Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

DIABETIC RETINOPATHY

DISUSUN OLEH :

YENNY VICI JUNE


NPM 18710177

PEMBIMBING :
dr. Muhammad Tauhid Rafi’I, Sp.M
dr. Pinky Endrina Heliasanty, Sp.M
dr. Miftakhur Rochmah, Sp.M
dr. Shinta Arta Wiguna, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Diabetic
Retinopathy” ini dengan baik tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Sidoarjo.
Tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Mohammad Tauhid
Rafi’I, Sp.M, dr. Pinky Endrina Heliasanty, Sp.M, dr. Mitakhur Rochma, Sp.M, dan
dr. Shinta Arta Wiguna, Sp.M yang telah memberikan banyak bimbingan serta
masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan referat ini.
Saya menyadari bahwa di dalam referat yang telah saya susun ini masih terdapat
banyak kekurangan. Sehingga saya mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca demi tersusunnya referat yang lebih baik lagi.
Akhir kata, saya berharap agar referat ini bisa memberikan banyak manfaat bagi para
pembaca, khususnya bagi dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di
SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Sidoarjo.

Sidoarjo, 14 November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................1
Daftar Isi.......................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi……………………………………………………….
2.2 Definisi.........................................................................................5
2.3 Epidemiologi................................................................................5
2.4 Klasifikasi....................................................................................8
2.5 Faktor predisposisi.......................................................................13
2.6 Patofisiologi.................................................................................14
2.7 Manifestasi klinis.........................................................................15
2.8 Pemeriksaan fisik ........................................................................15
2.9 Differential diagnosis..................................................................16
2.10 Pencegahan ................................................................................17
2.11 Penatalaksanaan ........................................................................17
2.12 Prognosis ...................................................................................19

BAB 3 KESIMPULAN..................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu organ indra manusia, yaitu indra penglihatan.
Mata memiliki fungsi yang sangat penting dalam menyerap informasi visual yang
digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Apabila terjadi gangguan pada
mata, hal tersebut dapat mengurangi bahkan menghambat fungsinya. Gangguan
terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan sampai gangguan
berat yang bisa menyebabkan kebutaan. Beberapa penyakit mata yang dapat
menyebabkan kebutaan seperti katarak, kelainan kornea, glaukoma, kelainan refraksi,
kelainan retina dan kelainan nutrisi.
Retina dikenal sebagai lapisan bola mata yang paling dalam. Retina adalah
lembaran berlapis-lapis yang terdiri dari neuron, fotoreseptor, dan sel pendukung. Ini
adalah salah satu organ yang paling aktif secara metabolik dalam tubuh, dan sebagai
hasilnya, sangat sensitif terhadap iskemia dan ketidakseimbangan nutrisi.
Retinopati diabetes (RD) merupakan kelainan retina pada pasien diabetes
melitus. RD dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis. RD nonproliferatif
ditandai dengan perubahan vaskulerisasi intraretina, sedangkan pada RD proliferatif
ditemukan neovaskulerisasi akibat iskemi. Angka kejadian RD pada semua populasi
diabetes meningkat seiring durasi penyakit dan usia pasien. RD jarang terjadi pada
anak usia kurang dari 10 tahun, namun risiko meningkat setelah usia puberitas.
Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy (WESDR) melaporkan 99%
pasien DM tipe 1 dan 60% pasien DM tipe 2 akan mengalami retinopati diabetes
dalam 20 tahun. RD proliferatif terjadi pada 50% pasien DM tipe 1 dalam 15 tahun.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 menemukan sekitar 6,9% penduduk
Indonesia yang berusia di atas 15 tahun menderita Kemungkinan perkembangan
retinopati diabetik berhubungan dengan lamanya penyakit.
Diabetes tipe 2 memiliki onset yang berbahaya dan dapat luput dari perhatian
selama bertahun-tahun. Akibatnya, pasien mungkin sudah memiliki RD pada saat
diagnosis penderita diabetes tipe 1. Risiko retinopati meningkat setelah masa

4
pubertas. Dua puluh tahun setelah diagnosis diabetes, 80% penderita diabetes tipe 2
dan hampir semua penderita diabetes tipe 1 menunjukkan beberapa tanda retinopati.
Retinopati diabetic merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes
mellitus dengan angka prevalensi yang cukup tinggi. Berdasarkan data penelitian
yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, diperkirakan prevalensi retinopati
diabetic sebesar 42,6%.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
      Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur
sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari
luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan
siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang
protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di
anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi
makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di
dalam.Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah
energi cahaya menjadi impuls saraf.

Gambar 1 : Anatomi Mata

6
Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serata.
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama
vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk
berdinding ganda, yang disebut optic cup.  Dalam perkembangannya, dinding luar
akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan
lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.

Gambar 2 : Anatomi Retina


 
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel
pigmen retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen
dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel
fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan
sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi
dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina.
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :

7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat
sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah
retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca. 

Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah
temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari
arteri.

8
 Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch.Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. Fovea
sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada difusi
sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai
fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-kelainan yang
terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada
retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina
seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan
obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual
evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.

9
2.2 Definisi
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina dan sistem vascular akibat
Diabetes Mellitus.Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama
kebutaan.

Gambar 4.Normal retina dan Retinopathy

2.3 Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di
jumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang
diabetes. Prevalensi retinopati diabetik proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama
penyakit 15 tahun adalah 50%. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak
dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko
berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas.
Angka kejadian RD pada semua populasi diabetes meningkat seiring durasi
penyakit dan usia pasien. RD jarang terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun,
namun risiko meningkat setelah usia puberitas. Wisconsin Epidemiology Study of
DiabeticRetinopathy (WESDR) melaporkan 99% pasien DM tipe 1 dan 60% pasien
DM tipe 2 akan mengalami retinopati diabetes dalam 20 tahun. RD proliferatif terjadi
pada 50% pasien DM tipe 1 dalam 15 tahun.

10
Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 menemukan sekitar 6,9%
penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun menderita DM dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta mencatat persentase komplikasi kedua terbanyak
setelah neuropati adalah retinopati diabetes.

2.4 Klasifikasi
2.4.1 Retinopati diabetik secara konvensional dibagi menjadi dua kategori besar.
1. Retinopati diabetik nonproliferatif atau dikenal juga dengan retinopati
diabetik dasar ( Background Diabetic Retinopathy).
Karakteristik optalmoskopik NPDR meliputi:
a. Mikroaneurisma terlihat di area makula (lesi yang dapat terdeteksi
paling awal) dan di tempat lain sehubungan dengan area
nonperfusi kapiler. Ini terbentuk karena pelebaran fokus (out
pouching) dinding kapiler setelah kehilangan pericytes.Ini muncul
sebagai titik-titik merah dan cairan yang bocor, protein, lipid dan
juga pewarna fluorescein pada FFA.
b. Perdarahan retina. Baik perdarahan dalam (dot dan blot yang lebih
sering terjadi) dan perdarahan superfisial (berbentuk api), terjadi
karena kebocoran kapiler.
c. Edema retina yang ditandai dengan penebalan retina disebabkan
oleh kebocoran kapiler.
d. Eksudat keras bercak-bercak lilin putih kekuningan tersusun dalam
rumpun atau dengan pola melingkar. Ini biasanya terlihat di daerah
makula.Ini terjadi karena edema lokal yang kronis dan terdiri dari
lipoprotein yang bocor dan makrofag yang diisi lipid.
e. Bintik kapas-wol, adalah lesi kecil superfisial berwarna keputihan.
Ini mewakili area infark serat saraf.
f. Kelainan vena (manik-manik, pengulangan dan dilatasi) terjadi
berdekatan dengan area non-perfusi kapiler.

11
g. Abnormalitas mikrovaskuler intraretinal (IRMA) terlihat sebagai
garis merah tidak beraturan yang menghubungkan arteriol dengan
venula, mewakili pirau arteriovenular.
h. Perdarahan bercak gelap yang mewakili infark retina hemoragik.

Gambar 5. Non Proliferative Diabetic Retinopathy

Klasifikasi studi ETDRS: Berdasarkan tingkat keparahan dari temuan di atas,


NPDR telah diklasifikasikan lebih lanjut sebagai di bawah:
1. NPDR ringan
-Setidaknya satu mikroaneurisma harus ada.
2. NPDR sedang
-Mikroaneurisma atau perdarahan intraretinal dalam 2 atau 3 kuadran.
-RMA ringan awal.
-Eksudat keras atau lunak mungkin ada atau tidak ada.
3. NPDR parah. Salah satu dari yang berikut (Aturan 4–2–1) :
-Empat kuadran mikroaneurisma dan perdarahan intraretinal yang luas.
-Dua kuadran manik-manik vena.
-Satu kuadran perubahan IRMA.

12
Gambar 6. A. NPDR ringan, B. NPDR sedang, C. NPDR berat, D. NPDR sangat
berat
2. Retinopati diabetik proliferatif.
Retinopati diabetik proliferatif berkembang pada lebih dari 50% kasus
setelah sekitar 25 tahun timbulnya penyakit. Oleh karena itu, ini lebih
umum pada pasien dengan diabetes onset remaja. Terjadinya
neovaskularisasi atas perubahan retinopati diabetik non-proliferatif yang
sangat parah adalah ciri khas dari PDR.
Ini ditandai dengan proliferasi pembuluh baru dari kapiler, dalam
bentuk neovaskularisasi pada cakram optik (NVD) dan atau di tempat lain
(NVE) di fundus, biasanya sepanjang perjalanan pembuluh retina temporal
utama. Pembuluh baru ini dapat berkembang biak di bidang retina atau
menyebar ke dalam cairan vitreus sebagai pelepah pembuluh darah.
Kemudian menghasilkan pembentukan:
-Membran epiretinal fibrovaskular terbentuk karena kondensasi jaringan
ikat di sekitar pembuluh darah baru.
-Detasemen vitreous dan perdarahan vitreous dapat terjadi pada tahap ini.

13
Gambar 7. Proliferative Diabetic Retinopathy
Atas dasar karakteristik risiko tinggi (HRC) yang dijelaskan oleh
kelompok diabetic retinopathy study (DRS), PDR dapat diklasifikasikan
lebih lanjut sebagai berikut:
1. NVD Awal atau NVE PDR tanpa HRC (Early PDR), dan
2. PDR dengan HRC. Karakteristik risiko tinggi (HRC) dari PDR
adalah sebagai berikut:
a. NVD 1/4 hingga 1/3 area disk dengan atau tanpa perdarahan
vitreous (VH) atau perdarahan preretinal (PRH)
b. NVD <1/4 bidang disk dengan VH atau PRH
c. NVE> 1/2 area disk dengan VH atau PRH
3. Diabetic maculopathy
Edema macula diabetik
Edema makula diabetik pada NPDR adalah penyebab paling umum
dari penurunan penglihatan. Edema makula yang signifikan secara klinis
Clinically significant macular edema (CSME) mengurangi atau
mengancam untuk mengurangi penglihatan. Paling baik dideteksi dengan
biomikroskopi stereoskopis menggunakan lensa 78 atau 90 diopter. CSME
meliputi: (i) edema retina pada atau dalam 500 mikron dari pusat zona
avaskular foveal (FAZ), (ii) eksudat pada atau dalam 500 mikron pusat
FAZ terkait dengan penebalan retina yang berdekatan, dan atau (iii) edema

14
retina 1 area disk atau berukuran lebih besar dalam 1 diameter disk pusat
FAZ.

Klasifikasi klinis-angiografi diabetes makulopati


1. Makulopati eksudatif fokal. Ini ditandai dengan mikroaneurisma,
perdarahan, edema makula yang terbatas dan eksudat keras yang
biasanya diatur dalam pola sirkinate. Angiografi Fluorescein
menyatakan kebocoran fokal dengan perfusi makula yang adekuat.
2. Makulopati eksudatif difus. Hal ini ditandai dengan edema retina difus
dan penebalan di seluruh kutub posterior, dengan eksudat keras yang
relatif sedikit. Angiografi Fluorescein menyatakan kebocoran difus di
kutub posterior.
3. Makulopati iskemik. Ini terjadi karena penyumbatan mikrovaskuler.
Secara klinis, ini ditandai dengan hilangnya penglihatan yang ditandai
dengan mikroaneurisma, perdarahan, edema makula ringan atau tidak
ada dan beberapa eksudat keras.Angiografi fluorescein menunjukkan
area non-perfusi yang pada kasus awal berupa pembesaran zona
avaskular foveal (FAZ), kemudian terlihat area yang keluar dari
kapiler dan pada kasus lanjut arteriol prekapiler diblokir.
4. Campuran makulopati. Di dalamnya terdapat kombinasi fitur
makulopati iskemik dan eksudatif.

Klasifikasi OCT (Optical Coherence Tomography) untuk edema makula


diabetik.
Berdasarkan pemeriksaan OCT, edema makula diabetik (DME)
telah diklasifikasikan sebagai berikut:
1. DME non-traksional. Mungkin dari jenis berikut:
a. Ketebalan makula yang kenyal (> 250 μ),
b. Edema makula sistoid (CME), dan
c. Detasemen neurosensorik dengan atau tanpa (a) atau (b) di
atas.

15
2. DME Traksional. Mungkin dari jenis berikut:
a. Vitreo-foveal traction (VFT), dan
b. Membran hyaloid posterior kencang / menebal.
4. Penyakit mata diabetes lanjut
Ini adalah hasil akhir dari retinopati diabetik proliferatif yang tidak
terkontrol. Ini ditandai dengan komplikasi seperti:
a. Perdarahan vitreous persisten,
b. Ablasi retina traksional, dan
c. Glaukoma neovaskular.

2.4.2. Klasifikasi Retinopathy Diabetic menurut Bagian Mata Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.
a. Derajat 1. Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada
fundus okuli.
b. Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
c. Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat
neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.

2.5 Faktor Predisposisi


1. Durasi diabetes adalah faktor penentu yang paling penting.
a. Setelah 10 tahun, 20% penderita tipe I dan 25% penderita diabetes tipe II
mengalami retinopati.
b. Setelah 20 tahun, 90% penderita tipe I dan 60% penderita diabetes tipe II
mengalami retinopati.
c. Setelah 30 tahun, 95% penderita diabetes tipe I dan II mengalami
retinopati.
2. Jenis kelamin
Insidens lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria (4: 3).
3. Insidensi meningkat pada gula darah tak terkontrol
4. Keturunan

16
Ini ditularkan sebagai sifat resesif tanpa hubungan seks. Efek keturunan lebih
pada retinopati proliferatif.
5. Kehamilan dapat mempercepat perubahan retinopati diabetik.
6. Hipertensi, bila dikaitkan, juga dapat menonjolkan perubahan retinopati
diabetik.
7. Faktor risiko lain termasuk merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia.

2.6 Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan
retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk
retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri
dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel
endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada
membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan
jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer
yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi
mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat

17
kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous
kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik
yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia
yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.
a. Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol,
dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa
poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun
dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi
maupun fungsional sel.
b. Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)
yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.
c. Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. Sebagai
hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi mikrovaskular
yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat oklusi
dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.Hal ini menimbulkan area non

18
perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak.Ciri
khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.Efek dari hipoksia retina yaitu
arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari arterioles dan
venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-
manik.

Gambar 8. Patofisiologi diabetic retinopathy


2.7 Manisfestasi Klinis
 Pada stadium awal tidak didapatkan keluhan (asimptomatis)
 Visus menurun
 Floaters
 Metamorphopsia : melihat garis lurus seperti bergelombang

19
 Riwayat menderita DM >10 tahun dengan gula darah tak terkontrol
2.8 Pemeriksaan fisik
a. Ketajaman visual
b. Tekanan intraokular
c. Slit-lamp Biomikroskopi
d. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung
keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat
pada sudut bilik mata seperti benda asing.
e. Pemeriksaan funduskopi
 Diabetic Retinopathy Non Proliferative : mikroaneurisma, perdarahan
retina (blot hemorraghe), soft exudates, hard exudates, daerah hipoksia
dan iskemia (cotton wool spots). Dapat disertai dengan atau tanpa
edema makula.
 Diabetic Retinopathy Proliferative : neovaskularisasi, perdarahan
vitreous, perdarahan di subhyaloid jaringan ikat vitreo-retinal, dan
ablasio retina. Dapat disertai dengan atau tanpa edema makula.

2.9 Different Diagnosa


1. Retinopati hipertensi. edema diskus, eksudat makula, perdarahan intraretinal
dengan infark lapisan serat saraf, dan kongesti vena
2. Central retinal vein occlusion (CRVO). CRVO di mata dengan visi gerakan
tangan. Vena melebar, dan ada pendarahan retina.
3. Branch retinal vein occlusion
4. Ocular ischemic syndrome
5. Retinopati radiasi. Gambar mata yang telah mengalami brakterapi plak untuk
pengobatan melanoma koroid. Melanoma dapat dilihat melalui hidung,
mengaburkan bagian dari disk.

20
6. Retinopati sel sabit, dengan neovaskularisasi perifer ("sea fan"
neovaskularisasi) dengan autoinfarction
7. Sarkoidosis, dengan selubung pembuluh darah retina.

2.10 Pencegahan
Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung

pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang

terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes untuk dapat mencegah

terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah,

masalah jantung, obesitas dan lainnya harus juga dikendalikan dan diperhatikan.

2.11 Penatalaksanaan
Tatalaksana utama RD adalah pengendalian gula darah, hipertensi sistemik,
dan hiperkolesterolemia. RD nonproliferatif ringan-sedang tidak membutuhkan
terapi, namun observasi dilakukan setiap tahun dandilakukan pengendalian gula
darah. Pada RD nonproliferatif berat perlu pemantauan per 6 bulan untuk mendeteksi
tanda-tanda progresivitas menjadi proliferatif. Pada edema makula tanpa manifestasi
klinis yang signifikan dilakukan observasi tanpa tindakan laser. CSME membutuhkan
tindakan laser fokalatau difus, injeksi intravitreal triamcinoloneatau injeksi
intravitreal anti-VEGF. RD proliferatif diberi tindakan laser cito.
Panretinalphotocoagulation (PRP) untuk regresi pembuluh darah baru sehingga
menurunkan angka kebutaan.Vitrektomi dilakukan pada perdarahan vitreus dan traksi
vitreoretina. Intravitreal anti-VEGF preoperatif dapat menurunkan kejadian
perdarahan berulangdan memperbaiki tajam penglihatan postoperasi.
Fotokoagulasi Laser
Terapi laser biasanya untuk retinopati diabetes nonproliferatif disertai CSME
dan retinopati diabetes proliferatif.Tujuan laser fotokoagulasi adalah mencegah
kebocoran mikroaneurisma dan menghambat ekstravasasi cairan ke makula.14
Penggunaan laser fotokoagulasi pada CSME menunjukkan perbaikan hasil dengan
sisa gangguan tajam penglihatan sedang (moderate visual loss, MVL) antara

21
pemeriksaan awal dan pemeriksaan lanjutan. MVL adalah penggandaan sudut visual,
dari 20/20 menjadi 20/40 atau 20/100 dari 20/50, perbaikan 15 atau lebih huruf pada
ETDRS chart, atau perbaikan lebih dari 3 baris pada Snellen chart. Terapi laser dapat
ditunda setelah edema makula teratasi.Terapi laser disertai injeksi intravitreal secara
signifikan memperbaiki tajam penglihatan dan penurunan ketebalan makula
(anatomi) dibandingkan terapi laser dalam 6-24 bulan. Fotokoagulasi laser panretinal
(PRP) pada retinopati diabetes proliferative bertujuan untuk regresi neovaskuler. PRP
merusak area iskemi retina dan meningkatkan tekanan oksigen mata. Area iskemi
pada mata dapat memproduksi vascular endothelial growthfactor (VEGF), sehingga
progresif merusak retina. Terapi PRP dapat satu atau beberapa sesi, menggunakan
laser Argon hijau atau biru membakar sebanyak 1200 atau lebih dari 500 μm
dipisahkan satu dengan lainnya dengan jarak satu setengah lebar luka bakar. Efek
samping scatter PRP yaitu penurunan tajam penglihatan malam hari, perubahan
penglihatan warna, sensitivitas cahaya, tajam penglihatan perifer, dan dilatasi pupil.
Anti-Vascular Endothelial Growth Factor (Anti-VEGF)
VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes, sehingga menjadi salah satu
target terapi terutama neovaskulerisasi. Anti- VEGF yang tersedia saat ini
renibizumab, bevacizumab, pegatanib, dan aflibercept.Terapi anti-angiogenik
menggunakan anti-VEGF dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien edema
makula diabetes. Aflibercept memperbaiki tajam penglihatan dan anatomi lebih baik
dari pada ranibizumab. Ranibizumab merupakan fragmen humanizedmonoconal
antibody against semua isoform VEGF, bermanfaat sebagai terapi
choroidalneovascularization pada age-related macularedema. Bevacizumab
merupakan humanizedmonoconal IgG antibody yang berikatan dan menghambat
semua isoform VEGF dan telah dipatenkan untuk terapi karsinoma kolorektal, namun
secara off label digunakan dalam terapi oftalmologi. Pegatanib merupakan 28-base
ribonucleid acid aptamer yang berikatan dan menghambat kerja VEGF ekstraseluler,
terutama asam amino 165 (VEGF165).17 Aflibercept (VEGF Trap-Eye) merupakan
115-kDa recombinant fusion protein yang berikatan dengan reseptor VEGF 1 dan 2.

22
Kortikosteroid
Triamsinolon asetonid intravitreal bermanfaat untuk edema makula diabetes
refrakter. Penelitian RIDE/IRISE melaporkan pada pasien yang mendapat injeksi 0,3
mg ranibizumab setiap bulan selama 2 tahun, ketebalan foveal sentral masih lebih
dari 250 μm dan tajam penglihatan terbaik 20/40. Implan intravitreal deksametason
0,7 mg (DEX implant) telah disetujui FDA sebagai terapi edema macula diabetes dan
fluocinolone acetonide (FAc) intravitreal telah disetujui FDA sebagai terapi edema
makula diabetes yang sebelumnya telah mendapat terapi kortikosteroid dan klinis
tekanan intraokular tidak meningkat. Kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan
intraokular dan katarak.
Vitrektomi Pars Plana
Vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan terapi pada ablasio hialoid
posterior terutama jika terbukti ada traksi posterior hialoid dan edema makula
diabetes difusa. Indikasi vitrektomi pada RD dengan komplikasi:
 Perdarahan vitreus menetap lebih dari 1 –6 bulan
 Ablasio retina traksi atau mengancam macula
 Abalasio retina trasksi dan regmatogenosa
 Edema makula diabetes difus yang berkaitan dengan traksi hialoid posterior
 Perdarahan vitreus berulang meskipun telah dilakukan PRP
 Neovaskulerisasi segmen anterior
 Perdarahan premakula subhialoid

2.12 Prognosis
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata
dengan edema dan perfusi yang relatif baik.

23
BAB III
KESIMPULAN

Diabetic retinopathy (DR) adalah penyebab utama kebutaan pada subjek


usia lanjut, dan sering terjadi pada kasus diabetes mellitus yang sudah
berlangsung lama, terutama dengan durasi lebih dari 10 tahun. DR adalah
mikroangiopati yang melibatkan arteriol precapillary retina, kapiler dan venula
postcapillary.

Diabetik retiopati merupakan penyulit penyakit Diabetes Melitus yang paling


ditakuti, karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosanya yang kurang baik
bagi penglihatan.Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar gula darah
yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Diabetes telah menjadi
penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat.Biasanya mengenai penderita berusia
20-64 tahun sedangkan di negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan
disebabkan diabetes.Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10
tahun, dan meningkat setelah pubertas .Hal ini terjadi 10 tahun setelah menderita
diabetes.

Retinopati diabetik termasuk dalam dua kelas utama: nonproliferatif dan


proliferatif. Kata "proliferatif" mengacu pada ada atau tidaknya neovaskularisasi
(pertumbuhan pembuluh darah abnormal) pada retina.Penyakit awal tanpa
neovaskularisasi disebut retinopati diabetik nonproliferatif (NPDR).Seiring
perkembangan penyakit, penyakit ini dapat berkembang menjadi retinopati diabetik
proliferatif (PDR), yang didefinisikan oleh adanya neovaskularisasi dan memiliki
potensi yang lebih besar untuk konsekuensi visual yang serius.

24
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Indonesia. Waspada diabetes.


Jakarta; 2014
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 3rd Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008
American Academy of Ophthalmology. Retina and vitreous in basic and clinical
science course. 2015-2016.
Ak Khurana. 2015. Comprehensive ophthalmology sixth edition. Jaypee brother
medical publisher (P) Ltd.
Anugrah J, 2013, Naskah Publikasi : Hubungan Diabetes Melitus dan Retinopati di
RSUD DR Soedarso Pontianak.
Sitompul, R, 2011, “Retinopati Diabetik”, Journal Indonesia Medical Association,
vol 61.
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika,
Jakarta, 2000, hal. 211-214.
Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi,
2002, page 249-251.
Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edition 2, Lippincott-
Raven, Hongkong, 1998, page199-213.
Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and therapy, Edition 4, Deborah Pavan-
Langston, United State, 1996, page 162-165.
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 3rd Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.

25

Anda mungkin juga menyukai