Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

Tanda gejala yang muncul pada diantaranya demam, sesak napas, dan saat dilakukan CT terdapat
infeksi pada paru-paru. Menurut (Goyal, Singh, & Melana, 2020) Kebanyakan kasus memiliki
penularan dari manusia ke manusia tetapi ada bukti bahwa virus menyebar melalui saluran
pernapasan, fomites dan feses. Penularan virus secara vertikal dari ibu ke janin (antenatal atau
intrapartum) belum terbukti. Studi telah dilakukan di mana pengambilan sampel ketuban Sampel
cairan, membran plasenta, usap tali pusat, darah tali pusat dan ASI telah diuji negatif pada
sebagian besar kasus. Infeksi neonatal tampaknya terjadi selama ikatan dan menyusui dan bukan
transmisi transplasenta. Itu diperoleh karena tetesan atau transmisi kontak dekat. Meskipun
diduga bahwa COVID-19 akan sangat memengaruhi kehamilan dan gejalanya akan lebih buruk.
Namun mayoritas penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan wanita mengalami gejala ringan
atau sedang. Gejala tersering adalah demam (50,9%), diikuti batuk (28,4%), kelelahan (12,9%),
sesak napas (7,8%) dan sakit tenggorokan (8%); sekitar seperempat kasus mungkin asimtomatik
dan hampir 5-7% wanita masuk ICU dalam gejala yang parah. Wanita hamil tampaknya tidak
berisiko lebih tinggi terkena infeksi COVID-19 yang parah. Jika wanita sudah mengalami
gangguan kekebalan karena penyakit penyerta lain seperti diabetes, gangguan jantung-paru,
penyakit ginjal, maka penyakit tersebut mungkin telah meningkatkan morbiditas. Studi terbesar
dilaporkan dari UKOSS yang menunjukkan bahwa wanita mungkin memerlukan rawat inap di
rumah sakit karena gejala covid-19 yang parah atau karena alasan lain (persalinan) tetapi
memiliki gejala covid-19 yang lebih sedikit. Dewan Riset Medis India (ICMR) telah
mengeluarkan anjuran untuk pengujian COVID-19 pada wanita hamil yang menunjukkan gejala,
memiliki riwayat perjalanan dalam 14 hari terakhir, kontak dekat dengan orang yang positif,
menderita penyakit pernapasan akut yang parah.

Pada jurnal ini wanita hamil dengan terkonfirmasi Covid 19, dalam melakukan persalinan
dilakukan dengan cara operasi. Pengelolaan wanita hamil dan melahirkan dengan covid 19 harus
dirawat oleh tim multidisiplin yang sama dengan wanita tidak hamil dengan masukan tambahan
dari tim bersalin, Ini tidak boleh diterima di ruang persalinan / suite. Wanita yang positif SARS-
CoV 2 dan dirawat di pusat tersier ini harus diberikan perawatan berikut: pengawasan ibu
termasuk 3- 4 grafik jam suhu, detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, saturasi oksigen
setiap jam; dan pencitraan dada (sinar CX atau CT scan). Denyut jantung janin harus diperiksa
sekali sehari dan kortikosteroid antenatal harus diberikan untuk kehamilan antara 24 dan 34
minggu jika pengakhiran kehamilan diperlukan. Jika wanita sedang dalam persalinan, maka
pemantauan detak jantung janin elektronik harus dilakukan (Goyal, Singh, & Melana, 2020).

ICMR telah menetapkan kriteria tertentu untuk manajemen wanita dengan SARS-CoV 2. Mereka
harus dikelola dengan pendekatan tim multidisiplin termasuk kedokteran, dokter kandungan,
anestesi, intensivist, dan neonatologis. Dalam melakukan pencegahan tertularnya covid 19, tim
medis dalam melakukan persalinan secara sesar harus menggunakan ala pelindung diri yang
lengkap. Tenaga kesehatan profesional mengenakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai,
sesuai dengan setiap tingkat risiko kontaminasi. Pasien dirawat di rumah sakit di ruang isolasi di
bangsal bersalin COVID-19 yang disediakan, mengenakan masker bedah selama dirawat
(Abourida et al., 2020).
Selain itu pencegahan Covid 19 pada wanita hamil yang dapat dilakukan yaitu salah satunya
mengurangi kunjungan prenatal rutin. Wanita hamil harus terus mengunjungi dokter konsultasi
atau pusat bersalin jika mereka tidak berada di zona penahanan. Kebanyakan wanita yang
menghadiri layanan persalinan dalam keadaan sehat dan disarankan untuk menjaga jarak sosial
yang ketat. Mereka harus memakai masker saat mengunjungi klinik dan harus menjaga kontak
fisik dengan benda dan orang seminimal mungkin. Setiap wanita yang datang untuk pemeriksaan
antenatal atau memiliki kecurigaan terhadap Covid-19 harus diperiksa oleh petugas kesehatan
setelah memakai alat pelindung diri lengkap (APD) yang meliputi baju pelindung seluruh tubuh,
masker bedah N95 / lapis tiga, pelindung wajah atau penutup mata / kacamata dan sarung tangan
steril (Goyal et al., 2020).
Pravelensi

Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China setiap hari dan
memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan
datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain
dan seluruh China.7 Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-
19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand,
Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan,
Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman. COVID-19 pertama
dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus.9 Data 31 Maret 2020
menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.10
Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di
Asia Tenggara. Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh
dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan
kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus
COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30
Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas
paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%.
Metode anestesi pertama adalah anestesi intraspinal. Ahli anestesi harus mengenakan tutup
kepala pernapasan bertekanan positif dan menghindari pengisapan yang tidak perlu saat melepas
kateter karena sekresi tubuh ibu melahirkan dapat bersifat aerosol.
Dalam pelaksanaan sectio caesarea memerlukan tindakan anestesi yang bertujuan menghilangkan rasa
sakit pada pasien yang akan menjalani prosedur operasi. Obat dan teknik anestesi yang digunakan dalam
sectio caesarea harus meminimalkan transfer obat anestesi ke janin melalui plasenta dan tidak
mempengaruhi kontraksi Rahim. Teknik anestesi spinal pada sectio caesarea memiliki banyak kelebihan,
antara lain mula kerja obat yang cepat, blokade sensorik dan motorik yang lebih dalam, menggunakan
teknik yang sederhana, pengaruh terhadap bayi sangat minimal, dan risiko toksisitas obat anetesi yang
kecil di samping kelebihan tersebut, teknik anestesi spinal memiliki kekurangan yakni potensi hipotensi
pada ibu bersalin yang dikenal dengan istilah hipotensi maternal (Apfelbaum et al., 2016).
Apfelbaum, J. L., Hawkins, J. L., Agarkar, M., Bucklin, B. A., Connis, R. T., Gambling, D. R.,Tsen, L. C.
(2016). Practice Guidelines for Obstetric Anesthesia: An Updated Report by the American Society of
Anesthesiologists Task Force on Obstetric Anesthesia and the Society for Obstetric Anesthesia and
Perinatology∗. Anesthesiology, 124(2), 270-300.
Pemotongan tali pusar yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi resiko bayi tertular covid-19 dari
ibu. Tapi hal ini menurut Rohmah & Nurdianto (2020) Transmisi atau penularan COVID-19 secara vertical
mungkin dapat terjadi dari ibu ke janin. Perlu adanya studi kasusu dan penelitian yang memadai untuk
mmebuktikan ada tidaknya transmisi vertical Covid-19 tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
di 50 Rumah Sakit di Kota Wuhan menyebutkan, dari 50 kasus kehamilan terinfeksi Covid-19, 46
neonatus yang terlahir tidak menunjukkan adanya transmisi virus SARS-C0V-2 secara vertical dari ibu
kejaninnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan cairan amniotic, cord blood, ASI, dan hasi swab
tenggorokkan bayi yang baru lahir yang negative. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa transmisi
Covid-19 secara vertical terbukti tidak terjadi. Hal ini ditunjukkan baik dari hasisl laboratorium pada
sampel ibu dan juga sampel neonates. Pada hari pertama kelahiran, dilakukan pengujian terhadap cairan
amniom, secret vagina, cord blood, plasenta, serum, danswab anal. Adapun hasil yang didapat, semua
sampel tidak ditemukan adanya SARS-CoV-2. Sedangkan hasil pengamatan yang dilakukan pada
neonates sejak hari pertama kelahiran hingga hari ke-14 juga menunjukkan hasil negaif Covid-19 pada
sampel swab tenggorokkan dan anal, serum dan urin.
Rohmah, M. K., & Nurdianto, A. R. (2020). Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada Wanita Hamil dan
Bayi: Sebuah Tinjauan Literatur. Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine, 7(1A), 329–336.
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v7i1a.476
Pemberian asi pada bayi dengan ibu yang terkonfrimasi Covid-19 haruus tetap diberikan, ASI merupakan
nutrisi ppenting bagi kehidupan pertama bayi. Pada kassusu kelahiran dengan ibu yang positif Covid-19,
inisisasi dini untuk memberikan ASI sangat berbahaya untuk dilakukan. Jika memungkinkan ASI tidak
diberikan langsung namun dengan pumping. Berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan pada
berbagai penelitian, diketahui bahwa tidak ditemukan asma nukleat SARS-CoV-2 pada sampel ASI ibu
terkonfirmasi Covid-19. Sejak hari pertama kelahiran sampai hari ke 14, tidak ditemukan adanya asam
nukleat virus SARS-CoV-2 pada sampel ASI dari ibu terkonfirmasi posisitif Covid-19 (Rohmah &
Nurdianto, 2020). Menurut (Goyal, Singh, & Melana, 2020) ASI memberikan kekebalan bawaan
dan mentransfer nutrisi penting dan antibodi IgA dari ibu ke janin. Oleh karena itu, menyusui
harus diperbolehkan bahkan pada ibu yang positif COVID-19 tetapi para wanita ini harus
menjaga kebersihan tangan dan payudara dengan benar. Wanita harus memakai masker wajah
saat menyusui dan menghindari penyebaran tetesan infeksi. Sebelum setiap menyusui, ia harus
mencuci tangannya dengan pembersih berbasis alkohol selama 20 detik dan juga membersihkan
payudara dan sekretnya setelah episode batuk atau bersin ASI yang diperlihatkan harus diberikan
kepada bayi jika ibu sakit parah.
Bayi yang baru lahir dari ibu yang terkonfirmasi Covid-19 juga dilakukan pemeriksaan tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah bayi tersebut terkonfirmasi Covid-19 selain itu untuk
mengetahui apakah ada kelainan pada bayi tersebut. Diantara pemeriksaan yang dilakukan yaitu
pemeriksaan biokimia darah, influenza, dan pathogen terkait pernapasan. Secara teoritis, jika transmisi
vertical dari ibu ke janin tidak terjadi maka gangguan perkembangan juga sangat rendah. Namun yang
perlu dipahami bahwa Covid-19 yang terjadi pada ibu hamil mungkin berpengaruh terhadap kadar
oksigen dan respon imun ibu yang mempengaruhi keadaan janin Rohma & Nurdianto, 2020).

Anda mungkin juga menyukai