ABSTRAK
Sanitasi lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan manusia, karena
sanitasi suatu lingkungan menunjukkan status kesehatan suatu lingkungan. Sanitasi
lingkungan yang masih menjadi sorotan pemerintah adalah kondisi sanitasi
lingkungan di daerah aliran sungai dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang
belum menggunakan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) sesuai dengan standar,
sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai. Sungai Martapura
merupakan salah satu sungai yang memiliki fungsi sangat penting untuk kehidupan
masyarakat disekitarnya,salah satunya sebagai fasilitas MCK. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji kerusakan lingkungan perairan Sungai
Martapura akibat sanirasi lingkungan masyarakat yang bermukim disekitarnya.
Penentuan sampel untuk kualitas air menggunakan metode stratified random
sampling dan untuk penentuan sampel kulturalnya dengan metode purposive
sampling. Kajian kerusakan lingkungan yang dilakukan dengan melihat ketiga
aspek komponen lingkungan, yaitu komponen abiotic, komponen biotik, dan
komponen kultural. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kerusakan lingkungan
untuk komponen abiotik dengan metode indeks pencemaran menunjukkan status
mutu air tercemar sedang, komponen biotik dengan menggunakan metode indeks
keanekaragaman plankton dan benthos menunjukkan kualitas lingkungan sangat
buruk dan buruk, dan komponen kultural yaitu dengan indek perilaku masyarakat
menunjukkan sangat baik.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sungai Martapura yang berada di Desa
Pingaran Ulu, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar. Daerah ini menjadi daerah
representatif bagian hulu Sungai Martapura. Desa Pingaran Ulu memiliki luas
wilayah 12 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 2.131 jiwa dan kepadatan
penduduk tiap km2 yaitu 177,58. Berikut lokasi penelitian untuk mengetahui
kerusakan perairan lingkungan perairan sungai akibat kondisi sanitasi masyakat di
area pemukiman yang berada di pinggiran Sungai Martapura.
Gambar 1 Peta Administrasi Lokasi Penelitian
14 Sampel air sungai Untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai di lokasi penelitian
15 Aquades Untuk membilas peralatan saat pengukuran di lapangan
Metodologi
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi komponen abiotik, biotik,
dan kultural. Jenis sampel yang akan diambil dalam penelitian ini meliputi sampel
air Sungai Martapura dan komponen kultural. Berikut metodologi Analisa setiap
komponen lingkungan.
Komponen Abiotik
Parameter komponen abiotik dalam penelitian ini meliputi parameter fisik
(Temperatur, TDS), parameter kimia (pH, BOD, COD, Nitrat, Amoniak, Detergen,
Nitrit) dan parameter mikrobiologi (Total coliform dan Fecal coliform).
Pengumpulan data untuk kebutuhan Analisa komponen abiotic dilakukan dengan
melakukan pengukuran luas penampang sungai dan perhitungan debit air
menggunakan alat ukur current meter untuk mengukur kecepatan alirannya.
Kemudian sampel air yang diambil dibeberapa lokasi titik sampel akan dianalisis
di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru (BARISTAND)
Kementerian Perindustrian R.I Provinsi Kalimantan Selatan dan Laboratorium PT
Greenlab Indo Global, Yogyakarta.
Analisis komponen abiotik dilakukan dengan membandingkan hasil uji
laboratorium dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007. Kemudian dilakukan analisis lanjutan
yaitu penentuan indeks tingkat pencemar. Cara perumusan tingkat kerusakan
komponen abiotik berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Persamaan
yang digunakan dalam menentukan indeks pencemaran (Sumitomo dan Nemerow,
1970 dalam Kepmen LH No.115/2003), perhitungan Indeks Pencemaran air sungai
adalah sebagai berikut:
𝐶𝑖 2 𝐶𝑖
( ) +( )2
√ 𝐿𝑖𝑗 𝑀 𝐿𝑖𝑗 𝑅
Pij = . . . . . . . (1)
2
Di mana:
Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari
hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan
cuplikan dari suatu alur sungai
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan
dalam Baku Peruntukan Air (j)
(Ci/Lij)M = Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata
Komponen Biotik
Parameter komponen biotik yang dikaji dalam penelitian ini berupa
parameter biologis dari kualitas air Sungai Martapura yaitu parameter Plankton dan
Bentos. Titik pengambilan sampel data parameter Plankton dan Bentos dilakukan
pada titik sampel yang sama untuk komponen abiotik. Pengambilan sampel
plankton (zooplankton dan fitoplankton) dilakukan dengan cara mengumpulkan
contoh air sebanyak 50 liter, kemudian disaring melalui plankton-net No. 25, untuk
diambil sebanyak 10 ml. Contoh suspensi plankton kemudian diberi bahan
pengawet dengan menggunakan pipet, sehingga diperhitungkan kadar larutan
pengawet (lugol) di dalam botol contoh plankton menjadi 0,4%. Memberi label
pada masing-masing botol plankton tentang lokasi sampling, banyaknya air yang
disaring dan tanggal pengambilan contoh. Pengambilan sampel parameter Benthos
diambil dengan metode pengerukan menggunakan alat Ekman Grab dan
penyaringan atau pengayakan menggunakan saringan no. 30 US. setelah
sebelumnya benthos dimasukkan ke dalam botol dengan pengawet formalin 10%
dan diberi pewarna rose-bengal. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan pengujian. Analisis komponen biotik dengan menggunakan indeks
keanekaragaman. Berikut penjelasan analisis jenis kerusakan parameter Plankton
dan Bentos.
a. Plankton
- Fitoplankton :
<1 = kualitas lingkungan sangat buruk (1)
1,0 – 1,5 = kualitas lingkungan jelek (2)
>1,5 – 2,0 = kualitas lingkungan sedang – baik (3)
>2,0 – 3,0 = kualitas lingkungan baik – sangat baik (4)
- Zooplankton :
<1 = kualitas lingkungan sangat buruk (1)
1 – 1,4 = kualitas lingkungan buruk (2)
>1,4 – 1,75 = kualitas lingkungan sedang (3)
>1,75 – 2,2 = kualitas lingkungan sedang – baik (3)
>2,2 – 3,0 = kualitas lingkungan baik – sangat baik (4)
b. Bentos
1 2 3 4
1 1 2 3 4
Indeks Keanekaragaman
2 2 4 6 8
Plankton
3 3 6 9 12
4 4 8 12 16
Sumber : Hasil Analisis Pribadi, 2020
Komponen Abiotik
Identifikasi kerusakan komponen biotik dapat dilihat dari hasil Analisa
laboratorium yang akan dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Gubernur
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007 tentang Peruntukan
dan Baku Mutu Air Sungai. Kelas air yang digunakan yaitu kelas I. Berikut hasil
analisis laboratorium untuk kualitas air Sungai Martapura disajikan dalam Tabel 5
Tabel 5 Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Air Sungai Martapura
Prameter Baku
No. Satuan SW-01 SW-02 SW-03 SW-04 SW-05 SW-06
Pengujian Mutu *
o
1 Temperatur C Deviasi 3 30,7 31,6 32,1 32,5 30 31,2
2 TDS mg/L 1000 254 218 204 222 228 218
3 pH - 6–9 7,9 8,1 8,1 7,7 7,8 8
4 BOD mg/L 2 33,1 36,2 34,7 6,9 8,5 39,3
5 COD mg/L 10 97,7 107,3 104,1 17,4 20,6 126,6
6 Nitrat (NO3) mg/L 10 2,6 1,9 1,1 1,9 2,2 1,5
7 Ammonia (NH3) mg/L 0,5 0,08 0,08 0,002 <0,03** <0,03** <0,03**
8 Nitrit (NO2) mg/L 0,06 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
9 Detergen µg/L 200 0,1 0,1 0,1 0,04 0,03 0,03
10 Total coliform Jml/100 ml 5000 11430 13524 12892 6863 4928 15176
11 Fecal coliform Jml/100 ml 100 6658 7324 7189 2673 1729 8297
Sumber: Analisis Data, 2020
Keterangan : * : Baku Mutu berdasarkan Pergub Daerah Prov. KalSel No.05 Tahun 2007 (Kelas I)
** : < Limiti Deteksi
Nilai Indeks
No Lokasi Sampel Status Mutu Air Variabel Pencemar
Pencemaran
BOD, COD, Total
1 Titik 1 (SW-01) 7,389 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
2 Titik 2 (SW-02) 7,546 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
3 Titik 3 (SW-03) 7,510 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
4 Titik 4 (SW-04) 5,873 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
5 Titik 4 (SW-05) 5,206 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
Nilai Indeks
No Lokasi Sampel Status Mutu Air Variabel Pencemar
Pencemaran
BOD, COD, Total
6 Titik 5 (SW-06) 7,745 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
Sumber: Analisis Data, 2020
Adapun peta status mutu air Sungai Martapura disajikan pada Gambar 2.
No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji
PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton)
1 Nitzchia Sp 5 1 Nitzchia Sp 17 1 Nitzchia Sp 4 1 Nitzchia Sp 3 1 Nitzchia Sp 4 1 Nitzchia Sp 1
2 nitzchia acicularis 1 2 nitzchia acicularis - 2 nitzchia acicularis 1 2 nitzchia acicularis - 2 Nitzchia acicularis - 2 Nitzchia acicularis -
3 Euglena Sp. 3 3 Euglena Sp. - 3 Euglena Sp. - 3 Spirogyra Sp 4 3 Spirogyra Sp 1 3 Spirogyra Sp 1
4 Trachelophyllum 1 4 Trachelophyllum - 4 Trachelophyllum - 4 Syendra ulna 11 4 Syendra ulna 9 4 Syendra ulna 5
5 Spirogyra Sp - 5 Spirogyra Sp 1 5 Spirogyra Sp - 5 Closterium setaceum 10 5 Closterium setaceum - 5 Closterium setaceum 2
6 Closterium Sp - 6 Closterium Sp 1 6 Closterium Sp - 6 Closteriopsis Sp 11 6 Closteriopsis Sp 10 6 Closteriopsis Sp 11
7 Clamydomonas Sp - 7 Clamydomonas Sp 2 7 Clamydomonas Sp - 7 Hormidium subtile 3 7 Hormidium subtile - 7 Hormidium subtile -
8 Pseudoprorodon Sp - 8 Pseudoprorodon Sp 1 8 Pseudoprorodon Sp - 8 Gonatozygin Sp 1 8 Gonatozygin Sp - 8 Gonatozygin Sp -
9 Synedra Sp - 9 Synedra Sp - 9 Synedra Sp 1 9 Staurastrum Sp 2 9 Staurastrum Sp - 9 Staurastrum Sp -
10 Syendra ulna - 10 Syendra ulna - 10 Syendra ulna - 10 Bacillaria paradoxa 1 10 Bacillaria paradoxa - 10 Bacillaria paradoxa -
11 Closterium setaceum - 11 Closterium setaceum - 11 Closterium setaceum - 11 Caloneis Sp 1 11 Caloneis Sp. - 11 Caloneis Sp. -
12 Closteriopsis Sp - 12 Closteriopsis Sp - 12 Closteriopsis Sp - 12 Fragilaria capucina 1 12 Fragilaria capucina - 12 Fragilaria capucina -
13 Tabellaria fenestrata 3 13 Tabellaria fenestrata -
14 Triceratium Sp - 14 Triceratium Sp 1
Jumlah Jenis 4 Jumlah Jenis 5 Jumlah Jenis 3 Jumlah Jenis 11 Jumlah Jenis 5 Jumlah Jenis 6
Jumlah Individu 10 Jumlah Individu 22 Jumlah Individu 6 Jumlah Individu 48 Jumlah Individu 27 Jumlah Individu 21
Indeks Keanekaragaman 1,16828 Indeks Keanekaragaman 0,83873 Indeks Keanekaragaman 0,868 Indeks Keanekaragaman 1,849 Indeks Keanekaragaman 1,383 Indeks Keanekaragaman 1,339
Indeks Dominasi 0,4 Indeks Dominasi 0,61 Indeks Dominasi 0,5 Indeks Dominasi 0,284 Indeks Dominasi 4,246 Indeks Dominasi 0,347
Jumlah Jenis 2 Jumlah Jenis 2 Jumlah Jenis 1 Jumlah Jenis 1 Jumlah Jenis 0 Jumlah Jenis 0
Jumlah Individu 2 Jumlah Individu 3 Jumlah Individu 10 Jumlah Individu 3 Jumlah Individu 0 Jumlah Individu 7
Indeks Keanekaragaman 0,693 Indeks Keanekaragaman 0,3662 Indeks Keanekaragaman 0,61086 Indeks Keanekaragaman 0 Indeks Keanekaragaman 0 Indeks Keanekaragaman 0
Indeks Dominasi 0,5 Indeks Dominasi 1,25 Indeks Dominasi 2,74 Indeks Dominasi 1 Indeks Dominasi 0 Indeks Dominasi 0
Berikut rekapan hasil analisa biota untuk indeks keanekaragaman plankton dan
benthos, beserta hasil kualitas lingkungan perairan yang dihasilkan disajikan pada
Tabel 8.
Hasil nilai indeks keanekaragaman plankton dan benthos akan diolah untuk
menentukan nilai tingkat kerusakan lingkungan biotik, yaitu dengan melakukan
perkalian skor indeks keanekaragaman plankton dan benthos setiap titik sampel.
Berikut kualitas lingkungan biotik Sungai Martapura disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Kualitas Lingkungan Biotik Sungai Martapura
Keterangan
Skor Indeks Skor Indeks Hasil Perkalian
Titik Kualitas
No. Keanekaragaman Keanekaragaman Indeks
Sampel Lingkungan
Plankton Benthos Keanekaragaman
Biotik
1 SW-01 2 1 3 Sangat buruk
2 SW-02 1 1 2 Sangat buruk
3 SW-03 1 1 2 Sangat buruk
4 SW-04 4 1 4 Buruk
5 SW-05 2 1 3 Sangat buruk
6 SW-06 2 1 3 Sangat buruk
Sumber: Analisis Data, 2020
18
Komponen Kultural
Kondisi komponen kultural di lapangan mengenai kondisi sanitasi lingkungan
masyarakat, masih banyak masyarakat yang menggunakan jamban dan batang untuk
aktivitas MCK, bahwa masih 78% masyarakat masih menggunakan jamban langsung
di sungai. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya kemampuan masyarakat sendiri dalam
membangun WC private dengan tangki septik dan tertundanya bantuan dari pemerintah
akibat dana yang mulanya dianggarkan untuk pembangunan WC dialihkan menjadi
dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau bantuan langsung tunai akibat adanya
pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil wawancara dengan masing-masing Ketua RT
bahwa sejak tahun 2019 sudah mulai ada bantuan dari pemerintah yaitu Dinas PUPR
untuk pembangunan WC private dimasing-masing rumah dengan fasilitas tangki septik.
Bantuan ini dilakukan secara bertahap setiap tahunnya. Hal ini sangat membantu
masyarakat dalam memenuhi kelayakan fasilitas sanitasi yang dimiliki. Namun jamban
yang masih ada di sungai belum dapat dibongkar, dikarenakan fasilitas jamban ini
bersifat komunal yang tidak hanya digunakan oleh 1 (satu) keluarga tetapi dapat
digunakan hingga 5 (lima) keluarga sekaligus.
Selain fasilitas WC, seluruh RT di Desa Pingaran Ulu belum tersedia tempat
pembuangan sampah, baik personal milik masyarakat maupun tempat pembungan
sampah sementara secara komunal. Masyarakat sangat berharap dengan adanya fasilitas
pembuangan dan pengangkutan sampah di desa mereka. Hal ini dikarenakan karena
masyarakat sudah menyadari bahwa melakukan pembuangan sampah langsung ke
sungai akan merugikan diri mereka sendiri. Masyarakat memilih alternatif lain
sementara tempat pembuangan sampah masih dalam rencana anggaran desa dengan
melakukan penimbunan dan pembakaran sampah. Hal ini tentu berdampak buruk
terhadap lingkungan, tetapi masyarakat belum mempunyai alternatif lain. Limbah
domestik yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari masyarakat bukan hanya limbah
padat atau sampah, tetapi juga terdapat limbah cair hasil akitivitas mencuci pakaian
maupun peralatan rumah tangga lainnya. Berdasarkan hasil kuesioner sebesar 82%
responden langsung membuang limbah domestik cair langsung ke sungai dan 18%
lainnya dialirkan ke tangki septik. Hal ini dikarenakan sebesar 90% responden masih
melakukan kegiatan mencuci terutama pakaian di “batang” atau teras dari jamban yang
ada di pinggiran sungai dan 10% sudah dialirkan ke tangki septik. Masyarakat merasa
tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih ketika langsung mencuci pakaian dan peralatan
lainnya langsung di sungai. Tenaga berlebih yang dimaksudkan yaitu keharusan
19
mengambil air ketika membilas pakaian yang sudah dicuci. Berikut dokumentasi
jamban dan “batang” yang digunakan masyarakat untuk kegiatan MCK.
Masyarakat Desa Pingaran Ulu sangat setuju dengan adanya setuju dengan
adanya fasilitas sanitasi lingkungan yang layak sesuai standar dan masyarakat juga
mengetahui dampak dari aktivitas mereka terhadap kondisi kualitas air sungai yang
tentunya berdampak juga terhadap kehidupan sehari-hari mereka. Masyarakat
menyadari bahwa kondisi Sungai Martapura di Desa Pingaran Ulu semakin menurun
kualitasnya.
KESIMPULAN
1. Jenis kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Martapura akibat kondisi
sanitasi lingkungan pada komponen abiotic, yaitu terjadi penurunan kualitas air
sungai pada beberapa parameter kimia yaitu COD dan BOD. Sedangkan pada
parameter mikrobiologi yaitu Total coliform dan Fecal coliform. Parameter-
parameter ini memiliki nilai konsentrasi yang melebihi baku mutu air kelas I sesuai
dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007. Pada
komponen biotik, indeks keanekaragaman plankton dan benthos diidentifikasi
ditemukan biota air dari beberapa 5 kelas fitoplankton yang terdapat di Sungai
Martapura yaitu Bacillariophyceae, Charophyceae, Euglenoidea, Ciliophora,
Chlorophyceae, dan Zygnemophyceae. Kelas Bacillariophyceae dan
Chlorophyceae mendominasi keberadaan jenis fitoplankton yang ada di Sungai
Martapura. Sedangkan pada komponen kultural, kondisi sanitasi lingkungan
masyarakat masih menggunakan jamban langsung di sungai sebagai tempat
aktivitas MCK. Fasilitas pembuangan limbah padat maupun cair belum tersedia.
Limbah padat sisa makanan masih dikelola dengan cara dibuang langsung ke
sungai, dibakar, maupun ditimbun. Sedangkan limbah cair hasil dari aktivitas
mencuci langsung dibuang ke sungai, karena aktivitas mencuci masih dilakukan di
“batang” yang berada di atas sungai.
2. Tingkat kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Martapura pada komponen
abiotik dilihat dengan melakukan perhitungan indeks pencemaran berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003. Seluruh titik
22
pengambilan sampel menunjukkan status mutu air tercemar sedang, dengan nilai
indeks pencemaran tertinggi yaitu 7,745 di titik sampel SW-06. Tingkat kerusakan
komponen biotik ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman
menurut Shannon – Wiener untuk plankton dan benthos. Indeks keanekaragaman
plankton pada titik SW-01, SW-05, dan SW-06 menunjukkan kualitas lingkungan
jelek. Sedangkan titik sampel SW-02 dan SW-03 menunjukkan kualitas
lingkungan sangat buruk dan titik sampel SW-04 menunjukkan kualitas lingkungan
baik. Indeks keanekaragaman benthos pada semua titik sampel yaitu SW-01 hingga
SW-06 menunjukkan kualitas lingkungan jelek. Sedangkan tingkat kerusakan
komponen kultural, dinilai dengan melihat indeks perilaku masyarakat mengenai
sanitasi lingkungan. Nilai indeks perilaku masyarakat pada sampel 229 responden
menunjukkan bahwa masyarakat memiliki perilaku yang sangat baik.
3. Strategi dan kebijakan pengelolaan lingkungan dalam rangka untuk mengendalikan
pencemaran perairan Sungai Martapura yaitu dengan meningkat pengetahuan
masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang layak dan melanjutkan program
pembangunan WC private bagi setiap masyarakat, dan melibatkan pemerintah atau
instansi terkait dengan membawa kebijakan pengelolaan lingkungan yang dapat
melestarikan perairan sungai Martapura.
DAFTAR PUSTAKA
Jenie BSL. 1996. Sanitasi dalam Industri Pangan. Buku. Bogor : Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air.
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and Abundance. Ed.
Book. New York: Harper and Row Publishers.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. 2007. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor 05 Tahun 2007 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai.
Ramadhani, Hafiz. 2018. PDAM Bandarmasih Mengeluh Buruknya Kualitas Sumber Air
Baku. https://kumparan.com/ banjarhits/ pdam-bandarmasih-mengeluh-buruknya-
kualitas-sumber-air-baku . Diakses 15/12/2019 Pukul 20.15 WIB
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara.
23