Anda di halaman 1dari 17

1.

Patologi (semua komoditas)


a. Jenis penyakit penyebab kerusakan pasca panen
- Busuk buah Antraknosa : Colletotrichum gloeosporioides

- Busuk pangkal batang : Phytophthora capsici

- Virus kuning (Gemini Virus)

- Bercak Daun : Cercospora sp

b. Proses infeksi/penularan : pra panen dan pasca panen


- Busuk buah Antraknosa
Proses infeksi terjadi setelah proses penetrasi yaitu patogen yang berada pada
jaringan inang dan memperoleh makanan dari inangnya. Kolonisasi
merupakan proses kelanjutan dari infeksi yaitu patogen melanjutkan
pertumbuhan dan perluasan aktivitas patogen melalui jaringan inang. Proses
kolonisasi tersebut akan merusak seluruh jaringan pada tubuh inang. Buah
cabai yang terserang penyakit antraknosa mula-mula terdapat bercak coklat
kehitaman yang kemudian menjadi busuk lunak bahkan busuk kering dan
terlihat mengendap. Penyakit ini disebabkan oleh jamur pada buah yang
masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi
persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit. penyakit ini menginfeksi buah
yang menjelang tua dan sesudah tua. ketika pra panen penyakit antraknosa
akan lebih cepat berkembang pada buah yang lebih tua, sedangkan pada buah
yang muda lebih cepat gugur karena infeksi.
- Busuk pangkal batang : Phytophthora capsici (batang)
Spora jamur penyebab penyakit dapat menyebar melalui air drainase, percikan
air hujan di permukaan tanah, manusia, hewan, alat-alat pertanian, stek
tanaman atau bagian tanaman sakit, bibit tanaman terinfeksi dan melalui
udara/angin. Selain itu, penyakit Busuk Pangkal Batang juga dapat menyebar
melalui kontak akar tanaman sakit dan sehat. Gejala yang terjadi pada tanaman
cabai di awali dengan tampak tanda-tanda kelayuan pada tanaman. tanaman
yang terserang pada batang akan berwarna kehitaman pada pangkal batang dan
juga percabangan, daun akan tetap berwarna hijau, dan lama kelamaan daun
akan berwarna coklat hingga kehitaman dan tanaman mati. Ketika pra panen
pada tanaman yang rentan P. capsici menyebabkan kematian pada hari
kesepuluh setelah inokulasi, sedangkan pada tanaman tahan P. capsici
menyebabkan timbulnya luka kecoklatan di bagian akar sekunder pada waktu
yang sama.
- Virus kuning (Gemini Virus)
Proses penularan dikarenakan terinfeksi virus gemini, populasi penyebar virus
yaitu serangga kutu kebul (Bemisia tabaci). Kutu kebul (Bemisia tabaci)
merupakan serangga hama pengisap daun yang berperan dalam penyebaran
dan penularan virus Gemini di lapangan. Satu ekor vektor mampu menularkan
virus dan membuat tanaman sakit. Jadi untuk mengurangi keterjadian penyakit
kuning keriting harus menekan populasi vektor penyebar virus gemini
serendah-rendahnya (populasi mendekati nol). Dengan demikian semakin
rendah populasi serangga vektor (Bemisia tabaci) semakin rendah pula
intensitas serangan virus kuning keriting cabai.
- Bercak Daun : Cercospora sp
Penyakit bercak daun pada cabai disebabkan oleh jamur Cercospora sp yang
menempel diluar maupun didalam biji, dan stromata yang masih menempel
pada daun yang terdapat di dalam tanah. infeksi jamur terjadi dengan penetrasi
langsung ke daun. Gejala yang terjadi adalah terdapat bercak-bercak nekrotin
bulat, kecil, kebasah basahan pada daun, bagian tengahnya pucat sedangkan
tepinya berwarna lebih gelap, bercak lama kelamaan dapat berlubang. Apabila
bercak tersebut terlalu banyak, aktivitas fotosintesis akan terganggu dan
menurunkan hasil panen cabai, pernyakit bercak daun dapat mengakibatkan
kerusakan tanaman hingga 50% lebih.
c. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit

- Busuk buah antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides)

→ penyakit ini disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides yang


merupakan salah satu jenis jamur patogen. Jamur ini terbawa oleh benih yang
penyebarannya bisa melalui percikan air, baik air hujan maupun alat semprot.
Suhu optimal jamur ini dapat tumbuh berkisar antara 20–24°C dengan tingkat
kelembaban udara sekitar 95%.

- Busuk pangkal batang (Phytophthora capsici)

→ Kehidupan Phytophthora di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor


lingkungan baik biotik maupun abiotik. Beberapa faktor lingkungan abiotik
dan biotik yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan Phytophthora, antara
lain adalah kelembaban tanah / kandungan air tanah, pH tanah, bahan organik,
struktur dan tekstur tanah dan adanya interaksi dengan mikroorganisme lain.
Ristaino and Gumpertz (2000), membagi mekanisme penyebaran
Phytophthora menjadi lima kelompok yaitu ; (1) di dalam tanah melalui
kontak akar, (2) melalui aliran air di permukaan tanah, (3) percikan air dari
tanah ke daun, buah atau batang, (4) melalui bagian atas tanaman yang
terinfeksi dan bersporulasi, dan (5) penyebaran dengan bantuan manusia atau
binatang.

- Virus kuning (gemini virus)

→ Penyakit ini disebabkan oleh virus gemini dengan diameter partikel


isometri berukuran 18-22 nm. Virus gemini mempunyai genom sirkular DNA
tunggal. Virus dapat ditularkan melalui penyambungan dan melalui vektor
Bemisia tabaci. Penyakit yang disebabkan oleh virus gemini tidak ditularkan
karena tanaman bersinggungan atau terbawa benih. Di lapangan virus
ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci atau Bemisia argentifolia. Kutu
kebul dewasa yang mengandung virus dapat menularkan virus selama
hidupnya pada waktu dia makan pada tanaman sehat. Satu kutu kebul cukup
untuk menularkan virus. Efisiensi penularan meningkat dengan bertambahnya
jumlah serangga per tanaman. Sifat kutu kebul yang mampu makan pada
banyak jenis tanaman (polifagus) menyebabkan virus ini menyebar dan
menular lebih luas berbagai jenis tanaman. Selain itu, virus gemini memiliki
tanaman inang yang luas dari berbagai tanaman seperti: ageratum, kacang
buncis, kedelai, tomat, tembakau, dll.

- Bercak daun

→ Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Cercospora sp. sering terjadi di
lahan pertanaman yang sangat lembab (kelembaban dapat lebih dari 90%)
(Yullia, 2011). Di lokasi pertanaman kelembaban 60%-70%, tetapi bercak
daun cercospora sangat banyak ditemui. Suhu yang sesuai untuk
perkembangan jamur Cercospora sp. ialah pada suhu 28-32°C. Lokasi
pertanaman memiliki suhu pada pagi berkisar 27°C dan sore hari sekitar 28°C.
Suhu di lokasi sesuai dalam membantu penyebaran spora untuk menginfeksi
penyakit bercak daun cercospora.

d. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi : fisik dan kimia


- Antraknosa
1) Perlakuan biji benih cabai dengan cara merendam biji dalam air panas
(55°C) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik
golongan Triazole dan Pirimidin (0,05-0,1 %)
2) Melakukan sanitasi rumput. Rumput di sekeliling tanaman dan buah cabai
yang terserang penyakit patek, busuk buah atau antraknosa buahnya
dikumpulkan dan dimusnahkan.
3) Menanam benih yang bebas patogen pada lahan yang tidak kontaminasi
oleh patogen penyakit patek, busuk buah atau antraknosa, baik itu di
persemaian atau di lahan usahatani.
4) Menanam cabai varietas genjah untuk menghindari infeksi, yaitu usaha
memperpendek periode ekspose tanaman terhadap sumber inokulum.
5) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang
solanaceae
6) Memperbaiki aerasi tanah agar tidak terjadi genangan air dan kelembaban
yang cukup tinggi, dengan membuat guludan setinggi 40-50 cm.
7) Memanfaatkan agens antagonis Trichoderma spp dan Gliocladium spp.
Mengaplikasikan pada kantong persemaian sebanyak 5 gram per kantong
diaplikasikan 3 hari sebelum benih ditanam atau bersamaan dengan
penanaman benih cabai.
8) Memanfaatkan mikroba antagonis Pseudomonas Fluorescens dan Bacillus
subtilis, diaplikasikan muai fase pembungaan hingga 2 setelah
pembungaan dengan selang waktu 1 minggu.
9) Apabila gejala serangan penyakit pada buah semakin meluas dapat
digunakan fungisida yang efektif dan sudah terdaftar/dianjurkan.
- Busuk pangkal batang

Pencegahan penyakit busuk batang pada tanaman cabai dapat dilakukan


dengan melakukan beberapa tindakan berikut ini ;

1) Menggunakan varietas tahan


2) Pengolahan lahan yang baik dan benar
3) Menggunakan mulsa plastik, terutama di musim hujan
4) Jarak tanam tidak terlalu rapatMelakukan rotasi tanaman yang tidak sejenis
untuk memutus siklus hidup patogen

Berikut ini cara pengendalian penyakit busuk batang pada tanaman cabe ;

1) Mencabut dan memusnahkan tanaman yang sakit


2) Memotong bagian cabang, ranting atau pucuk tanaman terinfeksi dan
memusnahkannya
3) Penyemprotan fungisida bahan aktif difenokonazol, azoksistrobin,
dimetomorf, mefenoksam, simoksanil, didesil dimetil amonium klorida,
propineb atau mankozeb.

- Virus kuning

Usaha pengendalian penyakit virus kuning (khususnya dengan pestisida)


terutama ditujukan kepada serangga vektornya, karena sampai saat ini tidak
ada pestisida yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian yang dapat
mematikan virus. Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit
virus kuning pada tanaman cabai, antara lain ;

1) Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning,


penggunaan benih yang tahan virus kuning akan meminimalisir serangan
virus.
2) Mengolah lahan dengan baik dan pemupukan yang berimbang, yaitu 150-
200 kg Urea, 450-500 kg Za, 100-150 kg TSP, 100-150 KCL, dan 20-30
ton pupuk organik per hektar.
3) Pembibitan dengan cara penyungkupan tempat semaian dengan kain kasa
atau plastik yang telah dilubangi. Dan membuat rak pembibitan setinggi
lebih kurang 1 m.
4) Tempat persemaian yang terisolasi jauh dari lahan yang terserang
penyakit.
5) Menanam varietas yang agak tahan atau toleran terhadap virus maupun
serangga penular, misalnya cabai keriting jenis Bukittinggi
6) Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau
bukan berasal dari daerah terserang.
7) Mengatur waktu tanam agar tidak bersamaan dengan tingginya populasi
serangga penular, jarak tanam yang tidak terlalu rapat, dan pergiliran
tanaman dengan tanaman yang bukan inang dari virus maupun serangga
(terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang,
tembakau, dan famili cucurbitaceae seperti mentimun). Rotasi tanaman
akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan,
tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan seluas
mungkin
8) Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera
dicabut dan dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke
tanaman lain yang sehat. Namun pada daerah-daerah yang telah terserang
berat, tanaman muda yang terserang tidak dimusnahkan, tetapi dibuang
bagian daun yang menunjukkan gejala kuning keriting dan kemudian
disemprotkan pupuk daun
9) Melakukan sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan tumbuhan
pengganggu/ gulma berdaun lebar dari jenis babadotan, gulma bunga
kancing, dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus.
10) Penggunaan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah
mengurangi infestasi serangga penghisap daun.
11) Menanam pembatas/barrier jagung sebanyak 4-5 baris di sekeliling
pertanaman cabai serta penanaman tagetes (bunga tai ayam) terutama di
pinggir pertanaman cabai.
12) Pengendalian dengan insektisida kimiawi secara bijaksana, misalnya yang
berbahan aktif imidakloprid, penyemprotan kutu putih sebaiknya
dilakukan pada pagi hari antara jam 06:00-10.00.
13) Pelepasan predator Menochilus sexmaculatus, mampu memangsa
sebanyak 200-400 ekor B. tabaci per hari, 12 ekor thrips per hari, 200 ekor
aphids per hari, Siklus hidup 18-24 hari, satu ekor betina menghasilkan
telur sekitar 3.000 butir.
14) Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian penyakit virus kuning
pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati /
memantau kutu kebul dan pengendaliannya mulai dari pembibitan sampai
di pertanaman agar diketahui lebih dini timbulnya gejala penyakit dan
penyebarannya dapat dicegah.

- Bercak daun
1) Sanitasi dengan cara memusnahkan dan atau sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi/terserang
2) Menanam bibit yang bebas patogen pada lahan yang tidak terkontaminasi
oleh patogen, baik di persemaian maupun di lapangan
3) Perlakuan benih sebelum tanam
4) Perbaikan drainase
5) Waktu tanam yang tepat adalah musim kemarau dengan irigasi yang baik
dan pergiliran tanaman dengan tanaman non solanaceae
6) Pengendalian kimia dapat dilakukan dengan fungisida secara bijaksana,
efektif, terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, berpedoman pada
peramalan cuaca dan populasi spora di lapangan

2. Pemanenan: umur panen, cara panen (semua komoditas)


3. Sortasi (semua komoditas)
4. Pencucian (semua komoditas)
Pencucian (washing) dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah untuk
membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan
pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa.
Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air
pencuci sangat dianjurkan. Tujuan umum pencucian pada cabai untuk menghilangkan
kotoran dan benda asing selain cabai yang melekat pada cabi. Apabila khusus untuk
industri seperti tangkai yang melekat pada cabai ikut terbuang.
Tahapan pencucian sebagai berikut:
1) Menghilangkan kotoran yang melekat
- Menggosok secara perlahan
- Membilas dengan air yang mengalir
2) Penirisan
- Agar tidak basah/busuk
- Agar tidak kusam/keriput
3) Pada kondisi tertentu
- Dapat digunakan air berklorin dengan kadar yang aman
5. Waxing (disesuaikan dgn komoditas msg2)
a. Metode waxing
Lilin umumnya digunakan sebagai bahan pelapis buah dan sayuran untuk
menekan kehilangan air selama penyimpanan dan untuk memperpanjang umur
simpan. Buah dan sayuran pada umumnya memiliki lapisan lilin alami yang
membantu menahan air, karena produk hortikultura mengandung 80% – 90% air.
Pelapisan lilin pada produk hortikultura untuk menggantikan lapisan lilin alami
yang hilang selama pencucian. Pelapisan lilin jika diaplikasikan dengan
konsentrasi yang tepat mampu mempertahankan kualitas fisik dan kimia pada
berbagai buah-buahan (Slamet, 2018). Selain itu pelapisan lilin juga dapat
membantu menghambat pertumbuhan cendawan, melindungi dari luka memar,
dan meningkatkan penampilan (Machado et al., 2012; Pascall dan Lin, 2013,
Vasquez-Celestino et al., 2016).
Lilin lebah termasuk pelapis edibel yang banyak digunakan sebagai bahan
pelapis. Menurut Pavlath dan Orts (2009), pelapis edibel merupakan semua jenis
bahan yang digunakan sebagai pelapis atau pembungkus berbagai makanan yang
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk, yang dapat dikonsumsi
bersama-sama dengan makanan baik dengan maupun tanpa pembuangan lapisan
tersebut (Slamet, 2018)
b. Mekanisme metode waxing
Mekanisme pelapisan lilin adalah untuk menutupi pori-pori buah-buahan dan
sayuran. Dengan pelapisan lilin. diharapkan pori-pori dari buah-buahan dan
sayuran dapat ditutup sebanyak kurangg lebih 50% seingga dapat mengurangi
kehilangan air, memperlambat proses fisiologi, dan mengurangi keaktifan enzim-
enzim pernafasan.
c. Formula waxing
Salah satu sumber lilin yang diduga memenuhi syarat tersebut adalah lilin lebah
(Beeswax) (Agung, 2016).
d. Efek pada bahan pangan (fisiologi dan nutrisi)
Pelapisan lilin lebah tidak secara nyata mempengaruhi kualitas kimia buah
seperti kandungan padatan terlarut, keasaman titrasi dan Vitamin C. Menurut
Sugianti (2015) pelapisan lilin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang
umur simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti mikroba. Selain itu pelilinan juga
bertujuan untuk menutupi luka atau goresan kecil pada permukaan buah dan
sayuran.
Laju respirasi pada cabai yang dilapisi oleh beeswax dapat menekan laju
respirasi. Selain itu dapat mengurangi proses penguapan pada permukaan cabai
rawit karena beeswax bersifat hidrofobik. Penelitian lain (Agniati, 2017)
menunjukkan bahwa lilin lebah memiliki sifat hidrofobik sehingga mampu
menahan air yang ada dalam bahan dan susut bobot dapat ditekan. Proses
respirasi sangat mempengaruhi susut bobot karena menyumbang hialngnya air
melalui proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana yaitu CO2 dan H2O. Sehingga dapat diketahui pemberian coating tidak
menghentikan proses respirasi, namun berperan untuk menghambat proses
respirasi.
Cabai yang dilapisi beeswax dapat memperlambat proses pematangannya
sehingga mampu mengurangi bercak spot atau pun bercak gelap pada permukaan
cabai rawit. Selain itu, pelapisan beeswax mampu menjaga cabai rawit dari
pengaruh faktor luar seperti bakteri dan mikroba serta dapat menjaga warna dan
tekstur pada cabai rawit agar selalu terlihat segar. Kemudian pengaruh dari
pelapisan beeswax dapat menjaga kandungan air pada permukaan cabai rawit
sehingga mengurangi pengkriputan.
Kadar capcaisin pada cabai rawit yang dilapisi beeswax tetap stabil sehingga
tidak terjadi perubahan. Sehingga penggunaan beeswax mampu mempertahankan
sifat kimia pada cabai rawit.

6. Irradiasi (semua komoditas)


a. Jenis sinar yang dipaparkan
Penelitian yang dilakukan oleh Marleen dkk. (2016) mengaplikasikan teknologi
pengawetan yang menggunakan iradiasi sinar gamma, yaitu suatu metode
penyinaran terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta
membebaskan dari jasad renik patogen.
b. Sumber sinar 
Sinar gamma yang digunakan berasal dari sumber iradiasi Cobalt - 60. Alat yang
digunakan adalah Iradiator Panorama Serbaguna (Irpasena).
c. Dosis radiasi
Dosis iradiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap kedalam bahan pangan
dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Kerusakan fisiologis akibat
mutasi akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi
gamma yang diberikan. Tingkat  kerusakan  yang  tinggi  terjadi  pada  dosis 
iradiasi  600  Gy  yang mengakibatkan    kemandulan    pada    bunga    sehingga   
terjadi    kegagalan    dalam pembentukan buah. Perlakuan  iradiasi sinar   gamma
dengan   dosis   400   Gy   merupakan   dosis   terbaik   yang   berpotensi
menghasilkan  produksi  tertinggi. Sutapa  dan  Kasmawan  (2016),  menyatakan 
bahwa  pada  umumnya  dosis optimum yang efektif menghasilkan tanaman
mutan yang bersifat positif terjadi pada atau  sedikit  di  bawah  nilai  LD50
(Lethal  Dose  50). LD50 merupakan dosis  yang menyebabkan   terjadinya  
kematian   50   %   dari   populasi   yang diiradiasi. Nilai LD50 merupakan salah
satu parameter  yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat radiosensitivitas
suatu tanaman terhadap iradiasi. Beberapa penelitian iradiasi pada cabai rawit
menggunakan ukuran dosis sinar gamma  (0 kGy, 0,5 kGy, 1,0 kGy, 1,5 kGy, 2,0
kGy dan 2,5 kGy) atau menggunakan ukuran dosis sinar gamma  (0 Gy, 100 Gy,
200 Gy, 300 Gy, dan 400Gy).
Berikut merupakan aplikasi tingkat dosis pada bahan pangan :
- Dosis rendah (0 - 1 kGy), aplikasi dosis rendah bertujuan untuk mencegah
pertunasan pada rimpang dan umbi umbian, menunda proses pematangan buah,
membunuh serangga,dan membunuh parasit daging.
- Dosis sedang (1 - 10 kGy), aplikasi dosis sedang bertujuan menurunkan
kandungan mikroba, membunuh bakteri patogen yang tidak berspora.
- Dosis tinggi (>10 kGy), aplikasi dosis tinggi bertujuan untuk membunuh semua
mikroba dikombinasikan dengan sterilisasi dan membunuh virus. 
d. Efek radiasi pada bahan pangan 
- Efek iradiasi dapat mencegah degradasi senyawa karotenoid sehingga dapat
mempertahankan warna dan kecerahan pada cabai. Degradasi karotenoid terjadi
karena perubahan struktur trans karotenoid menjadi struktur cis. Isomerisasi ini
akan menyebabkan penurunan intensitas warna karotenoid. Semakin tinggi dosis
yang digunakan dapat mencegah penurunan warna dan kecerahan pada cabai. 
- Laju respirasi : Iradiasi dapat menghambat aktivitas pembentukan enzim etilen
dan mengurangi sensitivitas terhadap aktivitas enzim etilen sehingga dapat
memperlambat proses pematangan dengan memperkecil puncak dari laju
respirasi. Faktor lain yang mempengaruhi laju respirasi cabai rawit selama
penyimpanan diantaranya adalah jenis kemasan, keseragaman ukuran,
ketersediaan oksigen, dan komposisi kimia jaringan.
- Kadar Air : Dengan dosis 2,5 kGy dapat menyimpan kadar air cabai rawit sebesar
92,6% dan sisanya 7,4% dipengaruhi faktor lain. Energi radiasi diserap oleh
molekul air untuk membentuk berbagai hasil radiolisis, yang pada peristiwa
selanjutnya dapat bereaksi dengan komponen bahan pangan.
- Tekstur : Dengan dosis yang semakin rendah dapat menghambat penurunan
tekstur cabai rawit lebih baik. Dosis 0,5 kGy dapat mempertahankan tekstur cabai
rawit karena radiasi dapat menyebabkan depolarisasi parsial dari penyusun
dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, polisakarida dan pektin serta
mengubah aktivitas enzim pektin metil esterase dan poligalakturonase yang
berada di dinding sel yang merupakan substrat dari pektin, apabila dosis radiasi
semakin besar maka semakin banyak protopektin yang terdegradasi menjadi
pektin sehingga menyebabkan tekstur cabai rawit semakin lunak. 
- Vitamin C : kandungan vitamin C yang terdapat pada cabai rawit akan berkurang
ketika dosis iradiasi semakin tinggi dikarenakan radiasi dapat merubah beberapa
kandungan askorbat menjadi dehidroaskorbat.
- Mikroorganisme : Proses Iradiasi dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan cara menghasilkan dua efek yang berbeda yaitu efek
langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi apabila radiasi pengion
mengenai atom yang terdapat pada molekul DNA maupun komponen-komponen
penting lain sehingga menyebabkan terputusnya ikatan rantai pada DNA dan
mempengaruhi kemampuan sel untuk bereproduksi dan bertahan. Efek tidak
langsung terjadi jika sinar radiasi merusak membran dan struktur lain pada
mikroorganisme. Daya tahan berbagai jenis mikroorganisme terhadap radiasi
secara berurutan dari yang paling tahan adalah spora bakteri, khamir, kapang,
bakteri gram positif, bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif merupakan
mikroorganisme yang paling peka terhadap radiasi. Oleh karena itu, untuk
menekan proses pembusukan makanan dapat digunakan iradiasi dengan dosis
rendah.

7) Grading (semua komoditas)


a. Mutu grading cabai rawit
Cabai merupakan buah dari spesies Capsicum annuum L. (cabai besar dan cabai
keriting) dan Capsicum frutescens L. (cabai rawit) family Solanaceae yang terdiri
dari buah bernas, utuh, segar, sehat dan bersih. Cabai diklasifikasikan dalam 3
(tiga) kelas mutu, yaitu:
- Kelas super
- Kelas 1
- Kelas .

1) Persyaratan mutu
a. Persyaratan mutu
Untuk semua kelas cabai, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah :
- sehat dan utuh;
- penampilan segar;
- padat (firm);
- layak konsumsi;
- bersih, bebas dari kotoran;
- bebas dari hama dan penyakit;
- bebas dari memar;
- bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu yang ekstrim;
- bebas dari kerusakan karena kelembaban yang berlebihan;
- bebas dari bau dan rasa asing;
- bentuk, warna, dan rasa sesuai deskripsi varietasnya;
b. Persyaratan khusus
Persyaratan khusus cabai seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 – Syarat mutu cabai

Kelas Mutu Persyaratan


Kelas super Babas dari kerusakan
Kelas 1 Kerusakan 5% dari jumlah
Kelas 2 Kerusakan 10% dari jumlah

- Ketentuan mengenai ukuran


Kode ukuran ditentukan berdasarkan panjang buah sesuai dengan Tabel 2.

Kode ukuran Panjang (cm)


1 ≤2
2 2<4
3 4<8
4 8 < 12
5 12 < 16
6 ≥ 16

- Ketentuan mengenai toleransi


Toleransi yang diberikan untuk mutu dan ukuran yang ditetapkan harus tertera pada
setiap kemasan (atau pada kemasan curah) untuk menghindari ketidaksesuaian kelas
mutu. Toleransi mutu dan ukuran cabai seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 - Batas toleransi

Toleransi
Kelas mutu
Mutu Ukuran
Kelas super 5%
Kelas 1 10% 10%
Kelas 2 15%

- Ketentuan mengenai penampilan


a. Keseragaman
Isi setiap kemasan cabai harus seragam varietas, asal produksi, mutu, dan ukuran.
b. Pengemasan
Kemasan harus bermutu, bersih, berventilasi, dan tahan selama pengangkutan,
distribusi dan menjaga kesegaran cabai. Kemasan harus bebas dari bahan dan aroma
benda asing untuk menjamin dan mempertahankan mutu sesuai dengan CAC/RCP 44-
1995.

- Penandaan dan pelabelan


a. Kemasan eceran
Penandaan dan pelabelan pada kemasan harus memenuhi standar kemasan CODEX
STAN1-1985, Amd 2010. Apabila isi kemasan tidak tampak dari luar, maka kemasan
harus diberi label yang berisi informasi mengenai nama varietas cabai.
b. Kemasan bukan eceran
Setiap wadah kemasan harus menggunakan tulisan pada sisi yang sama, mudah
dibaca, dan tidak dapat dihapus, serta tampak dari luar, sesuai yang tertera pada
dokumen yang menyertai pengiriman barang. Untuk cabai yang diangkut dalam
bentuk curah, label harus ditunjukkan pada dokumen yang menyertainya.
Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan :
- nama varietas;
- nama dan alamat perusahan eksportir, pengemas dan atau pengumpul;
- asal cabai;
- kelas;
- ukuran (kode ukuran atau kisaran bobot dalam satuan berat);

- Rekomendasi
a. Logam berat
Cabai harus memenuhi syarat keamanan di bawah batas maksimum residu logam
berat sesuai dengan SNI 7387.
b. Residu pestisida
Cabai harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum residu pestisida sesuai
dengan SNI 7313.

- Higienis
a. Cabai dianjurkan untuk memenuhi syarat higienis sesuai prinsip dasar higienis
makanan (SNI CAC/RCP 1:2011, CAC/RCP 53-2003).
b. Cabai harus memenuhi syarat mikrobiologi sesuai dengan ketentuan standar
mikrobiologi untuk makanan (CAC/GL 21-1997).

- Metode pengambilan contoh


Pengambilan contoh yang dilakukan sesuai SNI 0428 yang dilakukan oleh petugas
pengambil contoh yang kompeten.

- Metode pengujian
a. Uji residu pestisida
Pengujian residu pestisida dalam ketentuan ini harus sesuai dengan pedoman
pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian.
b. Uji cemaran logam berat
Pengujian cemaran logam berat dalam ketentuan ini harus sesuai dengan SNI 2896
dan SNI 4866.

- Tingkat kepedasan

Kandungan capsaicinoids
Kepedasan Satuan pedas scoville
(µg/g berat kering)
Tidak pedas 900-1,999 60-133
Agak pedas 2,000-19,999 134-1,333
Pedas 20,000-100,000 1,334-6,600
Sangat pedas >100,000 >6,600
Catatan 15 Scouville heat units = 1 microgram/gram berat kering

- Batas maksimum cemaran logam berat pada cabe

Batas maksimum
No Cemaran logam
(mg/kg)
1. Arsen (As) 0,25
2. Kadmium (Cd) 0,2
3. Merkuri (Hg) 0,03
4. Timbal (Pb) 0,5
5. Timah 40

- Batas maksimum cemaran residu pestisida pada cabe

Batas maksimum
No Bahan aktif
(mg/kg)
1. Bendiokarb 0,2
2. DIafentiurom 0,2
3. Fipronil 0,05
4. Imidakloprid 0,1
5. Iprodion 5
6. Metamidofos 2
7. Metomil 1
8. Monokrotofos 0,2
8) Pengepakan/pengemasan (semua komoditas)
a. Wadah pengemas yang digunakan
- Karton : Menurut Purwanto et al. (2013) pada hasil penelitiannya menyatakan
bahwa penggunaan kemasan karton dapat mempertahankan kualitas cabai lebih
baik dibandingkan kemasan jala dan karung plastik pada suhu 10OC sampai 17
hari penyimpanan. 
- Plastik : Menurut Asmeri. (2015), penyimpanan cabai dengan kotak akan
menghilangkan bobot sekitar 3.5% pada suhu 24OC setiap harinya, namun hanya
0.5% jika menggunakan suhu penyimpanan 8OC, sedangkan jika menggunakan
kemasan plastik polietilen (PE), kehilangan bobotnya lebih rendah. 
b. Sifat-sifat kemasan yang digunakan
- Karton :  kardus tidak mudah robek dan tahan benturan, apabila tertutup rapat
maka bahan makanan yang ada didalamnya akan terlindungi dari infeksi
serangga. kerusakan yang dapat terjadi apabila kardus terkena air dan terkena
tekanan yang berat. Kardus merupakan kemasan yang efektif untuk menghambat
terjadinya kehilangan air sehingga mampu melindungi dari bahan yang dikemas
yakni cabai merah segar. Selain itu kardus juga tahan air sehingga dapat menekan
laju penguapan air dan laju susut bobot tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan
bahan pengemas jaring maupun plastik.jenis kemasan tidak mudah dilewati
(impermeabel) oleh gas dan uap air sehingga uap air cabai merah tidak mudah
keluar karena pengemasan dapat menghalangi masuknya oksigen sehingga
pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Oksigen sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroba aerob, dengan pengemasan jumlah oksigen  yang tersedia
dapat dikurangi sehingga mikroba tidak tumbuh.(Waryat, 2017)
- Plastik : kemasan yang mudah robek ketika terkena benda tajam, tahan akan
benturan, plastik tidak dapat menyerap air, Sifat permeabilitas plastik LDPE
terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik LDPE mampu berperan
mengatur kelembapan dari ruang Penyimpanan.Tingginya kelembaban udara
dalam kemasan dapat mempertahankan keluarnya air dari permukaan cabai dan
rendahnya permeabilitas bahan dapat menekan keluarnya air kelingkungan
sehingga susut bobot akibat evaporasi dapat ditekan. Bahan pengemas plastik
dapat menekan kerusakan karena mempunyai keunggulan dibanding bahan
pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, dan selektif dalam
permeabilitasnya terhadap uap air yang rendah. untuk penyimpanan suhu ruang
Menurut Lamona (2015) Pada kemasan plastik LDPE kerusakan lebih banyak
disebabkan oleh tumbuhnya cendawan dan busuk basah akibat terjadi fermentasi
anaerob selama penyimpanan.
- Karung : karung tidak mudah robek kecuali terkena benda tajam, tidak dapat
melindungi bahan makanan yang ada didalamnya dengan baik karena mudah
terkena tekanan, gesekan dan benturan dari luar. tidak dapat melindungi dari
penyerapan air, karen tekstur karung tidak padat. tidak dapat melindungi dari
serangan serangga, karena tidak tertutup rapat.
c. Pemberian label
 Nama produk 
 Pencantuman masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam Undang-Undang
Pangan No 18 Tahun 2012 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri
pangan wajib mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa (expired date) 
 keterangan identitas produk, jumlah dan ukuran produk
Menurut Nyoman (2017) label dapat bervariasi mulai dari tanda pengenal produk yang
sederhana hingga grafik rumit yang merupakan bagian dari kemasan. Label menampilkan
beberapa fungsi. Pada tingkatan paling akhir, label mengidentifikasi produk atau merek.
Label juga menjelaskan beberapa hal mengenai produk, siapa yang membuatnya, dimana
dibuat, kapan dibuat, isinya, bagaimana produk tersebut digunakan, dan bagaimana
menggunakannya dengan aman. Terakhir, label dapat mempromosikan produk melalui
gambar yang atraktif.
d. MAP pada komoditas tersebut
- Pengemas yang digunakan adalah film plastik polypropylene (PP) ketebalan 0,06
mm dan berukuran 20x30 cm
- Plastik PP memiliki kemampuan permeabilitas terhadap O2 sebesar 23 (cm3 /cm2
/mm/dt/cmHg) x 1010 dan terhadap H2O sebesar 680 (cm3 /cm2 /mm/dt/cmHg)
x 1010
- Pada jurnal tersebut tidak menyebutkan jumlah kadar oksigen maupun
karbondioksida yang digunakan
- Penggunaan plastik film sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat
memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan film
plastik memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan yang berbeda
dengan atmosfer udara normal yang dapat memperlambat perubahan fisiologis
yang berhubungan dengan pemasakan dan pelayuan (Mandana, 2015)
- Pengurangan bobot pada cabai yang dikemas dengan plastik PP tidak
menunjukkan secara signifikan. Semakin kecil nilai permeabilitas suatu kemasan,
maka semakin besar kemampuan kemasan dalam menghalangi uap air lebih baik.
Artinya, proses terjadinya susut bobot dapat dihambat (Putri, 2020)
e. Edible packaging pada cabai
Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan atau
diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer
massa seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya atau berfungsi sebagai pembawa
bahan tambahan pangan (Nugroho dkk. 2013). Bahan alternatif yang dapat digunakan
dalam pembuatan edible film yaitu pati singkong.
Pati singkong tergolong polisakarida yang memiliki kandungan amilopektin yang
tinggi tetapi lebih rendah dari pada ketan. Kandungan amilopektin pada pati singkong
sebesar 83% dan amilosa 17% (Mustafa, 2015). Upaya untuk meningkatkan kualitas
edible film agar tidak mudah rapuh yaitu dengan kombinasi lidah buaya. Tanaman
lidah buaya mengandung polisakarida (acylated manan) yang disebut aloin
(barbaloin) yaitu C-glikosida aloe emodin sebanyak 30 % (bk) (Riyanto, 2012).
Menurut Apriyani dan Sedyadi (2018), lidah buaya mengandung senyawa kolagen
acemannan, gluco mannan dan galaktan.
Aplikasi terhadap cabai rawit digunakan metode pencelupan. Cabai rawit dicuci
bersih kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sampai kering. Cabai
rawit selanjutnya dibungkus menggunakan film yang telah disiapkan sebelumnya.
Edible film dipotong dengan ukuran 3 cm x 3 cm kemudian dipres menggunakan
setrika dengan suhu tertentu sampai film merekat sempurna. Cabai rawit yang telah
dibungkus dengan edible film disimpan dalam suhu kamar (25-27˚C). Pengambilan
data dilakukan setiap hari selama 14 hari penyimpanan. Cabai rawit selanjutnya diuji
susut bobot dan tekstur (Aji, 2018).
Karakteristik edible film
- Ketebalan
Konsentrasi ekstrak lidah buaya yang berbeda mempengaruhi hasil ketebalan
pada edible film yang relatif berbeda. seiring penambahan konsentrasi ekstrak
lidah buaya, maka ketebalan edible film juga meningkat
- Kuat tarik
Nilai kuat tarik meningkat seiring bertambahnya konsentrasi lidah buaya yang
ditambahkan. Kuat tarik yang dihasilkan dengan penambahan ekstrak lidah
buaya memiliki pengaruh nyata
- Elongasi (pemanjangan)
Penambahan konsentrasi ekstrak lidah buaya terhadap pemanjangan (elongasi)
edible film memiliki pengaruh yang relatif rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan ekstrak lidah buaya tidak berpengaruh banyak terhadap
nilai elongasi yang diperoleh. Karena dalam lidah buaya terdapat polisakarida
seperti kolagen dan acemannan yang berfungsi memperbaiki film agar tidak
mudah rapuh. Sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap elongasi. Selain
itu, elongasi dipengaruhi oleh plasticizer, dalam hal ini sorbitol. Jumlah
sorbitol yang ditambahkan akan mempengaruhi tingkat elastisitas edible film.
- Waver Vapor Transmission Rate (WVTR)
Hasil uji laju transmisi uap air (Waver Vapor Transmission Rate) pada edible
film pati singkong dengan penambahan ekstrak lidah buaya memiliki nilai
yang relatif berbeda.

9) Penyimpanan (semua komoditas)


a. Kondisi CAS/MAS yang diterapkan
- kadar CO2: 0.02%
- kadar O2: 70%
- RH: 90%
- suhu : 10ºC
b. Kombinasi teknologi yang diterapkan dengan CAS/MAS
Pada penelitian Setyabudi (2019) tidak menerapkan teknologi tambahan hanya
menggunakan metode Control Atmosphere Storage (CAS).
c. Efek CAS/MAS Terhadap Fisiologi Komoditas
Penampakan cabai rawit yang telah dilakukan metode CAS pada hari ke 22
masih tampak segar. Hal ini terjadi karena RH yang cukup tinggi sehingga
dapat meminimalisir penguapan air (transpirasi) dan didukung oleh suhu yang
rendah yaitu 10ºC serta kondisi atmosfer dengan keterbatasan oksigen bertahap
yang berperan dalam menghambat laju respirasi dan proses fisiologis cabai
lainnya (Julianti, 2013). Karakteristik kadar air pada cabai kisaran 82-84%,
kadar abu sebesar 0.80% sampai 0.95%, Vitamin C 237.4 - 267.16 mg/100 g
dengan tekstur yang mudah rusak dan warnanya kekuningan dan kehilangan
susut mencapai 12.8%.
d. Masa simpan akibat CAS/MAS
Dengan demikian suhu rendah 10ºC dan oksigen yang terbatas serta
peningkatan kadar gas CO2 dapat memperpanjang umur simpan cabai rawit
seperti pada tomat, rambutan, dan mangga. Masa simpan cabai rawit mampu
bertahan hingga 30 hari.
10) Pengangkutan (semua komoditas)
Pengangkutan umumnya diartikan sebagai penyimpanan berjalan. Semua kondisi
penyimpanan pada komoditas yang diangkut harus diterapkan. Faktor pengangkutan
yang perlu diperhatikan adalah:
- Fasilitas angkutannya
- Jarak yang ditempuh atau lama perjalanan
- Kondisi jalan dan kondisi lingkungan selama pengangkutan
- Perlakuan “bongkar-muat” yang diterapkan.
- Pertimbangakan kemudahan pekerja dalam mengangkuut cabai dalam
kemasan
- Pertimbangkan kapasitas angkut truk/kendaraan
- Media yang digunakan untuk mengangkut dipastikan kebersihannya
- Pertimbangkan produk lain yang diangkut bersama dalam satu kendaraan
Praktek yang baik untuk menjamin keamanan cabai pada rantai pasomnya, antara lain
adalah:
- Hanya menggunakan alat, perkakas, dan fasilitas yang bersih untuk
penanganan dan pengangkutan cabai segar
- Wadah penampungan saat pemanenan, n, penanganan lapang dan keranjang
pengemasan harus dibersihkan secara benar dengan air menggunakan alat
pembersih seperti busa, pengelap/ sikat, penyerap dan penyemprot air sebelum
dibersihkan dengan air berklorin.
- Alat pembersih seperti busa, lap, penyerap dan penyempot air harus terjaga
kebersihannya dan secara rutin dibersihkan setelah penggunaan.
- Semua pekerja yang akan bersentuhan dengan cabai sepanjang rantai pasca
panennya harus dalam kondisi terjaga kebersihan dan higinitasnya.
- Tidak bisa ditolerir lagi, semua cabai yang telah dipanen yang tersentuh tanah,
bahan kimia atau bahan kontaminan lain dapat menyebabkan cabai tidak
aman, sehingga harus dilakukan pembersihan.

Anda mungkin juga menyukai