Kejahatan atau kekerasan adalah suatu fenomena yang sering kita dengar dan lihat, baik di media massa maupun realitas yang ada di sekitar lingkungan dan masyarakat kita. Kabar terbaru dan yang hangat dibicarakan, khalayak serta media massa dan elektronik yaitu terorisme. Terorisme selalu identik dengan teror, kekerasan, ekstrimnitas dan intimidasi sehingga seringkali menimbulkan konsekuensi negatif bagi banyak orang dan dapat menjatuhkan korban yang banyak. Sebagian para pelaku teroris di Indonesia menganggap dirinya sebagai mujahid fi sabilillah. Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan social dan politik dengan cara kekerasan atau drastic. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan. Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris. Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. Radikalisme keagamaan sebenarnya fenomena yang biasa muncul dalam agama apa saja. Radikalisme sangat berkaitan erat dengan fundamentalisme, yang ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme adalah semacam Ideologi yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup oleh masyarakat maupun individu. Biasanya fundamentalisme akan diiringi oleh radikalisme dan kekerasan ketika kebebasan untuk kembali kepada agama tadi dihalangi oleh situasi sosial politik yang mengelilingi masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah 1) Apa pengertian radikalisme dan Sejarah Kemunculan Radikalisme? 2) Apa Faktor-faktor Penyebab Radikalisme? BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Radikalisme Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan. Sementara itu, radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis dan kekerasan. Menurut Horace M Kallen, radikalisme ditandai oleh tiga kecenderungan umum. Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga, atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab terhadap keberlangsungan keadaan yang ditolak. Radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang sudah ada. Kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis memperjuangkan keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional yang menjurus pada kekerasan. Kita lihat teori ini sedikit banyak pembenarannya tatkala terjadi konflik atas nama agama dan aksi terorisme di mana-mana. Secara empirik, radikalisme agama di belahan dunia muncul dalam bentuknya yang paling konkret, yakni kekerasan atau konflik. Di Bosnia misalnya, kaum Ortodoks, Katolik, dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara, umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan. Begitu juga di Tanah Air terjadi konflik antaragama di Poso dan di Ambon. Kesemuanya ini memberikan penjelasan betapa radikalisme agama sering kali menjadi pendorong terjadi konflik dan ancaman bagi masa depan perdamaian. Pandangan ini tetap hidup dalam kelompok sempalan beberapa agama dan semuanya berakar pada radikalisme dalam penghayatan agama. Secara teoretis, radikalisme muncul dalam bentuk aksi penolakan, perlawanan, dan keinginan dari komunitas tertentu agar dunia ini diubah dan ditata sesuai dengan doktrin agamanya. Karena itulah, bentuk-bentuk radikalisme agama yang dipraktikkan oleh sebagian umat seharusnya tidak sampai menghadirkan ancaman bagi masa depan bangsa. Pluralisme tetap menjadi komitmen kita semua untuk membangun bangsa yang modern, yang di dalamnya terdapat banyak agama dan etnis secara damai. Pluralisme adalah simbol bagi susksesnya kehidupan masyarakat majemuk. Karena itu, agama yang dimiliki oleh masing-masing umat tetap terjaga sebagai sosok keyakinan yang tidak melampaui batas. Sebab, bagaimanapun agama sangat diperlukan untuk mengisi kehampaan spiritual umat, tetapi segala bentuk ekspresinya tidak boleh menghadirkan ancaman bagi masa depan dunia yang damai. Kalau kaum radikalis agama mengekspresikan keyakinannya dalam bentuk kekerasan maka ini merupakan ancaman besar bagi pluralisme.
2.2 Sejarah Kemunculan Radikalisme
Sesungguhnya, sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua factor, yaitu: 1) Faktor internal Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini. Seperti ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti; Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang- orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29). menurut gerakan radikalisme hal ini adalah sebagai pelopor bentuk tindak kekerasan dengan dalih menjalankan syari’at , bentuk memerangi kepada orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan lain sebagainya. Tidak sebatas itu, kelompok fundamentalis dengan bentuk radikal juga sering kali menafsirkan teks-teks keislaman menurut “cita rasa” merka sendiri tanpa memperhatikan kontekstualisasi dan aspek aspek historisitas dari teks itu, akibatnya banyak fatwa yang bertentangan dengan hak-hak kemanusiaan yang Universal dan bertentangan dengan emansipatoris islam sebagai agama pembebas manusia dari belenggu hegemoni. Teks-teks keislaman yang sering kali di tafsirkan secara bias itu adalah tentang perbudakan, status non muslim dan kedudukan perempuan. Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional” sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut). Hal ini terjadi pada peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina, kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam terhadap Israel, yani menginginkan agar negara Israel diisolasi agar tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor impor. 2) Faktor eksternal Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya : Pertama, dari aspek ekonomi-politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rejim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rejim- rejim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat. penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang sekarang mengejawantah hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam. Karena itu, fundamentalisme dalam islam bukan lahir karena romantisme tanah (seperti Yahudi), romantisme teks (seperti kaum bibliolatery), maupun melawan industrialisasi (seperti kristen eropa). Selebihnya, ia hadir karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan- pesan idealistik islam yang tak dijalankan oleh para rejim-rejim penguasa dan baru berkelindan dengan faktor-faktor eksternal yaitu ketidakadilan global. Kedua, faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi. Ketiga, faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.
2.3 Faktor-faktor Penyebab Radikalisme
Mengacu pada pengertian radikalisme di atas, paham ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor penyebab, diantaranya: 1) Faktor Pemikiran Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan menggunakan kekerasan. 2) Faktor Ekonomi Masalah ekonomi juga berperan membuat paham radikalisme muncul di berbagai negara. Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan ketika terdesak karena masalah ekonomi maka manusia dapat melakukan apa saja, termasuk meneror manusia lainnya. 3) Faktor Politik Adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok- kelompok masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan. Kelompok- kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun politik. Alih- alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali justru memperparah keadaan. 4) Faktor Sosial Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas ekonomi lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada tokoh-tokoh yang radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada hidup mereka. 5) Faktor Psikologis Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab radikalisme. Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa benci dan dendam, semua ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis. 6) Faktor Pendidikan Pendidikan yang salah merupakan faktor penyebab munculnya radikalis di berbagai tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang memberikan ajaran dengan cara yang salah dapat menimbulkan radikalisme di dalam diri seseorang. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan. Sementara itu, radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis dan kekerasan. Radikalisme bisa menjadi ancaman besar bagi dunia jika mereka melakukannya atau mengekspresikannya keyakinannya dalam bentuk kekerasan. Akibat dari timbulnya kekerasan tersebut bisa muncul karena adanya faktor internal dan eksternal. Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan Pakistan. Nama-nama seperti Hassan al-Banna, Sayyid Qutb dan al- Maududi terbukti sangat memengaruhi pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Mesir dan Pakistan. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras. DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku. Hukum-Hukum Fiqh Islam.Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2001. Sagiv David , islam otentisitas Liberalisme,Penerbit: LkiS yogyakarta,1997 Afadlal, awani Irewati,dkk.ISLAM DAN RADIKALISME DI INDONESIA.- jakarta:LIPI Press.2004/editor Hendropriyono, Mahmud, Abdullah. Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta : Kompas, 2009 Al-Husaini, Abu Bakar, Imam Taqiyuddin. Kifayatul Akhyar. Penerjemah Achmad Zaidun dan A. Ma’ruf Asrori. Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1997. Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta : Kencana. 2005. RADIKALISME