Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

Dosen pengampu: Ulin Nafi’ah S.ST.,M.Kes

Disusun oleh :

NailaNihayatinNi’mah (2019010016)

Winda Ariska Ningrum (2019010017)

AKADEMI KEBIDANAN DUTA DHARMA PATI

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang tiada henti memberikan
kenikmatan dan karunia kepada semua makhluk-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, semoga kita semua mendapatkan syafatnya didunia hingga akhirat nanti.
Alhamdulillah, dengan izin Allah kami telah menyelesaikan tugas makalah kesehatan
reproduksi dalam keluarga tentang kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Penyusunan
makalah ini dapat terwujud tak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai
pihak.
Kami selaku penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan,
karena keterbatasan kemampuan maupun pengalaman kami. Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki kekurangan ataupun
kekeliruan yang ada. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa kebidanan untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan.
Kami mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Dan makalahinidapatbermanfaatbagi kami sendiri selaku
penyusun dan juga para pembaca. Terimakasih

Rabu, 07 April 2021

Tim penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan
koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya.
Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn
bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda
tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani
kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki
kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang
pendidikan sebagai profesional ahli.

B. Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar Kegawatdarauratan
Maternal dan Neonatal.

C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan Konsep Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.

D.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2.Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Kegawatdaruratan Maternal

a)      Definisi Kegawatdaruratan Maternal


Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan
koagulopati obstetri.

b)     Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri


Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1.      Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang
dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda
kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan
kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak
atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan
kemungkinan syok.

Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor
yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat
yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh
darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti
radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim
melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a)      Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
b)      Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih
ada yang tertinggal.
c)      Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
d)     Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
e)      Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih dalam kandungan.
f)       Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau
lebih.
g)      Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h)      Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme
dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan
menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya
apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
b) Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien
diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila
perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c) Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d)  Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah
aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
e) Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.
Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex,
Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan
perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok
hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika
kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian
Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin,
ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.

2.      Mola hidatidosa (Kista Vesikular)


Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan
biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi
cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang
mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor
ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang
rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas

Klasifikasi
1.      Mola Hidatidosa Sempurna
a. Mola Sempurna Androgenetic
b.  Mola Sempurna Biparental
2.      Mola Hidatidosa Parsial

Tanda dan gejala


Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu
:
a.       Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b.      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
c.       Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
d.      Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Manifestasi Klinis
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1. Perdarahan vaginam
2. Hiperemesis
3. Hipertiroid
Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
4. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas
4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan
1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan
pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2
bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1)        Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
2)        Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
3)        Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif,
1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per
3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai
adanya keganasan
4)        Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

3.      Perdarahan
1.      Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada
dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak
selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk
sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa
apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada
kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan
permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. His biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis
1. Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke
samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa
harus dicurigai.
4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak
langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi
penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya
radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak
rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu
melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang
sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO
sebagai upaya menetukan diagnosis.
Klasifikasi
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus
tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi
oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan
pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah
pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau
parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat
jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse
oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau
ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
1)      Cegah syok (syok hemoragik)
2)      Pantau urin dengan kateter menetap
3)      Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4)      Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus
perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston,
Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium
(diazepam) IM atau IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)

2. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
(Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian
ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1. penyakit hipertensi menahun
2. pre-eklampsia
3. tali pusat yang pendek
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda
pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. ketuban pecah sebelum waktunya
4. defisiensi asam folat
5. merokok, alcohol, kokain
6. mioma uteri
Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. solusio placenta ringan
2. solusio placenta sedang
3. solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya
placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio
placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi
berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut
perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion
sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
Gejala klinis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan
darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia

Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri,
uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan)
pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
Gambaran klinik
1. Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit
sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak
tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan
terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas
permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta
ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan
perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin
perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri
tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya
sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda
persalinan biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio
plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti
papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan
mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
Penanganan solusio plasenta
1. Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti,
perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat
secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas,
atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran
kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio
caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan
pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse
oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
Pengobatan :
Umum :
1. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita
waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan
telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
1. Pemberian O2
2. Pemberian antibiotik.
3. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar
dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV,
selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan
sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg
%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan
IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar
yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan transfusi darah
lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.
Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40cc/jam.
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan
sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak selesai atau
diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan
infus oksitosin, satu-satunya cara adalah dengan melakukan sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi dengan
usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
1. Bagian placenta yang terlepas meluas
2. Perdarahan bertambah
3. Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

3. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah
plasenta lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi
perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut
tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
1)      Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
2)      Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
3)      Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
4)      Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(plasenta inkarserata)
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan
saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil
pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta
setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.

Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang
diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta
tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang
lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

4. Preeklampsia Berat
Definisi
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3. Gangguan selebral atau visual
4. Edema pulmonum
5. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7. Trobosisfeni
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Peningkatan serum creatinin

Preeklampsia Berat Dan Eklampsia


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit

Pengelolaan umum
1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
2. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5. Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
7. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda
adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik
(mis. Furosemide 40 mg IV)
9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7
menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal.
Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:
1.      Hipotermia
2.      Hipertermia
3.      Hiperglikemia
4.      Tetanus Neonaturum
5.      Penyakit-penyakit pada ibu hamil

2.      Kegawatdaruratan Neonatus


a.      Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak.
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir
meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system
pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan
dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap
neonatus.

b.      Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus


1)      Faktor Kehamilan
a)      Kehamilan kurang bulan
b)      Kehamilan dengan penyakit DM
c)      Kehamilan dengn gawat janin
d)     Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e)      Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f)       Infertilitas

a.       Faktor pada Partus


1.    Partus dengan infeksi intrapartum
2.    Partus dengan penggunaan obat sedative

b.      Faktor pada Bayi


1.      Skor apgar yang rendah
2.      BBLR
3.      Bayi kurang bulan
4.      Berat lahir lebih dari 4000gr
5.      Cacat bawaan
6.      Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit

c.       Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus


1.        Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low
reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat
merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya
metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan
glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan
yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis,
kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak
adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1)      Mencegah hipotermia,
2)      Mengenal bayi dengan hipotermia,
3)      Mengenal resiko hipotermia,
4)      Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:


a.       Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki
teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata
atau disebut kutis marmorata.
b.      Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan
hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat,
terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c.       Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan
berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema
terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

2.        Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi.
Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada
mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat
medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah
kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang
mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak
terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi
negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi
maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran
pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-
tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan
serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah.
Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba.
Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan
jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit,
mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas.
Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai
organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.

3.        Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam
plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia
biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada
sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan
tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak
mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus),
poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit
terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi
berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.

4.        Tetanus neonaturum


Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang
disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut
mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan
sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku,
dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.

Penatalaksanaan yang dapat diberikan :


a.       bersihkan jalan napas,
b.      longgarkan atau buka pakaian bayi,
c.       masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
d.      ciptakan lingkungan yang tenang dan
e.       berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.

5.        Penyakit-penyakit pada ibu hamil


Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus,
kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi
abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre
eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat
implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks),
insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).

6.        Sindrom Gawat Nafas Neonatus


Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih,
waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-
organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin
ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian
dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang
mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang
kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan
ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada
situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista
vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan
per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca
persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat 4 minggu atau 28 hari
setelah lahir)
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat
jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini
diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan
memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

B.     Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan maternal dan
neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan yang tepat dapat
meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan
memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diharapkan bidan dapat memberikan
penanganan yang maksimal dan sesuai standar demi kesehatan ibu dan anak

Anda mungkin juga menyukai