Buku Ajar Jiwa Fiks
Buku Ajar Jiwa Fiks
KEPERAWATAN JIWA
i
BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA
Akademi Keperawatan
Pemkab Purworejo
ii
VISI DAN MISI
VISI :
Menghasilkan lulusan DIII Keperawatan yang unggul dalam keperawatan luka, kompeten dan
MISI :
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah melimpahkan
karunia dan rahmat-Nya hingga penulis mampu menyelesaikan Buku Ajar keperawatan
jiwa. Selawat berserta salam kami sanjungkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan seperti yang kita
rasakan sekarang
Semoga buku Ajar keperawatan jiwa dapat bermanfaat dan membantu para mahasiswa
Diploma Tiga keperawatan yang sedang mempelajari keperawatan kesehatan jiwa. Jiwa adalah
unsur manusia yang bersifat nonmateri, serta tidak berbentuk objek benda. Oleh karena itu, pada
tahap awal mahasiswa sering mengalami kesulitan dalam mempelajari ilmu jiwa dan
keperawatan jiwa. Dengan demikian, mahasiswa dapat merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan terhadap berbagai masalah keperawatan yang timbul.
Kami juga menyadari bahwa Buku Ajar ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi,
maupun dari segi penulisan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan
untuk kesempurnaan Buku Ajar ini. Semoga Buku Ajar dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
......................................................................................................................89
v
vi
BAB I
Perkembangan keperawatan jiwa dimulai sejak jaman peradaban. Pada masa ini suku
bangsa Yunani dan Arab percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan karena tidak berfungsinya
organ otak. Pengobatan pada masa ini telah mengabungkan berbagai pendekatan pengobatan
seperti: memberikan ketenangan, mencukupi asupan gizi yang baik, melaksanakan kebersihan
keperawatan jiwa pada abad 21 lebih menekankan pada upaya preventif melalui
berisiko tinggi dan pengembangan sistem management patient care dengan pendekatan
multidisipliner.
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang
bersarang di otak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya dengan membuat lubang pada
tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut. Hal ini
terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala pada orang yang pernah mengalami
gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno tentang siapa saja yang
dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara diajak jalan melewati sebuah
jembatan lalu diceburkan dalam air dingin dengan maksud agar terkejut, yakni semacam
Hasil pengamatan berikutnya diketahui ternyata orang yang menderita skizofrenia tidak
ada yang mengalami epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal penderita epilepsi setelah
kejangnya hilang dapat pulih kembali. Oleh karenanya, pada orang skizofrenia dicoba
dibuat hiperplasia dengan membuat terapi koma insulin dan terapi kejang listrik (elektro
convulsif theraphy).
2. Zaman Yunani
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Upaya pengobatannya
dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Pada waktu
itu, orang sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa.
Jadi, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang
gangguan jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara
Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan gangguan jiwa. Ia
dengan itu, Herophillus dan Erasistratus memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam
otak, sehingga ia mempelajari anatomi otak pada binatang. Khale kurang puas hanya
(Notosoedirjo, 2001).
2
3. Zaman Vesalius
Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia ingin
mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala manusia untuk
dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh
hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk
penghargaan karena bisa menunjukkan adanya perbedaan antara manusia dan binatang.
Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun
kenyatannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang yang mengalami
4. Masa Peradaban
Masa ini dimulai antara tahun 1770 sampai dengan tahun 1880, ditandai dengan
dimulainya pengobatan terhadap pasien gangguan mental. Para masa ini, suku bangsa
Yunani, Romawi maupun Arab percaya bahwa gangguan mental (emosional) diakibatkan
karena tidak berfungsinya organ pada otak. Pengobatan yang digunakan pada masa ini
mencukupi asupan gizi yang baik, melaksanakan kebersihan badan yang baik,
Hippocrates bapak kedokteran abad 7 SM, menerangkan bahwa perubahan perilaku atau
watak dan gangguan mental disebabkan karena adanya perubahan 4 cairan tubuh atau
hormon, yang dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban, seorang Dokter
3
Yunani Galen, mengatakan ada hubungan antara kerusakan pada otak dengan kejadian
gangguan mental dan perubahan emosi. Pada masa itu suku bangsa Yunani telah
menggunakan sistem perawatan yang modern dimana telah digunakannya kuil sebagai
rumah sakit dengan lingkungan yang bersih, udara yang segar, sinar matahari dan
penggunaan air bersih, untuk menyembuhkan pasien dengan penyakit jiwa atau gangguan
mental pasien diajak untuk melakukan berbagai aktifitas seperti bersepeda, jalan-jalan, dan
5. Revolusi Prancis I
Prancis untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini
Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan
jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu
“Jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini
6. Masa Pertengahan
Masa ini merupakan periode pengobatan modern pasien gangguan jiwa. Bapak Psikiatric
jiwa. Pinel menganjarkan pentingnya hubungan pasien dan dokter dalam “pengobatan
pasien.
7. Abad 18 dan 19
4
William Ellis seorang praktisi kesehatan mengusulkan perlunya pendamping yang terlatih
dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa. Pada tahun 1836, William
pasien gangguan jiwa karena pendamping terlatih terbukti efektif di dalam memberikan
ketenangan dan harapan yang lebih baik bagi kesembuhan pasien. Bejamin Rush bapak
Psikiatric Amerika tahun 1783, menulis tentang pentingnya kerja sama dengan RS jiwa
dalam memberikan bantuan kemanusiaan terhadap pasien gangguan jiwa. Pada tahun
Tahun 1843, Thomas Kirkbridge mengadakan pelatihan bagi dokter di rumah sakit
Pennsylvania mengenai cara merawat pasien gangguan jiwa. Tahun 1872, didirikannya
Belmont, Massachusetts. Pada tahun 1890 diterimanya lulusan sekolah perawat bekerja
sebagai staff keperawatan di rumah sakit jiwa, diakhir abad 19 terjadi perubahan peran
perawat jiwa yang sangat besar, dimana peran tersebut antara lain menjadi contoh dalam
Keperawatan jiwa pada abad ini ditandai dengan terintegrasinya materi keperawatan
psikiatrik dengan mata kuliah lain. Pembelajaran dilaksanakan melalui pembelajaran teori,
praktek dilaboratorium, praktek klinik di RS dan Masyarakat. Tingkat pendidikan yang ada
pada abad ini adalah D.III, Sarjana, Pasca Sarjana dan Doktoral.
5
Fokus pemberian asuhan keperawatan jiwa pada abad 21 adalah mengembangkan asuhan
pelayanan day care (perawatan harian) yaitu pasien tidak dirawat inap hanya rawat jalan,
Kunjungan rumah dan hospice care (ruang rawat khusus untuk pasien gangguan jiwa yang
masyarakat). Selain itu dilakukan identifikasi dan pemberian asuhan keperawatan pada
kelompok berisiko tinggi berupa penyuluhan mengenai perubahan gaya hidup yang dapat
mengakibatkan masalah gangguan kesehatan jiwa. Selain itu dikembangkan pula sistem
sosial ekonomi akibat penjajahan yang dilakukan oleh kolonial Belanda, Inggris dan Jepang.
Perkembangannya dimulai pada masa penjajahan Belanda sampai pada masa kemerdekaan.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat merupakan penduduk pribumi yang
disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.Tahun 1799
pemerintah kolonial Belanda mendirikan Rumah Sakit Binen Hospital di Jakarta, Dinas
Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat yang bertujuan untuk memelihara
kesehatan staf dan tentara Belanda. Jenderal Daendels juga mendirikan rumah sakit di
6
Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan,
Gubernur Jenderal Inggris ketika itu dijabat oleh Raffles sangat memperhatikan kesehatan
rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik setiap manusia, ia
melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara
lain melakukan pencacaran umum, cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa dan
menjadi lebih baik. Pada tahun 1819 di dirikanlah Rumah Sakit Stadverband di Glodok
Jakarta dan pada tahun 1919 dipindahkan ke Salemba yang sekarang bernama RS. Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Antara tahun 1816 hingga 1942 pemerintah Hindia Belanda
banyak mendiirikan rumah sakit di Indonesia. Di Jakarta didirikanlah RS. PGI Cikini dan
RS. ST Carollus. Di Bandung didirikan RS. ST. Boromeus dan RS Elizabeth di Semarang.
kemundurandan merupakan zaman kegelapan. Pada masa itu, tugas keperawatan tidak
dilakukan oleh tenaga terdidik dan pemerintah Jepang mengambil alih pimpinan rumah
sakit. Hal ini mengakibatkan terjangkitnya wabah penyakit karena ketiadaan persediaan
obat.
4. Zaman Kemerdekaan
7
Empat tahun setelah kemerdekaan barulah dimulai pembangunan bidang kesehatan yaitu
pendirian rumah sakit dan balai pengobatan. Pendirian sekolah keperawatan dimulai
pertama kali tahun 1952 dengan didirikannya Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat
setingkat SMP. Tahun 1962 didirikan Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan
8
Soal
9
Kunci Jawaban :
Tes 1
1. A
2. A
3. A
4. A
5. A
10
BAB II
Para ahli kesehatan jiwa memiliki pandangan tentang model konseptual yang berbeda-
beda mengenai konsep gangguan jiwa dan bagaimana proses timbulnya gangguan jiwa.
Perbedaan tersebut, dijelaskan dalam teori model konseptual kesehatan jiwa. Setiap model
Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku,
model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-
masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Sebelum lebih lanjut
mempelajari model konseptual, marilah kita mengulang pengertian model konsep. Tahukah
Anda definisi tersebutl? Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau
skema yang menerangkan serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok,
a. Definisi
Banyak ahli mendefiniskan mengenai model konseptual seperti berikut ini: Model
yang dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk menjawab
fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah (Christensen & Kenny, 2009, hal. 29).
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan
merupakan petunjuk bagi perawat untuk mendapatkan informasi agar perawat peka terhadap
apa yang terjadi pada suatu saat dengan dan tahu apa yang harus perawat kerjakan (Brockopp,
11
1999, dalam Hidayati, 2009).Marriner-Tomey (2004, dalam Nurrachmah, 20100 menjelaskan
bahwa, model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena ilmu
keperawatan dengan melibatkan empat konsep yaitu manusia sebagai pribadi yang utuh dan
unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukan hanya merupakan sumber awal masalah
tetapi juga meerupakan sumber pendukung bagi individu. Ketiga adalah Kesehatan
menjelaskan tentang rentang sehat-sakit sepanjang siklus mulai konsepsi hingga kematian.
Konsep keempat adalah keperawatan sebagai komponen penting dalam perannya sebagai
manusia sebagai mahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, masyarakat, dan
kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Cara pandang dan fokus penekanan pada skema
konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada sistem
adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer. Tujuan dari model konseptual
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
dikarenakan ego tidak berfungsi dalam mengontrol id, sehingga mendorong terjadinya
harus dicapai. Gejala merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa
Proses terapi pada model ini menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi
transferen, bertujuan untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Contoh proses terapi pada
model ini adalah: klien dibuat dalam keadaan tidur yang sangat dalam. Dalam keadaan
tidak berdaya terapis akan menggali alam bawah sadar klien dengan berbagai
klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya
untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran perawat dalam model
dianggap bermakna pada masa lalu misalnya (menjadi korban perilaku kekerasan fisik,
terapeutik.
terhadap kesehatan jiwa individu.Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang
Ansietas yang dialami seseorangtimbul akibat konflik saat berhubungan dengan orang
lain (interpersonal), dikarenakan adanya ketakutan dan penolakan atau tidak diterima
oleh orang sekitar. Lebih lanjut Sullivan mengatakan individu memandang orang lain
sesuai dengan yang ada pada dirinya, Sullivan mengatakan dalam diri individu terdapat
2 dorongan yaitu:
1) Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar, tidur,
Proses terapi
Proses terapi terbagi atas dua komponen yaitu Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien) dan Trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) Prinsip dari terapi ini
bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
14
Share anxieties (berbagi pengalaman mengenai apa-apa yang dirasakan klien dan
apa yang menyebabkan kecemasan klien saat berhubungan dengan orang lain)
Therapist use empathy and relationship (Empati dan turut merasakan apa-apa
yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa
Model ini berfokus pada lingkungan fisik dan situasi sosial yang dapat
create stress, which cause anxiety and symptom).Menurut Szasz, setiap individu
perilaku sesuai dengan nilai atau budaya yang diharapkan masyarakat.Kaplan, meyakini
bahwa, konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier sangat penting untuk mencegah
timbulnya gangguan jiwa. Situasi sosial yaga dapat menimbulkan gangguan jiwa adalah
Proses terapi:
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam modifikasi lingkungan dan adanya
support system. Proses terapi dilakukan dengan menggali support system yang dimiliki
klien seperti: suami/istri, keluatga atau teman sejawat. Selain itu therapist berupaya :
15
Model ekistensial menyatakan bahwa gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi
apabila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak
memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan
dalam Bodi-image- nyaPrinsip terapinya pada model ini adalah mengupayakan individu
agar memiliki pengalaman berinteraksi dengan orang yang menjadi panutan atau sukses
dengan memahami riwayat hidup orang tsb, memperluas kesadaran diri dengan cara
introspeksi diri (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), sesrta mendorong untuk menerima dirinya sendiri dan menerima
kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and
Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah faktor
biopsikososial dan respos maladaptive saat ini. Contoh aspek biologis yaitu sering sakit
mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek social
beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan
masa lalu.
Prinsip proses terapi pada model supportif adalah menguatkan respon coping
adaptif. Terapis membantu klien untuk mengidentifikasi dan mengenal kekuatan atau
kemampuan serta coping yang dimiliki klien, mengevaluasi kemampuan mana yang
16
dapat digunakan untuk alternative pemecahan masalah. Terapist berupaya menjalin
hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk membantu klien menemukan
Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang kompleks
yaitu aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor social. Model medical meyakini bahwa
Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural,
Peran perawat dalam model medical ini adalah melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist
diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan. Medical model terus
g. Model Komunikasi
Model perilaku mengatakan bahwa, penyimpangan perilaku terjadi jika pesan yang
disampaikan tidak jelas. Penyimpangan komunikasi menyangkut verbal dan non verbal,
posisi tubuh, kecepatan dan volume suara atau bicara. Proses terapi dalam model ini
meliputi:
17
c) Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.
h. Model Perilaku
Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi modifikasi
perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning theory).Belajar terjadi jika ada
stimulus dan timbul respon, serta respon dikuatkan (reinforcement). Proses terapi :
a) Terapi pada model perilaku dilakukan dengan cara desentisasi dan relaksasi, dapat
menurun.
b) Asertif training adalah belajar mengungkapkan sesuatu secara jelas dan nyata tanpa
c) Positif training. Mendorong dan menguatkan perilaku positif yang baru dipelajari
akan datang.
serangkaian standart perilaku yang harus dicapai oleh klien. Selanjutnya klien
diminta untuk melakukan self observasi dan self evaluasi terhadap perilaku yang
Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu dan ilmu tersebut menjadi landasan dalam
melaksanakan praktik keperawatan (Roy, 1983). Lebih spesifik Roy (1986) berpendapat
18
bahwa keperawatan sebagai ilmu dan praktik berperan dalam meningkatkan adaptasi
individu dan kelompok terhadap kesehatan sehingga sikap yang muncul semakin positif.
Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai sutu kesatuan yang utuh untuk
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan berespons terhadap
stimulus internal yang mempengaruhi adaptasi.Jika stressor terjadi dan individu tidak
komponen adaptasi mencakup fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan saling
ketergantungan.
koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi
holistic bertujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif yang pada akhirnya
manusia dengan lingkunganyang terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini
digambarkan sebagai stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-faktor
konstektual dan residual. Stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress.
Bagian kedua adalah mekanisme koping yang dirangsang untuk menghasilkan respon
adaptif dan inefektif. Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan
19
kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas.
Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi
oleh adaptasi yang lain, sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada tingkat
yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya
manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-
tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut
sebagai suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi.
j. Model Keperawatan
respon individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus
pada :rentang sehat sakit berdasarkan teori dasar keperawatan dengan intervensi
Model ini mengadopsi berbagai teori antara lain teori sistem, teori perkembangan dan
teori interaksi
20
Contoh soal:
1. C
2. D
3. D
4. D
5. D
22
BAB III
PENGGOLONGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA
PPDGJ-III menganut pendekatan ateoretik, yaitu tidak mengacu pada teori tertentu
sudah jelas dan disepakati penyebabnya, misalnya pada Gangguan Menta Organik,
dimana faktor organik merupakan faktor yang penting. Pendekatan ateoretik itu
menyeluruh ada manifestasi gangguan jiwa (deskripsi gambaran klinis) dan jarang
b. PPDGJ-III tidak menganggap bahwa setiap gangguan jiwa adalab suatu kesatuan yang
tegas dengan batas-batas yang jelas antara gangguan jiwa tertentu dengan gangguan
jiwa lainnya, sebagaimana juga antara adanya gangguan jiwa dan tidak ada gangguan
jiwa
c. Suatu anggapan yang salah bahwa penggolongan gangguan jiwa menggolongkan orang-
sehingga harus dihindarkan pemakaian istilah seperti, "seorang skiza frenik, seorang
neurotik", atau "seorang pecandu. Hendaklah dipakai istilah seorang dengan skizofrenia,
23
d. Anggapan salah lainnya bahwa semua orang yang menderita gangguan jiwa yang sama
adalah juga serupa dalam berbagai hal yang penting yang benar adalah walaupun
seseorang menderita gangguan jiwa yang sama, persamaannya hanyalah terletak pada
ciri-ciri gangguan jiwa itu, tetapi mereka dapat pula menunjukkan perbedaan dalam
banyak hal yang penting yang dapat mempengaruhi terapi dan hasil terapi.
e. Dalam PPDGJ-III terdapat Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis, yang
tidak atau belum digolongkan sebagai gangguan jiwa tetapi menjadi pusat perhatian
klinikus atau kalangan yang bekerja di bidang kesehatan jiwa (lihat bab Diagnosis
Multiaksial).
mulai dari F00 sampai dengan P9s (lihat "Daftar Kategori Diagoosis).
Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti prosedur klinis yang lazim dilakukan dalam
Anamnesa
Pemeriksaan
24
terapi
Tindak Lanjut
a. Anamnesa berisi :
a) Alasan berobat
b. Pemeriksaan meliputi :
b) Status mental
c) Laboratorium
d) Radiologi
c. Diagnosa meliputi :
a) Aksi I = klinis
II = kepribadian
IV = psiko- sosial
V = Taraf fungsi
25
d. Terapi meliputi :
a) Farmakoterapi
b) Psikososial
c) Terapi sosial
a) Evaluasi terapi
Pada beberapa jenis gangguan jiwa (misalnya, gangguan mental organik) terdapat berbagai
tanda dan gejala yang sangat luas. Pada beberapa gangguan jiwa lainnya (seperti, gangguan
cemas) hanya terdapat tanda dan gejala yang sangat terbatas. Atas dasar ini, dilakukan suatu
penyusunan urutan blok-blok diagnonis yang berdasarkan suatu hierarki, dimana suatu
ganguan terdapat dalam urutan hierarki yang lebih tinggi, mungkin mempunyai ciri-ciri dari
gangguan yang terletak dalam hierarsi lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Terdapatnya
hubunzan hierarki ini memungkinkan untuk penyajian diagnosis banding dari berbagai jenis
gejala utama.
Suatu diagnosis atau kategori diagnosis, baru dapat dipastikan setelah kemungkinan kepastian
26
I = Gangguan Mental Organik & Simtomatik ( F00 - F09 ).
V = Sindrom Perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologis & Faktor Fisik (F50-
F59).
IX = Gangguan Perilaku &e Emosional dgn Onset Masa Kanak dan remaja (F90-98).
27
4. Diagnosa Multiaksial
Aksis I : gangguan klinis, kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis.
Aksis II : gangguan kepribadian, retardasi mental.
Aksis III : kondisi medis umum
Aksis IV ; masalah psikososial dan lingkungan.
Aksis V : penilaian fungsi secara global
CATATAN :
1. Antara Aksis I, II. III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenesis
2. Hubungan antara Aksis I-11-IIr dan Aksis IV dapat timbal balik saling mempengaruhi.
1. Mencakup informasi yang komprehensif (Gangguan Jiwa, Kondisi Medik Umum, Masalah
a. perencanaan terapi
Soal Tes
28
1. Seorang perempuan usia 26 di rawat di ruang perawatan jiwa. Hasil pengkajian sudah 1
minggu tidak mau mandi, badan kotor dan bau, makan berantakan, BAB dan BAK
sembarangan. Apakah masalah keperawatan utama pada kasus di atas....
a. Harga diri rendah
b. Gangguan citra tubuh
c. Defisit perawatan diri
d. Ketidakseimabangan nutrisi
e. Perubahan penampilan peran
2. Seorang laki-laki berusia 17 tahun, dibawra ke UGD RSJ karena mengamuk di rumah.
Hasil pengkajían tatapan mata pasien tajam, tangan mengepal sambil memukul-mukul
tempat tídur, perawat akan melakukan pengikatan pada pasien. Apakah prinsip etik yang
dilakukan pada kasus tersebut ....
a. Non maleficience
b. Beneficience
c. Autonomi
d. Veracity
e. Justice
3. Seorang laki-laki berusia 34 tahun, dikunjungi oleh perawat puskesmas karena mengurung
diri dikamar sejak 1 bulan, menolak mandi dan suka bicara sendiri. Hasil pengkajian :
kontak mata kurang, hanya mengangguk, dan menggelengkan kepala saat ditanya.
Keluarga mengatakan klien dihentikan dari pekerjaannya. Apakah tujuan tindakan
keperawatan pada kasus tersebut....
a. Pasien mampu melakukan interaksi
b. Pasien mampu menjaga kebersihan diri.
c. Pasien mampu mengontrol halusinasinya
d. Pasien mampu berorientasi pada realita
e. Pasien menunjukkan perilaku meningkatnya harga diri
4. Perawat puskesmas melakukan kunjungan rumah kepada seorang perempuan berusia 16
tahun. Keluarga mengatakan pasien tidak mau melakukan kegiatan apa-apa. Hasil
pengkajian : klien mengatakan malu dengan bekas luka bakar pada wajahnya, dan tampak
29
sering menutup wajahnya. Pasien tampak murung dan banyak menunduk. Perawat
merancang asuhan keperawatan pasien. Apakah kriteria evaluasi pada kasus tersebut..
a. Pasien menerima realita
b. Pasien menemukan makna hidup
c. Pasien mampu mengontrol keaddaan
d. Pasien mengenal aspek positif yang dimiliki
e. Pasien mampu melakukan interaksi dengan orang lain
5. Seorang perempuan umur 30 tahun di bawa ke RSJ karena marah-marah, bicara sendiri,
menolak mandi. Hasil pengkajian : kontak mata tidak ada, menyendiri, dan menolak
berinteraksi. Pasien sudah diajarkan cara mengontrol marah, mengontrol halusinasi, cara
berkenalan dan merawat diri. Apakah kemampuan yang harus ditunjukkan pasien pada
kasus tersebut..
a. Baju bersih dan rapi
b. Tanda-tanda marah berkurang
c. Mempunyai teman, kontak mata (+)
d. Berorientasi pada realita
e. Harga diri meningkat
30
Kunci Jawaban :
1. C
2. A
3. A
4. D
5. C
31
BAB IV
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
A. Proses Komunikasi
Komunikasi manusia merupakan proses dinamis yang dipengaruhi oleh kondisi fisiologis
1. Pengirim-penyampai pesan.
struktural ini, masalah spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Dua persyaratan komunikasi yang efektif, yaitu (1) komunikasi ditujukan untuk
menghormati baik perawat maupun pasien dan (2) komunikasi tentang penerimaan atau
pengertian mendahului tiap saran informasi atau informasi yang lebih spesifik. Terdapat
rekaman video, rekaman suara, dan verbatim, gambaran kasar, dan catatan pasca
interaksi.
32
Hubungan terapeutik perawat-pasien merupakan pengalaman belajar timbal balik
dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Dalam hubungan ini, perawat
menggunakan diri (self) dan teknik-teknik klinis tertentu dalam menangani pasien untuk
C. Sifat Hubungan
tujuan
Untuk mencapai tujuan ini, berbagai aspek pengalaman hidup pasien dikaji selama
dengan tindakan yang diamati dan dilaporkan. Area konflik dan ansietas diklarifikasi.
Juga penting bagi perawat untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan kekuatan ego
pasien serta mendukung sosialisasi dan hubungan dengan keluarga. Masalah komunikasi
diperbaiki dan pola perilaku baru danmekanisme koping yang lebih adaptif.
33
D. Penggunaan Diri secara Terapeutik
Perangkat pembantu utama yang dapat digunakan oleh perawat jiwa dalam praktik adalah
dirinya. Jadi, analisis diri merupakan suatu aspek penting pada asuhan keperawatan yang
terapeutik. Kualitas personal tertentu yang dibutuhkan oleh perawat yang berkeinginan
memberi asuhan terapeutik meliputi hal berikut ini :
1. Kesadaran nilai
2. Klarifikasi nilai
3. Eksplorasi perasaan
4. Kemampuan menjadi model peran
5. Motivasi altruistik
6. Rasa tanggung jawab dan etik
E. Fase Hubungan
dengan klien. Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan
cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari
informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh
perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang
lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada
34
saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh
klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu
Strategi komunikasi yang harus dilakuakn perawat A dalam tahapan ini adalah:
Ny.S.
menghindari
Tugas perawat :
Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat pada saat pertama
kali bertemu atau kontak dengan klien. Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali
35
pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi
keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta
terbuka terhadap Ny.S dengan tidak membebani diri dengan sikap Ny.S yang
sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah
c. Mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan serta mengidentifikasi masalah klien
terbuka. Ketika Ny.S diam saja atau memalingkan muka, perawat A bisa menanyakan
apakah Ny.S merasakan sakit dan apa yang membuat Ny.S merasa tidak nyaman.
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien. Pada pertemuan awal dengan Ny.S,
perawat A memiliki tujuan untuk menumbuhkan rasa saling percaya dengan kliennya.
Maka, perawat A harus berusaha agar tujuan awal tersebut dapat tercapai.
3. Fase kerja,
(Stuart,1998). Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dan klien yang terkait erat
36
dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
Pada fase kerja ini perawat perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor
dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan,
atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan
yang ada, meningkatkan komunikasi klien dan mengurangi ketergantungan klien pada
perawat, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan
Tugas perawat pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada
klien dengan tepat. Perawat juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan
penolakan perilaku adaptif. Strategi yang dapat dilakukan perawat A terhadap Ny.S ialah
mengatasi penolakan perilaku adaptif Ny.S dengan cara menciptakan suasana komunikasi
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (”saya siap untuk anda”).
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.
37
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi
(berbicara-mendengar).
mempertahankan komunikasi.
e. Bersikap tenang.
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena
didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan
perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi
verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat
mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien
untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian
dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki
pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan
dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa
38
keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan
4. Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua
adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan
klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu
yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah
objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang
disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan
interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap
Teori komunikasi berhubungan dengan praktik keperawatan jiwa untuk tiga alasan utama :
39
1. Komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan terapeutik karena komunikasi
2. Komunikasi adalah cara yang digunakan untuk mempengaruhi prilaku orla lain. Oleh
karena itu komunikasi sangat penting untuk mencapai keberhasilan intervensi keperawatan
3. Komunikasi adalah hubungan itu sendiri, tanpa komunikasi, hubungan terapeutik perawat-
F. Tingkat Komunikasi
Komunikasi Verbal terjadi melalui media kata-kata, lisan atau tulisan, dan komunikasi verbal
mewakili segme kecil dari komunikasi secara menyeluruh. Validasi tentang makna
komunikasi verbal antara perawat dan pasien sangat penting. Komunikasi Nonverbal meliputi
pancaindra dan mencakup segala hal selain kata yang tertulis dan diucapkan. Ada lima
2. Isyarat tindakan : semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan postur.
3. Isyarat objek : objek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
5. Sentuhan : kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi nonverbal yang
paling personal.
G. Dimensi Hubungan
40
Keterampilan atau kualitas tertentu harus dicapai oleh perawat untuk memulai dan
nonverbal serta sikap dan perasaan yang melatarbelakangi komunikasi perawat. Keterampilan
Dimensi ini penting dalam fase orientasi hubungan untuk membina rasa percaya dan
komunikasi terbuka. Dimensi ini terus bermanfaat sepanjang fase kerja dan fase terminasi
pengungkapan diri perawat, katartis emosional, dan bermain peran. Dimensi ini harus
oleh dimensi responsif. Dimensi ini membantu kemajuan hubungan terapeutik dengan
kebutuhan akan pengertian atau pemahaman internal, tetapi juga tindakan eksternal dan
perubahan perilaku.
41
BAB V
pasien (individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis, dan
teratur (Depkes, 1998; Keliat, 1999). Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan
Pelaksanaan proses keperawatan jiwa bersifat unik, karena sering kali pasien
memperlihatkan gejala yang berbeda untuk kejadian yang sama, masalah pasien tidak dapat
dilihat secara langsung, dan penyebabnya bervariasi. Pasien banyak yang mengalami
kesulitan menceritakan permasalah yang dihadapi, sehingga tidak jarang pasien menceritakan
hal yang sama sekali berbeda dengan yang dialaminya. Perawat jiwa dituntut memiliki
kejelian yang dalam saat melakukan asuhan keperawatan. Proses keperawatan jiwa dimulai
dari pengkajian (termasuk analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis,
1. Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan data, analisis data,
dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah data pasien secara holistik,
meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang perawat jiwa diharapkan
memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awareness), kemampuan mengobservasi
dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif
(Stuart dan Sundeen, 2002) karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan
hubungan saling percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan
42
pasien akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Oleh
dimilikinya.
Stuart dan Sundeen (2002) menyebutkan bahwa faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien
1. Identitas pasien
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik/biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
8. Mekanisme koping
10. Pengetahuan
Petunjuk teknis pengisian format pengkajian terlampir pada bagian akhir pokok bahasan
ini. Data tersebut dapat dikelompokkan menjadi data objektif dan data subjektif. Data
objektif adalah data yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secara langsung
43
oleh perawat. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan/atau
Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila didapat langsung oleh perawat,
sedangkan data sekunder bila data didapat dari hasil pengkajian perawat yang lain atau
Setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam format pengkajian kesehatan jiwa,
maka seorang perawat harus mampu melakukan analisis data dan menetapkan suatu
kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Kesimpulan itu mungkin adalah sebagai
berikut.
karena tidak ada masalah serta pasien telah memiliki pengetahuan untuk antisipasi
masalah.
a. Risiko terjadinya masalah, karena sudah ada faktor yang mungkin dapat menimbulkan
masalah.
merumuskan masalah sebaiknya mengacu pada rumusan pada tabel di bawah ini.
44
Tabel 3.1 Rumusan Masalah Keperawatan
Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah pasien
akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (FASID, 1983; INJF,
1996). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang berkedudukan
sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Meskipun
demikian, sebaiknya pohon masalah merupakan sintesis dari semua masalah keperawatan yang
ditemukan dari pasien. Dengan demikian, pohon masalah merupakan rangkat urutan peristiwa
yang menggambarkan urutan kejadian masalah pada pasien sehingga dapat mencerminkan
1. Masalah utama adalah prioritas masalah dari beberapa masalah yang ada pada pasien.
Masalah utama bisa didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat
pengkajian).
45
2. Penyebab adalah sal satu dari beberapa masalah yang merupakan penyebab masalah
utama, masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian
seterusnya.
3. Akibat adalah salah satu dari beberapa akibat dari masalah utama. Efek ini dapat
2. Diagnosis
Menurut Carpenito (1998), diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons
aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah
Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis
keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Misalnya pada pohon
1. Sebagai diagnosis utama, yakni masalah utama menjadi etiologi, yaitu risiko mencederai
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
Pada rumusan diagnosis keperawatan yang menggunakan typology single diagnosis, maka
rumusan diagnosis adalah menggunakan etiologi saja. Berdasarkan pohon masalah di atas
46
Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan umum,
tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. Tujuan umum berfokus pada
penyelesaian masalah (P). Tujuan ini dapat dicapai jika tujuan khusus yang ditetapkan telah
tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan ini merupakan
rumusan kemampuan pasien yang harus dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas
keperawatan.
menyelesaikan masalah.
dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Sementara rasional adalah alasan ilmiah
mengapa tindakan diberikan. Alasan ini bisa didapatkan dari literatur, hasil penelitian, dan
pengalaman praktik. Rencana tindakan yang digunakan di tatanan kesehatan kesehatan jiwa
Amerika menyatakan terdapat empat macam tindakan keperawatan, yaitu (1) asuhan
mandiri, (2) kolaboratif, (3) pendidikan kesehatan, dan (4) observasi lanjutan.
serta kerja sama dengan pasien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan
47
Mengingat sulitnya membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa,
yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi pelaksanaan tindakan yang
direncanakan. Proses keperawatan dimaksud dalam LPSP ini adalah uraian singkat tentang
satu masalah yang ditemukan, terdiri atas data subjektif, objektif, penilaian (assessment),
dan perencanaan (planning) (SOAP). Satu tindakan yang direncanakan dibuatkan strategi
pelaksanaan (SP), yang terdiri atas fase orientasi, fase kerja, dan terminasi.
kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi beberapa pertanyaan
yang akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian tambahan, penemuan masalah
bersama, dan/atau penyelesaian tindakan. Fase terminasi merupakan saat untuk evaluasi
tindakan yang telah dilakukan, menilai keberhasilan atau kegagalan, dan merencanakan
wawancara atau melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Hal ini
terjadi karena semua pertanyaan yang akan diajukan sudah dirancang, serta tujuan
pertemuan dan program antisipasi telah dibuat jika tindakan atau wawancara tidak berhasil.
48
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
Bapak D mendengar suara-suara yang memaki-maki dirinya, ekspresi wajah tampak tegang,
3. Tujuan:
TUM : Klien tidak mencederai, diri, orang lain, dan lingkunganTuk 1 : Klien dapat membina
mengontrol halusinasi
4. Tindakan keperawatan.
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya dan diskusikan dengan klien
mengenai isi, waktu, frekuensi halusinasi, situasi yang menimbulkan halusinasi, hal yang
dirasakan jika berhalusinasi, hal yang dilakukan untuk mengatasi, serta dampak yang
dialaminya.
c. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
e. Bantu klien memilih satu cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
49
B. Strategi Pelaksanaan
Orientasi:
“Selamat pagi pak, nama saya Rizki, nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
“ Tidak bisa tidur? Apa yang menyebabkan Bapak tidak bisa tidur?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang membuat bapak tidak
bisa tidur? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 20
menit”
Kerja:
“Bapak D mendengar suara tanpa ada wujud?Apa yang dikatakan suara itu?”
“ Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering Bapak
D dengar suara? Berapa kali sehari Bapak D alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar?”
“Saya mengerti Bapak D mendengar suara itu tapi saya sendiri tidak mendengarnya”.
“Apa yang bapak D rasakan pada saat mendengar suara itu?” “Apa yang Bapak D
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“Bapak D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat dengan
teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
50
“Caranya yaitu saat suara-suara itu muncul, langsung Bapak D bilang, ‘Pergi saya tidak
mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu’. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak D peragakan! Nah begitu, … bagus! "Coba lagi!"
“Sekarang cara yang sudah Bapak bisa itu kita masukkan ke dalam jadwal yah Pak?”
“Jam berapa saja Bapak D mau latihan?” “Selain jam 11 jam berapa lagi?" "Yah jam 4
sore ya Pak, bagaimana kalau malam hari juga, karena Bapak D dengar suara itu malam
hari, baiklah jam berapa Bapak D mau latihan untuk yang malam hari?” "Jam 9 malam
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak D setelah latihan tadi? Bisa Bapak D ulang lagi cara apa saja
yang bisa Bapak D lakukan untuk mengurangi suara-suara itu?" "Bagus sekali, Bapak D
bisa peragakan kembali satu cara yang sudah kita praktikkan?" "Bagus ya Bapak D.
Kalau Bapak lihat jadwal ini jam berapa saja Bapak D harus latihan?" "Bagus Bapak D,
jadi nanti jangan lupa di jam itu Bapak D harus latihan ya!” "Bagaimana kalau kita
bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang
kedua? Jam berapa Bapak D? Bagaimana kalau satu jam lagi? Berapa lama kita akan
bicara? Di mana tempatnya. Sampai ketemu nanti ya Pak, selamat pagi Bapak D?”
rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and
now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan
51
interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan.
Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus membuat kontrak
dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang
diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan standar tindakan yang
telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi proses atau evaluasi
formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau
sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap masalah yang
ada.
P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien. Rencana tindak lanjut dapat
berupa
52
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan keadaan baru.
53
BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN
A. Pengertian
seluruh keperibadiaan dan fungsi kehidupan seseorang. Gangguan alam perasaan ditandai
oleh syndrom depresif sebagian atau penuh, selain itu juga ditandai oleh kehilangan minat
atau kesenangan dalam aktifitas sehari-hari dan rekreasi (Gibbson Towsend , M C, 1995).
Gangguan alam perasaan adalah gangguan afek ( suasana hati) dengan manifestasi gejala-
gejala mania dan depresi. seseorang dengan gangguan alam perasaan biasanya akan didapat
suatu keadaan sedih, ketakutan, putus asa, gembira berlebihan dan khawatir (Keliat B.A.
1999).
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kekecewaan pada alam perasaan, (affective
atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup,
Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung tidak bersemangat,
merasa tak berguna, merasa tak berharga, merasa kosong dan tak ada harapan berpusat pada
kegagalan dan bunuh diri, sering disertai ide dan pikiran bunuh diri klien tidak berniat pada
pemeliharaan diam dan aktivitas sehari-hari (Budi Anna Kaliat, 1996) Dari ketiga pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh
komponen psikologik dan komponen somatik yang terjadi akibat mengalami kesedihan yang
panjang.
54
B. Psikodinamika
Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi dasar. Pertama,
manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua, manusia adalah bagian dari sistem enerji.
Kunci utama untuk memahami manusia menurut paradigma psikodinamika adalah mengenali
semua sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak
disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi nama
aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut
Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric
Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena
masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit (Alwisol,
2005 : 3-4).
Ada beberapa teori kepribadian yang termasuk teori psikodinamika, yaitu : psikoanalisis,
psikologi individual, psikologi analitis, dan neo freudianisme. Sigmund freud membagi
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan
55
Dying (sekarat) adalah kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki
a. Masalah Utama
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia, serta komponen
somatic : anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti bunuh diri, penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan
kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras. Depresi merupakan reaksi yang normal
bila berlangsung dalam waktu yang pendekdengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama
dan dalamnya depresi sesuai dengan faktorpencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik
bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagidengan realitas, tidak dapat menilai
c. Contoh Kasus :
Klien Tn. D 45 th, datang ke emergensi dengan keluhan merasa dirinya sudah
tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, putus asa dan cenderung ingin
bunuh diri. Klien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi, anoreksia,
konstipasi, tensi dan nadi menurun, ekspresi wajah murung, sukar tidur dan sering
56
menangis. Menurut psikolog klien memiliki corak kepribadian klien depresif. Perawat
mengemukakan keluhan somatic. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak
berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa, dan cenderung bunuh diri.
dengan sikap yang merosot, ekpresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan
langkah yang diseret. Kadang- kadang pasien suka menunjukan sikap bermusuhan
b. Koping maladaptive
DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tidak ada harapan.
2) Diagnosa Keperawatan
3) Intervensi Keperawatan
c) Dengarkan penyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyakmemakai
57
e) Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah
dimengerti.
h) Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih atau
menyakitkan.
k) Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat
diterima
l) Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
Mania adalah gangguan afek yang ditandai dengan kegembiraan yang luar biasa
dan disertai dengan hiperaktivites, agitasi serta jalan pikiran dan bicara yang cepat dan
Pada dasarnya pasien mania sama dengan pasien depresif yang merasa tidak
berharga dan tidak berguna. Karena tidak dapat menerima perasaan ini, mereka
banyak bicara, banyak pikiran dan cepat berpindah topiknya tetapi tidak dapat memusatkan
58
pasien penuh dengan kebencian dan rasa permusuhan terutama terhadap lingkungannya.Ia
melontarkan perasaannya secara kasar dalam cetusan cetusan yang pendek dan cepat
Pada pasien depresif tampak menonjol perasaan bersalah dan kebutuhan akan
hukuman atas tingkah laku yang buruk, sedangkan pada pasien dengan mania rasa
permusuhannya timbul, ia bertindak seolah olah mempunyai kekuasaan yang penuh dan
tidak pernah membiarkan rasa bersalah menguasai dirinya. Dari luar pasien tampak
memiliki kepercayaan diri yang penuh dan membesarkan diri untuk menutupi perasaan
pasien berusaha menguasai orang lain agar memenuhi dan memberi kepuasan kepadanya.
Karena kebutuhan ini tidak nampak orang tidak melihatnya, bahkan menolak karena
b. Masalah Keperawatan
1. Masalah keperawatan :
7) Koping maladaptive
59
2. Data yang Perlu Dikaji:
a. Data Subyektif:
banyak bicara, kadang waham besar, pembicaraan mudah beralih topik (flight of
b. Data Obyektif:
ekspresi wajah tegang, riang berlebihan, kurang memperhatikan makan dan minum,
tidak tahan kritik, aktivitas motorik meningkat, berdandan aneh dan berlebihan,
c. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan mania.
dengan mania.
4) Gangguan pola tidur dan istirahat: kurang tidur berhubungan dengan mania.
d. Intervensi Keperawatan
Tujuan khusus :
Tindakan Keperawatan :
60
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
Tindakan Keperawatan:
focusing.
Tindakan Keperawatan :
1) Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan kesal,
5) Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat
diterima.
6) Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
61
4. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tindakan Keperawatan :
1) Tempatkan klien di ruang yang tenang, tidak banyak rangsangan, tidak banyak
peralatan.
2) Jauhkan dan simpan alat alat yang dapat digunakan oleh pasien untuk mencederai
Tindakan Keperawatan :
1) Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan motorik yang terarah, misal: menyapu,
joging dll.
2) Beri kegiatan individual sederhana yang dapat dilaksanakan dengan baik oleh
klien.
Tindakan Keperawatan :
2) Ajak klien makan makanan yang telah disediakan, temani selama makan.
62
7. Klien terpenuhi kebutuhan tidur dan istirahatnya
Tindakan Keperawatan :
Tindakan Keperawatan :
Tindakan Keperawatan :
1) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat).
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara,
waktu).
Tindakan:
63
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
64
BAB VII
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, serta pendirian yang
dengan orang lain. Konsep diri belum muncul saat bayi, tetapi mulai berkembang secara
bertahap. Bayi mampu mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain serta
mempunyai pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri dipelajari
melalui pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain, dan interaksi
dengan dunia di luar dirinya. Memahami konsep diri penting bagi perawat karena
asuhan keperawatan diberikan secara utuh bukan hanya penyakit tetapi menghadapi
individu yang mempunyai pandangan, nilai dan pendapat tertentu tentang dirinya.
Cara pandang individu tentang dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri
sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu
karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi
(Calhoun & Acocella, 1990). Konsep diri dianggap sebagai pemegang peranan kunci
dalam kesehatan mental (Burns, 1993). Konsep diri juga merupakan suatu asumsi-
asumsi mengenai skema diri mengenai kualitas personal yang meliputi penampilan
fisik, trait/ kondisi psikis, dan kadang-kadang juga berkaitan dengan tujuan dan motif
65
Pengharapan mengenai diri menentukan bagaimana individu akan bertindak dalam
hidup. Apabila seorang individu berpikir bahwa dirinya bisa dia cenderung akan sukses.
Sebaliknya jika individu berpikir dirinya tidak bisa maka cenderung akan gagal. Konsep
diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman baik pikiran,
perasaan, persepsi dan tingkah laku individu (Calhoun & Acocella, 1990). Lebih lanjut
Calhoun & Acocella (1990) menyatakan bahwa konsep diri sebagai gambaran mental
individu yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri
bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai
bagaimana individu melihat dirinya sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang
diri sendiri, dan bagaimana individu menginginkan diri sendiri menjadi manusia
sebagaimana diharapkan. Perasaan atas diri merupakan penilaian terhadap diri (self
evaluation) dan harapan terhadap diri merupakan cita-cita diri (self ideal). Sementara
itu, G. H. Mead (Burns, 1993: 19) menyatakan bahwa konsep diri sebagai pandangan,
penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya yang timbul sebagai hasil dari suatu
interaksi sosial.
Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat
seseorang mengetahui siapa dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain
(Stuart & Sudden, 1998). Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang
interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan
berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep
66
diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang
Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita.
Hal ini disebut dengan istilah konsep (Rakhmat, 1991: 99). Konsep diri merupakan
proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Menurut Symonds dan
Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat
Aspek Kognitif Merupakan Aspek Yang Berkaitan Dengan Nalar Atau Proses
Rasional.
Pengetahuan ( Knowledge)
Aspek ini adalah aspek yang mendasar yang merupakan bagian dari aspek
materi yang telah dipelajari mulai dari hal sederhana hingga mengingat teori – teori
1. Aspek ini lebih tinggi dari pada aspek pengetahuan. Mengacu kepada kemampuan
memahami makna dari hal – hal yang telah dipelajari. Memahami suatu hal yang
67
telah dipelajari dalam bentuk translasi (mengubah bentuk), interpretasi
(menjelaskan atau merangkum), dan ekstrapolasi (memperluas arti dari satu materi).
2. Tujuan dari aspek ini adalah untuk menerapkan materi yang telah dipelajari dengan
menggunakan aturan serta prinsip dari materi tersebut dalam kondisi yang baru atau
dalam kondisi nyata. Juga kemampuan menerapkan konsep abstrak dan ide atau
teori tertentu. Penerapan merupakan tingkat yang lebih tinggi dari kedua aspek
Stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
yang megancam.
peyesuaian diri.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.
68
D. Komponen Konsep Diri
1. Citra Tubuh
Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu baik yang disadari maupun tidak
terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran,
fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang kontak secara terus-menerus (anting,
make up, pakaian, kursi roda, dan sebagainya) baik masa lalu maupun sekarang.
Citra tubuh merupakan hal pokok dalam konsep diri. Citra tubuh harus realistis
karena semakin seseorang dapat menerima dan menyukai tubuhnya ia akan lebih
bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya akan meningkat.
misalnya perasaan menarik atau tidak, gemuk atau tidak, dan sebagainya.
2. Ideal Diri
aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal diri dipengaruhi oleh
menghindari kegagalan dan rasa cemas, serta inferiority. Ideal diri harus cukup
tinggi supaya mendukung respek terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu
menuntut, serta samar-samar atau kabur. Ideal diri akan melahirkan harapan
tertentu. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu
69
membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.
3. Harga Diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis seberapa jauh
perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan.
Sebaliknya, individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami
kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan. Harga diri dibentuk
sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat
sesuai meningkatnya usia dan sangat terancam pada masa pubertas. Coopersmith
dalam buku Stuart dan Sundeen (2002) menyatakan bahwa ada empat hal yang
2. menanamkan idealisme,
3. mendukung aspirasi/ide,
4. Peran
Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan oleh
memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan
cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Hal-
hal yang memengaruhi penyesuaian individu terhadap peran antara lain sebagai
berikut.
70
1. Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan pengetahuannya tentang
4. Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran yang tidak sesuai
5. Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran tentang “diri sendiri” yang dapat diperoleh individu
dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, serta menyadari individu bahwa
dirinya berbeda dengan orang lain. Pengertian identitas adalah organisasi, sintesis
dari semua gambaran utuh dirinya, serta tidak dipengaruhi oleh pencapaian
tujuan, atribut/jabatan, dan peran. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti
dan percaya diri, hormat terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri, dan
menerima diri.
Ciri individu dengan identitas diri yang positif adalah sebagai berikut.
1. Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
71
3. Harga diri tinggi.
5. Identitas jelas.
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1. Citra tubuh
atau penyakit).
2. Harga diri
a) Penolakan.
b) Kurang penghargaan.
dituntut.
3. Ideal diri
72
c) Ideal diri samar atau tidak jelas.
4. Peran
5. Identitas diri
b. Faktor Presipitasi
1. Trauma.
2. Ketegangan peran.
c. Perilaku
1. Citra tubuh
b) Menolak bercermin.
73
2. Harga diri rendah
b) Produktivitas menurun.
c) Gangguan berhubungan.
h) Mudah tersinggung/marah.
j) Ketegangan peran.
l) Keluhan fisik.
q) Penyalahgunaan zat.
74
3. Mekanisme Koping
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis, seperti kerja
pencapaian akademik.
d. Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat masalah identitas
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai-nilai harapan
masyarakat.
a. Fantasi
b. Disosiasi
c. Isolasi
d. Proyeksi
e. Displacement
75
f. Marah/amuk pada diri sendiri
4. Diagnosis Keperawatan
3. Gangguan konsep diri: citra tubuh berhubungan dengan koping keluarga inefektif.
penampilan peran.
5. Intervensi Keperawatan
1. Tujuan
2. Tindakan keperawatan
aspek positif seperti kegiatan pasien di rumah, serta adanya keluarga dan
2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
76
b. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
kemampuan.
dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar aktivitas atau
diperlihatkan pasien.
77
e. Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya.
dilatihkan.
2) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
aktivitas.
4) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.
kegiatan.
pasien.
fleksibel, pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang
diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosial (Hamid Achir Yani, dkk.
1994 : 114).
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
78
“Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidak mampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara
wajar dalam khayalaknya sendiri yang tidak realistis” (Dalami dkk, 2009, Hlm. 2).
proses terganggunya hubungan seseorang dengan orang lain yang mana merupakan
respon maladaptif seseorang terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menarik diri dari lingkungan dan menghindari berinteraksi dengan orang lain
1. Psikodinamika
Menurut stuart dan sundeen (1998, dalam Dalami, 2001, Hlm. 10) salah
satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bisa dialami klien
dan kecemasan.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang autistik dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.
79
2. Perkembangan hubungan sosial
hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan diharapkan dapat dilalui.
152-154):
1) Bayi
pengasuh terhadap kebutuhan bayi, harus sesuai dengan harapannya agar bayi
rasa tidak percaya terhadap diri sendir, orang lain dan menarik diri.
2) Pra sekolah
pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini
80
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respon
sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasama, kompetisi dan
kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan
diri.
4) Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya,
interdependen.
81
5) Dewasa muda
6) Dewasa tengah
orang tua, telah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya individu
yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang tua
7) Dewasa lanjut
82
terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain
3. Manifestasi perilaku
lain.
c) Manipulasi: individu berorientasi pada diri sendiri dan tujuan yang hendak
83
BAB VIII
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL DAN PASIEN
DENGAN KESEHATAN JIWA
1. Pengertian
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien dan berespon pada
realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan atau khayalan. Klien tidak mampu memberi respons secara
akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi.
Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis
dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling
maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri.
84
Respon adatif Respon maladaptif
Keterangan :
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada
di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di
otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya
umum yang berlaku.
85
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
a. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan
isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi
pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
1) Pengkajian Keperawatan
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa,
serta pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok
orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam
tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan
orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur,
tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis
86
Menurut Kaplan dan Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara lain
sebagai berikut.
1. Status mental
kualitas
depresi ringan.
kecuali pada pasien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa pasien
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang jelek.
87
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang, dan yang
direncanakan
1. Kognitif
2. Afektif
b. Afek tumpul.
a. Hipersensitif
c. Depresif
d. Ragu-ragu
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga
88
4. Fisik
a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
2) Diagnosis Keperawatan
3) Rencana Intervensi
1. Tujuan
2. Tindakan
2) Berjabat tangan.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
89
b. Bantu orientasi realitas.
membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas.
pasien.
90
BAB IX
A. PENGERTIAN PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan saraf pusat.
Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang biasanya digunakan untuk
jiwa. Golongan dan jenis psikofarmaka ini perlu diketahui perawat agar dapat
terapi lainnya.
B. PENATALAKSANAAN OBAT
1. Antipsikotik
Obat ini dahulu disebut neuroleptika atau major tranqullizer. Indikasi utama obat
golongan ini adalah untuk penderita gangguan psikotik (skizofrenia atau psikotik
lainnya).
1. Derivat fenotiazin
Contoh:
2) Levomepromazine (Nozinan)
91
b. Rantai samping piperazin
Contoh:
1) Trifluoperazin (Stelazine)
2) Perfenazin (Trilafon)
3) Flufenazin (Anatensol)
2. Derivat butirofenon
3. Derivat thioxanten
4. Deribat dibenzoxasepi
Contoh: Loksapin
5. Derivat difenilbutilpiperidin
6. Derivat benzamide
Efek utama obat antipsikotik adalah menyupresi gejala psikotik seperti gangguan proses
(agresivitas), dan juga memiliki efek sedatif serta efek samping ekstrapiramidal.
92
Efek samping yang dapat terjadi antara lain sebagai berikut.
1. Gangguan neurologik
a. Gejala ekstrapiramidal
a. Akatisia
Kegelisahan motorik, tidak dapat duduk diam, jalan salah duduk pun tidak enak.
b. Distonia akut
Kekakuan otot terutama otot lidah (protusio lidah), tortikolis (otot leher
c. Sindroma Parkinson/Parkinsonisme
hipersalivasi, disartria.
d. Diskinesia tardif
Kondisi gawat darurat yang ditandai dengan timbulnya febris tinggi, kejang-
93
2. Gangguan otonom
a. Hipotensi ortostatik/postural
Penurunan tekanan darah pada perubahan posisi, misalnya dari keadaan berbaring
Inkontinensia urine.
3. Gangguan hormonal
a. Hiperprolaktinemia
b. Galactorrhoea
c. Amenorrhoea
4. Gangguan hematologi
a. Agranulositosis
b. Thrombosis
c. Neutropenia
2. Antidepresan
94
Merupakan golongan obat-obatan yang mempunyai khasiat mengurangi atau
1. Golongan trisiklik
Contoh:
a. Imipramin (Tofranil)
b. Amitriptilin (Laroxyl)
c. Clomipramin (Anafranil)
2. Golongan tetrasiklik
Contoh:
a. Setralin (Zoloft)
b. Paroxetine (Seroxal)
c. Fluoxetine (Prozax)
Efek samping yang sering terjadi pada pemberian antidepresan antara lain sebagai
berikut.
95
a. Hipotensi, terutama pada pasien usia lanjut.
golongan trisiklik).
Obstipasi, mulut dan tenggorokan kering, mual, sakit kepala, serta lain-lain.
Obat golongan ini dipakai untuk mengurangi ansietas/kecemasan yang patologis tanpa
banyak berpengaruh pada fungsi kognitif. Secara umum, obat-obat ini berefek sedatif
Benzodiazepin.
1. Derivat benzodiazepin
Contoh:
a. Klordiazopoksid (Librium)
b. Diazepam (Valium)
c. Bromazepam (Lexotan)
d. Lorazepam (Aktivan)
e. Clobazam (Frisium)
f. Alprazolam (Xanax)
g. Buspiron (Buspar)
2. Derivat gliserol
96
3. Derivat barbitrat
hipnotiknya dan terjaminnya keamanan dalam pemakaian dosis yang berlebih. Obat-
obat golongan ini tidak berefek fatal pada overdosis kecuali bila dipakai dalam
kombinasi dengan antisiolitik jenis lain atau dicampur alkohol. Efek samping yang
2. Sakit kepala.
3. Disartria.
5. Ketergantungan.
6. Gejala putus zat (gelisah, tremor, bila berat bisa sampai terjadi kejang-kejang).
Merupakan kelompok obat yang berkhasiat untuk kasus gangguan afektif bipolar
terutama episodik mania dan sekaligus dipakai untuk mencegah kekambuhannya. Obat
3. Asam Valproat
Hal yang penting untuk diperhatikan pada pemberian obat golongan ini adalah
kadarnya dalam plasma. Misalnya pada pemberian lithium karbonat, dosis efektif
97
antara 0,8–1,2 meq/L. Hal ini perlu selalu dimonitor karena obat ini bersifat toksik
1. Tremor halus
5. Konvulsi
6. Kesadaran menurun
Berbagai obat yang sering digunakan di rumah sakit jiwa dan tindakan keperawatan yang
a. Efek
b. Efek samping
c. Tindakan keperawatan
Observasi ketat tingkah laku pasien, beri dukungan dan rasa aman kepada pasien,
berada dekat pasien. Selain itu, lakukan tindakan kolaboratif dengan pemberian obat-
obat antikolinergik untuk mengatasi spasme otot dan dopamin agonis untuk
mengatasi parkinson.
98
2. Golongan Fenotiazin (Klorpromazin, Stelazine)
a. Efek
Penenang dengan daya kerja antipsikotik, antisiolitik, dan antiemetik yang kuat.
b. Efek samping
kabur.
2) Efek ekstrapiramidal pada pemakaian dosis tinggi atau pada pasien berusia di atas
c. Tindakan keperawatan
a) Observasi bising usus, beri diet tinggi serat, tingkatkan input cairan, dan beri
c) Beri pelembap mulut secara berkala untuk mengurangi rasa kering, misalnya
gliserin.
d) Anjurkan pasien untuk tidak bekerja dengan alat berbahaya, benda tajam, dan
pandangan.
99
b) Untuk mengatasi sulit tidur dapat diberi susu hangat sebelum tidur atau dengan
cara lain.
3. Pendidikan kesehatan.
obat yang diperolehnya, karena pasien sering tidak minum obat yang dianggap tidak
ada manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan oleh keluarga karena
adanya anggapan bahwa jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu lagi minum
obat padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan dirawat kembali di rumah sakit.
100
4. Memonitor efek samping obat.
reaksi-reaksi lain yang kurang baik setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam
terapeutik obat dan meminimalkan efek samping obat karena tidak ada profesi lain
memberikan tiap dosis obat pasien, serta secara terus-menerus mewaspadai efek
samping obat. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bekerja sama dengan pasien.
dengan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat di
rumah sakit maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang ada di masyarakat
perawat dapat diperluas menjadi seorang terapis. Perawat dapat memilih salah satu
program terapi bagi pasien dan menggabungkannya dengan terapi pengobatan serta
perawat dapat berperan sebagai pengumpul data, sebagai asisten peneliti, atau
101
sebagai peneliti utama. Peran perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat
D. Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat untuk pasien curiga, risiko
Pada pasien curiga tidak mudah percaya terhadap suatu tindakan atau
perilakunya agar tidak menimbulkan keraguan pada diri pasien karena tindakan
Selain itu perawat harus bersikap jujur. Cara komunikasi harus tegas
dan ringkas, misalnya, “Bapak J, ini adalah obat Bapak J”. Jika pasien masih
ragu, maka katakan, “Letakkan obat ini dalam mulut dan telan.” Berikan obat
dalam bentuk dan kemasan yang sama setiap kali memberi obat agar pasien
tidak bingung, cemas, dan curiga. Jika ada perubahan dosis atau cara
dengan cara meminta pasien untuk membuka mulut dan gunakan spatel untuk
melihat apakah obat disembunyikan. Hal ini terutama pada pasien yang
membuangnya.
102
Untuk pasien yang benar-benar menolak minum obat meskipun sudah
melalui kolaborasi dengan dokter yaitu injeksi sesuai dengan instruksi dengan
memperhatikan aspek legal dan hak- dan hak-hak pasien untuk menolak
Pada pasien yang risiko bunuh diri, masalah yang sering timbul dalam
pemberian obat adalah penolakan pasien untuk minum obat dengan maksud
pasien ingin merusak dirinya. Perawat harus bersikap tegas dalam pengawasan
pasien untuk minum obat karena pasien pada tahap ini berada dalam fase
meningkatkan motivasi hidup. Dalam hal ini, peran perawat memberikan obat
103
seperti patah hati, broken home, dan kegagalan-kegagalan lainnya. Terapi obat
berlangsung sekitar 25–150 detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman
untuk pasien.
b) EKG
d) EEG
e) CT scan
2. Menjelaskan kepada pasien untuk berpuasa (tidak makan dan minum) minimal 6 jam
sebelum ECT.
4. Mengobservasi keadaan pasien dan menjelaskan tentang ECT agar pasien tidak
cemas.
5. Menanyakan dan menjelaskan kepada pasien untuk tidak memakai gigi palsu,
105
BAB X
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KRITIS TERMINAL
151 ) Terminal adalah keadaan penyakit yang merupakan kondisi penyakit yang berat dan
tidak dapat disembuhkan lagi. ( Purwaningsih Wahyu, 2009 :151 ) Jadi, kritis adalah
suatu kondisi yang mana pasien dalam keadaan gawat tetapi masih ada kemungkinan
pasien, menjelang kematian ( sakaratul maut/ dying ), yang dapat berlangsung dalam
waktu singkat atau panjang. Bagi setiap orang, kematian merupakan suatu kehilangan,
1. Dinamika Individu
a. Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan
b. Marah (Anger)
106
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
c. Menawar (Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
d. Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat. (Achir Yani S. Hamid,
2008 : 37 )
2. Dinamika Keluarga
3. Dinamika Lingkungan
107
sosial merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara normal.
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon bio- psiko-sosial-
1. Kehilangan Kesehatan Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis,
aktifitasnya terbatas.
kekanak-kanakan, ketergantungan.
bersama keluarga/kelompoknya.
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti :
6. Kehilangan Fungsi Mental Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berfikir efisien sehingga klien tidak dapat berfikir secara
rasional.
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi tubuh sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional (body image)
108
peran serta identitasnya. Hal ini akan mempengaruhi idealisme diri dan harga diri
menjadi rendah.
152 )
Reaksi terhadap kehilangan adalah berduka, merupakan respon emosi yang wajar dan
1. Usia dan tingkat perkembangan : pada usia bayi hingga balita, individu belum
begitu mengerti mengenai arti kehilangan, mulai usia sekolah hingga dewasa,
2. Makna Kehilangan : bersifat subyektif bagi setiap individu, sehingga tidak dapat
dibanyak tempat dengan harga 5000 rupiah. Pada saat ia kehilangan bollpoint
ballpoint hanya 5000 rupiah tapi makna dari benda tersebut sangat besar karena
seseorang harus selalu diikhlaskan. Pada suku Toraja, bila seseorang meninggal
adalah orang yang mempunyai pengaruh pada saat hidupnya, atau orang yang
disayangi / dihormati oleh banyak orang, sehingga bila ia berasal dari keluarga
109
kecil, maka keluarga akan menyewa orang untuk menangisi jenazahnya. Ada juga
kehidupan lain sesuai dengan amal baktinya selama ia hidup di dunia ( di neraka
atau Surga ), dan doa dari anggota keluarga atau dari kerabat yang masih hidup
airmata pada jasadnya. Sedangkan individu yang beragama Hindu dan Budha,
meyakini juga ada kehidupan lain di alam baka dan kemungkinan akan
reaksi berdukanya.
5. Jenis kelamin dan Perannya : seorang ibu yang tidak mempunyai pekerjaan dan
hanya bergantung pada suami, akan sangat merasa kehilangan bila suaminya
meninggal. Seorang suami yang biasanya hanya berfikir untuk mencari nafkah,
akan sangat kehilangan bila istrinya meninggal karena ia tidak terbiasa mengurus
anak-anaknya.
110
1. Pengkajian
kehilangan dan perubahan yang terjadi. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
b. Pengkajian Keluaraga
Perawat perlu mengatahui persepsi keluarga terhadap penyakit klien dan sejauh
111
c. Pengkajian Lingkungan Sumber daya yang ada. Stigma masyarakat terhadap
2. Diagnosa Keperawatan
perubahan.
mengekspresikan perasaan.
3. Intervensi
Tujuan :
112
b. Bantu klien untuk menggunakan koping yag konstruktif.
penyakitnya.
penyembuhan.
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
113
c. Resiko terhadap distres spiritual berhubungan dengan perpisahan dari system
klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
atau sedang. Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat
114
a. Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan
dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien
dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka
d. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
115
obat nyeri saat diperlukan, dan meningkatkan kenyamanan fisik (skoruka
c. atau praktek spiritual lainnya, praktek ini dapat memberikan arti dan
keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien menunjukkan sikap tak
agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien
116
BAB XI
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu
dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu contoh
Kecemasan adalah rasa khawtir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh
menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang normal maupun tingkah laku yang
kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan dan
117
Freud (1936) memandang ansietas seseorang sebagai sumber stimulus untuk
mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misal jika seseorang memiliki pikiran dan
perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresi pikiran dan
perasaan tersebut. Represi adalah proses menyimpan impuls yang tidak tepat.
1. Tingkatan Kecemasan
Ansietas sangat berkaitan denagn perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas
diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan
1) Kecemasan Ringan
kreativitas.
2) Kecemasan Sedang
118
individu. Dengan demikian, individu mengalami perhatian yang tidak selektif
namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
3) Kecemasan Berat
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua
dan secara langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan ansietas.
Berikut tanda dan gejala berdasarkan klasifikasi tingkat kecemasan kecemasan yang
a. Tanda fisik
b) Ketegangan otot
d) Mudah lelah
119
b). Hiperaktifitas autonomik
a). Takikardi
c). Berpeluh
C. ASUHAN KEPERAWATAN .
a. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
1. Faktor biologis.
2. Faktor psikologis
dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi
120
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas
3. Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih
dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi. Faktor
2. Faktor Presipitasi
akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari.
121
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga
3. Sumber Koping
4. Mekanisme Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping yaitu
sebagai berikut:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres, misalnya
kebutuhan. Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stres. Kompromi untuk
tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi realitas, dan
bersifat maladaptif.
5. Diagnosis : Kecemasan.
6. Rencana Intervensi
1. Tujuan
mengatasi
122
ansietas.
2. Tindakan keperawatan
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan
2) Berjabat tangan.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri.
1) Pengalihan situasi.
mengendurkan
otot-otot.
123
BAB XII
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN KRISIS
Menurut Iyus Yosep dalam buku keperawatan jiwa, krisis adalah gangguan
internal yang di akibatkan oleh peristiwa yang menegangkan atau ancaman yang
Krisis didefinisikan juga sebagai konflik atau masalah atau gangguan internal
yang merupakan hasil dari keadaan stress karena adanya ancaman terhadap dirinya.
Pengertian lain tentang krisis yaitu suatu kondisi individu tak mampu mengatasi masalah
dengan cara penanganan (koping) yang biasa dipakai. Krisis juga dapat diartikan sebagai
kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respon kopingnya tidak
Psikodinamika krisis
Fase 1 : memakai coping yang biasa, jika tidak efektif timbul ketegangan
124
Fase 2 : respon problem solving yang bisa, jika tidak efektif ketegangan meningkat
B. Intervensi krisis
1. Macam krisis :
Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap
merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas
perkembangan
Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah, menjadi orang tua,
pensiun dll
2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat
dihindari yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan
125
2. Tahap perkembangan krisis :
Fase 1
digunakan
Fase 2
sebelumnya
Fase 3
Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi
Fase 4
Kegagalan resolusi
Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil,
b. Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang normal
yang diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan kendali
126
c. Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksternal
yang tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya atau
d. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang
mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak dapat
dipecahkan
personality
f. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan yang
akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan
halusinogenik
4. Intervensi Krisis
Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap
individu sehingga individu mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau
bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu
emosionalnya.
Intervensi
127
4) Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991). Amuk
adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara
eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan
melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3)
menantang.
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang
lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan
dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat.
Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah
128
Psikodinamika Marah
Ancaman
↓
Stress
↓
Cemas
↓
Marah
1. Pengkajian
Faktor Predisposisi
1. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari
2. Psikologis
129
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
berkepanjangan.
3. Biologis
berikut.
a. Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu, mengatur
b. Lobus temporal
interpretasi pendengaran.
c. Lobus frontal
d. Neurotransmiter
4. Perilaku (behavioral)
frustasi.
130
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau godaan
c. Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child
belajar dari proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai
berikut.
5. Sosial kultural
a. Norma
akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict)
131
Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau perilaku
d) Pengangguran.
Faktor Presipitasi:
1. Faktor Klien
a. Sosial Budaya
b. Gangguan Mental
1) skizofrenia.
2) Bagian kepribadian.
132
c. Akibat menderita penyakit fisik yang berat.
3. Faktor Interaksi
2. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
3. Intervensi keperawatan
133
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tindakan keperawatan
Tindakan
2) Berjabat tangan.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu.
1) verbal,
4) terhadap lingkungan.
134
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
2) obat;
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas
a. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat
ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan
bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu,
pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan
bunuh diri.
135
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah
bahwa motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah
dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan jenis, 30% masalah sekolah, dan
b. Psikodinamika
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk
itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus
mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka
selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada
kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
136
asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
137
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, yang berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh
diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
1) Pengkajian Keperawatan
Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan
Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh diri seperti pada tabel
berikut.
Faktor Perilaku
1. Ketidakpatuhan
138
Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang
2. Pencederaan diri
Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk
melukai tubuh.
sebagainya.
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri
terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak
139
1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
3. Penyakit psikiatrik
b. Kelainan afektif.
140
4. Riwayat psikososial
b. Hidup sendiri.
5. Faktor-faktor kepribadian
c. Keputusasaan.
6. Riwayat keluarga
Faktor Predisposisi
141
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri
1. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia,
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri
3. Lingkungan psikososial
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko
5. Faktor biokimia
142
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan dopaminergik
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut (Cook
d. Gagal sekolah.
f. Keadaan fisik.
h. Masalah seksual.
i. Depresi.
143
a. Self ideal terlalu tinggi.
tua.
Faktor Presipitasi
a. Keputusasaan
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
144
Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan
kultural. Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga
Mekanisme Koping
regresi.
2) Diagnosis
3) Intervensi Keperawatan
a. Tujuan
b. Tindakan
145
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke
tempat
yang aman.
tali pinggang.
146
BAB XIII
KOMPETENSI PERAWAT DAN KEPERAWATAN JIWA MASYARAKAT
A. PENGKAJIAN
kesehatan jiwa. Data yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan
jiwa, pengkajian psikososial, dan pengkajian status mental (format dilampirkan pada
modul pencatatan dan pelaporan). Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui
wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi pasien,
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
yang bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko mengalami
gangguan jiwa. Jika perawat menemukan anggota masyarakat yang mengalami gangguan
jiwa, maka
perawat harus berhati-hati dalam penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak
menyebutkan gangguan jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat.
sebagai berikut.
147
1. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja.
a. Depresi
b. Perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan
d. Isolasi sosial
a. Demensia
b. Depresi
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan
pasien;
mandi, kebersihan rambut, gigi, perineum), makan dan minum, buang air besar dan
148
4. Terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi
keluarga;
Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi satu
yang diharapkan baik untuk pasien maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan
2. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien
3. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi
kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta menggerakkan sumber-sumber yang ada di
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat
bekerja sama dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan.
Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi
149
Perawat bekerja dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam memenuhi
1. Evaluasi pasien
2. Evaluasi keluarga
c. Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau
kekambuhan.
kesehatan jiwa spesialistik, integratif, dan pelayanan yang berfokus masyarakat. Selain
itu, memberdayakan seluruh potensi dan sumber daya di masyarakat sehingga terwujud
150
Pelayanan kesehatan jiwa spesialistik dilaksanakan di rumah sakit jiwa dengan
dikembangkan.
dilaksanakan di rumah sakit umum. Pelayanan ini berbentuk unit perawatan intensif
psikiatri di rumah sakit umum merupakan sarana pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
nursing—CMHN). Pelayanan kesehatan jiwa di CMHN ini dimulai dari level lanjut
dalam bentuk pengembangan desa siaga sehat jiwa (DSSJ), serta melakukan revitalisasi
kader dengan membentuk kader kesehatan jiwa (KKJ) sebagai fasilitator masyarakat
dibentuk kelompok swadaya (self help group—SHG) dan usaha kesehatan sekolah
151
G. PENCEGAHAN PRIMER
3. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan sesuai
dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
sosialisasi, manajemen stres, dan persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan
a) Stres pekerjaan.
b) Stres perkawinan.
c) Stres sekolah.
d) Stres pascabencana
152
b. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan,
mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain
sebagai berikut.
2) Menggerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orang tua asuh bagi anak
yatim piatu.
pekerjaan.
tinggal.
3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri
seseorang.
d. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
153
1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
H. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan Sekunder
1. Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini masalah
psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera.
2. Tujuan pelayanan adalah menurunkan kejadian gangguan jiwa.
3. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang berisiko/memperlihatkan tanda-tanda
masalah psikososial dan gangguan jiwa.
4. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah sebagai berikut.
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data fokus (format
terlampir pada modul pencatatan dan pelaporan).
2) Jika ditemukan tanda-tanda berkaitan dengan kecemasan dan depresi, maka
lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan
jiwa.
3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di
tempat-tempat umum).
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai
dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan
dokter) serta memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan
pasien minum obat.
5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang
dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada
gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
154
6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar
melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang
tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien di tempat yang aman,
melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping dan melakukan rujukan jika
mengancam keselamatan jiwa.
8) Menempatkan pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk dengan menciptakan
lingkungan yang tenang, dan stimulus yang minimal.
9) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu
pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok, terapi keluarga, dan terapi
lingkungan.
10) Memfasilitasi kelompok swadaya—self-help group (kelompok pasien, kelompok
keluarga atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang
membahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara
penyelesaiannya.
11) Hotline service untuk intervensi krisis yaitu pelayanan dalam 24 jam melalui
telepon berupa pelayanan konseling.
12) Melakukan tindak lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
I. PENCEGAHAN TERSIER
jiwa.
3) Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada
tahap pemulihan.
155
a. Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat
seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh
masyarakat), dan pelayanan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa
kegiatan yang dilakukan meliputi hal sebagai berikut:
1) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap
penerimaan pasien gangguan jiwa.
2) Pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang
mengalami kekambuhan.
b. Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri.
Fokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara berikut.
dan masyarakat.
untuk dirinya.
c. Program sosialisasi
mengelola
rekreasi.
156
4) Kegiatan sosial dan keagamaan, seperi arisan bersama, pengajian, majelis
Stigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap gangguan jiwa.
Oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari
isolasi dan diskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang
dan gangguan jiwa, serta sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan
jiwa.
157
BAB XIV
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK, TERAPI LINGKUNGAN,TERAPI
KELUARGA
A. Pengertian kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantungan, serta mempunyai norma yang sama (Stuart dan Sundeen,
1991). Manusia adalah makhluk sosial, hidup berkelompok, dan saling berhubungan
untuk memenuhi kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial dimaksud antara lain rasa menjadi
milik orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan penghargaan
positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan jiwa.
Selain itu, dinamika kelompok tersebut membantu pasien meningkatkan perilaku adaptif
B. Pengertian TAK
perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Cara ini cukup efektif karena
di dalam kelompok akan terjadi interaksi satu dengan yang lain, saling memengaruhi,
saling bergantung, dan terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga
158
terbentuk suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat interaksi, interelasi,
dan interdependensi.
C. Tujuan TAK
anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima dan memberikan umpan
balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara baru untuk meningkatkan respons sosial,
serta harga diri. Keuntungan lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya
1. Terapeutik
motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif, serta mempelajari cara baru
2. Rehabilitatif
interpersonal.
D. Fokus TAK
tubuh, ekspresi muka, dan ucapan. Biasanya pasien yang tidak mau berkomunikasi
159
secara verbal akan terangsang sensoris emosi dan perasaannya melalui aktivitas
Pasien diorientasikan pada kenyataan yang ada di sekitar pasien yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada di sekeliling pasien atau orang yang dekat dengan pasien,
serta lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan pasien pada saat ini dan
Pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar
pasien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok,
160
7. Sesi VII : menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK sosialisasi yang
telah dilakukan.
Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi yang timbul
kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan anggota keluarga, dalam hal ini
setiap anggota keluarga diberi kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam
Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil yang
terdiri atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dan saling
bergantung, serta diorganisasi dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Keluarga memiliki hubungan satu sama lain dalam suatu sistem keluarga terikat
begitu ruwet sehingga suatu perubahan yang terjadi pada satu bagian pasti menyebabkan
perubahan dalam seluruh sistem keluarga. Setiap anggota keluarga dan subsistem akan
dipengaruhi oleh stresor transisional dan situasional, tetapi efek tersebut berbeda
intensitas ataupun kualitas. Oleh karena itu, jika ada seorang anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan baik fisik maupun psikososial maka hal tersebut akan
keluarga, perawat dapat melakukan observasi yang akurat sehingga dapat meningkatkan
pengkajian terhadap kebutuhan dan berbagai sumber dalam keluarga. Perawat juga dapat
menyarankan cara baru untuk meningkatkan fungsi keluarga yang adaptif dan
meningkatkan koping keluarga yang efektif. Dengan demikian, perawat dapat lebih cepat
161
mengidentifikasi masalah di dalam keluarga dan bersama keluarga mencari penyelesaian
keluarga bermasalah. Oleh karena itu, sebagian besar berorientasi pada patologis yang
bermasalah. Oleh karena itu, sebagian besar berorientasi pada patologis yang menyangkut
strategi penanganan
Ciri sistem keluarga yang fungsional antara lain sebagai berikut (Gladding, 2002).
3. Setiap anggota keluarga mampu mempertahankan kontak emosi pada setiap generasi.
6. Antara orang dan anak terbentuk hubungan yang terbuka dan bersahabat.
162
Ciri keluarga yang disfungsional adalah sebagai berikut (Gladding, 2002).
2. Ketidakseimbangan pola asuh seperti ibu yang terlalu melindungi atau sebaliknya.
Sejarah perkembangan terapi keluarga sudah dimulai oleh Bowen sejak tahun 1945 di klinik
Menninger pada kasus ibu dan anak (Gladding, 2002). Bowen menerapkan konsep terapi keluarga
pada kasus psikiatri sejak tahun 1954, kemudian diteruskan antara lain oleh Salvador Minuchin, Jay
163
mengatur segregasi sekolah komunikasi skizofrenia
inkonstitusional
Bowen di National Institute of Mental Health
164
Watzlawick dkk. Change
1976 Haley: Problem-Solving Therapy
165
Berdasarkan sejarah perkembangan terapi keluarga di atas, terdapat enam model terapi
keluarga yang pernah dikembangkan, yaitu (1) model psikodinamik, (2) model
eksperiensial, (3) model kognitif dan perilaku, (4) model struktur keluarga, (5) model
strategi dan sistem keluarga, serta (6) model penyelesaian masalah (Gladding, 2002).
167
Terapi Keluarga Steve deShazer Bill O’Halon 1. Mengekstenalisasi
Berfokus pada Masalah
(Berfokus pada Solusi ) 2. Pengaruh (Efek)
Solusi dan Narasi
Michael White Masalah pada Orang
3. Pengaruh (Efek)
(Narasi) Masalah pada
Masalah
4. Meningkatkan
Dilema
5. Memprediksi
Serbacks
6. Menggunakan
Pertanyaan
7. Surat
8. Perayaan dan
Sertifikat
3. Konflik pada masa transisi dalam keluarga seperti pasangan yang baru menikah,
1. Memanipulasi lingkungan.
2. Sistem pendukung.
b. penggunaan penguatan,
168
K. Pengertian Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata agar dapat
membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien. Milleu berasal dari Bahasa Prancis,
yang dalam Bahasa Inggris diartikan surronding atau environment, sedangkan dalam
Bahasa Indonesia berarti suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan terapi
suasana lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik. Konsep lingkungan yang
terapeutik berkembang karena adanya efek negatif perawatan di rumah sakit berupa
penurunan kemampuan berpikir, adopsi nilai-nilai dan kondisi rumah sakit yang tidak
baik atau kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia luar.
L. Tujuan
kehidupan setiap hari, dengan cara memanipulasi lingkungan atau suasana lingkungan
1. Distibusi Kekuatan
membuat keputusan bagi dirinya sendiri (otonomi). Oleh karena itu, perawat, tenaga
kesehatan, dan pasien yang terlibat di dalamnya diharapkan dapat bekerja sama
dalam melengkapi data yang dibutuhkan untuk menentukan masalah pasien, berbagi
tanggung jawab, dan bekerja sama untuk mengarahkan pasien dalam membuat
2. Komunikasi Terbuka
169
Komunikasi terbuka merupakan komunikasi dua arah yang kedua belah pihak saling
Komunikasi terbuka yang dilandasi saling percaya dan kejujuran di antara perawat
dengan tenaga kesehatan lain merupakan hal yang sangat penting dalam pelayanan
keperawatan. Setiap data yang diperoleh mengenai pasien dan keluarganya harus
3. Struktur Interaksi
membutuhkan strategi tersendiri seperti halnya struktur yang tepat sehingga apa yang
diinginkan dalam interaksi tersebut tercapai. Perawat sebagai ujung tombak utama
kata lembut, jelas tapi tegas, tidak defensif, penuh perhatian, peka terhadap
kebutuhan pasien, mampu memotivasi pasien untuk berinteraksi dengan pasien lain,
serta saling berbagi rasa dan pengalaman. Hal tersebut akan sangat membantu pasien
4. Aktivitas Kerja
Pasien yang dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu tidak sebentar sering
perawat diharapkan mampu mengisi waktu luang pasien dengan memotivasi pasien
ikut serta dalam aktivitas lingkungan yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan
170
tingkat perkembangannya. Sebelum menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan
dilakukan pasien sebagai pengisi waktu luang. Misalnya membaca majalah, buku
kegiatan sehari-hari, serta berbagi pikiran dan perasaan dengan sesama pasien yang
pasien. Oleh karena itu, peran serta keluarga dalam penyembuhan pasien juga
menjadi hal yang utama karena setelah selesai menjalani perawatan di rumah sakit
merupakan hal yang harus ditata sedini mungkin. Pelibatan keluarga dalam
merupakan solusi yang harus dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan secara
penyuluhan dan penyebaran selebaran tentang kesehatan jiwa, penyakit jiwa, dan
solusinya. Hal ini membutuhkan kerja sama yang solid antarpihak, yaitu tenaga
rupa, seperti ruang anak-anak terdapat mainan yang disesuaikan dengan usianya,
171
ruang remaja banyak alat informasi, majalah, buku, film, sedangkan untuk lansia
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cochrane, E.M., Barkway P., Nizette D. 2010. Mosby’s Pocketbook of Mental Health.
Australia: Elsevier.
Depkes RI. 1998. Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Standar
Depkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Jakarta: Depkes RI.
172
Elder, R, Evans K., Nizette D. 2012. Psychiatric and Memtal Health Nursing 2nd.
Australia: Elsevier
Frisch dan Frisch. 2006. Psychiatry Mental Health Nursing. Kanada: Thompson Delmar
Learning.
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 1.
Katona, C., Cooper C., dan Robertson M, 2012. At a Glance Psikiatri 4th. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Keliat, B.A., Herawati N., Panjaitan R.U., dan Helena N. 1999. Proses Keperawatan
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan
Keliat, BA., Helena, N.C.D., dan Farida P. 2007. Manajemen Keperawatan Psikosisial dan
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Maslim, Rusdi. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta : FK
Unika Atmajaya.
UMM Press.
173
Stuart, G. W, dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. 2005. Principle and Practise of Psychiatric Nursing, 8th
Stuart dan Laraia. 2008. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th Edition. St
Louis: Mosby
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
World Health Organization. 2001. Mental Health: New Understanding, New Hope.
Geneva: WHO.
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
174