Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN

TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT


DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK
KELAPA SAWIT PTPN III AEK NABARA SELATAN
LABUHAN BATU

KARYA ILMIAH

RIANTO
132401022

PROGRAM STUDI D-III KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN
TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT
DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK
KELAPA SAWIT PTPN III AEK NABARA SELATAN
LABUHAN BATU

KARYA ILMIAH

RIANTO
132401022

PROGRAM STUDI D-III KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH
WAKTU,TEMPERATURDANTEKANAN
TERHADAP KEHILANGANMINYAK PADA AIR
KONDENSAT DENGAN PEREBUSAN SISTEM
TIGA PUNCAK DI PABRIK KELAPA SAWIT
PTPN III AEK NABARA SELATAN LABUHAN
BATU
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : RIANTO
NomorIndukMahasiswa :132401022
ProgramStudi : DIPLOMA III KIMIA
Departemen :KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA
DANILMUPENGETAHUANALAM
SUMATERAUTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2016

Diketahui/disetujuioleh :

Program Studi D3 Kimia


DosenPembimbing
Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst,M.si Dra. Emma Zaidar Nst,M.Si


NIP. 195512181987012001 NIP. 195512181987012001

Departemen Kimia FMIPA USU


Ketua,

Dr.rumondang Bulan Nst.MS


NIP. 19540830198503200

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN


TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIRKONDENSAT
DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK
KELAPA SAWIT PTPN III AEK NABARA SELATAN
LABUHAN BATU

KARYA ILMIAH

Sayamengakuibahwakaryailmiahiniadalahhasilkerjasayasendiri,
kecualibeberapakutipandanringkasan yang disebutkansumbernya.

Medan, Juni 2016

RIANTO
132401022

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi-rabbil’alaminpenulispanjatkankehadirat Allah SWT yang
melimpahkanrahmatdanhidayahsertakasihsayang-
Nyakepadakitasemuasertasalawatdansalamkitaucapkankepadajunjungankitanabibesar
Muhammad SAW
sehinggapenulisdapatmenyelesaikankaryailmiahinisebagaisalahsatusyaratuntukmeraihgel
arahlimadyapada program Diploma III Kimia Industri di FMIPA USU.
Penulismenyadarisepenuhnyabahwakaryailmiahinikurangsempurna,
karenaketerbatasanpenulisbaikdarisegiisimaupunpenyusunan kata,
namunpenulisberharapkaryailmiahinidapatbergunabagipenulisdansemuapihak yang
membacakaryailmiahinikhususnyasertabagilingkunganUniversitas Sumatera Utara
padaumumnya.Karenaitu, penulisdenganrendahhatimengharapkansegalakritikdan saran
untukperbaikankaryailmiahini.
Selamapenulisankaryailmiahinipenulisbanyakmendapatkandorongan,
bantuandanpetunjukdarisemuapihak,
makakesempataninidengansegalakerendahanhatipenulisinginmenyampaikanpenghargaan
danterimakasih yang sebesar-besarnyakepada :
1. AyahandaHusen DamaniksertaibundaSemi yang
selamainitelahberjuangdanatasdoasertanasehatdankasih
sayangdarimerekasehinggapenulismenyelesaikantugasakhirini. Kakanda Ririn
Ariska DamanikbesertaadindaNur Rahmawati Damanik yang
memberikandukunganbaikfisikmaupunmorildanmenjadipenyemangatbagipenulis.
2. Ibu Dr. Emma Zaidar Nst,M.Siselakudosenpembimbing yang
telahbanyakmemberimasukandanpetunjukselamamenyelesaikankaryailmiahini.
3. Bapak Dr.Krista Sebayang, M.Sc., sebagaiDekan FMIPAUSU.
4. Ibu Dr. RumondangBulan, MS., ketuaDepartemenKimia FMIPAUSU.
5. BapakSinuratdanbapakMarnoselakupembimbinglapangandi PTPN III PKS Aek
Nabara Selatan.
6. Temanspesial yang
memberikandukungankepadapenulissehinggamenjadipenyemangatselamamenyele
saikankaryailmiahini.
7. Para sahabat PKL yang banyak membantu saya.
8. Seluruhrekan-rekanmahasiswakhususnyajurusanKimia Angkatan 2013
FMIPAUSU.
9. Anak-anak Purpalayang memberikanbantuanbaikmorilmaupunfisik.
10. Seluruhsahabatpenulisdimanapunberada.
Penulismemanjatkandoakehadirat Allah SWT,
semogaamalkebaikanmerekadiberikanbalasan yang setimpal, Amiinyaarabbal’alamiin.

Medan, Juni 2016

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan pengaruh waktu, temperatur dan tekanan terhadap


kehilangan minyak pada air kondensat dengan perebusan sistem tiga puncak di pabrik
kelapa sawit PTPN III Aek Nabara Selatan Labuhan Batu. untuk menentukan kehilangan
minyak (lossis) pada air rebusan dengan menggunakan metode ekstraksi yaitu dengan
disokletasi selama 4 jam, lalu hasilnya di oven selama 2 jam pada suhu 105 0 C. hasil
percobaan dari 15 sampel yang dianalisa didapat 10 sampeltidaksesuaidenganbakumutu
yang ditetapkanolehperusahaanyaitumelebihi 0.70%. makadapatdisimpulkanbahwa 5
sampel yang sesuaidenganstandarmutu yang ditetapkanolehperusahaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

have conducted the experiment the effects of time, temperature and pressure of the oil loss
in condensate water by boiling system three peaks in oil palm factory PTPN III Aek South
NabaraLabuhanBatu.in which to determine the loss of oil (lossis) on the cooking water by the use of
extraction methods ie with at soxhletation for 4 hours, then the result in the oven for 2 hours at a
temperature of 1050 C.obtained from the experimental results of the 15 samples analyzed, 10
samples are not in accordance with company quality standards that exceed 0.70%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTARISI vii
DAFTARGAMBAR ix
DAFTARTABEL x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUANPUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit 5
2.2.1 Jenis-jenisKelapaSawit 8
2.2 Minyak Kelapa Sawit 8
2.2,1 Komposi Minyak Dan sifat Minyak Kelapa Sawit 8
2.2.1.1 Trigliserida 8

2.2.1.2 Non Trigliserida 10

2.2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit 12


2.2.3 Faktor yang MempengaruhiKerusakan
MinyakKelapaSawit 13
2.2.3.1 Reaksi Penurunan Kualitas Minyak Sawit 13
2.2.3.2 UpayaUntukMempertahankanNilai
DOBI MinyakKelapaSawit 17
2.3Persyaratan Mutu Panen TBS Kelapa Sawit 18
2.4 Perebusan (Sterilisasi) 20
2.5 TujuanPerebusan 21
2.6Efesiensi Perebusan 25
2.6.1 Deaerasi 25
2.6.2 Pembuangan Air KondensatPembuangan
UapBekas 25
2.6.3 PemasakanBuah 26
2.6.4 Pembuangan Uap Akhir 27
2.6.5 Pengeluaran Lori Dari Rebusan 27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7 MetodePerebusan 27
2.8 SistemPerebusan 29
2.8.1 SistemperebusanSatuPuncak 30
2.8.2 SistemPerebusanDuaPuncak 30
2.8.3 SistemPerebusanTigaPuncak 31

BAB 3 BAHAN DANMETODE


3.1 Alat 34
3.2 Bahan 34
3.4ProsedurMenentukanKehilanganMinyak(lossis)
PadaAirRebusan 35

BAB 4 HASIL DANPEMBAHASAN


4.1 Data 36
4.2 Pengolahan Data 37
4.3 Pembahasan 38

BAB 5 KESIMPULAN DANSARAN


5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. SistemPerebusanSatuPuncak 30
Gambar 2. SistemPerebusanDuaPuncak 31
Gambar 3. SistemPerebusanTigaPuncak 32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 2.1 Komposisiasamlemakminyaksawit 9
Tabel 2.2 Komponendalamminyakkelapasawit 11
Tabel 2.3 Standarmutu SPM dan Ordinary 13
Tabel 2.4 Bahan yang dapatmerusakkualitasminyak 16
Tabel 2.5 Nilai DOBI dariminyakselamapengolahan 18
Tabel 2.6 Tingkat fraksi TBS 19
Tabel 2.7 Siklustekanan, waktu,
dantemperaturperebusanSistemtigapuncak 29
Tabel 4.1 Hasilanalisakehilanganminyak yang terikutdalam air
rebusanpada lab PKS – KebunRambutan 36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses produksi di Kelapa Sawit (PKS) dimulai dengan mengelolah bahan

baku sampai menjadi produk, yang bahan bakunya adalah tandan buah segar (TBS)

kelapa sawit. Proses pengolahan TBS kelapa sawit di setiap pabrik umumnya

bertujuan untuk memperoleh minyak dengan kualitas yang baik, tingkat keasaman

yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan. Proses tersebut cukup panjang

dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau

brondolan dari tempat pengangkutan hasil sampai dihasilkan minyak sawit dan

hasil-hasil samping lainnya seperti inti sawit (kernel).

Perlakuan selama proses pengolahan tandan buah segar (TBS) yang

dilakukan dalam sebuah pabrik merupakan faktor yang menentukan keberhasilan

pabrik tersebut untuk memperoleh dan rendemen yang tinggi dengan kadar asam

lemak bebas yang rendah. Untuk tujuan tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal

berikut :

 Mutu buah sawit (bahan baku) yang dipanen dari kebun

 Kondisi alat proses

 Mutu dan jumlah bahan pengolahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit terdiri dari unit-unit pengolahan

yang saling erat hubungannya satu dengan yang lain dan pengolahan dilakukan

secara bertahap. Apabila salah satu dari unit-unit pengolahan mengalami gangguan

, maka unit pengolahan lainnya juga terganggu. Peristiwa ini disebut dengan

stagnasi, yang mengakibatkan kapasitas pabrik tidak tercapai. Salah satu faktor

utama yang menimbulkan stagnasi pabrik pengolahan kelapa sawit adalah uap

(steam).

Stasiun perebusan merupakan stasiun pertama dari proses pengolahan

kelapa sawit setelah TBS ditimbang dan dibongkar di loading ramp. Tujuan dari

perebusan tandan buah segar, yaitu untuk melunakkan brondolan TBS sehingga

mudah lepas dari janjangannya, untuk menghentikan perekembangan asam lemak

bebas (ALB), meminimalkan biji pecah (ke keplokan) sebagai suplai bagi

ketersediaan buah rebus (CFC), penyempurnaan dalam pengolahan, serta

penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit. TBS mengandung sejumlah

zat yang harus dimusnahkan terlebih dahulu untuk mencapai pengolahan yang

efesien. Suasana yang lembab dengan suhu yang tinggi dalam rebusan akan

menginaktifkan enzim-enzim lipase dan lipoksidase yang terdapat dalam buah,

sehingga proses hidolisis minyak menjadi asam lemak bebas dan proses oksidasi

dapat dihentikan. Oleh karena itu, tandan yang dipanen harus diusahakan direbus

secepatnya.

Perebusan melunakkan buah sehingga daging buah mudah melepas dari biji

sewaktu diaduk dalam bejana peremas. Pada perebusan terjadi pengeringan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

pendahuluan dari biji dan inti mulai lekang dari biji. Di dalam proses perebusan

juga terjadi kehilangan minyak atau sering disebut dengan “ losses” dan tidak

dapat dihindari dari setiap stasiun pengolahan.

Namun setiap pabrik kelapa sawit selalu berusaha untuk menekan angka

kehilangan minyak ini, khususnya di stasiun perebusan yang akan dibahas dipenulis

karya ilmiah ini, yang batas normalnya adalah sebesar maksimal 0,7 %. Karena

angka kehilangan minyak pada pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan ukuran

efesiensi ekstraksi pabrik maka setiap sisa buangan dari proses pengolahan harus

dianalisa dengan seksama dan teliti.

Ada tiga sistem perebusan yaitu satu puncak (single peak), dua puncak

(double peak), dan tiga puncak (triple peak). Jumlah puncak dalam perebusan dapat

dilihat dari jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk atau uap keluar

selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau otomatik.

Berdasarkan hal diatas maka penulis mengambil judul pada karya ilmiah

ini adalah pengaruh waktu, temperatur dan tekanan terhadap kehilangan minyak

pada air kondensat dengan perebusan sistem tiga puncak di pabrik kelapa sawit

PTPN III Aek Nabara Selatan Labuhan Batu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

bagaimana pengaruh waktu, temperatur dan tekanan terhadap kehilangan minyak

pada air kondensat dengan perebusan sistem tiga puncak di pabrik kelapa sawit

PTPN III kebun Rambutan Tebing Tinggi.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari analisa yang dilakukan ialah untuk menentukan kadar
minyak yang hilang dalam air kondensat terhadap pengaruh waktu, temperatur dan
tekanan.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari analisa yang dilakukan adalah agar dapat


mengetahui kadar minyak yang hilang (lossis) dalam air kondensat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH KELAPA SAWIT

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun

1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya

ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun

1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat

Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat

perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka

dikenallah jenis sawit "Deli Dura".

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan

secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet,

seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama

berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan

mencapai 5.123 ha. Pusat

pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai

AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada

1911-1912.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,

dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa

sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran

minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor

hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan

kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Sawit dapat

tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh

sempurna di ketinggian 0 – 500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80 – 90

%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun,

yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat

kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan

produksi buah sawit.

(Http://id.wikipedia.org/wiki/kelap_sawit)

2.1.1 Jenis – Jenis Kelapa Sawit

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya


kelapa sawit dibagi menjadi 3 :

 Dura,
 Pisifera, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

 Tenera.

1. Varietas Dura

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga

dianggap memperpendek umur mesin pengolah, daging buah tipis, peresentase

daging buah terhadap buah 30 – 50%, inti buah besar, namun biasanya tandan

buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%.

2. Varietas Psifera

Pisifera memiliki tempurung yang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada.

Daging buah tebal, inti buahnya sangat kecil. Kandungan minyak pada daging buah

cukup tinggi karena sabutnya (daging) tebal, tetapi kandungan minyak inti rendah

karena ukuran kernelnya sangat kecil. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang

namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.

3. Varietas Tenera

Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini

dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan

sifat cangkang buah


tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase daging

per buahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat

mencapai 28%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

4. Varietas Macro Carya

Daging buahnya sangat tipis, tempurung sangat tebal (4 – 5 mm).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

5. Varietas Dwikka Wakka

Daging buahnya serabut berlapis dua, oleh karena itu disebut Dwikka.

Dalam perkembangan selanjutnya, oleh berbagai pusat penelitian kelapa

sawit, varietas tenera telah dimodifikasikan sehingga menghasilkan keturunan yang

mempunyai sifat jauh lebih baik dari pada varietas semula, baik melalui

persilangan, kultur jaringan, maupun kloning. Berdasarkan warna kulit buahnya,

terdapat tiga varietas buah kelapa sawit, Nigrescens, Virescens, dan Albescens.

(Risza, 1994)

2.2 MINYAK KELAPA SAWIT

2.2.1Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit

Diantara sumber minyak pangan yang tersedia di Indonesia (juga tingkat

dunia), minyak sawit merupakan sumber yang utama dengan tingkat konsumsi

lebih dari 80 %. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat karena

mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih

dari delapan. Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung.

(S. Ketaren, 1986)

2.2.1.1 TRIGLISERIDA

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari

gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum

tidak berbeda trigliseridanya, hanya dalam berbentuk (wujud). Disebut minyak jika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

berbentuk cair dan lemak jika berbentuk padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia

yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak. (Mangoensoekardjo,

2003)

CH2 – OH + R1 – COOH CH2 – COOR1

CH – OH + R2 – COOH CH – COOR2 + 3 H2O

CH2 – OH + R3 – COOH CH2 – COOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang

bergabung untuk membentuk trigliserida. Dua jenis asam lemak yang paling

dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C 16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1

(tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit

No Nama Asam Jenis Rumus Molekul Kadar


(%)
1 Asam Miristat Asam lemak jenuh C13H27COOH 1,8

2 Asam Palmitat Asam lemak jenuh C15H31COOH 40

3 Asam Stearat Asam lemak jenuh C17H35COOH 3,0

4 Asam Laurat Asam lemak jenuh C11H23COOH 2,0

5 Asam Arakhidat Asam lemak jenuh C19H35COOH 1,0

6 Asam Oleat Asam lemak tidak jenuh C17H33COOH 42

7 Asam Linoleat Asam lemak tidak jenuh C17H31COOH 7,9

8 Asam Linoleat Asam lemak tidak jenuh C17H27COOH 1,1

Sumber : J. Sartono, 1997

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Minyak tersebut jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai

panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut :

CH2 – COOR1 CH2 – OH

CH – COOR2 + H2O CH – COOR2 + R1COOH


CH2 – COOR3 CH2 – COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi

merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak

yang berbeda.

2.2.1.2NON TRIGLISERIDA

Minyak juga mengandung komponen non trigliserida dalam jumlah kecil, tetapi

komponen ini juga harus dipisahkan karena menyebabkan rasa, bau dan warna

minyak yang kurang menyenangkan. Komponen non trigliserida dan kotoran yang

dikandung oleh minyak dapat dibedakan atas :

a. komponen terlarut dalam minyak.

Misalnya : asam lemak bebas, karoten, lendir (gum), tocopherol, sterol dan

alkohol.

b. komponen yang tersuspensi dan tidak larut.

Misalnya : Karbohidrat

Minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit masih dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

bentuk minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang belum dapat digunakan

sebagai bahan makanan karena masih mengandung logam-logam, mineral maupun

lendir yang tinggi , sehingga sulit dicerna apabila digunakan sebagai bahan

makanan manusia. CPO merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah kelapa

sawit sehingga diperoleh minyak mentah yang mempunyai warna merah

kekuningan karena kandungan karotein yang tinggi yaitu dapat mencapai 1000 ppm

atau lebih, tetapi dalam minyak jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm,

kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama dalam

proses produksi. Sehingga, bila minyak ini nanti diproses lagi maka standar

produksi minyak mentah akan ditentukan. (Elisabeth J, 2000)

Tabel 2.2 Komponen Dalam Minyak Kelapa Sawit

No Komponen Kuantitas
1 Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0
2 Karoten (ppm) 500 – 700

3 Fosfolipid (ppm) 500 – 1.000

4 Dipalmito stearin (%) 1,2

5 Tripalmitin (%) 5,0

6 Dipalmitolein (%) 37,2

7 Palmito stearin olein (%) 10,7

8 Palmito olein (%) 42,8

9 Triolein linole (%) 3,1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Sumber : Iyung Pahan (2008)

2.2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Standar mutu adalah hal yang penting untuk menentukan minyak yang

bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu minyak sawit,

yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas,

warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu

minyak sawit adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan

spreadibility, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu

minyak sawit yang baik mempunyai kandungan air yang kurang dari 0,1 % dan

kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 %, kandungan asam lemak bebas serendah

mungkin (kurang dari 2 %), bilangan peroksida dibawah 2 %, bebas dari warna

merah dan kuning (harus berwarna pucat), tidak berwarna hijau, jernih dan

kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. (S. Ketaren,

1986)

Untuk memperkuat daya saing minyak sawit di pasaran internasional,

produsen melakukan peningkatan produktivitas dan kualitas serta

meningkatkan efesiensi pengolahan. Selain itu dapat juga dipengaruhi oleh derajat

kematangan buah yang dapat diketahui dengan melalui sortir buah sebelum diolah,

sehingga mendapatkan mutu minyak kelapa sawit menurut standart mutu Special

Prime Bleach (SPB). (Iyung P, 2008)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Standart mutu Special Prime Bleach (SPB) dibandingkan dengan mutu Ordinary

dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2.3 : Standar Mutu SPB dan Ordinary

No Kandungan SPB Ordinary


1 Asam lemak bebas (%) 1–2 3–5

2 Kadar air (%) 0,1 0,1

3 Kadar Kotoran (%) 0,002 0,01

4 Besi (ppm) 10 10

5 Tembaga (ppm) 0,5 0,5

6 Bilangan iod 53 ± 1,5 45 – 56

7 Karotene (ppm) 500 500 – 700

8 Tocopherol (ppm) 800 400 - 600

Sumber : S. Ketaren (1986)

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit yang disimpan dapat mengalami penurunan mutu jika

tidak ditangani dengan tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan

hidrolisis.

2.2.3.1 Reaksi Penurunan Kualitas Minyak

Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti absorbsi baud an kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba, dan reaksi kimia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

1) Absorbsi bau dan kontaminasi


Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang

mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan

kontaminasi dari alat penampungan. Hal ini karena minyak (lemak) dapat

mengabsorbsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorbsi dan

kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, di mana

akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.

Proses absorbsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat dihindari

dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan penyimpanan

minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau mild steel yang

dilapisi dengan cat epoxy. Bahan yang berasal dari seng tidak dianjurkan untuk

tempat penyimpanan minyak sawit.

2) Aksi enzim
Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim

yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam

keadaan tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordianasi antar

sel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari

aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikkan bilangan asam.

Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga

menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang

tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak. Asam lemak bebas

juga dapat menyebabkan warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

mengurangi aktivitas enzim ini bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada

kondisi panas, minimal 50oC.

3) Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi jika

masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan pun masih

mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap gramnya.

Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat ditimbulkan

oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun, bau tengik, dan

perubahan warna miyak.

4) Reaksi kimia

Faktor penyebab kerusakan minyak kelapa sawit yang perlu mendapatkan

perhatian dan besar pengaruhnya yaitu kerusakan karena reaksi kimia, yaitu

hidrolisis, oksidasi, polimerisasi dan lain-lain.

Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan

gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk

mencegah terjadinya hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan

seminimal mungkin. Proses hidrolisa yang sengaja biasanya dilakukan dengan

penambahan sejumlah basa. Proses ini dikenal sebagai proses penyabunan. Proses

penyabunan ini digunakan dalam industri. Biasanya ditambahkan dengan alkali

(NaOH) sehingga terjadi reaksi penyabunan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehida dan

keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan.

Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan pigmen

warna, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang biasa

dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50 – 55oC)

yang mematikan aktivitas mikroorganisme.

Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul dengan

molekul yang lain sehingga membentuk molekul yang lebih besar. Polimerisasi

pada minyak merupakan kelanjutan dari reaksi oksidasi dan pemanasan. Polimer

yang terbentuk mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari trigliserida. Jika

disimpan dalam temperatur kamar, polimer akan membentuk kristal–kristal halus

yang sukar larut dalam minyak.

Jika polimerisasi berlanjut terus, akan terbentuk bahan gum yang mengendap.

(Iyung P, 2008)

Menurut Arnott (1963) ada beberapa bahan yang dapat merusak kualitas

minyak. Ia mengkategorikan kandungan bahan-bahan yang dapat merusak kualitas

minyak kelapa sawit, sebagai berikut :

Tabel 2.4 Bahan Yang Dapat Merusak Kualitas Minyak

Bahan Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat


renda (%) (%) (%) tinggi
h (%)

(%)
Asam lemak bebas <20 2,0 - 2,7 2,8 - 3,7 3,8 - 5,0 >5,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Kadar air <0,1 0,1-0,19 0,2-0,39 0,4 - 0,6 >0,6


Kadar kotoran <0,005 0,005-0,01 0,01 -0,025 0,026 -0,05 >0,05
Sumber : Http://elerning.unej.ac.id/courses/

2.2.3.2 Upaya Untuk Mempertahankan Nilai DOBI Minyak Kelapa


Sawit

Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan

turunannya yang memberikan warna merah–kuning pada minyak. Warna tersebut

kurang disukai konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur

tinggi dapat mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-

cokelatan dan larut dalam minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan

(kemampuan untuk dipucatkan

semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Detterioration

of Bleachability Index).

Adanya warna dan bilangan DOBI yang rendah tidak disukai dalam industri

karena minyak sawit semakin sulit untuk dipucatkan. Berdasarkan evaluasi terhadap

nilai DOBI minyak sawit, nilai DOBI minyak sawit dapat dikelompokkan 4 macam,

yaitu sebagai berikut :

 DOBI  1,7 – berarti jelek

 1,8  DOBI  2,3 – berarti kurang baik

 2,4  DOBI  2,9 – berarti cukup

 DOBI  2,9 – berarti baik

Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

oksidasi yang terjadi sejak panen, lalu ditunjukkan pada proses pengolahan,

penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut

akan berperan pada proses pengolahan yang lebih lanjut. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengendalian setiap kegiatan yang mempengaruhi kerusakan minyak,

seperti : mengawasi sistem panen dan pada transportasi, menghindari pemakaian

uap kering, menghindari pemakaian uap secara langsung pada stasiun pemurnian,

menghindarkan pemanasan yang berlebihan di dalam unit pengolahan, dan

mengendalikan penimbunan dalam proses pengolahan.

Hasil penelitian terhadap kualitas minyak sawit untuk setiap proses

ditunjukkan oleh tabel berikut :

Tabel 2.5 : Nilai DOBI dari Minyak Sawit Selama Pengolahan

No Stasiun Pengolahan Nilai DOBI

1 Oil gutter 3,47 – 3,65

2 Settling tank 3,02 – 3,36

3 Oil tank 2,88 – 2,98

4 Vacuum dryer 2,54 – 2,78

5 Sludge seperator 2,34 – 2,48

6 Fat pit 1,58 – 1,97

7 Minyak produksi 2,92 – 2,98

Sumber : Iyung P, 2008

2.3 PERSYARATAN MUTU PANEN TBS KELAPA SAWIT

Panen yang diterima di pabrik adalah berupa tandan buah segar (TBS) atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

fresh fruit bunch (FFB). TBS yang telah siap dipanen lalu dibawa ke pabrik untuk

diolah tetapi sebelumnya disortasi lebih dahulu di loading ramp. terhadap mutu TBS

didasarkan pada standar fraksi tandan. Dikenal ada lama fraksi TBS yang dapat kita

lihat pada tabel berikut :

Tabel 2.6 : Tingkat Fraksi TBS

No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan

1 mentah 00 Tidak ada Sangat mentah

berwarna hitam

1 – 12,5 %

0 Buah luar membrondol Mentah

12,5 – 25 %

2 Matang 1 Buah luar membrondol Kurang matang

25 – 50 %

2 Buah luar membrondol Matang I

50 – 75 %

3 Buah luar membrondol Matang II

75 – 100 %

3 Lewat 4 Buah luar membrondol Lewat Matang I

matang Buah dalam juga membrondol

5 Ada buah yang busuk Lewat matang II

Sumber : Pusat Penelitian Marihat (1982)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Derajat kematangan yang baik jika TBS dipanen pada fraksi 1, 2, 3, dan 4.

Secara ideal, dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan

terkumpulnya brondolan, serta pengangkutan yang lancar, maka dalam pemanenan

akan diperoleh komposisi fraksi tandan sebagai berikut :

Jumlah brondolan di pabrik sekitar 25 % dari berat tandan


seluruhnya

 Tandan yang terdiri dari fraksi 1 maksimal 20 % dari jumlah tandan

 Tandan yang terdiri dari fraksi 2 dan 3 minimal 65 % dari jumlah


tandan

 Tandan yang terdiri dari fraksi 4 maksimal 15 % dari jumlah

tandan. (M. Hadi, 2004)

2.4 PEREBUSAN (STERILISASI)

Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor utama yang

menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat

diperoleh ialah minyak sawit, inti sawit, serabut, dan cangkang.

Sebagai tahapan awal dari rangkaian unit proses yang berlangsung di

pabrik kelapa sawit adalah proses perebusan buah (sterilization) yang berfungsi

untuk merebus tandan buah segar (TBS) di dalam suatu bejana uap bertekanan

(sterilizer).

Perebusan atau sterilisasi buah dilakukan dalam sterilizer yang berupa

bejana uap bertekanan. Biasanya steriliser dirancang untuk dapat memuat 6 sampai

10 lori dengan tekanan uap 3 kg/cm2. Lori adalah tempat buah direbus, yang dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

menampung buah 2,5-3,5 dan 5,0 ton. Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke

stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh

motor listrik hingga memasuki sterilizer. Lori tempat buah di buat berlubang

dengan diameter 0,5 inch, yang berfungsi untuk mempertinggi penetrasi uap pada

buah dan penetesan air kondensat yang terdapat diantara buah. Dalam proses

perebusan TBS dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 135 oC selama 80 –

90 menit. Steriliser harus dilengkapi dengan katup pengaman (safety valve) untuk

menjaga tekanan di dalam steriliser tidak melebihi tekanan kerja maksimum yang

diperkenankan.

(D. Darnoko, 2003)

2.5 TUJUAN PEREBUSAN

Tujuan dari perebusan antara lain :

 Mematikan enzim untuk mencegah kenaikan asam lemak bebas (ALB) minyak

yang akan dihasilkan

Dalam buah yang dipanen terdapat enzim lipase dan oksidasi yang tetap bekerja

dalam buah sebelum enzim itu dihentikan dengan pelaksanaan tertentu. Enzim

dapat dihentikan dengan cara fisika dan kimia. Enzim oksidase berperan dalam

pembentukan peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah menjadai

gugus aldehid dan keton. Senyawa yang terakhir ini bila dioksidasi lagi akan

menjadi asam. Jadi ALB yang terdapat dalam minyak sawit merupakan hasil

kerja enzim lipase dan oksidase. Aktivitas enzim semakin tinggi bila buah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

mengalami kekemaran (luka). Untuk mengurangi aktivitas enzim, sampai

dipabrik diusahakan agar kemerahan buah

dalam persentase yang relatif kecil. Enzim pada umumnya tidak aktif lagi pada

suhu 50oC. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya perebusan

dilakukan dengan temperatur tinggi lebih dari 50 oC.

 Memudahkan pelepasan brondolan buah dari tandan.

Minyak dan inti sawit terdapat dalam buah, maka untuk mempermudah proses

ekstraksi pengutipan minyak dan inti sawit, buah perlu dilepas dari

janjangannya buah dapat terlepas dari janjangannya dengan cara hidrolisa

hemisellulosa dan pektin yang terdapat pada pangkal buah. Hidrolisis dapat

terjadi dengan proses kimia, kimia


fisika dan biokimia. Hidrolisis dengan reaksi biokimia telah sebagian terjadi di

lapangan yaitu pada proses pemasakan buah yang ditandai dengan buah yang

membrondol. Reaksi hidrolisis hemiselllulosa dan pektin dapat terjadi dalam

ketel rebusan yang dipercepat oleh pemanasan. Panas uap tersebut dapat

meresap kedalam buah karena adanya tekanan. Hidrolisis pektin pada tangkai

tidak seluruhnya menyebabkan pelepasan buah, oleh karena itu masih perlu

dilanjutkan dengan proses pemipilan pada stasiun thresser.

 Melunakkan buah untuk memudahkan dalam proses pelumatan di digester.

Selama proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena proses

penguapan. Dengan kurangnya air, susunan daging buah (pericarp) berubah.

Perebusan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah pengambilan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pengambilan minyak

selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan zat non lemak (non-

oil solid). Dalam proses ini mempermudah degister dalam proses melunakkan

buah dan pelumatan. Secara keseluruhan, akibat penguapan sebagian air dari

daging buah – kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut dalam proses

pengepresan.

 Prakondisi untuk biji agar tidak mudah pecah selama proses pengepresan dan

pemecahan biji.

Perebusan buah yang tidak sempurna dapat menimbulkan kesulitan pelepasan

serat dari biji dalam polishing drum, yang menyebabkan pemecahan biji lebih

sulit dalam alat pemecah biji. Penetrasi uap yang cukup baik akan membantu

proses pemisahan

serat perikarp dan biji yang dipercepat oleh proses hidrolisis. Apabila serat

tidak lepas, maka lignin yang berada diantara serat akan menahan minyak. Jika

biji dipukul dalam alat pemecah maka terjadi sifat kenyal yang membuat biji

tidak pecah yang terjadi adalah pecahan besar yang melekat pada inti.

 Menurunkan kadar air

Sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti, yaitu

dengan cara penguapan baik saat perebusan maupun saat sebelum pemipilan.

Penurunan kandungan air buah menyebabkan penyusutan pada buah sehingga

terbentuk rongga- rongga kosong pada perikarp yang mempermudah proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

pengempaan. Interaksi penurunan kadar air dan panas dalam buah akan

menyebabkan minyak sawit antar sel akan bersatu dan mempunyai viskositas

yang rendah sehingga mudah keluar dari dalam sel sewaktu proses berlangsung.

Perikarp yang mendapat perlakuan panas dan tekanan akan menunjukkan sifat

serat mudah lepas. Hal ini meningkatkan efesiensi digester dan polishing drum.

Air yang terkandung dalam inti akan menguap melalui mata biji sehingga

kernel susut dan proses pemecahan biji akan lebih mudah.

 Pemecahan emulsi

Minyak di dalam perikarp berbentuk emulsi dapat lebih mudah keluar dari sel

jika berubah fase emulsi menjadi minyak. Perubahan ini terjadi dengan bantuan

pemanasan, yang mengakibatkan penggabungan fraksi yang memiliki polaritas

yang

sama dan berdekatan, sehingga minyak dan air masing-masing terpisah.

Peristiwa ini akan mempermudah minyak keluar dari perikarp. Penetrasi uap

yang sempurna pada perikarp, terutama buah yang paling dalam, akan

mempertinggi efesiensi ekstraksi minyak. Pemecahan emulsi yang telah dimulai

dari perebusan akan membantu proses pemisahan minyak dari air dan padatan

lainnya pada stasiun klarifikasi.

 Membantu proses pelepasan inti dari cangkang

Perebusan yang sempurna akan menurunkan kadar air biji hingga 15%. Kadar

air yang turun hingga 15% akan menyebabkan inti susut sedangkan tempurung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

biji tetap, maka terjadi inti yang lekang dari cangkang. Hal ini akan membantu

proses fermentasi di dalam nut silo, sehingga pemecahan biji dapat berlangsung

dengan baik, demikian juga pemisahan inti dari cangkang dalam proses

pemisahan kering atau basah dapat menghasilkan inti yang mengandung

kotoran lebih kecil. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tekanan uap

2,8-3 kg/cm2 dengan lama perebusan sekitar 90 menit. (P.M. Naibaho, 1990)

2.6 EFESIENSI PEREBUSAN

2.6.1 Deaerasi
Deaerasi adalah pembuangan dari udara dari dalam ketel rebusan yang

dilakukan dengan memasukkan uap dengan cara pipa uap dibuka, katup deaerasi

dan katup kondensat dibuka yang berlangsung selama 2 – 5 menit. Deaerasi atau

pembuangan udara dari steriliser dilakukan dengan cara membuka pipa inlet,

deaeration valve dan atau condensate valve. Udara dibuang dengan cara

memasukkan uap secara cepat sehingga terjadi pencampuran antara uap dan udara.

Karena udara lebih berat maka udara akan turun kebawah dan dibuang melalui

deaeration valve atau melalui pipa kondensat. Deaeration akan berlangsung pada

saat pembuangan air kondensat selama sistem perebusan berlangsung. Jadi, langkah

pertama dari proses perebusan adalah proses deaerasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

2.6.2 Pembuangan Air Kondensat Dan Pembuangan Uap Bekas

Frekuensi pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas selama

proses perebusan tergantung pada siklus perebusan. Puncak pertama dicapai

dengan membuka pipa uap (inlet pipe) selama 7 menit (umumnya tekanan 1,5

kg/cm2) kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat, exhause pipe

dibuka dengan tiba-tiba sehingga tekanan turun sampai 0,5 kg/cm 2 (+3 menit),

kemudian pipa kondensat ditutup. Puncak kedua dicapai, pipa uap masuk dibuka

selama 10 menit (tekanan 2 – 2,5 kg/cm2), kemudian pipa uap masuk ditutup dan

pipa kondensat dan exhause pipe dibuka hingga tekanan 1 kg/cm 2(3 menit). (D.

Darnoko, 2003)

Air kondensat yang terbentuk harus tetap dibuang, dengan tujuan :


1. Jika air kondensat tidak dikuras, maka dapat mengisi ketel rebusan dan

merendam roda lori dan merusak.

2. Jika air kondensat sampai merendam tandan buah, maka sebagian besar

miyak akan ikut terbuang dan merupakan kerugian bagi pabrik

3. Air kondensat yang mengikat minyak pada buah luka mempunyai kadar

asam lemak bebas yang tinggi dan bersifat korosi, dan dapat merusak badan

ketel rebusan terutama sekali pintu ketel rebusan.

4. Pada akhir siklus perebusan, air kondensat dapat mendenyar (flash off)

dalam ketel rebusan dan memperlama waktu pengurasan air pengembunan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

2.6.2 Pemasakan Buah

Setelah melalui satu puncak atau dua puncak awal maka pemasakan dapat

dilanjutkan dengan membuka pipa uap masuk dan pipa kondensat untuk membuang

air kondensat. Masa pemasakan atau sebagai masa penahan dihitung setelah

mencapai puncak tertinggi hungga pembuangan uap terakhir.

2.6.4 Pembuangan Uap Akhir

Setelah pemasakan uap selesai maka uap berada dalam sterilizer dibuang

dengan cara mula-mula dibuka kran pipa kondensat kemudian setelah tekanan

menjadi 2,5

kg/cm2 maka pipa pembuangan uap yang berada diatas sterilizer dibuka dengan

tiba-tiba untuk mempermudah pemipilan buah. Setelah tekanan sama dengan

tekanan atmosfir maka pintu rebusan dibuka.

2.6.5 Pengeluaran Lori Dari Rebusan

Buah yang telah masak dikeluarkan dari dalam sterilizer dengan membuka

pintu rebusan secara perlahan-lahan untuk mengurangi kerusakan “packing doo”

lori kemudian ditarik dengan tali bersamaan dengan pemasukan buah yang akan

direbus. (Tim Penulis P.S, 1997)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

2.7 METODE PEREBUSAN

Dari pengalaman, telah diketahui bahwa untuk merebus dengan tekanan uap

3 bar (3,06 kg/cm2) selama 25 menit akan memberikan hasil yang sama seperti

merebus dengan tekanan uap 1,5 bar selama 55 menit. Dari pengalaman ini, bisa

dilihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan akan semakin cepat pula waktu

perebusan. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan temperatur yang

tinggi. Temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak kualitas minyak dan sawit.

Perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm 2 dan waktu antara

80 – 90 menit merupakan yang paling optimal karena menghasilkan minyak dan

inti yang memuaskan. Selain itu, pada perebusan juga perlu dilakukan pengurasan

udara agar udara bisa keluar dan digantikan oleh uap air sebagai media perebusan.

Pengurasan udara dilakukan pada saat awal proses perebusan, dimana uap

dimasukkan melalui kran


pemasukan (inlet valve), sedangkan kran pengeluaran dibiarkan terbuka.

Pengurusan lainnya dilakukan pada saat tekanan mencapai puncak pertama pada

tekanan sekitar 2,3 bar dan pada puncak kedua dengan tekanan sekitar 2,5 bar.

Setelah pengurusan pada puncak kedua selesai. Uap dimasukkan hingga mencapai

tekanan sekitar 2,8 bar dan dipertahankan terus selama beberapa lama sesuai

kebutuhan.

Tata cara yang harus dilakukan untuk memperoleh perebusan yang normal sebagai

beriku ;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

 menit pemasukan uap pertama dari 0-23 kg/cm2 termasuk


menguras udara 2 menit.
 12 menit pembuangan uap kedua kali sampai tekanan 2.5 kg/cm 2.
 2 menit pembuangan uap kedua kali sampai tekanan menjadi 0.
 13 menit pemasukan uap ketiga kali sampai tekanan 2,8 kg/cm 2
 43 menit tekanan uap ditahan pada 2,8 kg/cm2.
 5 menit pembuangan uap sampai tekanan menjadi 0.





UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Tabel 2.7 : Siklus Tekanan, Waktu dan Temperatur Perebusan


Sistem Tiga Pucak

No Proses P (kg/cm2) T (menit) T(oC)


1 Charging in / deaeration 0 1 –5 0
2 Building up 1 – 1,5 10 – 15 100
3 Blow down 0 6–8 0
4 Building up 2,5 10 – 15 120
5 Blow dwon 0 6–8 0
6 Building up 2,8 – 3 10 – 15 130
7 Holding time 2,8 – 3 30 130
8 Blow dwon 0 5 0
9 De – charging
Sumber : D. Siahaan (2002)

2.8 SISTEM PEREBUSAN

Sistem perebusan yang dipilih selalu disesuaikan dengan kemampuan boiler

memproduksi uap, dengan sasaran bahwa tujuan perebusan dapat tercapai. Dalam

melaksanakan proses perebusan buah di pabrik kelapa sawit, pada umumnya

dikenal tiga sistem perebusan yang lazim digunakan, antara lain sistem perebusan

satu puncak (single peak), dua pucak (double peak) dan tiga puncak (tripple peak).

Jumlah puncak dalam perebusan dilihat dari jumlah pembukaan atau penutupan

dari uap masuk atau uap keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara

manual atau otomatik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

2.8.1 Sistem perebusan satu puncak

Adalah suatu sistem perebusan dimana jumlah puncak yang terbentuk

selama proses ada satu puncak akibat dari tindakan pembuangan dan pemasukan

uap yang tidak merubah bentuk pola perebusan selama proses perebusan satu

siklus. Pada umumnya proses berlangsung pada tekanan uap 2,5 kg/cm 2 dengan

suhu 125 – 130 oC, selama ± 90 menit.

Tekanan

uap 2,5

kg/cm2

Waktu

Gambar 1. Sistem Perebusan Satu Puncak

2.8.2 Sistem Perebusan Dua Puncak

Adalah suatu sistem perebusan dimana jumlah puncak yang terbentuk

selama proses ada dua puncak akibat dari tindakan pembuangan dan pemasukan

uap, kemudian dilanjutkan dengan pemasukan, penahanan dan pembuangan uap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

selama perebusan satu siklus. Pada umumnya proses berlangsung pada tekanan 2,5

– 2,7 kg/cm2 dengan suhu 125 – 130 o


C selama ± 90 menit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Tekanan

uap

Kg/cm2

Waktu

Gambar 2. Sistem Perebusan Dua Puncak

Adapun perincian sistem dua puncak :

1. Dearasi : 2,5 menit

2. Pemasukan uap dan pembukaan puncak I dan II : 20 menit

3. Masa penahanan dan tekanan 2,5 – 2,7 kg/cm2 : 60 menit

4. Pembuangan uap terakhir : 7,5

menit Total waktu perebusan : 90

menit

2.8.3 Sistem Perebusan Tiga Puncak

Adalah suatu sistem perebusan dimana jumlah puncak yang terbentuk

selama proses tiga puncak akibat dari tindakan pemasukan uap dan pembuangan

uap, dilanjutkan dengan pemasukan uap, penahanan dan pembuangan uap selama

proses perebusan satu siklus. Pada umumnya proses berlangsung pada tekanan uap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

2,5 – 3,0 kg/cm2 dengan suhu perebusan 130 – 140 oC selama 75 – 90 menit.

Adapun perincian sistem tiga puncak :


5. Dearasi : 2,5 menit

6. Pemasukan uap dan pembukaan puncak I,II & III : 25 menit

7. Masa penahanan dan tekanan 2,8 – 3,0 kg/cm2 : 50 menit

8. Pembuangan uap terakhir : 7,5

menit Total waktu perebusan : 85

menit

Tekanan

uap

Kg/cm2

Waktu

Gambar 3. Sistem Perebusan Tiga Puncak

Mekanisme penetrasi uap pada perebusan tandan buah segar adalah sebagai

berikut :

Uap yang masuk ke dalam ketel perebusan pada mulanya adalah

memanaskan buah luar dan masuk lagi pada buah yang lebih dalam. Panas yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

diterima oleh setiap lapisan buah yang tidak sama. Penurunan suhu uap pada

lapisan yang lebih bawahmenyebabkan penurunan tekanan uap. Waktu perebusan

berlangsung lebih lama apabila lapisan buah yang dilalui uap semakin banyak.

menyebabkan penurunan tekanan uap. Waktu perebusan berlangsung lebih lama

apabila lapisan buah yang dilalui uap semakin banyak.

Sistem perebusan tiga puncak (tripple peak) banyak digunakan, selain

berfungsi sebagai tindakan fisika juga dapat terjadi proses mekanik yaitu adanya

guncangan yang disebabkan oleh adanya perubahan yang cepat. (Boyke Loebis,

1989)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 ALAT

1. Cawan petridish

2. Timble

3. Soklet

4. Kondensor

5. Hot plate

6. Oven

7. Desikator

8. Kertas saring

9. Kapas

10. Timbangan analitik

11. Labu gelas

3.2 BAHAN

1. n-heksan

2. air kondensat rebusan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

3.3 Prosedur Menentukan Kehilangan Minyak (lossis) Pada Air


Rebusan

1. Ditimbang cawan petridish dengan menggunakan timbangan analitik.

2. Dimasukkan sampel (air kondensat rebusan) 20 g lalu ditimbang.

3. Dimasukkan cawan petridish-petridish yang telah diisi sampel ke

dalam oven dengan suhu 105o C selama 3 jam.

4. Dikeluarkan sampel dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator

selama 20 menit.

5. Dimasukkan sampel ke dalam timble lalu tutup dengan kapas.

6. Ditimbang labu gelas kosong lalu diisi dengan n-heksan sebanyak 250ml.

7. Dimasukkan timble dan n-heksan ke dalam soklet lalu diekstraksi dengan

memakai kondensor sebagai pendingin dan hot plate sebagai pemanas

selama ± 4 jam.

8. Ditimbang labu kosong.

9. Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu gelas dan dipanaskan

dalam oven selama 2 jam pada suhu 105o C.

10. Dimasukkan ke desikator dan ditimbang

11. Dihitung kadar minyak yang hilang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DATA

Tabel 4.1 : Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air rebusan

pada lab PKS – Aek Nabara Selatan

NO t T P Kadar minyak yang hilang/terikut


2
(menit) (0C) (kg/cm ) dalam air kondensat (%)
1 70 130 1,5 0,28
2 70 130 2 0,50
3 70 130 2,5 0,71
4 70 130 3 0,80
5 70 130 3,5 0,98
6 90 130 1,5 0,41
7 90 130 2 0,69
8 90 130 2,5 0,78
9 90 130 3 0,89
10 90 130 3,5 1,1
11 110 130 1,5 0,60
12 110 130 2 0,78
13 110 130 2,5 0,84
14 110 130 3 0,96
15 110 130 3,5 1,90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

4.2 PENGOLAHAN DATA

Persentase minyak yang terikut dalam air rebusan (lossis) dapat dihitung dengan rumus :

Contoh perhitungan :

Berat minyak (g)


% minyak = x 100 %
Berat sampel (g)

Untuk tekanan 2,8 kg/cm2, waktu 90 menit dan suhu 130oC, maka diperoleh peresentase

minyak sebesar :

Berat cawan kosong + contoh = 33,4936 g

Berat cawan kosong = 15,6820 g ( - )

Berat contoh = 17, 8116 g Setelah

penguapan dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105oC :

Berat cawan kosong + contoh = 16,4486 g

Berat cawan kosong = 15,6820 g ( - )


Berat contoh = 0,7666 g

Berat yang hilang


Sisa uapan = x 100 %
Berat contoh

0,7666
= x 100 %
7,8116

= 4,30 %

Kadar air = 100 % - sisa uapan

= 100 % - 4,30 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

= 95,7 %

Berat minyak dalam air setelah diekstrsksi :

Berat labu + contoh = 107,4022 g

Berat labu kosong = 107,2425 g (-)

Berat minyak = 0,1597 g

Maka, persentase minyak yang terikut pada air rebusan adalah :

Berat minyak (g)


% minyak = x 100 %
Berat sampel (g)

0,1597
= x 100 %
17,8116

= 0,89 %

4.3 PEMBAHASAN

Berdasarkan sistem jaminan mutu ISO 9000 pada pabrik kelapa sawit,
toleransikehilangan minyak dalam air rebusan adalah maksimum 0,7 % dari kapasitas oleh
tandan buah segar per harinya. Dengan kondisi kerja atau proses :

Tekanan = 2,8 – 3 kg/cm2

Masa rebus tiga puncak = 90 – 110

menit Temperatur = 110 oC –130 oC

Dari data yang diperoleh, kehilangan minyak yang paling rendah adalah pada

kondisi 1,5 kg/cm2 waktu 70 menit pada suhu 130 oC. Namun pada kondisi kerja seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

ini perebusan tandan buah segar belum mencapai hasil yang optimal, karena semua

brondolan buah belum matang terutama bagian dalamnya sehingga akan mengganggu

proses pengolahan selanjutnya. Seperti, buah tidak dapat terpipil di stasiun stripper dan

proses pengempaan di screw press tidaklah sempurna. Selain itu, pemisahan cangkang

dan kernel sangat susah, sehingga mengakibatkan kerugian pada inti sawit karena masih

banyak inti yang melekat pada cangkang.

Hal demikian juga terjadi pada kondisi kerja dengan tekanan sebesar 2 dan 2,5 kg/cm 2 .

Kehilangan minyak yang terbesar terjadi pada kondisi kerja dengan tekanan 3,5

kg/cm2 , waktu 110 menit dan suhu 130 oC. pada kondisi kerja yang seperti ini, minyak

banyak terserap dalam janjangan kosong dan umlah minyak yang terikut ke fat pit

sangatlah besar. Selain itu, minyak menjadi gosong dan sulit untuk dipucatkan (bleached)

pada proses berikutnya sehingga akan menurunkan mutu minyak yang dapat dilihat

dengan adanya penurunan indeks DOBI (Deterioration Of Bleachability Index).

Pada kondisi kerja dengan tekanan 3 kg/cm2 , suhu 130 oC dan waktu 90 menit,

untuk proses perebusan dengan system tiga puncak, kehilangan minyak telah melewati

batas yang normal yaitu sebesar 0,7 %, namun perebusan telah mencapai hasil yang

optimum dan sempurna yaitu berondolan sudah dilepas dari tandannya. Hal ini dapat

dilihat pada proses selanjutnya dimana buah akan mudah terpipil, pengmpaan pada screw

press sempurna sehingga kehilangan minyak pada stasiun ini semakin kecil. Selain itu

minyak dapat mudah dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan ALB rendah

sehingga dapat menghasilkan meningkatnya rendemen minyak. Pada proses pemisahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

cangkang dan kernel pada conveyor juga semakin mudah. Dengan demikian keuntungan

pada perusahaan semakin besar. Inilah sebabnya pabrik pengolahan kelapa sawit

menggunakan tekanan 2,8 – 3 kg/cm2 , waktu 90 – 110 menit pada suhu antara 110 – 130
o
C untuk merebus tandan buah segar.

Penyimpangan dalam pencapaian kondisi kerja yang terjadi pada proses

perebusan buah akan menyebabkan kehilangan minyak yang besar pada air rebusan.

Penyimpangan ini dapat diakibatkan oleh faktor pemasukan buah mentah ke dalam

rebusan dan kurang waspadanya operator terhadap bahaya yang mungkin terjadi dalam

bekerja, seperti jumlah lori dan isian rebusan kurang diperhatikan sehingga rebusan

sering dioperasikan tidak efektif, pemasukan uap kedalam rebusan terlambat sehingga

mengakibatkan kapasitas oleh pabrik menurun, kebersihan rebusan kurang diperhatikan

sehingga stasiun perebusan cepat mengalami proses pengkaratan logam atau korosi,

kurangnya kerja sama antar karyawan sehingga organisasi kerja tidak terkordinir dan

tidak terarah yang mengakibatkan negatif terhadap mutu dan kapasitas olah pabrik.

Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan seperti

rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat memperpanjang masa

perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam lori dan minyak yang terikut

di dalam air kondensat semakin banyak. Selain itu, kerusakan roda lori yang disebabkan

oleh tersisanya air kondensat di dalam rebusan membuat buah terisolasi oleh air

kondensat,sedangkan faktor teknis yang menyebabkan penyimpangan ini terjadi adalah

konsumsi uap dari BPV (Back Preassure Level) tidak memenuhi standar yang diinginkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

yang diakibatkan oleh dropnya uap di stasiun loading, kerja sama yang kurang

terkoordinir antara stasiun loading ramp dan sterilizer serta perbaikan dan penggantian

peralatan yang rusak kurang mendapatkan perhatian dari bengkel.

Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu

pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus diperhitungkan dengan

cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan karyawan pabrik berupa

pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam penanggulangan kecelakaan kerja

dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap yaitu 19 – 20 kg/cm2

Selain itu, peralatan harus sering dibersihkan minimal sekali dalam seminggu,

bagian dalam rebusan telah dibersihkan sebaiknya minyak untuk mencegah terjadinya

keropos, pintu rebusan harus dalam keadaaan yang baik dan tidak bocor, kran air

kondensat harus bagus agar proses pembuangan air kondensat berlangsung sempurna

dan kerenggangan antara sistem rel dalam rebusan harus sering diperiksa agar tidak

menjadi penyebab lori jatuh dan menyebabkan kesulitan yang lain.


Maka dengan perencanaan yang baik, adanya keterpaduan transpor buah ke pabrik dan

penerimaan buah di pabrik, sumber daya manusia yang berkualitas dan peralatan-peralatn

dalam kondisi baik akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi pabrik yaitu

meningkatkan rendemen minyak yang diperoleh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Didapatkan hasil dari percobaan bahwa tekanan yang baik untuk menentukan

kehilangan minyak (lossis) adalah 1,5 kg/cm2 dengan waktu 70-110 menit dan

temperatur 1300 C.

5.2 Saran

Sebaiknya sampel yang dianalisa dalam percobaan selanjutnya lebih berkualita

DAFTAR PUSTAKA

Darnoko,D. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Medan.
LPPKS
Elisabeth,J., Hayati, dan Siahaan,D. 2000. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangan. Volume 8 No.1. Medan. LPPKS
Fauzi,Yan. 2006. Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa
Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya
Hadi,M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa. Edisi Pertama. Cetakan I. Yogyakarta. Adicita
Karya Nusa
Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. Jakarta. UI-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Press
Loebis,Boyke. 1989. Buletin Perkebunan. Volume 20 No 20. Medan. LPPKS

Mangunsoekardjo,S. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta. UGM-


Press
Naibaho,P.M. 1990. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan. LPPKS
Pahan,Iyung. 2008. Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis Dari Hulu hingga Hilir.
Cetakan III. Jakarta. Penebar Swadaya
Risza,S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta. Penerbit Kanisius
Sartono,J. 1997. Teknologi Minyak Sawit. Yogyakarta. LPPKS
Siahaan,D., dan kawan kawan. 2002. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan
Turunannya. Medan. LPPKS
Tim Penulis PS. 1993. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan dan Aspek
Pemasaran. Jakarta. Penebar Swadaya
Http://elearning.unej.ac.id/courses/. Diakses tanggal 5 April 2008
Http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit. Diakses tanggal 23 April 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai