1
menurunkan tingkat bahayanya atau menurunkan tingkat pencemarannya atau
menjadikannya bahan yang lebih bermanfaat/bernilai ekonomi.
Prinsip remediasi (remediation) dijalankan untuk memulihkan kondisi lingkungan
yang telah tercemar agar dapat kembali pulih dan dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan
produktif. Hal ini dilakukan tanpa menimbulkan potensi pencemaran bagi manusia dan
aktivitas didalamnya.
Tujuan utama dalam pelaksanaan dari prinsip tersebut adalah mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar pada
sumbernya, serta menciptakan produk yang sehat, aman, dan berkualitas. Namun, ada juga
enam prinsip dasar lain yang dilakukan dalam manajemen lingkungan yang bertujuaan
utama sama dengan ketiga prinsip diatas, yaitu refine, reduce, reuse, recycle,
recovery, dan retrieve energy.
Refine adalah penggunaan bahan atau proses yang lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan bahan atau proses yang ada saat ini.
Reduce adalah pengurangan jumlah limbah atau kehilangan bahan dengan
optimalisasi proses atau operasional yang menghasilkan limbah yang mengalami
pemborosan.
Reuse adalah pemakaian kembali bahan-bahan atau limbah pada proses yang
berbeda.
Recycle adalah penggunaan kembali bahan-bahan atau sumber daya untuk proses
yang sama.
Recovery adalah kegiatan pengambilan kembali sebagian material penting dari aliran
limbah untuk pemanfaatan ulang dalam proses atau dimanfaatkan untuk proses atau
keperluan lain.
Retrieve Energy adalah pemanfaatan limbah untuk digunakan sebagai bahan bakar
atau dalam arti yang luas adalah penghematan energi dalam proses produksi.
Pada prinsipnya, semua model atau prinsip dalam sistem menejemen lingkungan
tersebut berupaya untuk meningkatkan produktivitas, menjaga keberlanjutan produksi
dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan dan kesehatan, serta keselamatan pekerja.
Banyak sekali cara dan program yang dapat diterapkan sebuah industri dalam
memenejemen lingkungan industrinya. Kesadaran atas kelestarian lingkungan dalam industri
sangat penting. Kemudian peraturan-peraturan dan undang-undang tentang menegenai
lingkungan industri pun ada sehingga suatu industri harus bisa menaati dan bisa
mendapatkan sanksi apabila terbukti melanggar peraturan-peraturan tersebut.
ISO 14001:2004 telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara
sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk
meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan.
SML ISO adalah sistem management dari suatu organisasi yang keluarnya adalah
proses untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan yang baik dan berkesinambungan.
2
Pendekatan utama yang dilakukan dalam SML ini adalah berupa pencapaian perbaikan yang
berkelanjutan, maka secara bertahap kinerja lingkungan yang semakin baik akan dicapai,
yang berarti pula akan menuju pada penataan terhadap peraturan perundang undangan
yang berlaku. Proses perbaikan yang berkelanjutan ini dapat dicapai melalui berbagai
program lingkungan antara lain: Program 3R, Produksi bersih, dll.
3
10. Mendorong kontraktor dan pemasok untuk menetapkan Sistem Manajemen
Lingkungan.
Sebuah Sistem Manajemen Lingkungan yang efektif diharap tidak hanya fokus
terhadap permasalahan yang terjadi, namun juga fokus terhadap penyebab permasalahan.
Sistem identifikasi dan perbaikan kekurangan sistem yang terdahulu dapat menghasilkan
kinerja lingkungan dan kesempatan bisnis yang lebih baik. Sebagian besar model Sistem
Manajemen Lingkungan terdiri dari ”Plan-Do-Check-Act” atau ”perencanaan-
pengimplementasian-pemeriksaan-perbaikan”.
- Plan :
Proses pembuatan tujuan dan program yang diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang sesuai dengan kebijakan lingkungan organisasi.
- Do :
4
Proses pelaksanaan program dan sistem yang telah direncanakan.
- Check :
Proses pemantauan dan pengukuran proses terhadap kebijakan lingkungan, sasaran,
peraturan perundangan dan juga pelaporan hasilnya.
- Act :
Proses pengambilan tindakan untuk memperbaiki secara berkesinambungan kinerja sistem
pengelolaan lingkungan.
Seiring dengan perumusan Standar Internasional ISO seri 14000 untuk bidang
manajemen lingkungan sejak 1993, maka Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif
mengikuti perkembangan ISO seri 14000 telah melakukan antisipasi terhadap
diberlakukannya standar tersebut.
Dalam mengantisipasi diberlakukannya standar ISO seri 14000, Indonesia sudah aktif
memberikan tanggapan terhadap draf standar ISO sebelum ditetapkan menjadi Standar
Internasional. Hal ini dilakukan dengan pembentukan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000
oleh Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standar ISO tersebut sejak tahun
1995. Anggota Kelompok Kerja tersebut berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah,
Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Bapedal pada waktu itu) dan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 dan berbagai stakeholders
sejak tahun 1995 mengkaji, menyebarkan informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan
penelitian dan pengembangan penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil
pembahasan dengan “stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup menyadari
potensi penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan kualitas pengelolaan
lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan promosi penerapan perangkat
pengelolaan lingkungan secara proaktif dan sukarela di Indonesia.
Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek
percontohan Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan
Hidup, bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut
dimaksudkan untuk menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam
menumbuhkan sisi “demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang wajar.
Setelah itu, muncullah beberapa penyelenggara pelatihan, jasa konsultasi, jasa sertifikasi
dan perusahaan-perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan. Seiring
dengan tumbuhnya populasi para pemain dalam pasar penerapan ISO 14001 di Indonesia,
Kementerian LH selanjutnya lebih menfokuskan diri pada peran fasilitator dan pembina
kepada semua pihak dalam penerapan ISO 14001 di Indonesia. Peran motor penggerak
5
diharapkan dapat dilanjutkan oleh dunia usaha itu sendiri, sesuai dengan jiwa penerapan
Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat proaktif dan sukarela.
Dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengembangan ISO 14000 di Indonesia,
Kementerian LH menyediakan media bagi semua pihak yang berkepentingan untuk aktif
dalam program pengembangan standar ISO 14000, yaitu melalui Kelompok Kerja Nasional
ISO 14000 (Pokjanas ISO 14000). Kelompok kerja tersebut sampai saat ini masih aktif dalam
melaksanakan diskusi-diskusi membahas penerapan standar ISO 14000. Sekretariat Pokjanas
ISO 14000 tersebut difasilitasi oleh Kementerian LH cq. Asisten Deputi Urusan Standarisasi
dan Teknologi.
Untuk memfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan mempermudah
penerapan dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaannya, maka
Kementerian LH bekerjasama dengan BSN telah melakukan adopsi terhadap beberapa
Standar Internasional ISO 14000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar yang
telah diadopsi tersebut diantaranya :
1. Sistem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-
14001-1997)
2. Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung
(SNI 19-14004-1997)
3. Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip Umum (SNI 19-1410-1997)
4. Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan - Prosedur Audit - Pengauditan Sistem
Manajemen Lingkungan (SNI 19-14011-1997)
5. Pedoman Audit untuk Lingkungan – Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI
19-14012-1997)
Standar ISO 14001 ternyata mendapat sambutan positif dari kalangan industri di
Indonesia. Sejak ditetapkannya ISO 14001 menjadi standar internasional dan diadopsi
menjadi SNI 19-14001-1997 sampai saat ini tercatat lebih dari 248 (dua ratus empat puluh
delapan[1]) sertifikat ISO 14001 untuk berbagai unit organisasi perusahaan di Indonesia
yang dengan sukarela menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001.
Kecenderungan peningkatan penerapan Standar ISO 14001 dapat menjadi salah satu
indikator peningkatan kesadaran industri terhadap pengelolaan lingkungan. Faktor
pendorong yang lain adalah antisipasi industri terhadap potensi adanya persyaratan dagang
dan industri yang diwajibkan oleh “ buyer” untuk menerapkan ISO 14001. Selain kedua hal
di atas, penerapan ISO 14001 juga di pacu oleh adanya program internal dari beberapa
“holding company” untuk menerapkan ISO 14001 pada anak perusahaannya.
6
5.5 Pertanyaan - Pertanyaan