Anda di halaman 1dari 12

Kerajaan 

Demak
Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam terbesar di pantai utara Jawa (“Pasisir“). Menurut tradisi
Jawa, Demak sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) dari kerajaan Majapahit, dan tercatat
menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya.
Kerajaan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan
kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan
Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kerajaan Demak
ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh Walisongo.
Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca
“Bintoro” dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan
pada periode ketika beribukota di sana dikenal sebagai Demak Bintara. Pada masa raja ke-4 ibukota
dipindahkan ke Prawata (dibaca “Prawoto”) dan untuk periode ini kerajaan disebut Demak Prawata.

Kurang lebih 6 (enam) abad silam, berdasarkan


letak geografisnya, kawasan yang bernama
Demak ternyata tidak terletak di pedalaman yang
jaraknya lebih kurang 30 km dari bibir laut Jawa
seperti sekarang ini. Kawasan tersebut pada
waktu itu berada di dekat Sungai Tuntang yang sumbernya berasal dari Rawa
Pening. Geografi
kesejarahan mengenai kawasan Demak dapat
pula dibaca di buku Dames, yang berjudul “The Soil of East Central Java ”
(1955). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Demak dahulu terletak
di tepi laut, atau lebih tepatnya berada di tepi
Selat Silugangga yang memisahkan Pulau Muria
dengan Jawa Tengah. Mengenai ekologi Demak, DR.H.J. De Graaf juga
menulis bahwa letak Demak cukup
menguntungkan bagi kegiatan perdagangan
maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena
selat yang ada di depannya cukup lebar sehingga
perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan
bebas melalui
Demak. Namun setelah abad XVII Selat Muria
tidak dapat dipakai lagi sepanjang tahun karena
pendangkalan. Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari
jadi Kabupaten Demak. Hal ini merujuk pada
peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan
Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal
atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan
menjadi 28 Maret 1503).Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak
berawal dari
Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan
Ampel) agar merantau ke Barat dan bermukim di
sebuah tempat yang terlindung hutan/tanaman
Gelagah Wangi letaknya berada di Muara Sungai
Tuntang yang sumbernya berada di lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening).
Menurut Prof. Soetjipto Wirjosoeprapto, setelah
hutan Gelagah Wangi ditebang dan didirikan
tetrukan (pemukiman), baru muncul nama Bintoro
yang berasal dari kata bethoro (bukit suci bagi
penganut agama hindu). Pada kawasan yang
berada di sekitar muara Sungai Tuntang, bukit sucinya adalah Gunung Bethoro
(Prawoto) yang
sekarang masuk daerah Kabupaten Pati. Menurut beberapa sumber lain
menyebutkan
bahwa nama bintoro diambil dari nama pohon
Bintoro yang dulu banyak tumbuh di sekitar hutan
Gelagah Wangi. Ciri-ciri pohon Bintoro mulai dari
batang, daun dan bunganya mirip dengan pohon
kamboja (apocynaceae), hanya saja buahnya agak menonjol seperti buah apel.
Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota
Demak, diantaranya : Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari
bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam
juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari
bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang
mengandung air (rawa-
rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak
memang banyak mengandung air; Karena
banyaknya rawa dan tanah payau sehingga
banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga
tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti
rawa. Menurut Prof. Slamet Mulyono , Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno
“damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu
Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada
putranya R. Patah atas bumi bekas hutan
Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah
Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho
Karamanyo ”. Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini
diibaratkan sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh
dalam menyiarkan dan mengembangkan agama
islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru
dakwah harus banyak prihatin, tekun dan selalu
menangis (munajat) kepada Allah SWT
memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan. Demak merupakan
Kasultanan ketiga di
Nusantara atau keempat di Asia Tenggara.
Ibukotanya Demak yang sekaligus digunakan
sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran
agama Islam yang diprakarsai oleh para Wali
(Wali Songo). Ketika orang Portugis datang ke Nusantara, Majapahit yang agung
sudah tidak ada
lagi. Menurut catatan pada tahun 1515
Kasultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang
luas dari kawasan induknya ke barat hingga
Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga
meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri).
Kemudian Palembang,
Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo
Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang
berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah
di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan
Tengah). Menurut hikayat Banjar diceritakan bahwa masyarakat Banjar dulu
yang meng-islam-
kan adalah penghulu Demak (Bintoro) dan yang
pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas
Angin yang kelak dimakamkan di Komplek
Pemakaman Masjid Agung Demak. Di daerah
Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng
Prapen dan Syayid Ali
Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang
berkedudukan di Bima. Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh
Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar
dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan
adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan
Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden
Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan
berhasil
menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah
rapuh. Dengan demikian seluruh pantai utara
Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur
(1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro.
Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527 yang berturut-turut kemudian
diikuti oleh
kawasan yang ada di pedalaman. Sampai
akhirnya Blambangan yang letaknya berada di
pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun
1546. Disinilah Sultan Trenggono gugur di medan
pertempuran ketika berhadapan dengan Prabu Udoro (Brawijaya VII). sumber:
http://www.demakkab.go.id/

Kurang lebih 6 (enam) abad silam, berdasarkan letak geografisnya, kawasan yang bernama
Demak ternyata tidak terletak di pedalaman yang jaraknya lebih kurang 30 km dari bibir laut Jawa
seperti sekarang ini. Kawasan tersebut pada waktu itu berada di dekat Sungai Tuntang yang
sumbernya berasal dari Rawa Pening. Geografi kesejarahan mengenai kawasan Demak dapat pula
dibaca di buku Dames, yang berjudul “The Soil of East Central Java” (1955). Dalam buku tersebut
dijelaskan bahwa Demak dahulu terletak di tepi laut, atau lebih tepatnya berada di tepi Selat
Silugangga yang memisahkan Pulau Muria dengan Jawa Tengah.

Mengenai ekologi Demak, DR.H.J. De Graaf juga menulis bahwa letak Demak cukup
menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena selat
yang ada di depannya cukup lebar sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang
dapat berlayar dengan bebas melalui Demak. Namun setelah abad XVII Selat Muria tidak dapat
dipakai lagi sepanjang tahun karena pendangkalan.

Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Demak. Hal ini merujuk pada
peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal
atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).Dalam Babat Tanah Jawi,
tempat yang bernama Demak berawal dari Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan
Ampel) agar merantau ke Barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung hutan/tanaman
Gelagah Wangi letaknya berada di Muara Sungai Tuntang yang sumbernya berada di lereng
Gunung Merbabu (Rawa Pening).

Menurut Prof. Soetjipto Wirjosoeprapto, setelah hutan Gelagah Wangi ditebang dan didirikan
tetrukan (pemukiman), baru muncul nama Bintoro yang berasal dari kata bethoro (bukit suci bagi
penganut agama hindu). Pada kawasan yang berada di sekitar muara Sungai Tuntang, bukit
sucinya adalah Gunung Bethoro (Prawoto) yang sekarang masuk daerah Kabupaten Pati.

Menurut beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama bintoro diambil dari nama pohon
Bintoro yang dulu banyak tumbuh di sekitar hutan Gelagah Wangi. Ciri-ciri pohon Bintoro mulai
dari batang, daun dan bunganya mirip dengan pohon kamboja (apocynaceae), hanya saja
buahnya agak menonjol seperti buah apel.

Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak, diantaranya :

 Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya
mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa
Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu
kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan
tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan
: kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.
 Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang
berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada
putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab
Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
 Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini diibaratkan
sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam menyiarkan dan mengembangkan
agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru dakwah harus banyak prihatin, tekun dan
selalu menangis (munajat) kepada Allah SWT memohon pertolongan dan perlindungan serta
kekuatan.

Demak merupakan Kasultanan ketiga di Nusantara atau keempat di Asia Tenggara. Ibukotanya
Demak yang sekaligus digunakan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran agama Islam
yang diprakarsai oleh para Wali (Wali Songo). Ketika orang Portugis datang ke Nusantara,
Majapahit yang agung sudah tidak ada lagi. Menurut catatan pada tahun 1515 Kasultanan Bintoro
sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh
Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan
Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden
Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan,
Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Menurut hikayat Banjar diceritakan bahwa masyarakat Banjar
dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak (Bintoro) dan yang pertama kali di-islam-kan
adalah Pangeran Natas Angin yang kelak dimakamkan di Komplek Pemakaman Masjid Agung
Demak. Di daerah Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng
Prapen dan Syayid Ali Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Bima.

Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar
dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan
Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang
Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah rapuh. Dengan
demikian seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai
oleh Kasultanan Bintoro. Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527 yang berturut-turut
kemudian diikuti oleh kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang
letaknya berada di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546. Disinilah Sultan Trenggono
gugur di medan pertempuran ketika berhadapan dengan Prabu Udoro (Brawijaya VII).

asal mula nama Kerajaan Demak


Asal Mula Nama Kerajaan Demak

Asal nama Kerajaan Demak dari beberapa pendapat lain :

a.     Menurut Solochin Salam, “Demak” berasal dari bahasa Arab “Dhima” berarti sesuatu yang


mengandung air. Ini adalah kenyataan bahwa daerah Demak banyak mengandung air,
semua itu karena banyaknya rawa dan tanah payau, sehingga di Demak banyak telaga
tempat menampung air.

b.     Menurut Hamka, “Demak” berasal dari bahasa Arab“Dama” yang berarti air mata. Betapa
tidak dipungkiri betapa sulitnya dan susahnya mengembangkan dan menyiarkan agama
Islam pada waktu itu, sebab agama terlebih dahulu sudah dihayati dan diamalkan oleh
masyarakat Jawa yaitu Agama Hindhu, Budha, Animisme, dan Dinamisme. Sehingga juru
dakwah banyak yang prihatin, tekun, dan selalu menangis kepada Allah,memohon petunjuk
serta kekuatan dari-Nya.

c.      Berasal dari bahasa Jawa Kuno,memiliki dua arti yang berbeda satu sama
lainnya. Pertama, “Demak ” bermakna “Tanah Hadiah” yang diberikan raja kepada pengikut
setia atau sebagai tanah tunjangan dari Maharaja kepada Raja Muda di Kerajaan
bawahan. Kedua, “Demak ” bermakna menyerang dengan tiba-tiba atau menerkam.

d.     Menurut Prof. Dr. Purbatjaraka, “Demak” berasal dari kata “Delemek” dari Bahasa


Sansekerta yang artinya “Tanah yang Mengandung Air”. Dan kata beliau di seluruh Tanah
Jawa hanya ada satu tempat yang namanya berasal dari Bahasa Arab, yaitu “Kudus (Al-
Qudus).

e.      Menurut Slamet Mulyana, “Demak” diartikan anugerah atau ganjaran , yaitu anugerah


dari Prabu Kertabhumi yang diberikan kepada Raden Fatah atas bumi bekas hutan Glagah
Wangi. Dasar etimologisnya adalah “Kitab Kakawin Ramayana VI/198 atau Kawi Ordonden
XXIII, yang berbunyi ”Wineh Demak Kapwa Yatha Kramannya”.

f.      Menurut H. Oemar Amir Hoesin menduga bahwa “Demak’berasal dari nama sebuah kota
di Mesir yaitu “Dimyat”. Pada zaman Kholifah Fatimiyah, guru-guru agama yang datang ke
Indonesia banyak yang berasal dari tempat tersebut.

g.      Menurut KRT Honggo Maulana, “Demak” jelas berasal dari bahasa arab, karena sejak abad
ke- 7 Agama Islam telah masuk ke wilayah Majapahit. Kadipaten Demak adalah satu-satunya
wilayah Majapahit yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam.

h.     Menurut cerita tutur, kata “Demak” berasal dari peristiwa Nyai Lembah yang berasal dari
Rawa Pening, lesungnya terdampar di muara Sungai Tuntang. Untuk mencari penyebab
terdamparnya lesung tersebut, Nyai “demak-demek“ (istilak bahasa Indonesia Meraba-
raba) di dasar sungai. Dari kata demak-demek itulah muncul nama Demak.

i.       Tentang kata “Demak” yang lebih menarik adalah berdasarkan sumber prasasti yang


berasal dari zaman Majapahit, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Nama Demak telah
disebut sebagai salah satu dari 33 pangkalan dari jaringan lalu lintas air pada masa itu.

(Akasah,Hamid.2006.Menelusuri Lokasi Bekas Keraton Demak.Kota Wali:CV Cipta Adi


Grafika)

SEJARAH KERAJAAN DEMAK


Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah
pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari
kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan
Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami
kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568,
kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang
diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa
itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa),
saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-
kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke
Prawata (dibaca "Prawoto").

Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah
kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-
kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa
itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati,[rujukan?] yaitu Raden Patah dan Ki Ageng
Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging
mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.

Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah
menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya,
Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di
Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu

Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah
Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda
Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527),
Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan,
kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu
itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan
Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran
menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto

Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik Sultan
Trenggono, yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh.
Pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya "dihabisi" oleh suruhan Arya Penangsang,
putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak.
Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini
menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang.

Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak angkat
Joko Tingkir. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan di sana ia
mendirikan Kesultanan Pajang.

Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau jawa. Kerajaan ini
didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden patah adalah
bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara,
Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang terdiri atas sembila
orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di pulau jawa.

Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti
Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah sebagai adipati Islam di Demak
memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, Majapahit memang tengah berada
dalam kondisi yang sangat lemah. Dengan proklamasi itu, Radeh Patah menyatakan
kemandirian Demak dan mengambil gelar Sultan Syah Alam Akbar.

Pada awal abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di China mengirimkan
seorang putri kepada raja Brawijaya V di Majapahit, sebagai tanda persahabatan
kedua negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapat tempat
istimewa di hati raja. Raja brawijaya sangat tunduk kepada semua kemauan sang
putri jelita, hingga membawa banyak pertentangan dalam istana majapahit. Pasalnya
sang putri telah berakidah tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri
yang berasal dari Champa (sekarang bernama kamboja), masih kerabat Raja
Champa.

Sang permaisuri memiliki ketidak cocokan dengan putri pemberian Kaisar yan Lu.
Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri cantik ini dari istana. Dalam
keadaan mengandung, sang putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya
Damar. Nah di sanalah Raden Patah dilahirkan dari rahim sang putri cina.

Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa mudanya raden patah
memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20
tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke
majapahit.

Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia
belasan tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di
Ampel Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M.
Patah sempat tinggal beberapa lama di ampel Denta, bersama para saudagar muslim
ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu
laksamana Cheng Ho yang juga dikenal sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai-jin,
seorang panglima muslim.

Raden patah mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti


raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim
(Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah dipercaya menjadi ulama dan
membuat permukiman di Bintara. Ia diiringi oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200
tentaranya. Raden patah memusatkan kegiatannya di Bintara, karena daerah
tersebut direncanakan oleh Walisanga sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.

Di Bintara, Patah juga mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama


dilaksanakan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan,
daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Raden patah memerintah
Demak hingga tahun 1518, dan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa
sejak pemerintahannya.

Secara beruturut-turut, hanya tiga sultan Demak yang namanya cukup terkenal,
Yakni Raden Patah sebagai raja pertama, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus
sebagai raja kedua, dan Sultan Trenggana, saudara Pati Unus, sebagai raja ketiga
(1524 - 1546).

Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang,
diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan
pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan
umara (penguasa).

Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat
ketika ia melanklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478),
hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Patah juga
mengadakan perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin
mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus
atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal.
Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan
ayahnya pada tahun 1518.

Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden patah mencoba


menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga
membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal
dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh
walisanga.
Di antara ketiga raja demak Bintara, Sultan Trenggana lah yang berhasil
menghantarkan Kusultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa trenggan, daerah
kekuasaan demak bintara meliputi seluruh jawa serta sebagian besar pulau-pulau
lainnya. Aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Trenggana berhasil memperkuat dan
memperluas kekuasaan demak. Di tahun 1527, tentara demak menguasai tuban,
setahun kemudian menduduki Wonosari (purwodadi, jateng), dan tahun 1529
menguasai Gagelang (madiun sekarang). Daerah taklukan selanjutnya adalah
medangkungan (Blora, 1530), Surabaya (1531), Lamongan (1542), wilayah Gunung
Penanggungan (1545), serta blambangan, kerajaan hindu terakhir di ujung timur
pulau jawa (1546).

Di sebelah barat pulau jawa, kekuatan militer Demak juga merajalela. Pada tahun
1527, Demak merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran (kerajaan Hindu di Jawa Barat),
serta menghalau tentara tentara portugis yang akan mendarat di sana. Kemudian,
bekerja sama dengan saudagar islam di Banten, Demak bahkan berhasil
meruntuhkan Pajajaran. Dengan jatuhnya Pajajaran, demak dapat mengendalikan
Selat Sunda. Melangkah lebih jauh, lampung sebagai sumber lada di seberang selat
tersebut juga dikuasai dan diislamkan. Perlu diketahui, panglima perang andalan
Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (sumatera), yang juga
menjadi menantu Sultan Trenggana.

Di timur laut, pengaruh demak juga sampai ke Kesultanan banjar di kalimantan.


Calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan
tentara, guna menengahi masalah pergantian raja banjar. Calon pewaris mahkota
yang didukung oleh rakyat jawa pun masuk islam, dan oleh seorang ulama dari Arab,
sang pewaris tahta diberi nama Islam. Selama masa kesultanan Demk, setiap tahun
raja Banjar mengirimkan upeti kepada Sultan Demak. Tradisi ini berhenti ketika
kekuasaan beralih kepada Raja Pajang.

Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari
Sunan gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar
Islam seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada raden patah, yaitu setelah ia
berhasil mengalahkan Majapahit.

Trenggana sangat gigih memerangi portugis. Seiring perlawanan Demak terhadap


bangsa portugis yang dianggap kafir. Demak sebagai kerajaan islam terkuat pada
masanya meneguhkan diri sebagai pusat penyebaran Islam pada abad ke 16.

Sultan Trenggan meninggal pada tahn 1546, dalam sebuah pertempuran


menaklukkan Pasuran. Ia kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Setelah sultan
trenggana mengantar Demak ke masa jaya, keturunan sultan tersebut silih berganti
berkuasa hingga munculnya kesultanan pajang.

Masjid agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak
terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan walisanga yang berpusat di
Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran tentang soal-soal
keagamaan.

Masjid demak didirikan oleh Walisanga secara bersama-sama. Babad demak


menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai
oleh candrasengkala Lawang Trus Gunaning Janma, sedangkan pada gambar bulus
yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang
menunjukkan bahwa masjid ini berdiri pada tahun 1479.

Pada awalnya, majid agung Demak menjadi pusat kegiatan kerajaan islam pertama
di jawa. Bagunan ini juga dijadikan markas para wali untuk mengadakan Sekaten.
Pada upacara sekaten, dibunyikanlah gamelan dan rebana di depan serambi masjid,
sehingga masyarakat berduyun-duyun mengerumuni dan memenuhi depan gapura.
Lalu para wali mengadakan semacam pengajian akbar, hingga rakyat pun secara
sukarela dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat.

Cepatnya kota demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta
pusat kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah
para wali dan raja dari Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang
dibarengi oleh kegiatan dakwah islam ke seluruh Jawa.

Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak, diantaranya


:

Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang
artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa
Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu
yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang
banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak
tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak
dari bahasa Sansekerta berarti rawa.

Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”,
yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V
dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi.
Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak
Kapwo Yotho Karamanyo”.

Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini diibaratkan sebagai
kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam menyiarkan dan
mengembangkan agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru dakwah
harus banyak prihatin, tekun dan selalu menangis (munajat) kepada Allah SWT
memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan.

sumber:
www.demakkab.go.id
wikipedia

Anda mungkin juga menyukai