Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Menurut Iyus Yosep ( 2009 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap

atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk,

permusuhan dan potensi untuk merusak secara fisik. Perilaku kekerasan

merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan (Nita Fitria, 2009 ). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu

bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secra fisik maupun

psikologis (Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto, 2009).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku

kekerasan adalah suatu tindakan kekerasan atau kata-kata kasar yang

menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak secara

fisik.maupun psikologis yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan.

B. RENTANG RESPON

Menurut Iyus Yosep ( 2009 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu

akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).


Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif

sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang lain dan memberikan ketenangan.

b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

tidak dapat menemukan alternatif.

c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk

menuntut tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya

kontrol.

Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan

kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut

merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari

individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan

pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak

dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari


respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal

(maladaptif). .

C. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Menurut Riyadi dan Purwanto ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung

terjadinya perilaku kekerasan adalah

a. Faktor biologis

1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu

dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

2) Psycomatic theory (teori psikomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap

stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem

limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun

menghambat rasa marah.

b. Faktor psikologis

1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi

frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai

sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong

individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang

melalui perilaku kekerasan.


2) Behavioral theory (teori perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia

fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima

pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di

rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai individu

mengadopsi perilaku kekerasan.

3) Existential theory (teori eksistensi)

Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar

manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui

perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya

melalui perilaku destruktif.

c. Faktor sosio kultural

1) Social enviroment theory ( teori lingkungan )

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam

mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam

(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku

kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

2) Social learning theory ( teori belajar sosial )

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui

proses sosialisasi.

2. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat

buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh
stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan,

kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan

dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap

penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain

itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada

penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

D. PROSES TERJADINYA MASALAH

Menurut Iyus Yosep ( 2007 ) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang

berasal dari internal atau eksterna. Stressor internal seperti penyakit, hormonal,

dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian,

makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan

sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada

sistem individu (Disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana

individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan

tersebut (personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu

untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah

melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara

positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal

dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman

dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca

puisi saat ia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya
dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan

(anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (ekspressed outward) dengan

kegiatan yang kontruktif dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang

diekspresikan dengan kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah

dan menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala

psikomatis (painfull symptom).

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :

1. Mengungkapkan secara verbal.

2. Menekan.

3. Menantang.

Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain

adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan

rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan

dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai

depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.


Stresor Disruption Personal Compensatory Resolution
internal dan and loss meaning act
eksternal

Helplesness Guilt

Anger &
agression

Ekspressed Ekpressed Destructive


inward outward

Painfull Contructive
symptom action

Resolution

Gambar 2 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


E. TANDA DAN GEJALA

Menurut Nita Fitria ( 2009 ) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya

adalah :

1. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.

2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

dengan nada keras, kasar dan ketus.

3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain

merusak lingkungan, amuk atau agresif.

4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin

berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak

jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral dan kreatifitas terhambat.

7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan

sindiran.

8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.


F. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Iyus Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada

pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :

a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan

agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam,

sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan

perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk

penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan

dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi.

b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku

kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.

c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan

perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.

Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang

berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.

d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.

e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

2. Keperawatan

Menurut Iyus Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan

berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui

rentang intervensi keperawatan.


Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Managemen krisis


Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Psikofarmakologi

Gambar 3 Rentang Intervensi Keperawatan

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Strategi preventif

1) Kesadaran diri

Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan

melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan

masalah klien.

2) Pendidikan klien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara

mengekspresikan marah yang tepat.

3) Latihan asertif

Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :

- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.

- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.

- Sanggup melakukan komplain.

- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.


b. Strategi antisipatif

1) Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :

bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara

mengahakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa

hormat, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara

mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan klien,

jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji yang

tidak bisa ditepati.

2) Perubahan lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti :

membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang

tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

3) Tindakan perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku

yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang

didapat bila kontrak dilanggar.

c. Strategi pengurungan

1) Managemen krisis

2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan

menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat

keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.


3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat

manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset,

sprei pengekang

G. PENGKAJIAN

Menurut Nita Fitria ( 2009 ) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku

kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan

kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan

menuntut. Sedangkan pada data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata

melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah

memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.

H. POHON MASALAH

Menurut Budi Ana Keliat dkk ( 2005 ) pohon masalah perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut :

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan Akibat

Perilaku kekerasan
Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Penyebab

Gambar 4 Pohon Masalah pada Masalah Perilaku Kekerasan


I. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Perilaku kekerasan

J. FOKUS INTERVENSI

Menurut Budi Anna Keliat dkk ( 2005 ) intervensi pada diagnosa klien

dengan perilaku kekerasan.

Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :

1.1. Beri salam/ panggil nama

1.2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan

1.3. Jelaskan maksud hubungan interaksi

1.4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

1.5. Beri rasa aman dan sikap empati

1.6. Lakukan kontak singkat tetapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan :

2.1.Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

2.2.Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien

dengan sikap tenang.


3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Tindakan :

3.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat

jengkel/marah.

3.2. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

3.3. Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel / kesal yang

dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

(verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).

4.2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

4.3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan

masalahnya selesai.

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

5.1. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.

5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

5.3. Tanyakan kepada klien “apakah ingin mempelajari cara baru yang

sehat.”

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku

kekerasan
6.1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

6.2. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.

6.3. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk

mencegah perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam dan pukul

kasur atau bantal.

6.4. Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien.

6.5. Beri contoh kepada klien tentang cara tarik napas dalam.

6.6. Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak

5 (lima) kali.

6.7. Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara

menarik napas dalam.

6.8. Tanyakan perasaan klien setelah selesai.

6.9. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat

marah atau jengkel.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah perilaku

kekerasan

Tindakan:

7.1. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien

7.2. Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik, menolak

dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)

7.3. Minta klien mengulang sendiri.

7.4. Beri pujian atas keberhasilan pasien.


7.5. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang

dapat dilatih di ruangan misalnya meminta obat, baju dan lain-lain,

menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan

kekesalan kepada perawat.

7.6. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.

7.7. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik

dengan mengisi jadwal kegiatan.

7.8. Validasi kemampuan pasien klien dalam melaksanakan latihan.

7.9. Beri pujian atas keberhasilan klien.

8. Klien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah perikau

kekerasan

8.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.

8.2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang

rawat.

8.3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.

8.4. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.

8.5 Beri pujian atas keberhasilan klien

8.6 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah.

8.7 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi

jadwal kegiatan harian.

8.8 Beri pujian atas keberhasilan klien.

8.9 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah.

8.10 Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.


8.11 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi

jadwal kegiatan harian (self evaluation)

9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah

perilaku kekerasan.

Tindakan:

9.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur

9.2. Diskusikan tentang proses minum obat

9.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal

kegiatan harian.

10. Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perikau

kekerasan.

Tindakan :

10.1. Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perilaku kekerasan

10.2. Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK

10.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal

kegiatan harian

11.Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan

perilaku kekerasan.

Tindakan:

11.1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai

dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klin selama ini.

11.2. Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien


11.3. Jelaskan cara-cara merawat klien.

11.4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien

11.5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan

demonstrasi

11.6. Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada klien selama di rumah

sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.

Anda mungkin juga menyukai