Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.M


DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI DI RT/RW 001/001
DS. JANTI KEC. PAPAR

DISUSUN OLEH :
YUNI AMELIA SARI
40220032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.M
DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI DI RT/RW 001/001
DS. JANTI KEC. PAPAR

NAMA : YUNI AMELIA SARI


NIM : 40220032
PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMBIMBING INSTITUSI

(Wahyu Nur P, S.Kep.,Ns,M.Kes)


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia
merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Fatmah, 2010).
Lansia adalah tahap dari siklus hidup manusia paling akhir, yaitu bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap orang.
Pada tahap tua ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
psikis, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya (Soejono, 2014)
Lansia menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2016).
Pengertian Lanjut Usia Berdasarkan definisi secara umum, seseorang
dikatakan lansia apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita.
Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia
lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia
(WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012;
Wallnce, 2007).

2. Batasan-batasan Usia Lansia


Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World
Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun.
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas.
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
pengelompokkan lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun).
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun).

3. Ciri-ciri Lansia
Ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016), sebagai berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia
yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.

4. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di
dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses
menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang
terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan
sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari
lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada
kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa
lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan
teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik (Kholifah, 2016).

5. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Havighurst dalam Stanley (2007), tugas perkembangan adalah tugas
yang muncul pada periode tertentu dalam keidupan suatu individu. Ada beberapa
tahapan perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu :
a. Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.
b. Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.
c. Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya.
d. Pemenuhan kewajiban social dan kewarganegaraan.
e. Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan.

6. Perubahan Pada Lanjut Usia


Perubahan yang terjadi pada lanjut usia Menurut Mujahidullah (2012) dan
Wallace (2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya
adalah perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan.
a. Perubahan fisik
1) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan
berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebuh besar sehingga
mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot,
ginjal, darah dan hati beekurang.
2) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan
mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra
pendengaran akan terjadi gangguan pendengaran seperti hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi
seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya
lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap
nyeri menurun dan kelenjar keringat berkurang. Pada indra pembau akan
terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga
kemampuan membau juga berkurang Sistem gastrointestinal, pada lansia
akan terjadi menurunya selara makan , seringnya terjadi konstipasi,
menurunya produksi air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga
menurun.
3) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan
sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
4) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan
makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan
tendon mengerut.
5) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa darah
yang menurun , ukuran jantung secara kesuruhan menurun dengan tidaknya
penyakit klinis, denyut jantung menurun , katup jantung pada lansia akan
lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah
diastolic tetap sama atau meningkat.
b. Perubahan intelektual
Perubahan intelektual menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah
(2012), akibat proses penuaan juga akan terjadi adalah Kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ) yaitu fungsi otak
kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi nonverbal, pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan
mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan ,
karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk
mengingat pada lansia juga menurun.
c. Perubahan keagamaan
Perubahan keagamaan menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada
umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal
tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan
kehidupan dunia.

7. Masalah Khusus pada Lansia


a. Gangguan fisik Banyak perubahan fisik yang terjadi pada lansia karena
penyakit, akan tetapi sebagian juga disebabkan karena proses penuaan.
Beberapa perubahan fisik yang terjadi adalah berkurangnya ketajaman
pancaindra, berkurangnya kemampuan melaksanakan sesuatu karena turunnya
kekuatan motorik, perubahan penampilan fisik yang mempengaruhi peranan dan
status ekonomi dan sosial, serta kemunduran efisiensi integratif susunan saraf
pusat, misalnya penciutan minat, kelemahan ingatan dan penurunan inteligensi.
Tidak jarang terjadi depresi pada orang berumur 60-an. Depresi sering
mengisyaratkan adanya suatu penyakit organik. Penyakit yang laten mungkin
menunjukkan eksaserbasi, seperti diabetes, hipertensi, dan glaukoma. Gangguan
pembuluh darah yang progresif pada jantung dan otak yang mengancam serta
membatasi hidup, dapat menimbulkan reaksi takut, amarah dan depresi.
Sebaliknya, reaksi emosional yang berlebihan dapat memperhebat gangguan
kardiovaskuler, endokrin dan penyakit lain yang sebelumnya masih ringan
(Maramis, 2009). Orang lanjut usia sering menyatakan kekhawatirannya
terhadap ketidak mampuan fisiknya, tetapi jarang tentang rasa takutnya terhadap
kematian. Ada yang dengan tenang menyiapkan diri dan mengatur halhal
duniawi (warisan, makam dan sebagainya) dalam menghadapi hal yang tidak
dapat dielakkan tersebut. Kadang-kadang memang timbul depresi atau
penyangkalan dan kompensasi (yang berlebihan) terhadap hal mati (Maramis,
2009)
b. Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi Kehilangan keluarga atau teman karib,
kedudukan sosial, uang, pekerjaan (pensiun), atau mungkin rumah tinggal,
semua ini dapat menimbulkan reaksi yang merugikan. Perasaan aman dalam hal
sosial dan ekonomi serta pengaruhnya terhadap semangat hidup, rupanya lebih
kuat dari pada keadaan badani dalam melawan depresi (Maramis, 2009).
c. Seks pada usia lanjut Orang usia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan seks
yang aktif sampai umur 80-an. Libido dan nafsu seksual penting juga pada usia
lanjut, tetapi sering hal ini mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka
sendiri dan anak-anak mereka yang menganggap seks pada usia lanjut sebagai
tabu atau tidak wajar. Orang yang pada masa muda mempunyai kehidupan
seksual yang sehat dan aktif, pada usia lanjut masih juga demikian, biarpun
sudah berkurang, jika saat muda sudah lemah, pada usia lanjut akan habis sama
sekali (Maramis, 2009). Memang terdapat beberapa perubahan khusus mengenai
seks. Pada wanita; karena proses penuaan, maka pola vasokongesti pada buah
dada, klitoris dan vagina lebih terbatas. Aktivitas sekretoris dan elastisitas
vagina juga berkurang. Pada pria; untuk mencapai ereksi diperlukan waktu lebih
lama. Ereksi mungkin tidak akan dicapai penuh, tetapi cukup untuk melakukan
koitus. Kekuatan saat ejakulasi juga berkurang. Pada kedua seks, semua fase
eksitasi menjadi lebih panjang, akan tetapi meskipun demikian, pengalaman
subjektif mengenai orgasme dan kenikmatan tetap ada dan dapat membantu
relasi dengan pasangan (Maramis, 2009).
d. Gangguan psikiatri yang sering terdapat pada usia lanjut adalah, sindrom otak
organik dan psikosis involusi. Skizofrenia, psikosis bipolar dan ketergantungan
obat bila ada, mungkin terjadi sejak masa muda. Hampir semua gangguan jiwa
pada masa muda dapat bertahan sampai atau timbul lagi pada masa usia lanjut.
Neurosis sering berupa neurosis cemas dan depresi. Gangguan psikosomatis
dapat juga berlangsung sampai masa tua, tetapi beberapa menjadi lebih baik
atau hilang dengan sendirinya. Diabetes, hipertensi dan glaukoma dapat menjadi
lebih parah karena depresi. Insomnia, anorexia dan konstipasi sering timbul dan
tidak jarang gejalagejala ini berhubungan dengan depresi. Depresi pada masa
usia lanjut sering disebabkan karena aterosklerosis otak, tetapi juga tidak jarang
psikogenik atau kedua-duanya (Maramis, 2009). Gangguan fisik Banyak
perubahan fisik yang terjadi pada lansia karena penyakit, akan tetapi sebagian
juga disebabkan karena proses penuaan. Beberapa perubahan fisik yang terjadi
adalah berkurangnya ketajaman pancaindra, berkurangnya kemampuan
melaksanakan sesuatu karena turunnya kekuatan motorik, perubahan
penampilan fisik yang mempengaruhi peranan dan status ekonomi dan sosial,
serta kemunduran efisiensi integratif susunan saraf pusat, misalnya penciutan
minat, kelemahan ingatan dan penurunan inteligensi. Tidak jarang terjadi
depresi pada orang berumur 60-an. Depresi sering mengisyaratkan adanya suatu
penyakit organik. Penyakit yang laten mungkin menunjukkan eksaserbasi,
seperti diabetes, hipertensi, dan glaukoma. Gangguan pembuluh darah yang
progresif pada jantung dan otak yang mengancam serta membatasi hidup, dapat
menimbulkan reaksi takut, amarah dan depresi. Sebaliknya, reaksi emosional
yang berlebihan dapat memperhebat gangguan kardiovaskuler, endokrin dan
penyakit lain yang sebelumnya masih ringan (Maramis, 2009). Orang lanjut usia
sering menyatakan kekhawatirannya terhadap ketidak mampuan fisiknya, tetapi
jarang tentang rasa takutnya terhadap kematian. Ada yang dengan tenang
menyiapkan diri dan mengatur halhal duniawi (warisan, makam dan sebagainya)
dalam menghadapi hal yang tidak dapat dielakkan tersebut. Kadang-kadang
memang timbul depresi atau penyangkalan dan kompensasi (yang berlebihan)
terhadap hal mati (Maramis, 2009).
e. Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi Kehilangan keluarga atau teman karib,
kedudukan sosial, uang, pekerjaan (pensiun), atau mungkin rumah tinggal,
semua ini dapat menimbulkan reaksi yang merugikan. Perasaan aman dalam hal
sosial dan ekonomi serta pengaruhnya terhadap semangat hidup, rupanya lebih
kuat dari pada keadaan badani dalam melawan depresi (Maramis, 2009).
f. Seks pada usia lanjut Orang usia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan seks
yang aktif sampai umur 80-an. Libido dan nafsu seksual penting juga pada usia
lanjut, tetapi sering hal ini mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka
sendiri dan anak-anak mereka yang menganggap seks pada usia lanjut sebagai
tabu atau tidak wajar. Orang yang pada masa muda mempunyai kehidupan
seksual yang sehat dan aktif, pada usia lanjut masih juga demikian, biarpun
sudah berkurang, jika saat muda sudah lemah, pada usia lanjut akan habis sama
sekali (Maramis, 2009). Memang terdapat beberapa perubahan khusus mengenai
seks. Pada wanita; karena proses penuaan, maka pola vasokongesti pada buah
dada, klitoris dan vagina lebih terbatas. Aktivitas sekretoris dan elastisitas
vagina juga berkurang. Pada pria; untuk mencapai ereksi diperlukan waktu lebih
lama. Ereksi mungkin tidak akan dicapai penuh, tetapi cukup untuk melakukan
koitus. Kekuatan saat ejakulasi juga berkurang. Pada kedua seks, semua fase
eksitasi menjadi lebih panjang, akan tetapi meskipun demikian, pengalaman
subjektif mengenai orgasme dan kenikmatan tetap ada dan dapat membantu
relasi dengan pasangan (Maramis, 2009).
g. Gangguan psikiatri Yang sering terdapat pada usia lanjut adalah, sindrom otak
organik dan psikosis involusi. Skizofrenia, psikosis bipolar dan ketergantungan
obat bila ada, mungkin terjadi sejak masa muda. Hampir semua gangguan jiwa
pada masa muda dapat bertahan sampai atau timbul lagi pada masa usia lanjut.
Neurosis sering berupa neurosis cemas dan depresi. Gangguan psikosomatis
dapat juga berlangsung sampai masa tua, tetapi beberapa menjadi lebih baik
atau hilang dengan sendirinya. Diabetes, hipertensi dan glaukoma dapat menjadi
lebih parah karena depresi. Insomnia, anorexia dan konstipasi sering timbul dan
tidak jarang gejalagejala ini berhubungan dengan depresi. Depresi pada masa
usia lanjut sering disebabkan karena aterosklerosis otak, tetapi juga tidak jarang
psikogenik atau kedua-duanya (Maramis, 2009).

8. Karakteristik Penyakit Lansia di Indonesia


a. Penyakit persendian dan tulang. Misalnya: rematik, osteoporosis, osteoartritis.
b. Penyakit kardiovaskular. Misalnya: penyakit jantung koroner, hipertensi,
kolesterolemia, angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
c. Penyakit pencernaan, yaitu gastritis dan ulkus peptikum.
d. Penyakit urogenital, seperti infeksi saluran kemih (ISK), gagal ginjal akut atau
kronis, benign prostat hiperplasia.
e. Penyakit metabolik atau endokrin. Misalnya: diabetes mellitus, obesitas.
f. Penyakit pernafasan, seperti asma dan tuberkulosis paru.
g. Penyakit keganasan, seperti kanker.
h. Penyakit lainnya, seperti dimensia, alziemer, depresi, parkinson (Haryono,
2013).
Selain penyakit yang telah disebutkan di atas ada tujuh penyakit kronik
degeneratif yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:
a. Osteoartritis (OA)
Osteoartritis adalah peradangan sendi yang biasa disebut juga dengan rematik,
terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan penipisan
rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan penyebab
utama ketidak mandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi resikonya karena
trauma, penggunaan sendi berlebihan dan obesitas.
b. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau
kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk
pada percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah
menopouse, sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut
karena terganggunya produksi vitamin D.
c. Dimensia
Dimensia merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi
intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi
aktivitas kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang
paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut,
penyakit vaskular atau pembuluh darah (hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol
tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia
juga kerap terjadi pada wanita dan individu pendidikan rendah.
d. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel
mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat.
Sel yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab, sehingga sel tidak
bisa menjalankan fungsinya dengan normal. Biasanya perubahan sel ini
mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan sampai sangat berubah
dari keadaan awal (kanker).
e. Diabetes mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula
darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi diabetes mellitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas
atau sama dengan 200 mg/dL dan kadar gula darah saat puasa diatas 126 mg/dL.
Obesitas, pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut
mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75
tahun menderita DM. Beberapa gejala adalah sering haus dan lapar, banyak
berkemih, mudah lelah, berat badan terus menurun, dan luka yang sulit sembuh.
f. Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung
terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas.
g. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih
tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg, yang
terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak
ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh
darah.

9. Tujuan Pelayanan Kesehatan pada Lasia


Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, perawatan dan
meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia
terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan
kemandirian yang optimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia yang
berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi kematian dengan
tenang dan bermartabat.
Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia,
pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial
lansia dan pusat pemberdayaan lansia.

10. Pendekatan Perawatan Lansia


a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau
progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau
sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini, terutama
yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatan.
b. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip
triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan
pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara
perlahan dan bertahap.
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi.
Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat
dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan
perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk
membaca surat kabar dan majalah.

B. KONSEP HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama).
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-
satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah
kita secara teratur (Sheps, 2015).

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90
mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi (Kusuma
Hardhi, 2015).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya
terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada
tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam
jangka beberapa minggu.
2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Kusuma Hardhi (2015), sebagai berikut :

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat 1 (hipertensi
140-159 90-99
ringan)

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi
160-179 100-109
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi
≥180 ≥110
berat)
Hipertensi sistol
≥140 <90
terisolasi

Sub grup : perbatasan 140-149 <90

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya menurut Kusuma Hardhi, (2015), Hipertensi dapat


digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara
lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan
terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan
dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
4. Patofisiologi Hipertensi
Jantung adalah sistem pompa yang berfungsi untuk memompakan darah
keseluruh tubuh, tekanan teresebut bergantung pada faktor cardiac output dan
tekanan perifer.
Pada keadaan normal untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh
yang meningkat diperlukan peningkatan cardiac output dan tekanan perifer menurun.
Konsumsi sodium (garam) yang berlebihan akan mengakibatkan meningkatnya
volume cairan dan preload sehingga meningkatkan cardiac output.
Dalam sistem Renin-Angiotensien-aldosteron pada patogenesis hipertensi,
glandula supram renal juga menjadi factor penyebab oleh karena faktor hormon.
Sistem Renin mengubah angiotensin menjadi angiotensin I kemudian angiotensin I
menjadi angiotensin II oleh Angitensi Convertion Ensym (ACE) Angiotensin II
mempengaruhi Control Nervus Sistem dan nervus perifer yang mengaktifkan system
simpatik dan menyebabkan retensi vaskuler perifer meningkat.
Disamping itu angiotensin II mempunyai efek langsung terhadap vaskuler
smoot untuk vasokontruksi renalis. Hal tersebut merangsang adrenal untuk
mengeluarkan aldosterone yang akan meningkatkan extra Fluid volume melalui
retensi air dan natrium. Hal ini semua akan meningkatkan tekanan darah melalui
peningkatan cardiac output (Efendi. Nasrul. 2015).

5. Manifestasi Klinis

Mekanisme terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing,


muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba- tiba, tengkuk terasa
pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah
kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh
darah di otak, serta kelumpuhan (Kusuma Hardhi, 2015).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
j. VMA urine (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
l. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat
juga meningkat.
m. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit
pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
p. EKG : dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.(Kusuma Hardhi, 2015).

7. Komplikasi Hipertensi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa
perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, gagal jantung,
gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak (Sri Rahayu, 2010).

8. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
Ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan
keadaan tekanan darah Astawan (2012), yaitu :
1) Diet rendah garam
Diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan
untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun
yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur
tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na).Oleh
karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diit
rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup
zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah
sodium dan natrium (Gunawan, 2011).
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue,
baking powder,MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet makanan atau
natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly),
makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium
(obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat
dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. (Hayens, 2013).
Tujuan diet garam rendah adalah membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Adapun syarat- syarat diet garam rendah adalah:
a) Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin.
b) Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
c) Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau
air dan/atau hipertensi.
d) Pemberian diet garam rendah tergantung pada berat tidaknya retensi
garam/air dan hipertensi. Terdapat 3 jenis diet garam rendah yaitu :
1. Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I ditujukan pada pasien dengan asites/edema
dan hipertensi berat. Pada kondisi ini tidak diperkenankan
menambahkan garam ke dalam masakan yang dikonsumsi dan
menghindari makanan yang tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien edema/asites, dan hipertensi yang
tidak terlalu berat. Dianjurkan menghindari makanan dengan
kandungan natrium tinggi. Diperbolehkan menggunakan garam
dalam pemasakan sebesar 0,5 sendok teh (2g).
3. Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan pada pasien dengan edema atau hipertensi
ringan. Pada maskaannya boleh ditambahkan garam dapur
sebanyak 1 sendok teh (4g). Namun tetap menghindari jenis
makanan yang mengandung natrium tinggi.
2) Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas.
Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan
pospolipid.Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari
hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat
terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap
makanan (Amir, 2012).
3) Diet tinggi serat
Serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar
banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat makanan
terdapat pada makanan karbohidrat yaitu: kentang, beras, singkong dan
kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah
tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu
dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika
makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi
(Sheps, 2015).
4) Diet rendah kalori
Dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan.Kelebihan berat badan
atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga dengan
orang yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan
diit, perlu diperhatikan hal – hal berikut:
a) Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500
kalori untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.
b) Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
c) Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan
d) Aktivitas
e) Pasien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu :
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulakn intoleransi.
5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
7) Golongan obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan hipertensi seperti
golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
9. WOC

Faktor predisposisi, usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang


olahraga, genetic, alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Kerusakan vaskuler pembuluh HIPERTENSI Perubahan situasi


darah

Informasi yang Ketidakadekuatan pemahaman Pemilihan gaya hidup yg tidak sehat


Perubahan (merokok, alkohol)
minim (kecemasan, kurang motivasi)
Penyumbatan Kegagalan dalam mencegah
MK : Defisit Menolak menjalani peningkatan TD
pembuluh darah
Pengetahuan pengobatan/perawatan
Upaya peningkatan status
Vasokonstriksi kesehatan minimal
MK :
MK : Perilaku Kesehatan
Ketidakpatuhan
Gangguan sirkulasi Cenderung Beresiko

Ginjal Retina Otak Suplai O2 ke otak menurun Pembuluh darah

Vasokonstriksi pembuluh Spasme arteriol Sistemik Koroner


Resistensi pembuluh darah MK : Resiko Perfusi
darah ginjal
otak meningkat Serebral
MK : Risiko Vasokonstriksi Iskemia miokard
Blood flow darah menurun Cedera
MK : Nyeri Akut Afterload
Respon RAA MK : Nyeri Akut
meningkat
MK : Gangguan MK : Penurunan
Merangsang aldosteron Fatigue
Pola Tidur curah jantung

Retensi Na Edema MK : Resiko Perfusi Renal Tidak


Efektif MK : Intoleransi Aktivitas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir.

2. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan, dan
anak-anak).

3. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan sumber- sumber
pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.

4. Riwayat Lingkup Hidup


Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di rumah,
derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.

5. Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan.

6. Sumber/ Sistem Pendukung


Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat atau klinik.

7. Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur


Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia dengan
hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun aktivitas
sebelum tidur.

8. Status Kesehatan Saat Ini


Meliputi : status kesehatan umum selama stahun yang lalu, status kesehatan umum
selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan utama, serta pengetahuan
tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
9. Obat-Obatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas nama
dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep.

10. Status Imunisasi


Mengkaji status imunisasi klien pada waktu dahulu.

11. Nutrisi
Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan minum, pola konsumsi
makanan dan riwayat peningkatan berat badan. Biasanya pasien dengan hipertensi
perlu memenuhi kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein, mineral, air, lemak,
dan serat. Tetapi diet rendah garam juga berfungsi untuk mengontrol tekanan darah
pada klien.

12. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari suatu
penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan perkusi.

a. Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan bentuk kepala,


penyebaran rambut, warna rambut, struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan
kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera, pupil
dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung, lubang
hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai ukuran telinga, ketegangan
telinga, kebersihan lubang telinga, ketajaman pendengaran, keadaan bibir, gusi
dan gigi, keadaan lidah, palatum dan orofaring, posisi trakea, tiroid, kelenjar
limfe, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
b. Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla mammae menonjol atau
tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada
putting susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, pembesaran kelenjar getah
bening, kemudian disertai dengan pengkajian nyeri tekan).
c. Pada pemeriksaan thoraks meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(bentuk dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian
vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan
auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara nafas tambahan).
d. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada
tidaknya pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung
untuk mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi
jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur)
e. Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna
kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus
dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan,
benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran hepar dan lien) dan perkusi
(penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
f. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus uretra, anus
serta perineum terdapat kelainan atau tidak.
g. Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.
h. Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor
kulit, tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi atau
tidak.
i. Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS),
pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta
pemeriksaan reflex

B. Diagnosis Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut
2. Gangguan pola tidur
3. Intoleransi aktifitas
4. Resiko penurunan curah jantung

C. Intervensi Keperawatan

DX SLKI SIKI
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 2x24
jam, maka tingkat nyeri px Observasi :
menurun dengan kriteria a. Identifikasi lokasi,
hasil : karakteristik, durasi,
a. Keluhan nyeri skala 5 frekuensi, kualitas,
(menurun) intensitas nyeri
b.Sikap protektif skala 5 b. Identifikasi skala nyeri
(menurun) c. Identifikasi respon nyeri
c. Gelisah skala 5 non verbal
(menurun) d. Identifikasi faktor yang
d.Ketegangan otot skala 5 memperberat dan
(menurun) memperingan nyeri
e. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
f. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik :
a. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(kompres hangat/dingin)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :
a. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pola tidur Observasi :
px membaik dengan kriteria a. Identifikasi pola aktivitas
hasil : dan tidur
a. Keluhan sulit tidur b. Identifikasi faktor
meningkat (5) pengganggu tidur
b. Keluhan sering terjaga c. Identifikasi makanan dan
meningkat (5) minuman yang
c. Keluhan tidak puas tidur mengganggu tidur
meningkat (5) d. Identifikasi obat tidur
d. Keluhan pola tidur yang dikonsumsi
berubah meningkat (5)
e. Keluhan istirahat tidak Terapeutik
cukup meningkat (5) a. Modifikasi lingkungan
tidur
b. Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
c. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
d. Sesuaikan jadwal
pemberian obat atau
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga

Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
b. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan meninghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
e. Anjurkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
f. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologis lainnya
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan toleransi Observasi :
aktivitas meningkat dengan a. Identifikasi gangguan
kriteria hasil : fungsi tubuh yang
a. Frekuensi nadi mengakibatkan kelelahan
meningkat (5) b. Monitor kelelahan fisik
b. Keluhan lelah menurun dan emosional
(5) c. Monitor pola tidur dan
c. Kemudahan dalam jam tidur
melakukan aktivitas d. Monitor lokasi dan
sehari-hari meningkat ketidaknyamanan selama
(5) melakukan aktifitas
d. Perasaan lemah
menurun (5) Terapeutik
e. Rtekanan darah a. Sediakan lingkungan
membaik (5) yang nyaman dan rendah
stimulus
b. Lakukan latihan rentang
gerak pasif pasif
c. Berikan aktifitas ditraksi
yang mennenangkan
d. Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur,jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktifitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungu
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi :
a. kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Perilaku Kesehatan Setelah dilakuakan Modifikasi Perilaku
Cenderung Beresiko kunjungan selama 2x24jam
diharapkan perilaku Observasi
kesehatan pasien meningkat a. Identifikasi perilaku
dengan keriteri hasil : upaya kesehatan yang
a. Penerimaan terhadap dapat ditingkatkan
perubahan status
kesehatan (5) Terapeutik
b. Kemampuan melakukan a. Berikan lingkungan
tindakan pencegahan yang mendukung
masalah kesehatan (5) kesehatan
c. Kemampuan b. Orientasi pelayanan
peningkatan kesehatan kesehatan yang dapat
(5) dimanfaatkan

Edukasi
a. Anjurkan mencuci
tangan dengan air bersih
dan sabun
b. Anjurkan makan sayur
dan buah setiap hari
c. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik setiap hari
d. Anjurkan tidak merokok
dan tidak
mengkonsumsi alkohol

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap
perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana
yang telah ditentukan tercapai.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. 2012. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi Asam Urat, Jantung. Koroner. Jakarta :
PT. Intisari Media Utama. Arikunto, S.

Efendi. Nasrul. 2015. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC

Friedman. (2010). Konsep dan proses keperawatan keluarga. Jakarta : Graha Ilmu.

Gunawan. 2011. Keperawatan Keluarga. Surakarta : Gosyem Publishing

Hayens,B,dkk. 2013. Buku pintar menaklukkan Hipertensi. Jakarta : Ladang Pustaka.

Ir. Sri Rahayu. Dkk : 2010. Nutrisi untuk klien hipertensi : Jakarta

Kusuma Hardhi. 2015. Nanda Nic-Noc Jilid 2. Mediaction Jogja. Bantul Jogjakarta

Sheps, S. G. 2015. Mayo clinic hipertensi; mengatasi tekanan darah tinggi. Jakarta:Intisari
Mediatama.

Anda mungkin juga menyukai