Anda di halaman 1dari 10

STEP 1

1. IMT : indeks sederhana dari berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan Obesitas pada orang dewasa. IMT
didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi
badan dalam meter (kg/m)
2. Murphy Sign : pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pemeriksaan menekan diregio
kanan atas, pasien diperintahkan untuk inspirasi  timbul rasa nyeri.

STEP 2

1. Apa etiologi dan faktor resiko terjadinya keluhan pasien?


2. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri kanan atas, mual dan muntah, serta sklera ikterik?
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut?
4. Apa penatalaksanaan lebih lanjut pada kasus tersebut?
5. Bagaimana komplikasi dari kasus tersebut?

STEP 3

1. Apa etiologi dan faktor resiko terjadinya keluhan pasien?


- Faktor resiko
a) Usia, jenis kelamin, berat badan, makanan, dan ativitas fisik
b) Batu kolesterol dan batu pigmen
c) Diabetes melitus, riwayat infeksi yang sama
- Etiologi
a) Adanya obstruksi bilier
b) adanya pertumbuhan bakteri pada kandung empedu.

2. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri kanan atas yang dapat menjalar ke tulang scapula, mual
dan muntah, serta sklera ikterik?
- Nyeri kanan atas
Karena adanya batu empedu yang ada di ductus biliaris  menyebabkan inflamasi 
menstimulasi jaras nyeri pada segmen T5-T8  timbul respon nyeri
- terdapat riwayat batu empedu, batu diempedu nyebabain trauma lokal di dukctus sama
knatung empedu  nyebabin peradangan  ke peritonium visceral  segmen t5-t8 
timbul persepsi nyeri  nyeri kudran kanan atas.
 batu empedu  peradangan pada sistem biliaris
 riwayar batu empedu  regio kanan atas terdapat vesica felea  ada penyumbatan 
nyebabin batu empedu
 terjadi trauma lokal akibat batu empedu  peradangan pada sistem biliaris

- Penjalaran
Karena adanya inflamasi yang menyebar ke sistema visceral  jaras nyeri
- Mual muntah
Karena adanya rangsangan pada kemoreseptor trigger zone yang ada di MO (pusat
muntah)
- Ikterus
Karena adanya obstruksi pada ductus biliaris (salurannya)
 sklera ikterik  obstruksi sal empedu  bilirubuin  meningkatkan bilirubin didarah
 ikterus
 bila terjadi peradangan pada fesika felea  saat dokter melakukan palpasi  lalu
terjadi nyeri
3. gali faktor resiko, pemeriksaan fisik (gejala khas terlihat), pp (hasil biokimia hati, daarah
rutin, foto poolos, usg, ERCP)
4. Bagaimana penatalaksaan lebih lanjut pada pasien?
- Sesuai dengan grade nya (menurut Tokyo guid line 2013):
a) Grade I : ringan
b) Grade II : sedang
c) Grade III : berat
- Farmakologis :
Antibiotik parenteral
- Dilakukannya drainase
-  diet, obat penghilang nyeri, antibiotik iv (kotrimoksasol, gool. Kuinolon),
5.  perforasi kantung empedu, ke kronis, abses hati, sifatnya menjadi reccurent

STEP 4

1. Apa etiologi dan faktor resiko terjadinya keluhan pasien?


a. Faktor resiko
- Usia (>40 tahun)  pada usia tua tejadi peningkatan sekresi cairan empedu
- Jenis kelamin (wanita  karena adanya hormon estrogen
- Berat badan (BMI tinggi)
- Makanan (mengandung lemakterutama hewani)
- Ativitas fisik (kurangnya aktifitas fisik)
- Pertumbuhan bakteri (menginfeksi saluran bilier  melalui ampula bilier)
- Pemasangan sten (bakterial portal)
- Penyebab tersering  menyebabkan gangguan sel kuffer  koledokolitiasis salah
satunya
- Penyebab lain : faktor kongenital, post operasi (kerusakan duktus bilier, tumor)
- Batu kolesterol dan batu pigmen
1) Batu kolesterol
Perempuan, kehamilan, terapi estrogen dosis tinggi, peningkatan usia,
faktor ras ( tingi pada ras amerika), faktor genetik, obesitas, kadar trigliserida
tinggi, HDL rendah, kehilangan berat badan dalam waktu singkat, diet kalori,
aktifitas, Hormon estrogen (merangsang reseptor lipoprotein hati).
2) Batu pigmen
Infeksi kronis (barteri, parasit), hemolisis, demografi, sirosis alkoholik dan
peningkatan usia.
- Diabetes melitus, riwayat infeksi yang sama
b. Etiologi
- Adanya obstruksi bilier
- adanya pertumbuhan bakteri pada kandung empedu.
-  batu pada empedu  trauma lokal  tubuh akan mengeluarkan respon inflamasi 
perdangan pda sistem bilier  menyebar  respon reseptor nyeri t5-t8  aakan
mengintrepertasikan nyeri
-  kristal akan menghalangi pengosongan cairan empedu 
-  batu empedu (sirosis hepatis, bilirubin kronik, bakteri2 penyebab kolelitiasis) 
bilirubin unconjugated meningngkat  rangsangpembentukan kalsium bilirubin –>
membetuk batu empedu  garam empedu 
-  ph meningkat  kalsium karbonat kalsulfat
-  asal batu (pigmen2 empedu, kolesterol, protein,)  batuu empedu karena kolseterol,
faktor2 resiko meningkatkan pembentukan batu empedu
- Batu pigmen hitam dan coklat, hitam (terbentuk dikantung empedu bukan kerana infeksi,
coklat (lebih gede berlapis2, ditemukan disepanjang antunng empedu dan ada infeksi) 
kelainan anatomi bisa juga menjadi faktor reesiko.

2. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri kanan atas yang dapat menjalar ke tulang scapula, mual
dan muntah, serta sklera ikterik?
a. Nyeri kanan atas
- Karena adanya batu empedu yang ada di ductus biliaris  menyebabkan inflamasi
 menstimulasi jaras nyeri pada segmen T5-T8  timbul respon nyeri
- Nyeri didasari adanya batu empedu  obstruksi  makanan berlemak  lemak
tidak dapat diemulsi oleh garam empedu  inflamasi  rasa nyeri yang episodik
pada regio kuadran kanan atas.
b. Penjalaran
- Karena adanya inflamasi yang menyebar ke sistema visceral  jaras nyeri T5-T8 
yang salah satunya mempersarafi scapula
c. Mual muntah
- Karena adanya rangsangan pada kemoreseptor trigger zone yang ada di MO (pusat
muntah)
- Terjadi adanya inflamasi  pelepasan sitokin  akan merangsang kemoreseptor
trigger zonyang ada di MO  refleks muntah
d. Ikterus
- Karena adanya obstruksi pada ductus biliaris (salurannya)
Menunjukan bahwa batu terletak di saluran empedu  obstruksi  lebar 
inflamasi  masuk ke pem. Darah  ditandai dengan ikterik (mata, kulit)/
- ikterus – cairan akan meluap - masuk ke pem darah – masuk sirkulasi – terjadi ikterik –
kenapa mata (karena mata mengandung elastin dan memudahkan untuk mata menjadi
ikterik)
- murhpy sign – tangan pemeriksan melakkan palpasi dalam – akan menyentuh sekitar
vesika felea – mengakibatkan paru2 mendorong hepar dan fesiaa felea terdorong
kebawah – terkena tangan pemeriksa – terjadi nyeri – murphy sigh (+)
3. Diagnosis
PF teraba masa kantung empedu, tanda murphy sign, ada iketerus
PP biokimia hati ada peningkatan sgpt sgot, leukositosis, peningkatan fosfoakali, demam
bisa menggigil, cr scan, MRI, poto polos abdomen (kantung empedu akan bersifaat
radiooppak), USG (ketebalan kantung empedu ), ercp ( struktur anatomi dan melihat
apakah ada kerusakan dijaringan sekitar fesika velea)
DD : klo ada ikteris dan demam (kolangitis) tanpa demam (), tanpa ikterik kolestitisis,
kolelitiasis, ikterus koledokolitiasis,
Bagaimana pemeriksaan lanjutan pada pasien?
a. Pemeriksaan leukosit
b. USG : dapat memperlihatkan besar bentuk penebalan dinding saluran empedu
(kepekaannya hingga 90%)
USG transabdomina : lebih sensitif untuk mendeteksi adanya batu
c. CT-Scan : akan memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yag
mungkin tidak dapat terlihat di USG
d. Laboratorium : ALP, GGT, SGOT, SGPT (untuk menilai adanya batu atau stenosis
fungsi hati sebagai)
e. Pencitraan (melihat adanya dilitasi biler, adanya penyakitan, batu, sumbatan, dll)
f. Penunjang lainnya : EUS, MRCP (untuk mendeteksi batu sensitifitas berkurang oada
batu ukuran kecil), ERCP (adanya batu di CBD  lebih baik), ESWL (untuk menilai
adanya)
g. CT-Scan dan MRCP : bisa digunakan untuk mendiagnosis batu yang berukuran lebih
besar)
Diagnosis menurut Tokyo guid line 2013
a. Inflamasi sistemik : A1 (adanya demam), A2 hasil laboratorium adanya respon
inflamasi
b. Kolestasis : B1 (kterus), B2 (laboratorium : tes fungsi hati yang abnormal)
c. Pencitraan : C1 (dilatasi bilier, C2 (bukti etiologi dilakukan pencitraan adanya
penyakitan batu, sumbatan dan lain lain.
Interpretasi :
a. Apabila diagnosis suspek : adanya 1 dari item A + 1 item B atau C
b. Apabila diagnosis definitif : adanya 1 dari item A + 1 dari item B + 1 dari item C.

4. Bagaimana penatalaksaan lebih lanjut pada pasien?


a. Sesuai dengan grade nya (menurut Tokyo guid line 2013):
- Derajat ringan
Yaitu kolangitis fase awal yang tidak memenuhi kriteria derajat sedang maupun
berat.
- Derajat sedang
Yaitu kolangitis yang diikuti dua dari empat gejala yaitu
1) Jumlah leukosit yang abnormal (>18.000/mm3)
2) Teraba masa pada kuadran kanan atas.
3) Durasi keluhan >72 jam
4) Terdapat tanda inflamasi lokal (abses hepar, peritonitis bilier, empisematus
kolesisitis)
- Derajat berat, yaitu kolangitis akut yang diikuti minimal satu disfungsi organ lainya
yaitu
1) Disfungsi kardiovaskular
2) Disfungsi neurologi
3) Disfungsi respiratori
4) Disfungsi renal
5) Disfungsi hepatik
6) Disfungsi hematologi
b. Farmakologis :
Antibiotik parenteral
1) Kotrimoxazole IV setiap 6 jam
2) Ciprofloxacin per 12 jam

Gambar 6.1 Alur penanganan endoskopik


c. Dilakukan drainase.
Diet : makanan rendah lemak, olahraga cukup, makan buah sayur,
Istirahat total, obat penghilang rasa nyeri, antibiotik untuk mencegah adanya komplikasi
(metronidazole) batu kandung empedu ( tekhnik pembedahan) kolesistektomi masih
belum bisa dipastikan bisa menyembuhkn pasien, tapi pada peradangan batu empedu
penatalaksanaan non bedah masih bisa dilakukan untuk bisa menyembuhkan pasien
Koitrimoksasol 20 mg tpm /kg hari, kuionolon siprofloksasin 400mg iv 7-14 hari

5. Komplikasi dari kassus tersebut


 peradangan sekunder yg disebabkan oleh gangren, perforasi, fundus bisa mengalami
iskemia, terjadi reccuret (berulang), perkembangan secara cepat menjadi empiema karena
tidak tercontrol lgi untuk diet, abses hati

Anda mungkin juga menyukai