Oleh:
FITRIA ERRINANDINI SUBANDI
E1A016006
ABSTRAK
By:
FITRIA ERRINANDINI SUBANDI
E1A016006
ABSTRACT
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hukum Administrasi Negara memiliki tujuan yang mengarah
pada perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu dalam bentuk pembinaan,
pengayoman, dan partisipasi.1 Hukum Administrasi Negara dapat
dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan
pengaturan dan pelayanan. Hukum Administrasi Negara juga memuat
aturan normatif tentang bagaimana pemerintahan dijalankan. Hal di atas
sejalan dengan konsepsi Welfare State yang dianut Indonesia, bahwa
tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan terhadap
masyarakat.
Urusan kependudukan sangat berhubungan erat dengan
administrasi. Seiring pertumbuhan penduduk yang terus mengalami
peningkatan serta semakin heterogen penduduknya maka semakin
kompleks masalah yang ditangani oleh pemerintah, dalam hal ini masalah
kependudukan. Pemerintah harus memberikan pelayanan publik yang
prima kepada masyarakat, melalui instansi-instansi terkait, salah satunya
yakni Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) yang
berupaya mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional.
Pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) sangat berkaitan
erat dengan masalah kependudukan dan dinilai sangat penting untuk
memudahkan pemerintah dalam memenuhi segala urusan kependudukan.
Penduduk juga memiliki hak, yang mana diatur pada Pasal 28D ayat 1
UUD NRI 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum.
Ketentuan pasal tersebut menyatakan bahwa setiap manusia
terutama Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa terbatas strata sosial
1
Philipus M. Hadjon dkk., 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm 39.
4
maupun usia dalam hal ini ialah anak, berhak mendapatkan pemenuhan
hak konstitusional dengan diberikannya perlindungan. Perlindungan
terhadap anak harus diusahakan oleh setiap orang, baik orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara.
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
memberlakukan KIA yang diharapkan menjadi kartu identitas bagi anak.
Kebijakan ini muncul dari adanya pengintegrasian suatu data yang
dilakukan dalam rangka melaksanakan administrasi kependudukan.
Penerbitan KIA bertujuan untuk meningkatkan pendataan, perlindungan,
dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.
KIA diharapkan tidak hanya sebagai identitas diri anak, namun
juga sebagai sarana perlindungan bagi anak. Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA), sepanjang 2015 terjadi 87 kasus
penculikan dan kehilangan anak. Pada Tahun 2016, kasus penculikan dan
kehilangan anak bertambah menjadi 112 kasus. Pada 2017 jumlah kasus
penculikan dan kehilangan anak naik lebih drastis menjadi 196 kasus.2
Maraknya kasus penculikan, pemerkosaan/fedofilia, pencucian
otak, kasus hilangnya anak, membuat adanya identitas bagi anak
sangatlah diperlukan dan menjadikan program KIA harus diterbitkan oleh
pemerintahan saat ini dalam rangka memberikan penguatan perlindungan
hukum bagi anak. Perlindungan hukum bagi rakyat yang menjadi arah
tujuan hukum administrasi negara membuat segala kebijakan pemerintah
yang bersinggungan langsung dengan masyarakat harus diperhatikan.
Dalam rangka mengkaji sebuah kebijakan pembuatan KIA,
penulis akan menelaah perlindungan hukum apakah yang telah diberikan
oleh pemerintah bagi anak sebagai pemilik KIA sehingga pemerintah
harus menerapkan kebijakan ini secara nasional. Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
tentang : “KEBIJAKAN PEMBUATAN KARTU IDENTITAS ANAK
2
Dhimas Ginanjar, 2018, Mengerikan: Dalam Dua Tahun Penculikan Anak Naik Dua
Kali Lipat, https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/04/02/2018/mengerikan-
dalam-dua-tahun-penculikan-anak-naik-dua-kali-lipat/, diakses pada 30 Oktober 2019.
5
B. METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan : Yuridis Normatif
2. Spesifikasi Penelitian : Preskriptif
3. Sumber Bahan Hukum : Bahan Hukum Sekunder
4. Metode Pengumpulan Data : Studi Kepustakaan
5. Metode Penyajian Data : Teks Naratif
Metode Analisis : Normatif Kualitatif
3
Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus Edisi Revisi,
Yogyakarta : Caps, hlm 17.
7
4
Pusat Perancangan Undang-Undang, Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), 2017, Pedoman Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang, http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/reformasi-birokrasi-Quick-Win-
Pedoman-Penyusunan-Naskah-Akademik-Rancangan-Undang-Undang-1507775513.pdf
diakses pada 30 April 2020.
8
5
Tri Windiarto, Al Huda Yusuf, dkk, 2019, Profil Anak Indonesia : Kerjasama
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat
Statistik, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA),
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/15242-profil-anak-indonesia_-2019.pdf,
diakses pada 15 Mei 2020.
9
6
Hari Harjanto Setiawan, 2017, Akta Kelahiran Sebagai Hak Identitas Diri
Kewarganegaraan Anak, Sosio Informa Vol. 3, No. 01, Januari - April, Tahun 2017.
Kesejahteraan Sosial.
7
Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan
Badan Pusat Statistik, 2018, Profil Anak Indonesia 2018, Jakarta : Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/25/1587/profil-anak-indonesia-tahun-
2018, diakses pada 20 April 2020.
10
8
CST Kansil, 1980, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, hlm. 102 .
9
Knut D. Asplanud, Suparman Marzuki editor, 2010, Hukum Hak Asasi Manusia,
Cetakan kedua, Yogyakarta: PUSHAM UII, hlm. 138-139.
14
umur tersebut dibagi menjadi dua, yaitu, bagi anak di bawah usia 5 tahun,
dan bagi anak di atas usia 5 tahun (sebelum berumur 17 tahun kurang
satu hari).
Penggolongan Kartu Identitas Anak tersebut diatur di dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu
Identitas Anak. Permendagri tersebut diterbitkan berdasarkan amanat
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan. Di dalam penjelasan umum Undang-Undang Adminduk
menjelaskan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah identitas
penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses untuk melakukan
verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung
pelayanan publik di bidang Administrasi Kependudukan. Salah satu
elemen yang tercantum di dalam KIA adalah NIK, sementara Akta
Kelahiran tidak mencantumkan NIK seseorang sehingga KIA dapat
memberikan identitas bagi pemiliknya. Selain itu, adanya identitas juga
memberikan pengakuan terhadap jati diri sesorang sehingga KIA itu
penting sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945 Pasal 28D ayat 1
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.
Jika dilihat dari apa yang tercantum di dalam KIA maka dapat
dikatakan bahwa KIA merupakan suatu kartu identitas tetapi KIA tidak
hanya mencantumkan identitas saja tetapi juga status dari si pemilik KIA.
KIA ini akan diberikan kepada seluruh anak tanpa memandang anak
tersebut bersekolah atau tidak. Selain itu, KIA akan diberikan secara
gratis tanpa pemungutan biaya apapun sehingga bagi masyarakat yang
kurang mampu tetap bisa mengajukan pembuatan KIA bagi anak-
anaknya. Selain sebagai pelindung identitas, KIA juga diharapkan dapat
memberi manfaat antara lain seperti dapat digunakan untuk :
a. Mendaftar sekolah
b. Pembuatan dokumen keimigrasian
16
c. Mendaftar BPJS
d. Membuka tabungan/rekening di bank
e. Berobat di puskesmas atau rumah sakit
f. Proses identifikasi jenazah dengan korban anak-anak dan juga untuk
mengurus klaim santunan kematian
g. Mempermudah proses pencarian anak hilang
h. Terhindarnya pemalsuan identitas anak
i. Melindungi anak yang berhadapan dengan hukum
j. Mencegah terjadinya illegal trafficking
k. Mencegah terjadinya perdagangan anak
l. Hal-hal pelayanan publik lainnya yang membutuhkan bukti diri si
anak
Berdasarkan Teori Perlindungan Hukum oleh Philipus M. Hadjon
bahwa sarana perlindungan hukum terdapat dua macam, yaitu
Perlindungan Hukum Preventif dan Perlindungan Hukum Represif.
Kebijakan KIA yang dilakukan pemerintah dan telah dijabarkan di atas,
lebih memenuhi indikator sarana perlindungan preventif. Secara teoritis,
keberadaan KIA, akan mencegah anak mendapatkan perilaku yang tidak
wajar. Hal itu cukup berbeda apabila seorang anak yang berada di dalam
sengketa pengadilan, tidak disebutkan dengan jelas dalam peraturan yang
mengatur, hak apa yang didapatkan oleh anak ketika dirinya ada di dalam
sebuah sengketa pengadilan. KIA hanya sebagai kartu layaknya KTP yang
hanya menegaskan anak adalah seorang warga negara yang datanya
terintegrasi di SIAK (Sistem Administrasi Kependudukan).
Melihat hak-hak yang akan didapatkan Anak dalam kepemilikan
KIA, bukan sebagai upaya penguatan perlindungan hukum terhadap anak.
Beberapa hak yang tercantum sudah seharusnya seorang anak dapat
menikmatinya, dan hak-hak tersebut sudah diberikan terlebih dahulu jauh
sebelum KIA muncul. Hak-Hak Anak sudah tercantum lebih awal di
dalam beberapa konvensi yang telah diratifikasi.
17