Anda di halaman 1dari 5

JOURNAL READING

PERAN MAHASISWA KEDOKTERAN PADA MASA PANDEMI COVID-19

Disusun Oleh:
M. Miqdar A. 119810001
Afina Tsalis Maraya 119810004
Alif Hamzah 119810006
Bima Adi Laksono P. 119810009
Dela Destiani Aji 119810013
Dhini Oktaviani 119810015
Dina Alfiana 119810017
Nita Safitri 119810039
Sri Utami Fauziah 119810049

Pembimbing:
dr. Irman Permana, Sp. A(K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

RSUD WALED KABUPATEN CIREBON


2020

PERAN MAHASISWA KEDOKTERAN PADA MASA PANDEMI COVID-19

Penyakit Coronavirus 19 (COVID-19), telah mengubah pendidikan kedokteran. Karena,


adanya ketidakpastian dan perbedaan pendapat tentang peran yang tepat untuk mahasiswa
kedokteran selama pandemi yang sedang terjadi secara menyeluruh, partisipasi mahasiswa dalam
perawatan klinis bervariasi di berbagai institusi. Beberapa sekolah melarang berinteraksi dengan
pasien, sedangkan yang lain merekrut mahasiswa atau bahkan meluluskan mahasiswa kedokteran
lebih awal untuk dapat segera memulai berperan di rumah sakit sehingga mereka dapat menjadi
dokter pada garda terdepan. The American Association of Medical Colleges (AAMC) telah
menginstruksikan sekolah kedokteran untuk menangguhkan kegiatan kepaniteraan mahasiswa
dan merekomendasikan bahwa “kami sangat menyarankan bahwa sebaiknya mahasiswa
kedokteran tidak terlibat dalam pelayanan rumah sakit secara langsung, kecuali jika terjadi
keadaan dimana tenaga medis yang dibutuhkan sangat tidak memadai pada wilayah tersebut”.
Kami tidak setuju dengan AAMC bahwa keterlibatan mahasiswa kedokteran menjadi cadangan
ketika terjadi kekurangan personil tenaga kesehatan. Sebaliknya, Pendidikan kedokteran harus
memberikan kesempatan terhadap siswa terkait kesempatan dalam pelayanan klinis yang akan
menguntungkan perawatan klinis dan sekaligus dapat berpotensi mencegah kekurangan tenaga
medis yang bertugas.

Peran Dasar Mahasiswa Kedokteran

The Americans Association of Medical Colleges menggaris bawahi bahwa “mahasiswa


kedokteran adalah layaknya seorang mahasiswa, bukan karyawan atau pekerja. Mereka belum
menjadi dokter.” Walaupun itu benar, pernyataan itu gagal untuk memberikan pengertian bahwa
mahasiswa kedokteran mempunyai peranan bukan hanya sebagai pelajar, tetapi juga berperan
dalam pelatihan klinis. Peran utama mahasiswa kedokteran adalah mempelajari mengenai
kesehatan. Bagaimanapun mahasiswa kedokteran juga berperan sebagai klinisi yang merawat
pasien. Mereka mewawancarai (anamnesis) pasien, menghubungi konsulen, berkomunikasi
dengan keluarga pasien, menulis catatan, membantu tindakan prosedur, dan membantu proses
koordinasi perawatan dan perencanaan pasien pulang.
Selama pandemi COVID-19, mahasiswa kedokteran bertindak semata-mata sebagai
pelajar yang dapat menginisiasi resiko yang tidak perlu bagi pasien dan praktisi klinis lainnya.
Mahasiswa kedokteran dapat bertindak sebagai vektor tambahan untuk penularan virus,
mengurangi ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang memang keadaanya terjadi kekurangan
yang cukup signifikan untuk saat ini, dan menempatkan beban tambahan kepada dokter sebagai
pengajar. Pendidikan kedokteran saja tidak membenarkan risiko ini.

Bagaimanapun, memperbolehkan mahasiswa kedokteran untuk berperan dalam


pelayanan klinis dapat menguntungkan pasien secara keseluruhan. Ada contoh untuk keterlibatan
semacam ini. Selama wabah flu Spanyol tahun 1918, mahasiswa kedokteran di University of
Pennsylvania merawat pasien dalam kapasitas seorang dokter. Pada situasi epidemi polio tahun
1952 di Denmark, sekelompok mahasiswa kedokteran ditugaskan untuk memberikan ventilasi
secara manual kepada pasien. Dalam pandemi saat ini, sekolah-sekolah kedokteran di Amerika
Serikat, Italia, dan Inggris meluluskan mahasiswa kedokteran lebih awal dengan syarat bahwa
mereka dapat melayani sebagai dokter di garda depan.

Sistem kesehatan tidak boleh menunggu sampai mencapai titik puncak untuk
mengundang mahasiswa kedokteran untuk berpartisipasi. Mahasiswa kedokteran mahir dalam
banyak peran klinis. Memperbolehkan mereka untuk ikut serta dalam pelayanan klinis jauh
sebelum terjadinya kekurangan tenaga medis, dapat mencegah terjadinya insiden tersebut. Dalam
artikel ini, kami menyarankan beberapa peran bagi mahasiswa kedokteran untuk mengimbangi
beban yang disebabkan oleh COVID-19.

Peranan Klinis Mahasiswa Kedokteran Pada Masa Pandemi COVID-19

Kami beranggapan bahwa pedoman AAMC yang utama berasal dari kekhawatiran
mengenai risiko infeksi terhadap pasien dan mahasiswa, kekurangan APD, dan terkait
permasalahan tanggung jawab. Risiko-risiko ini memerlukan pertimbangan yang cermat, tetapi
hal ini dapat dikurangi. Kami percaya dengan memperbolehkan mahasiswa kedokteran untuk
melakukan tugas-tugas klinis, dalam kasus tertentu, dapat memberikan manfaat yang lebih besar
kepada pasien dibandingkan dengan risiko yang terkait dengan adanya keterlibatan mahasiswa.

Pertama, mahasiswa kedokteran dapat membantu perawatan klinis secara rutin pada
pasien rawat jalan. Mahasiswa kedokteran dapat meningkatkan efisiensi untuk meringankan
pekerjaan staff klinik dengan cara mencatat riwayat pasien, memanggil pasien untuk mengambil
hasil laboratorium, mengedukasi pasien, mendokumentasikan kunjungan, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan pasien mengenai COVID-19. Walaupun pada masa pandemi seperti ini,
pasien dengan penyakit kronis tetap membutuhkan perawatan yang berkelanjutan, contohnya
wanita hamil yang harus memeriksakan kandungan, dan pasien yang sudah dipulangkan yang
tetap memerlukan tindakan lanjut. Kebanyakan dari tugas ini dapat dilakukan dengan layanan
konsultasi medis lewat telepon, sehingga tidak ada risiko terjadinya transmisi penularan infeksi.

Kedua, mahasiswa dapat memberikan perawatan pada layanan rawat inap yang tidak
memiliki pasien COVID-19. Di bawah pengawasan residen senior atau dokter umum, mahasiswa
kedokteran tingkat lanjut (“subinterns”) biasanya membawa pasien mereka sendiri. Dengan tidak
adanya mahasiswa kedokteran, pasien-pasien ini perlu dilindungi oleh petugas rumah, yang
berpotensi memperburuk kekurangan personel yang menjadi perhatian AAMC. Meskipun bentuk
keterlibatan ini membutuhkan APD yang sesuai, mempekerjakan mahasiswa tingkat lanjut di
rumah sakit dapat memaksimalkan ketersediaan dokter lain untuk merawat pasien dengan
COVID-19.

Apabila mahasiswa diizinkan untuk bekerja di rumah sakit, risiko mereka terkena
sindroma pernafasan akut berat akibat coronavirus-2 (SARS-CoV-2) akan meningkat. Meskipun
demikian, mahasiswa juga berisiko lebih tinggi untuk tertular SARS-CoV-2 saat melakukan
skrining pengunjung yang memasuki rumah sakit, mengurus penggunaan APD, dan
menyediakan perawatan anak sebagai dokter, yang semuanya sudah dibagi untuk dilakukan, dan
beberapa di antaranya memerlukan APD. Selain itu, risiko yang timbul dari keterlibatan
mahasiswa mungkin lebih rendah daripada risiko sukarelawan dari dokter yang sudah pensiun,
yang lebih rentan terhadap komplikasi COVID-19 dikarenakan usia mereka. Namun, mengingat
bahwa risiko pribadi tidak dapat dihilangkan, kami setuju dengan AAMC bahwa setiap
keterlibatan langsung dari mahasiswa kedokteran harus bersifat sukarela.

Pada akhirnya, mahasiswa kedokteran dapat membantu perawatan pasien dengan


COVID-19 dari jarak jauh. Mereka dapat memantau pasien dengan gejala COVID-19 ringan
yang tidak dirawat di rumah sakit; mempercepat perawatan untuk pasien yang dirawat dengan
meninjau grafik, menyusun catatan, dan memastikan tes dilakukan; dan tindak lanjut terhadap
pasien setelah dipulangkan. Meskipun semua peran yang telah dibahas akan membutuhkan
pengawasan dokter, peran mahasiswa kedokteran ini akan mengurangi beban keseluruhan tenaga
medis. Kami percaya mereka akan meningkatkan perawatan pasien secara seimbang.

Sebagai kesimpulan, ketika sekolah kedokteran memutuskan bagaimana untuk kelanjutan


pada masa COVID-19, kami waspada melindungi mahasiswa terhadap upaya layanan sukarela.
Mahasiswa kedokteran adalah dokter yang memiliki tanggung jawab terhadap pasien dan yang
seharusnya diizinkan untuk memenuhi tugasnya. Selain manfaat bagi pasien dan sistem
pelayanan kesehatan, memungkinkan mahasiswa untuk berpartisipasi memperkuat nilai-nilai
penting, seperti altruisme, layanan di saat krisis, dan solidaritas dengan profesinya. Mahasiswa
yang ingin dan mampu berjuang dalam pandemi bersejarah ini, harus diberi kesempatan untuk
melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai