 2000. Globalization: a critical introduction. New York: St. Martin’s Press
Inc.
29