Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI LINGKUNGAN

BAB 1 KEBIJAKAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN

I. Pendahuluan
Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Lingkungan Hidup dimulai pada tahun 1976
disertai persiapan pembentukan kelompok kerja hukum dan aparatur dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kemudian menjadi Undang Undang (UU)
No.4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan
adanya UU ini kesadaran masyarakat Indonesia akan arti penting untuk memelihara lingkungan
hidup mulai tumbuh. Untuk menindaklanjuti undang-undang tersebut kemudian ditetapkan
Peraturan Pemerintah (PP) No.29/1986 tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
merupakan pedoman pelaksanaan suatu proyek pembangunan. Setiap proyek yang
diperkirakan memiliki dampak penting diharuskan melakukan studi AMDAL. Pada tahun 1997
Pemerintah Indonesia telah memperbaharui UU No.4/1982 dengan UU No.23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan Keppres No.23/1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatan-kegiatan
pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Kemudian sejalan dengan
perkembangan masalah pengelolaan lingkungan hidup, pembentukan Bapedal diperbaharui
dengan Keppres No.77/1994, dan kemudian diperbaharui lagi dengan Keppres No.196/1998
dan Keppres No.10/2000. Melalui Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Menteri Keppres No.2/2002 telah ditetapkan Perubahan Keppres
No.101/2001 Tentang Negara serta Keppres No.4/2002 telah ditetapkan Perubahan atas
Keppres No.108/2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara.
Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa
dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan lingkungan hidup.
Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar kesejahteraan umum perlu
dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan dan terencana memadukan
sumber daya ke dalam proses pembangunan sehingga menjamin kemampuan, kesejahteraan
dan mutu hidup generasi kini dan mendatang Pendayagunaan sumber daya alam serta
pengelolaan lingkungan yang efektif dapat dipantau dan ditinggkatkan manfaatnya bila suatu
usaha atau kegiatan memiliki sistem administrasi pembangunan yang mendokumentasikan
secara sistematis, berkala dan objektif dari setiap kegiatan yang dilakukannya. Instrumen yang
diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dan mengukur ketaatan pelaksanaan
kegiatan pembangunan terhadap semua peraturan lingkungan yang berlaku di Indonesia
dicanangkan pada tahun 1994 oleh Pemerintah Indonesia melalui Audit Lingkungan.
Isu-isu lingkungan secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi performa ekonomi
suatu usaha/kegiatan maupun organisasi. Peningkatan kebijakan lingkungan usaha dan
informasi keuntungan bagi investor maupun pelaku bisnis berdasarkan perlindungan
lingkungan produk, merupakan salah satu contoh yang bisa diketengahkan saat ini. Dampak
finansial dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan,
seringkali salah dalam perhitungannya akibat adanya hidden cost maupun overhead cost
apabila menggunakan metode perhitungan akuntansi konvensional. Konsep akuntansi
lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan
lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan
masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan,
bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja. Dan di tahun 1980-an, negara maju seperti
Kanada sudah mulai memikirkan dan menerapkan Audit Lingkungan.
Pada tertengahan tahun 1990-an the International Accounting Standards Committee (IASC)
mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional. Termasuk di
dalamnya pengembangan akuntasi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia. Kemudian
standar industri semakin berkembang dan auditor/accreditor profesional seperti the American
Institute of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang
environmental audits.Gaung Audit Lingkungan mulai menggema ketika WALHI (Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia) berpendapat bahwa sistem AMDAL yang ada sepatutnya
dilengkapi dengan audit lingkungan. Namun kenyataannya masih sangat sulit melihat
terjadinya proses audit lingkungan terhadap pelaku usaha. Hal ini juga lebih dikarenakan tidak
adanya kewajiban pelaku usaha untuk melakukan audit lingkungan, yang ada hanyalah
kesukarelaan. Pernah dikatakan oleh sebuah LSM lingkungan mengeluarkan suatu pernyataan
pers yang isinya menghimbau pemerintah agar kegiatan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dihapus dan diganti dengan kegiatan audit lingkungan. Terlepas dari
tepat tidaknya himbauan ini, tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan yang
lebih baik terhadap lingkungan kepada masyarakat luas. Tujuan melindungi kepentingan
masyarakat akan dapat dicapai, kalau kegiatan-kegiatan yang mencemari atau merusak
lingkungan dapat dihilangkan atau minimal dikurangi. Oleh karena itu, jika kegiatan audit
lingkungan dapat memenuhi tujuan tersebut nampaknya masyarakat bisa menerima kalau
laporan hasil audit tidak dipakai sebagai bukti untuk memberatkan diri pengusaha itu sendiri
(self-incriminating).
II. Strategi Pengelolaan Lingkungan
Menurut Sulistyowati, 2009,pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada
pendekatan "carrying capacity approach", akibat terbatasnya dukungan lingkungan alamiah
untuk menetralisir pencemaran yang terus meningkat, makanya upaya untuk mengendalikan
pencemaran berubah dari "end of pipe treatment" menjadi "pollution prevention" dimana
pelaku industri dituntut untuk melakukan peran aktif dalam pengelolaan lingkungan, bahkan
dengan meningkatnya kesadaran industri akan pentingnya pengelolaan lingkungan, mereka
bertindak proaktif didalam mengupayakan pengendalian pencemaran untuk menghasilkan
suatu produk yang aman dan ramah lingkungan, dimana salah satu pendekatan tersebut adalah
konsep "greening business".
Greening Business Management adalah strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu yang
meliputi pengembangan struktur organisasi, sistem, dan budidaya dalam suatu kompetensi
hijau dengan cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan,
termasuk pengelolaan bahan baku, pengelolaan limbah, penggunaan sumber daya alam yang
efektif, penggunaan teknologi produksi yang menhasilkan limbah minimal serta menerapkan
komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya. Berdasarkan
pengalaman dari beberapa industri, maka ada 4 alasan yang menjadi penyebab industri harus
meletakkan masalah lingkungan sebagai aspek yang penting dalam usahanya, yaitu:
a. Lingkungan dan efisiensi
Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (materi dan energi) sangat terbatas, maka
apapun juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya. Oleh sebab itu industri harus
mengupayakan daur ulang dan melakukan efisiensi dalam penggunaan setiap material dan
energi dalam proses produksinya, yang mana hal tersebut mempunyai implikasi pada
pengurangan biaya produksi.
b. Image lingkungan
Mempunyai sikap positif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik untuk dapat
menumbuhkan image yang selanjutnya untuk memperbesar market share. Memperluas pasar
dengan greening image akan tercapai apabila konsumen telah bernuansa hijau pula.
c. Lingkungan dan peluang pasar
Dengan adanya tuntutan pasar terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam hal Sistem
Manajemen Lingkungan (SML), yang selanjutnya dikembangkan menjadi pemberian
sertifikasi ISO 14001, maka hal ini memberikan dampak positif bagi dunia usaha.
d. Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun law enforcement pemerintah masih lemah, namun demikian apabila terjadi
pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan ataupun adanya pengaduan masyarakat akibat
dampak dari suatu aktivitas industri, maka akan berdampak negatif terhadap reputasi industri
tersebut. Selain itu, organisasi lingkungan lokal dan internasioanal akan bereaksi keras apabila
terjadi pelanggaran terhadap peraturan lingkungan. Oleh sebab itu, ketaatan terhadap setiap
peraturan lingkungan secara proaktif sangat dianjurkan agar peluang untuk memperluas pasar
dan sasaran dari bidang usaha tidak terganggu. Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa
bisnis hijau adalah trend saat ini, yang mana untuk mencapai hal tersebut harus ada interaksi
antar ekonomi dan ekologi, hal ini disebabkan karena adanya dampak sumber daya alam dan
sumber daya manusia dari setiap aspek dari suatu aktivitas perusahaan industri. Untuk
mencapai tujuannya, maka suatu perusahaan harus menciptakan sistem input, proses, dan
output yang terintegrasi sehingga memungkinkan tercapainya suatu perusahaan hijau secara
komprehensif.
Adapun keuntungan dari bisnis hijau adalah sebagai berikut:
• Mengurangi biaya operasi dengan mengefisienkan eksploitasi sumber daya alam •
Menciptakan keunggulan bersaing dan dapat memepertahankan kesetiaan pelanggan
• Dapat menciptakan strategi lingkungan yang unik
• Membantu perusahaan melakukan ekspansi ke pasar global
• Meningkatkan image perusahaan dan hubungan baik dengan masyarakat Memperkecil resiko
lingkungan jangka panjang yang berkaitan dengan kerusakan sumber daya alam, koservasi
energi dan penegendalian pencemaran serta pengelolaan limbah
• Memberikan keuntungan bagi ekosistem dan komunitas dimana perusahaani beroperasi Jika
dipandang dari sudut etika merupakan sesuatu yang sangat diinginkan dan tidak dapat dihindari
Menjadikan perusahaan selangkah lebih maju dalam mentaati peraturan lingkungan.
III. Kelembagaan Lingkungan Hidup
Kelembagaan dapat dilihat dari instansi pemerintah dan LSM, perangkat hukum, dan peraturan
perundang-undangan, serta program-programyang dijalankan pemerintah dalam rangka
menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Perangkat Hukum
Perangkat hukum yang berhubungan dengan lingkungan hidup mengacu pada UU No.23/1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keppres No.2/2002 tentang pengalihan tugas, fungsi
dan kewenangan Bapedal ke Menteri Negara dan Lingkungan Hidup, serta Keppres No.4/2002
tentang unit organisasi dan tugas eselon I Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam
melaksanakan tugasnya Menteri Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh:
a. Sekretariat Menteri Negara
b. Deputi Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup
c. Deputi Bidang Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kewilayahan
d. Deputi Bidang Pengembangan Peran Masyarakat
e. Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi
f. Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Non Institusi
g. Deputi Bidang Kelestarian Lingkungan
h. Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup
i. Staf Ahli Bidang Lingkungan Global
j. Staf Ahli Bidang Hukum Lingkungan
k. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Lingkungan
1. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya

Disamping memuat wewenang Pemarintah dalam mengatur kebijakan untuk melestarikan


fungsi lingkungan hidup, UU No.23/1997 juga berisi persyaratan penaatan, penyelesaian
sengketa, penyidikan, dan ketentuan pidana. Persyaratan penaatan lingkungan hidup dibagi
menjadi 4 bagian, yaitu:
• Perijinan
Setiap kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan melakukan
kegiatan tersebut. Ijin diberikan oleh pejabat yang berwenang sesua hidup wajib memiliki
analisis dampak lingkungan untuk memperoleh dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
• Pengawasan
Menteri mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan atas ketentuan yang telah
ditetapkan dalam perundang-undangan lingkungan hidup. Untuk melakukan pengawasan
tersebut Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang.
• Sanksi Administrasi
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintah terhadap
penanggung jawab kegiatan yang melanggar perundang-undangan lingkungan hidup.
Wewenang ini dapat diserahkan kepada Bupati/Walikota Madya/Kepala Daerah Tingkat II
dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
Audit Lingkungan
Pemerintah mendorong penanggung jawab kegiatan/usaha untuk melakukan audit lingkungan
hidup.
Isi dari UU Lingkungan Hidup yang penting lainnya adalah:
• Bila terjadi sengketa lingkungan hidup, maka dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. • Untuk lebih
meningkatkan penegakan hukum, selain penyidik Pejabat Polisi, Pejabat Pegawai Sipil tertentu
dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan UU Hukum Acara Pidana yang
berlaku.Bila terjadi tindak pidana yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup maka diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak
lima ratus juta rupiah.
Berdasarkan UU No.23/1997 tidak secara eksplisit menyatakan struktur organisasi yang
menangani lingkungan hidup. Kementrian Negara Lingkungan Hidup bertugas merumuskan
dan melaksanakan kebijakan di bidang pengelolaan lingkungan hidup, juga mengkoordinasi
kegiatan seluruh instansi pemerintah yang berhubungan dengan pengelolaan lingkingna hidup.
Berdasarkan Keppres No.2/2002 maka tugas wewenang Bapedal dialihkan ke Kementrian
Negara Lingkungn Hidup sehinnga struktur organisasinya mengalami perubahan sesuai
Keppres No.4/2002. Sedangkan Bapelda masih tetap dipertahankan bentuknya seperti semula.
Disamping instansi pemerintah masih ada LSM dan Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang ikut
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Instansi Pemerintah
Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang ada saat ini semula bernama Kementerian
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang dibentuk tahun 1978.
Fungsi kementerian seperti saat ini yaitu menyusun kebijaksanaan pelestarian lingkungan
hidup dan mengkoordinasikan pelaksanaannya. Pada awal kegiatannya digunakan pendekatan
advocacy yaitu usaha difokuskan kepada peningkatan kesadaran berlingkungan hidup dan
pengembangan sarana-sarana dasar pelestarian lingkungan hidup. Pada tahun 1988 mulai
tahapan berikutnya yaitu accountability atau pertanggung jawaban. Dalam kerangka
accountability ini maka dibentuk Bapedal dan mengembangkan kelembagaan serta
meningkatkan penataan, baik melalui pendekatan hukum maupun melalui instrumen kebijakan
alternatif. Kelanjutan dari tahap ini adalah mengembangkan berbagai produk hukum yang
operasional, membentuk Bapedal Wilayah dan kemudian mendororng dibentuknya Bapedal
Daerah. Dimensi baru dalam pelestarian lingkungan muncul pada tahun 1999 yaitu dimensi
environmental ethics yaitu antara lain keterbukaan dan peningkatan peran serta serta
masyarakat dengan intensitas yang lebih tinggi dalam mekanisme usaha pelestarian lingkungan
hidup. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Pemerintah Daerah tetap mempertahankan
Bapedalda agar memiliki kemampuan koordinasi antar unit dalam Pemerintah Daerah.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri dan
berminat serta bergerak dalam bidang kemasyarakatan tertentu, misalnya lingkungan hidup.
Berdasarkan Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (KPLH), LSM
sebagai sarana untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam
mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, KPLH memberikan arti
yang besar terhadap peran LSM, baik sebagai pencetus gagasan, motivator, pemantau
penggerak dan pelaksana berbagai kegiatan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan
hidup. LSM ini ada yang bergiat dalam lingkungan hidup yang spesifik, ada pula yang
menangani banyak bidang. Penyebaran LSM tersebut dapat dikatakan sudah merata ke seluruh
pelosok tanah air. Hal ini menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya
pengelolaan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan telah berkembang dan
semakin luas.

Pusat Studi Lapangan


Tahun 1979 dibentuk PSL yang tersebar di berbagai perguruan tinggi. PSL merupakan alat
perluasan kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup di bidang penelitian, dan kuantitas
permasalahan lingkungan dan peningkatan kebutuhan keahlian dalam pelatihan dan
pengelolaan lingkungan di daerah. Berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkup yang luas,
maka PSL diharapkan dapat sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan dan pelayanan,
baik untuk sektor privat maupun umum. Meskipun secara PSL memiliki peran yang sangat
besar dalam pendidikan lingkungan hidup di daerah. struktural tetap dibawah dan bertanggung
jawab pada perguruan tinggi masing-masing, Hampir semua pendidikan AMDAL dilakukan
PSL. Kursus-kursus AMDAL di PSL di berbagai perguruan tinggi di Indonesia mulai
diselenggarakan tahun 1982.

IV. Pengungkapan Sosial


Tuntutan sosial pada perusahaan muncul sebagai refleksi pertanggungan jawab dari perusahaan
(social responsibility) pada seluruh stakeholder utamanya. Mereka terdiri dari karyawan,
pembeli, investor/nasabah, pemerintah, masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup bagi
generasi penerus. Tanggung jawab sosial ini didefinisikan sebagai: "The way in which a
business behaves towards other groups or individuals in its social environment: customer, other
business, employees and investors".
Langkah positif yang diambil manajemen serta belum terinternalisasinya eksternalitas yang
ditimbulkan perusahaan dalam laporan keuangan telah menggerakkan profesi akuntansi untuk
memberikan kontribusinya. Namun akuntansi memiliki keterbatasan karena praktik-praktik
akuntansi konvensional hanya memasukkan revenue dan expense yang terjadi melalui transaksi
pasar. Sementara eksternalitas yang muncul sebagai dampak sampingan operasi perusahaan
tidak terakomodasi dalam laporan keuangan.Untuk menutupi kelemahan tersebut, akuntansi
menawarkan bentuk laporan yang tidak semata-mata mendasarkan pada angka-angka finansial.
Perilaku perusahaan dapat dilaporkan melalui pengungkapan informasi sosial (social
disclosure).
Barthelot et. al. (2003) mendefinisikan pengungkapan lingkungan sebagai suatu set item
informasi mengenai kinerja dan aktivitas manajemen yang berkaitan dengan lingkungan, masa
lalu, saat ini, dan masa yang akan datang. Pengungkapan lingkungan juga mencakup informasi
tentang implikasi keuangan di masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang yang merupakan
hasil dari keputusan atau tindakan manajemen yang berkaitan dengan lingkungan. Guthrie dan
Mathews (1985) dalam Hackston dan Milne (1996) menyatakan bahwa pengungkapan sosial
lingkungan dapat diartikan sebagai penyajian informasi finansial dan non-finansial yang
berkaitan dengan interkasi organisasi dengan lingkungan sosial dan fisiknya. Dari kedua
definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan lingkungan merupakan
penyajian informasi baik finansial maupun non-finansial yang berkaitan dengan aktivitas
organisasi dengan lingkungan fisiknya baik di masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary, unaudited
dan unregulated (Mathews, 1984:6). Namun demikian, beberapa institusi telah menawarkan
model yang bisa dijadikan pedoman dalam aktivitas pengungkapan ini, antara lain:
a. The Corporate Report (ASSC, 1975)
Laporan ini merekomendasikan beberapa hal yang terkategori di dalam domain akuntansi
sosial seperti value added statement, laporan ketenagakerjaan, laporan prospek mendatang,
statement of corporate objective dan pelaporan segmen.
b. The UK. Government Green Paper
Saran yang merekomendasikan dalam bagian khusus dari laporan tahunan ini meliputi hal yang
hampir sama dengan the corporate report yaitu value added statement, laporan ketenagakerjaan,
laporan prospek mendatang, dan pengungkapan tentang penggunaan energi.
c. The Filar Social
The Filar Social dimulai pada tahun 1977, berawal dari pergolakan sosial yang terjadi di Eropa
pada Mei 1968 ini hanya mengatur tema ketenagakerjaan semata. Informasi yang harus
disediakan oleh perusahaan meliputi berbagai item yang terklasifikasi dalam 7 kategori: jumlah
tenaga kerja, gaji dan tunjangan tambahan, kondisi kesehatan dan keselamatan, kondisi
pekerjaan lain yang terkait dengan ketenagakerjaan, pelatihand an pendidikan.
d. Model Ernst & Ernst (1978)
Studi yang dilakukan oleh Ernst & Ernst sejak tahun 1972 hingga tahun 1978 menelusuri
perusahaan yang terbesar setiap tahun disusun oleh majalah bisnis Fortune. Ernst & Ernst
mengembangkan suatu daftar informasi sosial yang perlu diungkapkan oleh perusahaan.
Terdapat 27 informasi sosial yang terklasifikasi dalam kategori lingkungan ekologis, energi,
praktik bisnis yang sehat, sumber daya manusia, keterlibatan perusahaan dalam komunitas,
produk dan pengungkapan pertanggungjawaban sosial lainnya.
e. The Union European des Experts Economicitie et Financiers (UEC-1983)
UEC mengeluarkan rekomendasi tentang Social Reporting diantaranya: ringkasan laporan
(berisi garis besar aspek paling signifikan mengenai kinerja sosial perusahaan selama satu
tahun terakhir yang dilengkapi dengan statement of principal objective dan telaah terhadap
prospek tahun berikutnya), laporan sosial (berisi 9 indikator-indikator sosial yang bersifat
kuantitatif, 7 indikator diantaranya berkaitan dengan hubungan antara perusahaan dengan
tenaga kerja, dan 2 indikator lainnya berhubungan dengan kemasyarakatan).
f. Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW)
pada tema lingkungan yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan. Sasaran Organisasi
profesi para akuntan di Inggris dan Wales ini mengeluarkan rekomendasi
pengungkapan yang mereka berikan meliputi:
- Kebijakan lingkungan oleh perusahaan.
- Identitas para direktur, dilengkapi dengan rincian tanggung jawab mereka dalam
perusahaan.
- Tujuan lingkungan perusahaan.
- Informasi aksi lingkungan yang telah dilakukan, termasuk rincian asal dan jumlah
pengeluaran dalam aktivitas lingkungan.
- Dampak utama bisnis terhadap lingkungan dan jika memungkinkan disertai dengan
pengukuran kinerja lingkungan yang terkait.
Kepatuhan terhadap aturan dan petunjuk industri yang terkait dengan lingkungan termasuk bila
memungkinkan eco-audit scheme dari masyarakat Eropa dan rincian yang berkaitan dengan
pendaftaran dan persetujuan di bawah standar Inggris tentang sistem manajemen lingkungan.
Risiko lingkungan yang signifikan yang tidak disyaratkan untuk diungkapkan dalam kewajiban
kontinjensi.
Laporan audit eksternal pada akuntansi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan termasuk
yang terkait dengan tempat-tempat tertentu.
g. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Serupa dengan IEACW, organisasi internasional PBB melalui salah satu organnya, The
Economic and Social Council (Ecosoc) mengeluarkan rekomendasi daftar item di bidang
lingkungan ekologi yang perlu diungkapkan oleh perusahaan di dalam laporan lingkungannya.
Daftar yang cukup komprehensif ini meliputi 18 kelompok yang terdiri dari 88 item
pengungkapan lingkungan.
h. Global reporting Initiative (GRI-1999)
Pada bulan Maret 1999, lembaga ini mengeluarkan draff Susfainability Reporting Guidelines
(SRG). SRG berisi sejumlah item yang terklasifikasi dalam 3 kelompok utama: ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Pada bulan Juni 1999, New Economic Foundation menindaklanjuti
langkah GRI tersebut dengan menerbitkan petunjuk teknis pelaksanaan SRG di bidang
indikator sosial.
V. Teori Pengungkapan Sosial
Beberapa teori yang mendasari perusahaan untuk melaksanakan pengungkapan sosial telah
dikemukakan oleh banyak ahli dalam berbagai penelitian, yang kemudian dirangkum oleh Gray
(1995: 52) sebagai berikut:
1. Desition Usefulness Studies
Sebagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan teori ini
menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pengguna. Studi ini meminta
para analis, banker, dan pihak lain yang terlibat untuk memberi peringkat terhadap informasi
akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi yang telah dikenal selama
ini melainkan juga memuat informasi lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi.
2. Economic Theory Studies
Studi ini berdasar pada Economic Agency Theory. Teori ini menganalogikan manajemen
sebagai agen dari suatu interest group dari perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, maka
menejemen berusaha untuk mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan interest
group yang diantaranya adalah masyarakat.
Studi dalam bidang ini mencakup tiga teori utama antara lain:
3. Social and Political Studies
a. Stakeholder Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder.
Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi
perusahaan. Semakin kuat posisi stakeholder maka semakin kuat pula kecenderungan
perusahaan untuk mengadaptasi dirinya sesuai dengan keinginan para stakeholder-nya. Dalam
hal ini, pengungkapan informasi sosial dan lingkungan harus dianggap sebagai wujud dialog
antara manajemen dengan stakeholder-nya. Legitimacy Theory
b. Teori Legitimasi
Pengertian Teori Legitimasi menurut Lincoln dalam Gray (1995:54) yaitu suatu kondisi atau
status yang terjadi dimana sistem nilai suatu entitas sesuai dengan nilai dari sistem sosial yang
lebih besar yang merupakan tempat atau bagian dari entias tersebut. Sehingga, apabila terjadi
perbedaan dari kedua sistem nilai tersebut akan dapat mengancam legitimasi entitas itu sendiri.
Dari kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan merupakan pihak yang memiliki
kekuasaan dari masyarakat untuk mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Oleh
karena itu, perusahaan harus dapat menyeusaikan dirinya dengan sistem nilai yang telah
ditetapkan oleh masyarakat. Usaha perusahaan untuk beradaptasi dengan sistem nilai
masyarakat dapat diwujudkan dengan social dan environmental disclosure. Hal tersebut
dilaksanakan agar aktivitas dan keberadaan perusahaan terlegitimasi di mata masyarakat.
VI. Pengungkapan Lingkungan
dalam akuntansi pertanggungjawaban sosial (Glautier dan Underdown, 1991:126)
Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu bagian dari tema yang dipertimbangkan
Pengungkapan lingkungan mencakup aspek lingkungan dari proses produksi y atau perbaikan
kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam. Berbagai meliputi pengendalian
polusi dalam menjalankan operasi binis, pencegahan-pencegahan dorongan yang
mengkondisikan perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara aktif maka
diharapkan manajemen melakukan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif, yang
terdiri dari 5 pendekatan, yaitu:
1. Meminimalkan dan mencegah waste
Merupakan perlindungan lingkungan efektif yang sangat membutuhkan aktivitas pencegahan
terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau
bahan baku, proses produksi atau praktik-praktik yang dapat mengurangi, meminimalkan atau
mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Teknologi yang terkait dengan
pencegahan polusi dalam bidang manufaktur meliputi penggantian bahan baku, modifikasi
proses penggunaan kembali material, recycling material dalam proses selanjutnya, dan
penggunaan kembali material dalam proses yang berbeda (reuse). Tuntutan aturan dan cost
untuk pengawasan polusi yang semakin meningkat merupakan faktor penggerak bagi
perusahaan untuk menemukan cara-cara yang efektif dalam mencegah polusi.
2. Demand-sidemenegement
Merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam
dunia industri. Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen
dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada 3 prinsip mendasar, yaitu: tidak menyisakan
produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat
konsumen lebih efisien dalam menggunakan produk. Demand-side management industri
mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga
dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.
3. Desain Lingkungan
Merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan
proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada inefisiensi dalam mendesain produk. Design for
Environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi biaya reprocessing dan mengembalkan
produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis.
4. Produk Stewardship
Merupakan praktik-praktik yang dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan
melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi
pemakaian atau penjualan produk. Di beberapa negara telah muncul peraturan bahwa
perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan reclaim, recycling, dan remanufacturing
produk mereka. Dengan menggunakan life-cycle assesment (LCA) dapat ditentukan cara-cara
perusahaan dalam mengurangi atau mengeliminasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari
bahan mentah, produksi, distribusi, dan penggunaan oleh konsumen (Dias et. al, 2004).
Alternatif produk yang memiliki less polution dan alternative material, sumber energi, metode
prosesing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagi perusahaan.
5. Full Cost Environmental Accounting
Merupakan konsep cost environmental yang secara langsung akan berpengaruh terhadap
individu, masyarakat dan lingkungan yang biasanya mendapatkan perhatian dari perusahaan.
Full cost accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan
sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangkan empat macam
biaya, yaitu:
a. Biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya tenaga kerja.
b. Biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting.
c. Biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan.
d. Biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publicrelation dan goodwill.

Menurut Belkaoui (1980), konsep akuntansi sosial dan lingkungan mengharuskan perusahaan
untuk melaporkan interaksi ekonomis dan sosial antara perusahaan dengan lingkungannya. Hal
itu dikarenakan perusahaan memperoleh nilai tambah karena kontribusi masyarakat sekitar
termasuk lingkungan hayati. Rusaknya lingkungan hayati berarti menimbulkan biaya sosial
yang harus ditanggung oleh masyarakat termasuk perusahaan sebagai bagian dari masyarakat.
Pelaporan atau pengungkapan informasi akuntansi sosial dan lingkungan terkait dengan aspek-
aspek interaksi antara organisasi perusahaan dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya
(alam). Oleh karena itu, pelaporan informasi akuntansi sosial dan lingkungan mencakup
informasi akuntansi tentang kontribusi lingkungan alam, energi, sumber daya manusia
(karyawan) dan keterlibatan masyarakat terhadap aktivitas bisnis dan kinerja keuangan
perusahaan, dampak-dampak ekonomis, sosial, dan ekologis yang positif dan negatif dari
aktivitas bisnis perusahaan terhadap lingkungan alam, energi, karyawan dan masyarakat serta
shareholders lainnya, kontribusi perusahaan untuk mengatasi masalah masalah sosial,
ekonomis, dan ekologis. (Lako, 2003). Selanjutnya Saudagaran (2001) menyarankan tiga tipe
pengungkapan dari lingkungan, yaitu:
1. environmental disclosure;
2. employee disclosure;
3. value added statements.
Seiring dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 (PSAK) paragraph seperti
laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added kesembilan
dinyatakan bahwa perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan statement), khususnya
bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang pengguna laporan yang
memegang peranan penting. Menurut Suhendah (2005), peranan penting dan bagi industri yang
menganggap pegawai sebagai kelompok bentuk pelaporan akuntansi sosial lingkungan dikenal
dengan istilah triple bottom line reporting yang mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang berbeda dan satu perusahaan ke perusahaan lainnya karena perbedaan budaya
dan negara.
FASB (1999) di dalamnya memuat bahwa semua informasi yang tidak bisa dikategorikan
dalam laporan keuangan utama bisa dimasukkan dalam media pelaporan yang lain. Hal ini juga
berlaku untuk informasi biaya-biaya berkaitan dengan lingkungan yang bisa dirangkum dalam
suatu wujud pelaporan akuntansi lingkungan hidup menjadi pelengkap bagi laporan keuangan
(Satriawan dan Djasuli, 2001). Di Indonesia, hal ini juga sudah diatur di PSAK (2007)
khususnya di PSAK 33 mengenai Akuntansi Pertambangan Umum yang sudah mewajibkan
perusahaan pertambangan untuk melaporkan biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam
laporan keuangan.

VII. Kasus Lingkungan


Kasus Pencemaran Lingkungan oleh PT. GC
September 2008 kejahatan lingkungan yang telah di lakukan oleh PT GC yang merupakan
sebuah perusahaan tambang patungan antara PT ANTAM 20% dan Perusahaan asing BDI
Mining Corp. 80% sudah nampak jelas. Dalam beberapa tahun belakangan ini pencemaran
maupun dampak pertambangan GC telah merusak dan mengganggu aktivitas pertanian
masyarakat di Desa Palam, Guntung Manggis dan Cempaka. Material pasir pun sebagai sisa
dari aktivitas pertambangan intan dijual dengan ketidakjelasan hasilnya.
Terkait dengan PT GC yang ada di Kalsel, menurut organisasi nonpemerintah yang fokus pada
persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan lingkungan, yaitu
sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai yang dapat membahayakan
bagi kesehatan dan keselamatan orang banyak. "Perbaikan sistem pengolahan air limbah
(Sispal) yang dilakukan oleh PT GC adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan, dan itu memang sudah termasuk dalam dokumen AMDAL yang telah mereka buat
sendiri, dan itu tidak menghilangkan kasus kejahatan lingkungan yang telah dilakukan PT GC.
Menurut Walhi Kalsel, salah satu alat bukti terjadinya kejahatan lingkungannya adalah hasil
penelitian tim gabungan Pemerintah Kota Banjarbaru dan Pemerintah
Provinsi Kalsel, melalui Bappedalda, yang mengakibatkan tingkat keasaman air sungai (ph)
mencapai 2,97, sedangkan Peraturan Gubernur (Pergub) Kalsel mencantumkan ph normal
senilai 6 hingga 9. Selain itu, PT GC juga membuang limbah timbal mencapai 0,84, padahal
sesuai Pergub Kalsel hanya dibolehkan 0,1. "Ini tentu saja bertentangan dengan UU
Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997 Bab VI tentang Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup
Pasal 20 ayat 1 "Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup," ujar Hegar menjelaskan. Juga dengan KUHP Pasal 202
ayat (1) Barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke
dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama
dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Kasus Pencemaran Lingkungan oleh PT. AI
Pada Bulan oktober 2009 Pencemaran sungai Balangan terjadi justru tidak lama setelah
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI memberikan penghargaan peringkat HIJAU kepada
PT. AI dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PROPPER) Tahun 2009.Sungai Balangan, merupakan sungai besar yang membelah
kabupaten Balangan dimana bagian hilirnya sampai wilayah Amuntai (Hulu Sungai Utara),
Negara (Hulu Sungai Selatan), Margasari (Tapin) hingga ke Muara Sungai Barito –
Banjarmasin. Sungai yang menjadi urat nadi masyarakat, khususnya kabupaten Balangan dan
Amuntai secara fisik telah berubah warna menjadi coklat kehitaman. Ini membuktikan bahwa
sungai tersebut telah tercemar sebagai dampak dari aktivitas pertambangan batubara PT AI.
Hal ini juga secara langsung diakui oleh pihak perusahaan melalui Manager External
Relationnya Yunizar Andriansyah.Berdasarkan informasi dan pantauan WALHI Kalsel di
lapangan, beberapa dampak langsung yang telah dirasakan masyarakat antara lain;
• Ribuan warga di 4 Kecamatan Kabupaten Balangan yakni Kecamatan Paringin, Juai, Paringin
Utara dan Kecamatan Lampihong saat ini tidak bisa mengakses langsung air sungai Balangan
untuk keperluan sehari-hari. Demikian juga yang dialami masyarakat di 4 Kecamatan
Kabupaten Hulu Sungai Utara (Kecamatan Amuntai Tengah, Babirik, Sei Pandan dan
Banjang).
• Terancamnya sumber ekonomi para petambak ikan di sepanjang sungai Balangan yang
sebagian besar menggunakan jala apung. Bahkan menurut laporan ikan-ikan yang mereka
budidayakan sudah ada yang mulai mati.
• Terganggunya operasional PDAM di Balangan dan Amuntai hingga terhentinya layanan
distribusi air bersih ke warga selama 3 hari. Keruhnya sungai Balangan ini juga menyebabkan
biaya tinggi bagi PDAM dalam memproduksi air bersihnya.

Warga yang terpaksa memanfaatkan sungai Balangan untuk keperluan sehari- hari sudah ada
yang mengalami gatalgatal. Belum ada laporan dari warga yang menderita penyakit seperti
diare dll, namun apabila ini terus berlangsung tentunya sangat berbahaya buat masyarakat
khususnya pada balita yang rentan akan penyakit.
Tercemarnya sungai Balangan ini juga telah menuai protes dari sejumlah masyarakat.
Kabupaten Balangan melakukan aksi di depan DPRD Balangan. Kemudian selanjutnya giliran
masyarakat Amuntai; Kabupaten Hulu Sungai Utara berbondong- bondong mendatangi kantor
PT AI di Dahai; Paringin. WALHI Kalsel juga mendapat info bahwa gabungan masyarakat
Amuntai dan Balangan akan melakukan aksi besar-besaran apabila pemerintah dan instansi
terkait lamban menangani kasus ini.
WALHI Kalsel sangat prihatin dan menyayangkan pencemaran sungai Balangan ini justru
terjadi tidak lama setelah Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI memberikan penghargaan
kepada PT. ADARO Indonesia dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPPER) Tahun 2009 dengan peringkat HIJAU. Artinya
PT AI dalam hal ini telah 2 kali mendapat predikat terbaik dalam pengelolaan lingkungan hidup
seluruh perusahaan di Indonesia dari KLH setelah tahun 2008 yang lalu memperoleh
penghargaan yang sama.Sebagai bentuk tanggung jawab atas terjadinya pencemaran di Sungai
Balangan ini, maka dengan ini WALHI Kalsel meminta kepada KLH untuk;
1. Mencabut predikat HIJAU yang selama ini diberikan kepada PT AI dan selanjutnya KLH
harus meninjau kembali proyek PROPPER yang selama ini hanya lebih banyak digunakan
sebagai green wash perusahaan dan cenderung abai terhadap ancaman penderitaan rakyat.
PROPPER juga sarat dengan kepentingan dan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan
wewenang (korupsi) oleh pejabat KLH. 2. Mendesak KAPOLDA Kalsel agar segera
melakukan penyelidikan atas kejahatan lingkungan yang telah dilakukan PT AI.
3. Meninjau ulang AMDAL PT. AI, karena WALHI Kalsel menganggap AMDAL tersebut
telah gagal dalam menjawab problem pengelolaan lingkungan hidup perusahaan. Selanjutnya
memberi sanksi kepada pembuat AMDAL beserta Komisi AMDALnya. 4. Menuntut kepada
PT AI secepatnya merehabilitasi sungai Balangan yang telah tercemar dan harus bertanggung
jawab kepada masyarakat serta pihak-pihak selama ini telah dirugikan.

Anda mungkin juga menyukai