PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Lingkungan Hidup dimulai pada tahun 1976
disertai persiapan pembentukan kelompok kerja hukum dan aparatur dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kemudian menjadi Undang Undang (UU)
No.4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan adanya
UU ini kesadaran masyarakat Indonesia akan arti penting untuk memelihara lingkungan hidup
mulai tumbuh. Untuk menindaklanjuti undang-undang tersebut kemudian ditetapkan Peraturan
Pemerintah (PP) No.29/1986 tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan
pedoman pelaksanaan suatu proyek pembangunan. Setiap proyek yang diperkirakan memiliki
dampak penting diharuskan melakukan studi AMDAL. Pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia
telah memperbaharui UU No.4/1982 dengan UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Berdasarkan Keppres No.23/1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatan-kegiatan
pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Kemudian sejalan dengan
perkembangan masalah pengelolaan lingkungan hidup, pembentukan Bapedal diperbaharui
dengan Keppres No.77/1994, dan kemudian diperbaharui lagi dengan Keppres No.196/1998
dan Keppres No.10/2000. Melalui Keppres No.2/2002 telah ditetapkan Perubahan Keppres
No.101/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Menteri Negara serta Keppres No.4/2002 telah ditetapkan Perubahan atas Keppres
No.108/2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara.
Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan
bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terencana memadukan
sumber daya ke dalam proses pembangunan sehingga menjamin kemampuan, kesejahteraan
dan mutu hidup generasi kini dan mendatang. Pendayagunaan sumber daya alam serta
pengelolaan lingkungan yang efektif dapat dipantau dan ditinggkatkan manfaatnya bila suatu
usaha atau kegiatan memiliki sistem administrasi pembangunan yang mendokumentasikan
secara sistematis, berkala dan objektif dari setiap kegiatan yang dilakukannya. Instrumen yang
diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dan mengukur ketaatan pelaksanaan
kegiatan pembangunan terhadap semua peraturan lingkungan yang berlaku di Indonesia
dicanangkan pada tahun 1994 oleh Pemerintah Indonesia melalui Audit Lingkungan.
Isu-isu lingkungan secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi performa
ekonomi suatu usaha/kegiatan maupun organisasi. Peningkatan kebijakan lingkungan usaha
dan informasi keuntungan bagi investor maupun pelaku bisnis berdasarkan perlindungan
lingkungan produk, merupakan salah satu contoh yang bisa diketengahkan saat ini. Dampak
finansial dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan,
seringkali salah dalam perhitungannya akibat adanya hidden cost maupun overhead cost
apabila menggunakan metode perhitungan akuntansi konvensional.Konsep akuntansi
lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan
lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan
masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan,
bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja. Dan di tahun 1980-an, negara maju seperti
Kanada sudah mulai memikirkan dan menerapkan Audit Lingkungan.
Pada tertengahan tahun 1990-an the International Accounting Standards Committee (IASC)
mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional. Termasuk di dalamnya
pengembangan akuntasi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia. Kemudian standar
industri semakin berkembang dan auditor/accreditor profesional seperti the American Institute
of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang
environmental audits.Gaung Audit Lingkungan mulai menggema ketika WALHI (Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia) berpendapat bahwa sistem AMDAL yang ada sepatutnya
dilengkapi dengan audit lingkungan. Namun kenyataannya masih sangat sulit melihat terjadinya
proses audit lingkungan terhadap pelaku usaha. Hal ini juga lebih dikarenakan tidak adanya
kewajiban pelaku usaha untuk melakukan audit lingkungan, yang ada hanyalah kesukarelaan.
Pernah dikatakan oleh sebuah LSM lingkungan mengeluarkan suatu pernyataan pers yang
isinya menghimbau pemerintah agar kegiatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dihapus dan diganti dengan kegiatan audit lingkungan. Terlepas dari tepat tidaknya himbauan
ini, tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap
lingkungan kepada masyarakat luas.Tujuan melindungi kepentingan masyarakat akan dapat
dicapai, kalau kegiatan-kegiatan yang mencemari atau merusak lingkungan dapat dihilangkan
atau minimal dikurangi. Oleh karena itu, jika kegiatan audit lingkungan dapat memenuhi tujuan
tersebut nampaknya masyarakat bisa menerima kalau laporan hasil audit tidak dipakai sebagai
bukti untuk memberatkan diri pengusaha itu sendiri (self-incriminating).
- Perijinan
Setiap kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki analisis dampak lingkungan untuk memperoleh ijin melakukan kegiatan
tersebut. Ijin diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Pengawasan
Menteri mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan atas ketentuan
yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan lingkungan hidup. Untuk melakukan
pengawasan tersebut Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang.
- Sanksi Administrasi
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintah terhadap
penanggung jawab kegiatan yang melanggar perundang-undangan lingkungan hidup.
Wewenang ini dapat diserahkan kepada Bupati/Walikota Madya/ Kepala Daerah Tingkat
II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
- Audit Lingkungan
Pemerintah mendorong penanggung jawab kegiatan/usaha untuk melakukan audit
lingkungan hidup.
- Bila terjadi sengketa lingkungan hidup, maka dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
- Untuk lebih meningkatkan penegakan hukum, selain penyidik Pejabat Polisi, Pejabat
Pegawai Sipil tertentu dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan
UU Hukum Acara Pidana yang berlaku.
- Bila terjadi tindak pidana yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup maka diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling
banyak lima ratus juta rupiah.
Lembaga
A. Instansi Pemerintah
Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang ada saat ini semula bernama Kementerian
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang dibentuk tahun 1978.
Fungsi kementerian seperti saat ini yaitu menyusun kebijaksanaan pelestarian lingkungan hidup
dan mengkoordinasikan pelaksanaannya. Pada awal kegiatannya digunakan pendekatan
advocacy yaitu usaha difokuskan kepada peningkatan kesadaran berlingkungan hidup dan
pengembangan sarana-sarana dasar pelestarian lingkungan hidup. Pada tahun 1988 mulai
tahapan berikutnya yaitu accountability atau pertanggung jawaban. Dalam kerangka
accountability ini maka dibentuk Bapedal dan mengembangkan kelembagaan serta
meningkatkan penataan, baik melalui pendekatan hukum maupun melalui instrumen kebijakan
alternatif. Kelanjutan dari tahap ini adalah mengembangkan berbagai produk hukum yang
operasional, membentuk Bapedal Wilayah dan kemudian mendororng dibentuknya Bapedal
Daerah. Dimensi baru dalam pelestarian lingkungan muncul pada tahun 1999 yaitu dimensi
environmental ethics yaitu antara lain keterbukaan dan peningkatan peran serta serta
masyarakat dengan intensitas yang lebih tinggi dalam mekanisme usaha pelestarian lingkungan
hidup. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Pemerintah Daerah tetap mempertahankan
Bapedalda agar memiliki kemampuan koordinasi antar unit dalam Pemerintah Daerah.
LSM adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri
dan berminat serta bergerak dalam bidang kemasyarakatan tertentu, misalnya lingkungan
hidup. Berdasarkan Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (KPLH), LSM
sebagai sarana untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam
mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, KPLH memberikan arti yang
besar terhadap peran LSM, baik sebagai pencetus gagasan, motivator, pemantau penggerak
dan pelaksana berbagai kegiatan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup. LSM ini
ada yang bergiat dalam lingkungan hidup yang spesifik, ada pula yang menangani banyak
bidang. Penyebaran LSM tersebut dapat dikatakan sudah merata ke seluruh pelosok tanah air.
Hal ini menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup
bagi pembangunan berkelanjutan telah berkembang dan semakin luas.
Tahun 1979 dibentuk PSL yang tersebar di berbagai perguruan tinggi. PSL merupakan
alat perluasan kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup di bidang penelitian, pelatihan dan
pengelolaan lingkungan di daerah. Berkaitan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas
permasalahan lingkungan dan peningkatan kebutuhan keahlian dalam lingkup yang luas, maka
PSL diharapkan dapat sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan dan pelayanan, baik
untuk sektor privat maupun umum. Meskipun secara struktural tetap dibawah dan bertanggung
jawab pada perguruan tinggi masing-masing, PSL memiliki peran yang sangat besar dalam
pendidikan lingkungan hidup di daerah. Hampir semua pendidikan AMDAL dilakukan PSL.
Kursus-kursus AMDAL di PSL di berbagai perguruan tinggi di Indonesia mulai diselenggarakan
tahun 1982.
IV PENGUNGKAPAN SOSIAL
Tuntutan sosial pada perusahaan muncul sebagai refleksi pertanggungan jawab dari
perusahaan (social responsibility) pada seluruh stakeholder utamanya. Mereka terdiri dari
karyawan, pembeli, investor/nasabah, pemerintah, masyarakat dan kelangsungan lingkungan
hidup bagi generasi penerus. Tanggung jawab sosial ini didefinisikan sebagai: “ The way in
which a business behaves towards other groups or individuals in its social environment:
customer, other business, employees and investors”.
Langkah positif yang diambil manajemen serta belum terinternalisasinya eksternalitas
yang ditimbulkan perusahaan dalam laporan keuangan telah menggerakkan profesi akuntansi
untuk memberikan kontribusinya. Namun akuntansi memiliki keterbatasan karena praktik-
praktik akuntansi konvensional hanya memasukkan revenue dan expense yang terjadi melalui
transaksi pasar. Sementara eksternalitas yang muncul sebagai dampak sampingan operasi
perusahaan tidak terakomodasi dalam laporan keuangan.Untuk menutupi kelemahan tersebut,
akuntansi menawarkan bentuk laporan yang tidak semata-mata mendasarkan pada angka-
angka finansial. Perilaku perusahaan dapat dilaporkan melalui pengungkapan informasi sosial
(social disclosure).
Barthelot et. al. (2003) mendefinisikan pengungkapan lingkungan sebagai suatu set item
informasi mengenai kinerja dan aktivitas manajemen yang berkaitan dengan lingkungan, masa
lalu, saat ini, dan masa yang akan datang. Pengungkapan lingkungan juga mencakup informasi
tentang implikasi keuangan di masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang yang merupakan
hasil dari keputusan atau tindakan manajemen yang berkaitan dengan lingkungan. Guthrie dan
Mathews (1985) dalam Hackston dan Milne (1996) menyatakan bahwa pengungkapan sosial
lingkungan dapat diartikan sebagai penyajian informasi finansial dan non-finansial yang
berkaitan dengan interkasi organisasi dengan lingkungan sosial dan fisiknya. Dari kedua definisi
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan lingkungan merupakan penyajian
informasi baik finansial maupun non-finansial yang berkaitan dengan aktivitas organisasi
dengan lingkungan fisiknya baik di masa lalu, saat ini, dan masa yang akan
datang.Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary,
unaudited dan unregulated (Mathews, 1984:6). Namun demikian, beberapa institusi telah
menawarkan model yang bisa dijadikan pedoman dalam aktivitas pengungkapan ini, antara
lain:
Laporan ini merekomendasikan beberapa hal yang terkategori di dalam domain akuntansi sosial
seperti value added statement, laporan ketenagakerjaan, laporan prospek mendatang,
statement of corporate objective dan pelaporan segmen.
Saran yang merekomendasikan dalam bagian khusus dari laporan tahunan ini meliputi hal yang
hampir sama dengan the corporate report yaitu value added statement, laporan
ketenagakerjaan, laporan prospek mendatang, dan pengungkapan tentang penggunaan energi.
The Filar Social dimulai pada tahun 1977, berawal dari pergolakan sosial yang terjadi di Eropa
pada Mei 1968 ini hanya mengatur tema ketenagakerjaan semata. Informasi yang harus
disediakan oleh perusahaan meliputi berbagai item yang terklasifikasi dalam 7 kategori: jumlah
tenaga kerja, gaji dan tunjangan tambahan, kondisi kesehatan dan keselamatan, kondisi
pekerjaan lain yang terkait dengan ketenagakerjaan, pelatihand an pendidikan.
UEC mengeluarkan rekomendasi tentang Social Reporting diantaranya: ringkasan laporan (berisi
garis besar aspek paling signifikan mengenai kinerja sosial perusahaan selama satu tahun
terakhir yang dilengkapi dengan statement of principal objective dan telaah terhadap prospek
tahun berikutnya), laporan sosial (berisi 9 indikator-indikator sosial yang bersifat kuantitatif, 7
indikator diantaranya berkaitan dengan hubungan antara perusahaan dengan tenaga kerja, dan
2 indikator lainnya berhubungan dengan kemasyarakatan).
Organisasi profesi para akuntan di Inggris dan Wales ini mengeluarkan rekomendasi pada tema
lingkungan yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan. Sasaran pengungkapan yang
mereka berikan meliputi:
Pada bulan Maret 1999, lembaga ini mengeluarkan draff Susfainability Reporting Guidelines
(SRG). SRG berisi sejumlah item yang terklasifikasi dalam 3 kelompok utama: ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Pada bulan Juni 1999, New Economic Foundation menindaklanjuti langkah GRI
tersebut dengan menerbitkan petunjuk teknis pelaksanaan SRG di bidang indikator sosial.
Sebagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan teori ini
menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pengguna. Studi ini meminta
para analis, banker, dan pihak lain yang terlibat untuk memberi peringkat terhadap informasi
akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi yang telah dikenal selama
ini melainkan juga memuat informasi lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi.
Studi ini berdasar pada Economic Agency Theory. Teori ini menganalogikan manajemen
sebagai agen dari suatu interest group dari perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen,
maka menejemen berusaha untuk mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan
interest group yang diantaranya adalah masyarakat.
Studi dalam bidang ini mencakup tiga teori utama antara lain:
a. Stakeholder Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder.
Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi
perusahaan. Semakin kuat posisi stakeholder maka semakin kuat pula kecenderungan
perusahaan untuk mengadaptasi dirinya sesuai dengan keinginan para stakeholder-nya. Dalam
hal ini, pengungkapan informasi sosial dan lingkungan harus dianggap sebagai wujud dialog
antara manajemen dengan stakeholder-nya.
b. Legitimacy Theory
Pengertian Teori Legitimasi menurut Lincoln dalam Gray (1995:54) yaitu suatu kondisi atau
status yang terjadi dimana sistem nilai suatu entitas sesuai dengan nilai dari sistem sosial yang
lebih besar yang merupakan tempat atau bagian dari entias tersebut. Sehingga, apabila terjadi
perbedaan dari kedua sistem nilai tersebut akan dapat mengancam legitimasi entitas itu sendiri.
Dari kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan merupakan pihak yang
memiliki kekuasaan dari masyarakat untuk mengelola sumber daya yang dipercayakan
kepadanya. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat menyeusaikan dirinya dengan sistem nilai
yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Usaha perusahaan untuk beradaptasi dengan sistem
nilai masyarakat dapat diwujudkan dengan social dan environmental disclosure. Hal tersebut
dilaksanakan agar aktivitas dan keberadaan perusahaan terlegitimasi di mata masyarakat.
Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu bagian dari tema yang dipertimbangkan
dalam akuntansi pertanggungjawaban sosial (Glautier dan Underdown, 1991:126).
Pengungkapan lingkungan mencakup aspek lingkungan dari proses produksi yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi binis, pencegahan-pencegahan atau perbaikan
kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam.Berbagai dorongan yang
mengkondisikan perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara aktif maka
diharapkan manajemen melakukan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif, yang
terdiri dari 5 pendekatan, yaitu:
2. Demand-sidemenegement
Merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan
dalam dunia industri. Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi
konsumen dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada 3 prinsip mendasar, yaitu: tidak
menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan
membuat konsumen lebih efisien dalam menggunakan produk. Demand-side management
industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru,
sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.
3. Desain Lingkungan
Merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan
proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada inefisiensi dalam mendesain produk. Design for
Environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi biaya reprocessing dan mengembalkan
produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis.
4. Produk Stewardship
a. Biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya tenaga kerja.
b. Biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting.
c. Biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan.
d. Biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publicrelation dan goodwill.
September 2008 kejahatan lingkungan yang telah di lakukan oleh PT GC yang merupakan
sebuah perusahaan tambang patungan antara PT ANTAM 20 % dan Perusahaan asing BDI
Mining Corp. 80 % sudah nampak jelas. Dalam beberapa tahun belakangan ini pencemaran
maupun dampak pertambangan GC telah merusak dan mengganggu aktivitas pertanian
masyarakat di Desa Palam, Guntung Manggis dan Cempaka. Material pasir pun sebagai sisa dari
aktivitas pertambangan intan dijual dengan ketidakjelasan hasilnya.
Terkait dengan PT GC yang ada di Kalsel, menurut organisasi nonpemerintah yang fokus
pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan lingkungan, yaitu
sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai yang dapat membahayakan
bagi kesehatan dan keselamatan orang banyak. "Perbaikan sistem pengolahan air limbah (Sispal)
yang dilakukan oleh PT GC adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, dan
itu memang sudah termasuk dalam dokumen AMDAL yang telah mereka buat sendiri, dan itu
tidak menghilangkan kasus kejahatan lingkungan yang telah dilakukan PT GC.
Menurut Walhi Kalsel, salah satu alat bukti terjadinya kejahatan lingkungannya adalah hasil
penelitian tim gabungan Pemerintah Kota Banjarbaru dan Pemerintah Provinsi Kalsel, melalui
Bappedalda, yang mengakibatkan tingkat keasaman air sungai (ph) mencapai 2,97, sedangkan
Peraturan Gubernur (Pergub) Kalsel mencantumkan ph normal senilai 6 hingga 9. Selain itu, PT
GC juga membuang limbah timbal mencapai 0,84, padahal sesuai Pergub Kalsel hanya
dibolehkan 0,1. "Ini tentu saja bertentangan dengan UU Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997
Bab VI tentang Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup Pasal 20 ayat 1 "Tanpa suatu keputusan
izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup," ujar
Hegar menjelaskan. Juga dengan KUHP Pasal 202 ayat (1) Barang siapa memasukkan barang
sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum
atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa
karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pada Bulan oktober 2009 Pencemaran sungai Balangan terjadi justru tidak lama setelah
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI memberikan penghargaan peringkat HIJAU kepada PT.
AI dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PROPPER) Tahun 2009.Sungai Balangan, merupakan sungai besar yang membelah kabupaten
Balangan dimana bagian hilirnya sampai wilayah Amuntai (Hulu Sungai Utara), Negara (Hulu
Sungai Selatan), Margasari (Tapin) hingga ke Muara Sungai Barito – Banjarmasin. Sungai
yang menjadi urat nadi masyarakat, khususnya kabupaten Balangan dan Amuntai secara fisik
telah berubah warna menjadi coklat kehitaman. Ini membuktikan bahwa sungai tersebut telah
tercemar sebagai dampak dari aktivitas pertambangan batubara PT AI. Hal ini juga secara
langsung diakui oleh pihak perusahaan melalui Manager External Relationnya Yunizar
Andriansyah.Berdasarkan informasi dan pantauan WALHI Kalsel di lapangan, beberapa dampak
langsung yang telah dirasakan masyarakat antara lain;
- Ribuan warga di 4 Kecamatan Kabupaten Balangan yakni Kecamatan Paringin, Juai,
Paringin Utara dan Kecamatan Lampihong saat ini tidak bisa mengakses langsung air
sungai Balangan untuk keperluan sehari-hari. Demikian juga yang dialami masyarakat di
4 Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Utara (Kecamatan Amuntai Tengah, Babirik, Sei
Pandan dan Banjang).
- Terancamnya sumber ekonomi para petambak ikan di sepanjang sungai Balangan yang
sebagian besar menggunakan jala apung. Bahkan menurut laporan ikan-ikan yang
mereka budidayakan sudah ada yang mulai mati.
- Terganggunya operasional PDAM di Balangan dan Amuntai hingga terhentinya layanan
distribusi air bersih ke warga selama 3 hari. Keruhnya sungai Balangan ini juga
menyebabkan biaya tinggi bagi PDAM dalam memproduksi air bersihnya.
- Warga yang terpaksa memanfaatkan sungai Balangan untuk keperluan sehari-hari
sudah ada yang mengalami gatalgatal. Belum ada laporan dari warga yang menderita
penyakit seperti diare dll, namun apabila ini terus berlangsung tentunya sangat
berbahaya buat masyarakat khususnya pada balita yang rentan akan penyakit.
Tercemarnya sungai Balangan ini juga telah menuai protes dari sejumlah masyarakat.
Kabupaten Balangan melakukan aksi di depan DPRD Balangan. Kemudian selanjutnya giliran
masyarakat Amuntai; Kabupaten Hulu Sungai Utara berbondong-bondong mendatangi kantor PT
AI di Dahai; Paringin. WALHI Kalsel juga mendapat info bahwa gabungan masyarakat Amuntai
dan Balangan akan melakukan aksi besar-besaran apabila pemerintah dan instansi terkait lamban
menangani kasus ini.
WALHI Kalsel sangat prihatin dan menyayangkan pencemaran sungai Balangan ini justru
terjadi tidak lama setelah Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI memberikan penghargaan
kepada PT. ADARO Indonesia dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan HIdup (PROPPER) Tahun 2009 dengan peringkat HIJAU. Artinya PT AI
dalam hal ini telah 2 kali mendapat predikat terbaik dalam pengelolaan lingkungan hidup seluruh
perusahaan di Indonesia dari KLH setelah tahun 2008 yang lalu memperoleh penghargaan yang
sama.Sebagai bentuk tanggung jawab atas terjadinya pencemaran di Sungai Balangan ini, maka
dengan ini WALHI Kalsel meminta kepada KLH untuk;
1. Mencabut predikat HIJAU yang selama ini diberikan kepada PT AI dan selanjutnya KLH
harus meninjau kembali proyek PROPPER yang selama ini hanya lebih banyak digunakan
sebagai green wash perusahaan dan cenderung abai terhadap ancaman penderitaan
rakyat. PROPPER juga sarat dengan kepentingan dan membuka peluang terjadinya
penyalahgunaan wewenang (korupsi) oleh pejabat KLH.
2. Mendesak KAPOLDA Kalsel agar segera melakukan penyelidikan atas kejahatan
lingkungan yang telah dilakukan PT AI.
3. Meninjau ulang AMDAL PT. AI, karena WALHI Kalsel menganggap AMDAL tersebut telah
gagal dalam menjawab problem pengelolaan lingkungan hidup perusahaan. Selanjutnya
memberi sanksi kepada pembuat AMDAL beserta Komisi AMDALnya.
4. Menuntut kepada PT AI secepatnya merehabilitasi sungai Balangan yang telah tercemar
dan harus bertanggung jawab kepada masyarakat serta pihak-pihak selama ini telah
dirugikan.
TUGAS
* Berdasarkan uraian kasus diatas, maka analisislah kasus tersebut dengan menggunakan
metode 5W dan 1 H (What, Why, Who, When, Where + How).