Anda di halaman 1dari 23

KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PERAIRAN

SUNGAI MARTAPURA AKIBAT KONDISI SANITASI LINGKUNGAN


MASYARAKAT

Study of Enviromental Pollution nn Martapura River as The Result of


Environmental Society Sanitation Condition

Dwita Subhi Ramadhani1, Sigit Heru Murti2, Agus Joko Pitoyo3


1Mahasiswa Magister Pengelolaan Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada 2,3Dosen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Email: 1dwitasubhi@gmail.com, 2sigit.heru.m@gmail.com, 3 aguspit@ugm.ac.id

ABSTRAK

Sanitasi lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan manusia, karena
sanitasi suatu lingkungan menunjukkan status kesehatan suatu lingkungan. Sanitasi
lingkungan yang masih menjadi sorotan pemerintah adalah kondisi sanitasi
lingkungan di daerah aliran sungai dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang
belum menggunakan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) sesuai dengan standar,
sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai. Sungai Martapura
merupakan salah satu sungai yang memiliki fungsi sangat penting untuk kehidupan
masyarakat disekitarnya,salah satunya sebagai fasilitas MCK. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji kerusakan lingkungan perairan Sungai
Martapura akibat sanirasi lingkungan masyarakat yang bermukim disekitarnya.
Penentuan sampel untuk kualitas air menggunakan metode stratified random
sampling dan untuk penentuan sampel kulturalnya dengan metode purposive
sampling. Kajian kerusakan lingkungan yang dilakukan dengan melihat ketiga
aspek komponen lingkungan, yaitu komponen abiotic, komponen biotik, dan
komponen kultural. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kerusakan lingkungan
untuk komponen abiotik dengan metode indeks pencemaran menunjukkan status
mutu air tercemar sedang, komponen biotik dengan menggunakan metode indeks
keanekaragaman plankton dan benthos menunjukkan kualitas lingkungan sangat
buruk dan buruk, dan komponen kultural yaitu dengan indek perilaku masyarakat
menunjukkan sangat baik.

Kata-kata kunci : Sanitasi Lingkungan, MCK, Sungai, Tingkat Kerusakan


Lingkungan
ABSTRACT

Environment sanitation has a close relationship with human's activities, since it


shows the health status of an environment. Environment sanitation which has been
government's attention is the condition of environment sanitation in the watershed
for there are many people who have not used the facility of MCK (bath, wash, and
toilet) as the standard, therefore, it can cause the decrease of river water quality.
Martapura River is one of the rivers which has significant role for the lives of the
local communities, as MCK facilities.The aim of this research was to study the
environmental damage in Martapura River as the result of environment sanitation
for the local communities. The sample determination for water quality used
stratified random sampling method, while for cultural sample determination used
purposive sampling method. The study of the environmental damage was done by
seeing three environmental component aspects; they are abiotic component, biotic
component, and cultural component. The research result showed that the level of
environmental damage for the abiotic component by using pollution index method
was moderately polluted for the water quality status, for the biotic component by
using plankton and benthos diversity index method showed that the environment
quality was poor, and for the cultural component which was by community
behaviour index was great.

Keywords: Environment Sanitation, MCK, River, Level of Environmental Damage


PENDAHULUAN

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha dalam pencegahan penyakit


dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan
dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Jenie,1996). persyaratan lingkungan
yang mensejahterakan manusia. Salah satu kondisi sanitasi lingkungan yang masih
menjadi sorotan pemerintah adalah kondisi sanitasi lingkungan di daerah aliran
sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) dipandang sebagai ekosistem tata air dan
digunakan sebagai unit pengelolaan sumberdaya alam vegetasi, tanah dan air yang
rasional. Banyaknya masyarakat yang hidup berketergantungan dengan sungai
menjadi salah satu alasan masyarakat untuk tinggal dan hidup di daerah aliran
sungai. Masih banyaknya masyarakat yang bergantung ke sungai untuk memenuhi
fasilitas mandi cuci kakus (MCK). Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan yang ditandai dengan tingginya pencemaran bakteri Fecal coliform
pada sungai yang berdampak pada kualitas air yang tidak layak digunakan untuk
sumber bahan baku air bersih.
Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota yang dijuluki dengan kota
“seribu sungai”. Terdapat lebih dari 60 sungai yang mengalir di Kota Banjarmasin.
Hal ini menyebabkan sungai menjadi hal yang tak terpisahkan dari kegiatan sehari-
hari masyarakat sekitar, mulai dari sebagai jalur transportasi, kegiatan jual-beli,
pariwisata, hingga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari Berdasarkan artikel
yang ditulis oleh Tanjung (2019) pada situs rri.co.id bahwa kondisi sungai di
Banjarmasin sudah diambang batas pencemaran berat. Hal ini disebabkan oleh
sikap masyarakat Banjarmasin yang masih sering melakukan aktivitas di sekitar
sungai, seperti mandi, cuci, kakus atau MCK. Pernyataan ini berdasarkan hasil
pemantauan DLH pada 10 titik sungai di Kota Banjarmasin yaitu salah satunya
Sungai Martapura.
Sungai Martapura merupakan salah satu sungai terpanjang yaitu dengan
panjang 36,566 km yang berhulu di Waduk Riam Kanan. Sungai Martapura juga
menjadi salah satu sumber air baku untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Bandarmasih. Menurut Ramadhani (2018) pada artikel yang diunggah pada situs
kumparan.com bahwa PDAM Bandarmasih mengeluhkan kualitas pasokan air baku
terus menurun seiring tingginya pencemaran sungai. Berdasarkan data pemantauan
berkala sejak tahun 2017 hingga tahun 2019 yang dilakukan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Banjar, terus terjadi penurunan kualitas air Sungai Martapura.
Walaupun hasil pemantauan menunjukkan kenaikan dan penurunan dibeberapa
waktu, tetapi hasil pengukuran masih melebihi dari baku mutu yang ditetapkan
pemerintah, terutama pada parameter Total coliform, Fecal coliform, BOD dan
COD. Berdasarkan latar belakang diatas, salah satu daerah yang cukup representatif
untuk dilakukan penelitian terkait dengan tema kajian kerusakan lingkungan
perairan sungai martapura akibat kondisi sanitasi lingkungan masyarakat di Sungai
Martapura, Desa Pingaran Ulu, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar.

METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sungai Martapura yang berada di Desa
Pingaran Ulu, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar. Daerah ini menjadi daerah
representatif bagian hulu Sungai Martapura. Desa Pingaran Ulu memiliki luas
wilayah 12 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 2.131 jiwa dan kepadatan
penduduk tiap km2 yaitu 177,58. Berikut lokasi penelitian untuk mengetahui
kerusakan perairan lingkungan perairan sungai akibat kondisi sanitasi masyakat di
area pemukiman yang berada di pinggiran Sungai Martapura.
Gambar 1 Peta Administrasi Lokasi Penelitian

Berikut lokasi titik pengambilan sampel disajikan secara terperinci dalam


Tabel 1.
Tabel 1 Lokasi Titik Pengambilan Sampel
Kode Koordinat
No. Lokasi Keterangan
Sampel S E
Lokasi ini berada pada wilayah
bagian yang berbatasan
langsung dengan Desa Sungai
Perbatasan Desa
1 SW-01 Arfat sebagai kontrol untuk
Pingaran Ulu dengan 9624344.00 267629.00
mengetahui kualitas air Sungai
Desa Sungai Arfat
Martapura di Desa Sungai Arfat
sebelum memasuki Desa
Pingaran Ulu.
Lokasi ini berada pada wilayah
permukiman masyarakat Desa
Perwakilan
2 SW-02 Pingaran Ulu sebagai
Permukiman 9624849.00 267578.00
perwakilan sampel di
Penduduk
pemukiman.

Lokasi ini merupakan belokan


sungai, untuk mengetahui
3 Belokan Sungai SW-03 apakah terjadi self purification 9624977.00 267260.00
pada Sungai Martapura.
Kode Koordinat
No. Lokasi Keterangan
Sampel S E
Lokasi ini merupakan anak
4 Anak Sungai Masuk SW-04 sungai masuk ke Sungai
9624993.00 266734.00
(Sungai Besar) Martapura yaitu Sungai Besar.

Lokasi ini merupakan


Percabangan Sungai
5 SW-05 masuknya percabangan Sungai
Masuk (Sungai Riam 9625323.00 266711.00
Martapura yang berhulu di
Kiwa)
Waduk Riam Kiwa.
Lokasi ini berada Desa Pingaran
Ilir, sebagai kontrol untuk
Perbatasan Desa mengetahui kualitas Sungai
6 Pingaran Ulu dan SW-06 Martapura setelah melewati 9625256 266536.00
Desa Pingaran Ilir Desa Pingaran Ulu, yang akan
dibandingkan dengan sampel
pada titik 1.
Sumber : Analisis Data, 2020

Bahan dan Alat Penelitian


Persiapan alat dan bahan sangat mendukung kelancaran berlangsungnya
penelitian. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini beserta fungsinya
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian

No Alat dan Bahan Fungsi


Peta lokasi penelitian
1 Untuk menentukan titik sampling
Skala 1 : 10.000
GPS merk Garmin (Tipe
2 Untuk mengetahui titik koordinat lokasi pengambilan sampel
: 78S)
3 Botol sampel 500 ml Untuk mengambil dan menyimpan sampel air sungai
4 Botol sampel kaca Untuk mengambil dan menyimpan sampel air sungai parameter biologi
5 Label Untuk membedakan sampel air sungai berdasarkan lokasi pengambilannya
6 Kabel baja Untuk mengukur lebar sungai
7 Tali pemberat Untuk mengukur kedalaman sungai
Flow meter
8 Untuk mengukur kecepatan aliran
(FloWatch FW450)
pH meter
9 Untuk mengukur pH dair
(HANNA HI98107)
Termometer
10 Untuk mengukur suhu air di titik pengambilan sampel
(HANNA HI98107)
11 Kuesioner Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dari responden
12 Alat tulis Untuk mencatat informasi yang terdapat di lokasi penelitian
Kamera
13 Untuk mendokumentasikan kondisi fisik lokasi penelitian
(CANON EOS M10)
No Alat dan Bahan Fungsi

14 Sampel air sungai Untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai di lokasi penelitian
15 Aquades Untuk membilas peralatan saat pengukuran di lapangan

Metodologi
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi komponen abiotik, biotik,
dan kultural. Jenis sampel yang akan diambil dalam penelitian ini meliputi sampel
air Sungai Martapura dan komponen kultural. Berikut metodologi Analisa setiap
komponen lingkungan.

Komponen Abiotik
Parameter komponen abiotik dalam penelitian ini meliputi parameter fisik
(Temperatur, TDS), parameter kimia (pH, BOD, COD, Nitrat, Amoniak, Detergen,
Nitrit) dan parameter mikrobiologi (Total coliform dan Fecal coliform).
Pengumpulan data untuk kebutuhan Analisa komponen abiotic dilakukan dengan
melakukan pengukuran luas penampang sungai dan perhitungan debit air
menggunakan alat ukur current meter untuk mengukur kecepatan alirannya.
Kemudian sampel air yang diambil dibeberapa lokasi titik sampel akan dianalisis
di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru (BARISTAND)
Kementerian Perindustrian R.I Provinsi Kalimantan Selatan dan Laboratorium PT
Greenlab Indo Global, Yogyakarta.
Analisis komponen abiotik dilakukan dengan membandingkan hasil uji
laboratorium dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007. Kemudian dilakukan analisis lanjutan
yaitu penentuan indeks tingkat pencemar. Cara perumusan tingkat kerusakan
komponen abiotik berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Persamaan
yang digunakan dalam menentukan indeks pencemaran (Sumitomo dan Nemerow,
1970 dalam Kepmen LH No.115/2003), perhitungan Indeks Pencemaran air sungai
adalah sebagai berikut:
𝐶𝑖 2 𝐶𝑖
( ) +( )2
√ 𝐿𝑖𝑗 𝑀 𝐿𝑖𝑗 𝑅
Pij = . . . . . . . (1)
2

Di mana:
Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari
hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan
cuplikan dari suatu alur sungai
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan
dalam Baku Peruntukan Air (j)
(Ci/Lij)M = Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata

Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan


dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai
parameter-parameter tertentu. Apabila nilai indeks pencemaran bagi peruntukan
sudah didapat, maka dapat dinilai tingkat pencemarannya dengan menggunakan
Tabel 3.
Tabel 3 Nilai Indeks Pencemaran

No. Nilai PI Keterangan

1 0 ≤ PIj ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (kondisi baik)


2 1,0 < PIj ≤ 5,0 Cemar ringan
3 5,0 < PIj ≤ 10 Cemar sedang
4 PIj > 10 Cemar berat
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003

Komponen Biotik
Parameter komponen biotik yang dikaji dalam penelitian ini berupa
parameter biologis dari kualitas air Sungai Martapura yaitu parameter Plankton dan
Bentos. Titik pengambilan sampel data parameter Plankton dan Bentos dilakukan
pada titik sampel yang sama untuk komponen abiotik. Pengambilan sampel
plankton (zooplankton dan fitoplankton) dilakukan dengan cara mengumpulkan
contoh air sebanyak 50 liter, kemudian disaring melalui plankton-net No. 25, untuk
diambil sebanyak 10 ml. Contoh suspensi plankton kemudian diberi bahan
pengawet dengan menggunakan pipet, sehingga diperhitungkan kadar larutan
pengawet (lugol) di dalam botol contoh plankton menjadi 0,4%. Memberi label
pada masing-masing botol plankton tentang lokasi sampling, banyaknya air yang
disaring dan tanggal pengambilan contoh. Pengambilan sampel parameter Benthos
diambil dengan metode pengerukan menggunakan alat Ekman Grab dan
penyaringan atau pengayakan menggunakan saringan no. 30 US. setelah
sebelumnya benthos dimasukkan ke dalam botol dengan pengawet formalin 10%
dan diberi pewarna rose-bengal. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan pengujian. Analisis komponen biotik dengan menggunakan indeks
keanekaragaman. Berikut penjelasan analisis jenis kerusakan parameter Plankton
dan Bentos.
a. Plankton

Analisis parameter plankton menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman


Plankton. Keanekaragaman jenis makrozoobenthos dan plankton akan dihitung
dengan menggunakan indeks Shannon – Wiener (Krebs, 1985):

H = -  (pi log2pi) . . . . . . . (2)


Dimana:
pi = ni/N
H = indeks keanekaragaman Shannon – Wiener
S = jumlah taksa
ni = total jumlah individu jenis ke-I
N = Jumlah total pengambilan contoh

Indeks keanekaragaman jenis mengidentifikasikan kualitas lingkungan


perairan sebagai habitat plankton dan benthos. Hubungan antara besaran indeks
keanekaragaman dengan kualitas lingkungan dikemukakan oleh Canter dan
Hill (1979) sebagai berikut:
Nilai keanekaragaman spesies Shannon – Wiener:

- Fitoplankton :
<1 = kualitas lingkungan sangat buruk (1)
1,0 – 1,5 = kualitas lingkungan jelek (2)
>1,5 – 2,0 = kualitas lingkungan sedang – baik (3)
>2,0 – 3,0 = kualitas lingkungan baik – sangat baik (4)

- Zooplankton :
<1 = kualitas lingkungan sangat buruk (1)
1 – 1,4 = kualitas lingkungan buruk (2)
>1,4 – 1,75 = kualitas lingkungan sedang (3)
>1,75 – 2,2 = kualitas lingkungan sedang – baik (3)
>2,2 – 3,0 = kualitas lingkungan baik – sangat baik (4)
b. Bentos

Analisis parameter Bentos secara matematis untuk menentukan struktur


komunitasnya yaitu dengan indeks keanekaragaman. Keanekaragaman jenis
makrozoobenthos dan plankton akan dihitung dengan menggunakan indeks
Shannon – Wiener (Krebs, 1985):

H = -  (pi log2pi) . . . . . . . (3)


Dimana:
pi = ni/N
H = indeks keanekaragaman Shannon – Wiener
S = jumlah taksa
ni = total jumlah individu jenis ke-I
N =jumlah total seluruh jenis

Indeks keanekaragaman jenis mengidentifikasikan kualitas lingkungan


perairan sebagai habitat plankton dan benthos. Hubungan antara besaran indeks
keanekaragaman dengan kualitas lingkungan dikemukakan oleh Canter dan
Hill (1979) sebagai berikut :
Kualitas lingkungan dapat diketahui berdasarkan Indeks Keanekaragaman
seperti berikut:
<1 = kualitas lingkungan jelek (1)
1,0 – 2,0 = kualitas lingkungan sedang (2)
2,0 – 3,0 = kualitas lingkungan baik (3)
>3,0 = kualitas lingkungan sangat baik (4)
Setelah mengetahui masing-masing nilai kualitas lingkungan berdasarkan Indeks
Keanekagraman yang dihasilkan dari hasil perhitungan. Kemudian ditentukan
tingkat kerusakan lingkungan secara menyeluruh untuk komponen biotik, yaitu
dengan perkalian hasil dari indeks keanekaragaman plankton dan benthos
menggunakan Tabel 4.
Tabel 4 Perkalian Indeks Keanekaragaman

Indeks Keanekaragaman Benthos

1 2 3 4

1 1 2 3 4
Indeks Keanekaragaman
2 2 4 6 8
Plankton
3 3 6 9 12

4 4 8 12 16
Sumber : Hasil Analisis Pribadi, 2020

Hasil perkalian indeks keanekaragaman pada Tabel 4 masing-masing


memiliki tingkat klasifikasi yang menunjukkan kualitas lingkungan komponen
biotik, yaitu sebagai berikut:
1–3 = kualitas lingkungan sangat buruk
4–6 = kualitas lingkungan buruk
8–9 = kualitas lingkungan sedang/baik
12 – 16 = kualitas lingkungan sangat baik
Komponen Kultural

Pengumpulan data kultural dalam penelitian ini menggunakan metode


purposive sampling, dimana penentuan sampel responden dengan adanya
pertimbangan tertentu. Responden dalam penelitian ini mempunyai kriteria yaitu
hanya masyarakat yang bermukim atau bertempat tinggal langsung di pinggiran
Sungai Martapura dengan rentang usia 18 – 60 tahun. Kemudian analisis data
komponen kultural berupa hasil kuesioner / wawancara dengan masyarakat yang
tinggal di area Sungai Martapura dan beberapa stakeholder terkait yaitu ketua rukun
tetangga (RT). Kuesioner dan wawancara tersebut akan menghasilkan data yang
akan menunjukkan perilaku dan kesadaran masyarakat mengenai sanitasi
lingkungan yang berdampak terhadap kualitas air sungai. Unsur-unsur yang
menjadi penilaian kualitas komponen sosial atau menjadi faktor jenis kerusakan
komponen sosial yaitu persepsi masyarakat mengenai fungsi dan manfaat sungai,
perilaku penggunaan air, perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam melakukan
pengelolaan limbah domestik (cair atau padat), kondisi dan pengetahuan
masyarakat mengenai fasilitas sanitasi.
Setelah dilakukan Analisa kerusakan lingkungan, maka dilakukan
perumusan strategi pengelolaan dirumuskan untuk menjadi salah satu upaya
terhadap lingkungan hidup yang dilakukan pada setiapm kondisi lingkungan, baik
pada lingkungan yang masih alami maupun lingkungan yang sudah mengalami
degradasi lingkungan. Strategi pengelolaan lingkungan berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, memiliki cakupan analisis
pengelolaan dimulai dari perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharan,
pengawasan, dan penegakan hukum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen Abiotik
Identifikasi kerusakan komponen biotik dapat dilihat dari hasil Analisa
laboratorium yang akan dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Gubernur
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007 tentang Peruntukan
dan Baku Mutu Air Sungai. Kelas air yang digunakan yaitu kelas I. Berikut hasil
analisis laboratorium untuk kualitas air Sungai Martapura disajikan dalam Tabel 5
Tabel 5 Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Air Sungai Martapura
Prameter Baku
No. Satuan SW-01 SW-02 SW-03 SW-04 SW-05 SW-06
Pengujian Mutu *
o
1 Temperatur C Deviasi 3 30,7 31,6 32,1 32,5 30 31,2
2 TDS mg/L 1000 254 218 204 222 228 218
3 pH - 6–9 7,9 8,1 8,1 7,7 7,8 8
4 BOD mg/L 2 33,1 36,2 34,7 6,9 8,5 39,3
5 COD mg/L 10 97,7 107,3 104,1 17,4 20,6 126,6
6 Nitrat (NO3) mg/L 10 2,6 1,9 1,1 1,9 2,2 1,5
7 Ammonia (NH3) mg/L 0,5 0,08 0,08 0,002 <0,03** <0,03** <0,03**
8 Nitrit (NO2) mg/L 0,06 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
9 Detergen µg/L 200 0,1 0,1 0,1 0,04 0,03 0,03
10 Total coliform Jml/100 ml 5000 11430 13524 12892 6863 4928 15176
11 Fecal coliform Jml/100 ml 100 6658 7324 7189 2673 1729 8297
Sumber: Analisis Data, 2020
Keterangan : * : Baku Mutu berdasarkan Pergub Daerah Prov. KalSel No.05 Tahun 2007 (Kelas I)
** : < Limiti Deteksi

Adapun hasil penilaian indeks pencemaran pada seluruh titik pengambilan


sampel air Sungai Martapura, adapun hasil rekapitulasi dari penilaian tersebut
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rekapitulasi Status Mutu Air Sungai Martapura

Nilai Indeks
No Lokasi Sampel Status Mutu Air Variabel Pencemar
Pencemaran
BOD, COD, Total
1 Titik 1 (SW-01) 7,389 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
2 Titik 2 (SW-02) 7,546 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
3 Titik 3 (SW-03) 7,510 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
4 Titik 4 (SW-04) 5,873 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
BOD, COD, Total
5 Titik 4 (SW-05) 5,206 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
Nilai Indeks
No Lokasi Sampel Status Mutu Air Variabel Pencemar
Pencemaran
BOD, COD, Total
6 Titik 5 (SW-06) 7,745 Cemar Sedang coliform, dan Fecal
coliform
Sumber: Analisis Data, 2020

Adapun peta status mutu air Sungai Martapura disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta Status Mutu Air Sungai Martapura


Sumber : Analisis Data, 2020
Komponen Biotik
Kondisi komponen biotik berdasarkan hasil pengamatan langsung di
lapangan, penulis hanya dapat menemukan masyarakat yang mempunyai keramba
budaya ikan nila atau Oreochromis niloticus, namun penulis belum menemukan
atau melihat langsung ikan yang hidup bebas, dikarenakan kondisi fisik air sungai
yang cukup keruh. Berdasarkan keterangan dari masyarakat, terdapat beberapa jenis
ikan yang hidup di perairan Sungai Martapura yaitu ikan nila atau Oreochromis
niloticus, ikan gabus atau Channa striata, dan ikan papuyu atau Anabas testudineus.
Berikut dokumentasi keramba budi daya ikan milik masyarakat disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Keramba Budi Daya Ikan Masyarakat
(Sumber : Survei Lapangan, 2020 (S 3o 23’ 42.652”, E 114o 54’ 31.116”), 30 Juli 2020)

Selain keberadaan ikan, terdapat analisa laboratorium untuk komponen


biotik, yaitu analisa keberadaan plankton dan benthos. Analisa keberadaan plankton
benthos dilakukan di ke-6 (enam) titik sampel sesuai dengan titik sampel untuk
kualitas komponen abiotik. Hasil analisis hasil uji laboratorium komponen biotik
untuk parameter Plankton dan Bentos dilakukan secara matematik untuk
mengetahui kerusakan lingkungan komponen biotik yaitu dengan mengetahui
indeks keanekaragaman. Berikut hasil perhitungan untuk indeks keanekaragaman
plankton dan bentos Sungai Martapura disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Hasil Analisa Biota Air Perairan Sungai Martapura
Hasil Analisa Biota Titik SW-01 Hasil Analisa Biota Titik SW-02 Hasil Analisa Biota Titik SW-03 Hasil Analisa Biota Titik SW-04 Hasil Analisa Biota Titik SW-05 Hasil Analisa Biota Titik SW-06

No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji No. Spesies Hasil Uji
PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton) PLANKTON (Fitoplankton)
1 Nitzchia Sp 5 1 Nitzchia Sp 17 1 Nitzchia Sp 4 1 Nitzchia Sp 3 1 Nitzchia Sp 4 1 Nitzchia Sp 1
2 nitzchia acicularis 1 2 nitzchia acicularis - 2 nitzchia acicularis 1 2 nitzchia acicularis - 2 Nitzchia acicularis - 2 Nitzchia acicularis -
3 Euglena Sp. 3 3 Euglena Sp. - 3 Euglena Sp. - 3 Spirogyra Sp 4 3 Spirogyra Sp 1 3 Spirogyra Sp 1
4 Trachelophyllum 1 4 Trachelophyllum - 4 Trachelophyllum - 4 Syendra ulna 11 4 Syendra ulna 9 4 Syendra ulna 5
5 Spirogyra Sp - 5 Spirogyra Sp 1 5 Spirogyra Sp - 5 Closterium setaceum 10 5 Closterium setaceum - 5 Closterium setaceum 2
6 Closterium Sp - 6 Closterium Sp 1 6 Closterium Sp - 6 Closteriopsis Sp 11 6 Closteriopsis Sp 10 6 Closteriopsis Sp 11
7 Clamydomonas Sp - 7 Clamydomonas Sp 2 7 Clamydomonas Sp - 7 Hormidium subtile 3 7 Hormidium subtile - 7 Hormidium subtile -
8 Pseudoprorodon Sp - 8 Pseudoprorodon Sp 1 8 Pseudoprorodon Sp - 8 Gonatozygin Sp 1 8 Gonatozygin Sp - 8 Gonatozygin Sp -
9 Synedra Sp - 9 Synedra Sp - 9 Synedra Sp 1 9 Staurastrum Sp 2 9 Staurastrum Sp - 9 Staurastrum Sp -
10 Syendra ulna - 10 Syendra ulna - 10 Syendra ulna - 10 Bacillaria paradoxa 1 10 Bacillaria paradoxa - 10 Bacillaria paradoxa -
11 Closterium setaceum - 11 Closterium setaceum - 11 Closterium setaceum - 11 Caloneis Sp 1 11 Caloneis Sp. - 11 Caloneis Sp. -
12 Closteriopsis Sp - 12 Closteriopsis Sp - 12 Closteriopsis Sp - 12 Fragilaria capucina 1 12 Fragilaria capucina - 12 Fragilaria capucina -
13 Tabellaria fenestrata 3 13 Tabellaria fenestrata -
14 Triceratium Sp - 14 Triceratium Sp 1

Jumlah Jenis 4 Jumlah Jenis 5 Jumlah Jenis 3 Jumlah Jenis 11 Jumlah Jenis 5 Jumlah Jenis 6
Jumlah Individu 10 Jumlah Individu 22 Jumlah Individu 6 Jumlah Individu 48 Jumlah Individu 27 Jumlah Individu 21
Indeks Keanekaragaman 1,16828 Indeks Keanekaragaman 0,83873 Indeks Keanekaragaman 0,868 Indeks Keanekaragaman 1,849 Indeks Keanekaragaman 1,383 Indeks Keanekaragaman 1,339
Indeks Dominasi 0,4 Indeks Dominasi 0,61 Indeks Dominasi 0,5 Indeks Dominasi 0,284 Indeks Dominasi 4,246 Indeks Dominasi 0,347

BENTHOS BENTHOS BENTHOS BENTHOS BENTHOS BENTHOS


1 Pila ampullacea 1 1 Pila ampullacea 1 1 Pila ampullacea 7 1 Pila ampullacea 3 1 Pila ampullacea - 1 Pila ampullacea -
2 Pomacea canaliculata 1 2 Pomacea canaliculata 2 2 Pomacea canaliculata 3 2 Pomacea canaliculata - 2 Pomacea canaliculata - 2 Pomacea canaliculata -

Jumlah Jenis 2 Jumlah Jenis 2 Jumlah Jenis 1 Jumlah Jenis 1 Jumlah Jenis 0 Jumlah Jenis 0
Jumlah Individu 2 Jumlah Individu 3 Jumlah Individu 10 Jumlah Individu 3 Jumlah Individu 0 Jumlah Individu 7
Indeks Keanekaragaman 0,693 Indeks Keanekaragaman 0,3662 Indeks Keanekaragaman 0,61086 Indeks Keanekaragaman 0 Indeks Keanekaragaman 0 Indeks Keanekaragaman 0
Indeks Dominasi 0,5 Indeks Dominasi 1,25 Indeks Dominasi 2,74 Indeks Dominasi 1 Indeks Dominasi 0 Indeks Dominasi 0

Sumber: Analisis Data, 2020


17

Berikut rekapan hasil analisa biota untuk indeks keanekaragaman plankton dan
benthos, beserta hasil kualitas lingkungan perairan yang dihasilkan disajikan pada
Tabel 8.

Tabel 8 Rekap Hasil Analisa Biota Perairan Sungai Martapura


Indeks Keanekaragaman
Titik Keterangan Keterangan
No
Sampel Plankton Kualitas Skor Benthos Kualitas Skor
Lingkungan Lingkungan
Kualitas Kualitas
1 SW-01 1,16828 lingkungan 2 0,693 lingkungan 1
jelek jelek
Kualitas Kualitas
2 SW-02 0,83873 lingkungan 1 0,63651 lingkungan 1
sangat buruk jelek
Kualitas Kualitas
3 SW-03 0,868 lingkungan 1 0,61086 lingkungan 1
sangat buruk jelek
Kualitas
Kualitas
lingkungan
4 SW-04 2,011 4 0 lingkungan 1
baik-sangat
jelek
baik
Kualitas Kualitas
5 SW-05 1,383 lingkungan 2 0 lingkungan 1
jelek jelek
Kualitas Kualitas
6 SW-06 1,339 lingkungan 2 0 lingkungan 1
jelek jelek
Sumber: Analisis Data, 2020

Hasil nilai indeks keanekaragaman plankton dan benthos akan diolah untuk
menentukan nilai tingkat kerusakan lingkungan biotik, yaitu dengan melakukan
perkalian skor indeks keanekaragaman plankton dan benthos setiap titik sampel.
Berikut kualitas lingkungan biotik Sungai Martapura disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Kualitas Lingkungan Biotik Sungai Martapura
Keterangan
Skor Indeks Skor Indeks Hasil Perkalian
Titik Kualitas
No. Keanekaragaman Keanekaragaman Indeks
Sampel Lingkungan
Plankton Benthos Keanekaragaman
Biotik
1 SW-01 2 1 3 Sangat buruk
2 SW-02 1 1 2 Sangat buruk
3 SW-03 1 1 2 Sangat buruk
4 SW-04 4 1 4 Buruk
5 SW-05 2 1 3 Sangat buruk
6 SW-06 2 1 3 Sangat buruk
Sumber: Analisis Data, 2020
18

Komponen Kultural
Kondisi komponen kultural di lapangan mengenai kondisi sanitasi lingkungan
masyarakat, masih banyak masyarakat yang menggunakan jamban dan batang untuk
aktivitas MCK, bahwa masih 78% masyarakat masih menggunakan jamban langsung
di sungai. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya kemampuan masyarakat sendiri dalam
membangun WC private dengan tangki septik dan tertundanya bantuan dari pemerintah
akibat dana yang mulanya dianggarkan untuk pembangunan WC dialihkan menjadi
dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau bantuan langsung tunai akibat adanya
pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil wawancara dengan masing-masing Ketua RT
bahwa sejak tahun 2019 sudah mulai ada bantuan dari pemerintah yaitu Dinas PUPR
untuk pembangunan WC private dimasing-masing rumah dengan fasilitas tangki septik.
Bantuan ini dilakukan secara bertahap setiap tahunnya. Hal ini sangat membantu
masyarakat dalam memenuhi kelayakan fasilitas sanitasi yang dimiliki. Namun jamban
yang masih ada di sungai belum dapat dibongkar, dikarenakan fasilitas jamban ini
bersifat komunal yang tidak hanya digunakan oleh 1 (satu) keluarga tetapi dapat
digunakan hingga 5 (lima) keluarga sekaligus.
Selain fasilitas WC, seluruh RT di Desa Pingaran Ulu belum tersedia tempat
pembuangan sampah, baik personal milik masyarakat maupun tempat pembungan
sampah sementara secara komunal. Masyarakat sangat berharap dengan adanya fasilitas
pembuangan dan pengangkutan sampah di desa mereka. Hal ini dikarenakan karena
masyarakat sudah menyadari bahwa melakukan pembuangan sampah langsung ke
sungai akan merugikan diri mereka sendiri. Masyarakat memilih alternatif lain
sementara tempat pembuangan sampah masih dalam rencana anggaran desa dengan
melakukan penimbunan dan pembakaran sampah. Hal ini tentu berdampak buruk
terhadap lingkungan, tetapi masyarakat belum mempunyai alternatif lain. Limbah
domestik yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari masyarakat bukan hanya limbah
padat atau sampah, tetapi juga terdapat limbah cair hasil akitivitas mencuci pakaian
maupun peralatan rumah tangga lainnya. Berdasarkan hasil kuesioner sebesar 82%
responden langsung membuang limbah domestik cair langsung ke sungai dan 18%
lainnya dialirkan ke tangki septik. Hal ini dikarenakan sebesar 90% responden masih
melakukan kegiatan mencuci terutama pakaian di “batang” atau teras dari jamban yang
ada di pinggiran sungai dan 10% sudah dialirkan ke tangki septik. Masyarakat merasa
tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih ketika langsung mencuci pakaian dan peralatan
lainnya langsung di sungai. Tenaga berlebih yang dimaksudkan yaitu keharusan
19

mengambil air ketika membilas pakaian yang sudah dicuci. Berikut dokumentasi
jamban dan “batang” yang digunakan masyarakat untuk kegiatan MCK.

Gambar 4 Jamban dan Batang Milik Masyarakat

Perilaku dan kesadaran masyarakat mengenai sanitasi lingkungan dapat


dikatakan sangat baik. Hal ini sesuai dengan perhitungan indeks perilaku yang
dilakukan penulis mengenai 10 (sepuluh) poin pernyataan yang tertera di kuesioner
Poin pernyataan yang diajukan yaitu, sebagai berikut:
1. Pengetahuan mengenai sanitasi yang layak harus dikenalkan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
2. Fasilitas jamban harus dilengkapi dengan septic tank atau tangki septik
3. Tidak menggunakan jamban terapung di sungai.
4. Air limbah hasil pencucian piring dan pakaian harus dialirkan ke septic tank.
5. Melakukan pengolahan (contoh: merebus) air yang diambil di sungai, sebelum
digunakan untuk keperluan sehari-hari.
6. Fasilitas tempat sampah sesuai peruntukannya dimiliki oleh setiap rumah tangga.
7. Tidak melakukan pembuangan sampah langsung ke sungai.
8. Adanya pengangkutan sampah oleh pihak ke-3 penting.
9. Bentuk pengelolaan sungai harus melibatkan masyarakat sekitar pinggiran sungai.
10. Perlu adanya keterlibatan pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan sungai.
20

Hasil perhitungan kuesioner tersebut diklasifikasikan kedalam 4 tingkat kerusakan


komponen kultural. Total skor yang didapatkan dari hasil kuesioner pada 229
responden yaitu sebesar 7563 dan termasuk ke dalam klasifikasi dengan indeks
perilaku sangat baik. Berikut beberapa dokumentasi penulis pada saat melakukan
wawancara dengan masyarakat Desa Pingaran Ulu.

Gambar 5 Wawancara dengan Masyarakat Desa Pingaran Ulu

Masyarakat Desa Pingaran Ulu sangat setuju dengan adanya setuju dengan
adanya fasilitas sanitasi lingkungan yang layak sesuai standar dan masyarakat juga
mengetahui dampak dari aktivitas mereka terhadap kondisi kualitas air sungai yang
tentunya berdampak juga terhadap kehidupan sehari-hari mereka. Masyarakat
menyadari bahwa kondisi Sungai Martapura di Desa Pingaran Ulu semakin menurun
kualitasnya.

Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan hidup mengacu pada Undang - Undang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa
pembangunan harus berpedoman pada prinsip berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 kegiatan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, terdapat beberapa
upaya meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Adapun upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan
diuraikan sebagai berikut.
a. Pengawasan dan pengendalian untuk mencegah penurunan kualitas air sungai
dengan pemantauan kualitas air Sungai Martapura secara berkala oleh Pemerintah
Kabupaten Banjar melalui Dinas Lingkungan Hidup.
21

b. Pembuatan WC private secara bertahap untuk seluruh masyarakat yang


dilengkapi dengan tangki septik.
c. Pembuatan tempat mencuci secara komunal dibeberapa tempat yang dilengkapi
dengan tangki septik. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi masyarakat yang
melakukan kegiatan mencuci langsung di sungai.
d. Perlu adanya pembuatan pembuangan tempat sampah komunal di beberapa RT
atau titik tertentu yang sekiranya dapat melayani beberapa RT. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi pembuangan sampah langsung ke sungai dan kegiatan
pembakaran sampah.
e. Membuat agenda program kali bersih untuk membersihkan sampah-sampah yang
ada dipinggiran sungai secara berkala.

KESIMPULAN
1. Jenis kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Martapura akibat kondisi
sanitasi lingkungan pada komponen abiotic, yaitu terjadi penurunan kualitas air
sungai pada beberapa parameter kimia yaitu COD dan BOD. Sedangkan pada
parameter mikrobiologi yaitu Total coliform dan Fecal coliform. Parameter-
parameter ini memiliki nilai konsentrasi yang melebihi baku mutu air kelas I sesuai
dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007. Pada
komponen biotik, indeks keanekaragaman plankton dan benthos diidentifikasi
ditemukan biota air dari beberapa 5 kelas fitoplankton yang terdapat di Sungai
Martapura yaitu Bacillariophyceae, Charophyceae, Euglenoidea, Ciliophora,
Chlorophyceae, dan Zygnemophyceae. Kelas Bacillariophyceae dan
Chlorophyceae mendominasi keberadaan jenis fitoplankton yang ada di Sungai
Martapura. Sedangkan pada komponen kultural, kondisi sanitasi lingkungan
masyarakat masih menggunakan jamban langsung di sungai sebagai tempat
aktivitas MCK. Fasilitas pembuangan limbah padat maupun cair belum tersedia.
Limbah padat sisa makanan masih dikelola dengan cara dibuang langsung ke
sungai, dibakar, maupun ditimbun. Sedangkan limbah cair hasil dari aktivitas
mencuci langsung dibuang ke sungai, karena aktivitas mencuci masih dilakukan di
“batang” yang berada di atas sungai.
2. Tingkat kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Martapura pada komponen
abiotik dilihat dengan melakukan perhitungan indeks pencemaran berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003. Seluruh titik
22

pengambilan sampel menunjukkan status mutu air tercemar sedang, dengan nilai
indeks pencemaran tertinggi yaitu 7,745 di titik sampel SW-06. Tingkat kerusakan
komponen biotik ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman
menurut Shannon – Wiener untuk plankton dan benthos. Indeks keanekaragaman
plankton pada titik SW-01, SW-05, dan SW-06 menunjukkan kualitas lingkungan
jelek. Sedangkan titik sampel SW-02 dan SW-03 menunjukkan kualitas
lingkungan sangat buruk dan titik sampel SW-04 menunjukkan kualitas lingkungan
baik. Indeks keanekaragaman benthos pada semua titik sampel yaitu SW-01 hingga
SW-06 menunjukkan kualitas lingkungan jelek. Sedangkan tingkat kerusakan
komponen kultural, dinilai dengan melihat indeks perilaku masyarakat mengenai
sanitasi lingkungan. Nilai indeks perilaku masyarakat pada sampel 229 responden
menunjukkan bahwa masyarakat memiliki perilaku yang sangat baik.
3. Strategi dan kebijakan pengelolaan lingkungan dalam rangka untuk mengendalikan
pencemaran perairan Sungai Martapura yaitu dengan meningkat pengetahuan
masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang layak dan melanjutkan program
pembangunan WC private bagi setiap masyarakat, dan melibatkan pemerintah atau
instansi terkait dengan membawa kebijakan pengelolaan lingkungan yang dapat
melestarikan perairan sungai Martapura.

DAFTAR PUSTAKA
Jenie BSL. 1996. Sanitasi dalam Industri Pangan. Buku. Bogor : Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air.
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and Abundance. Ed.
Book. New York: Harper and Row Publishers.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. 2007. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor 05 Tahun 2007 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai.
Ramadhani, Hafiz. 2018. PDAM Bandarmasih Mengeluh Buruknya Kualitas Sumber Air
Baku. https://kumparan.com/ banjarhits/ pdam-bandarmasih-mengeluh-buruknya-
kualitas-sumber-air-baku . Diakses 15/12/2019 Pukul 20.15 WIB
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara.
23

Tanjung, Yunan. 2019. Pencemaran Sungai di Banjarmasin Masuk Kategori Berat.


http://rri.co.id/post/berita/695599/daerah/pencemaran_sungai_di_banjarmasin_masuk
_dalam_kategori_berat.html Diakses 15/12/2019 Pukul 19.45 WIB

Anda mungkin juga menyukai