Anda di halaman 1dari 41

1

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari penyakit akibat kerja,
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. (1)
Pelaksanaan K3 tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi
juga merupakan tanggung jawab semua pihak, khususnya pelaku industri. Tujuan
dalam penerapan K3 itu sendiri sebenarnya adalah meningkatkan kesadaran dan
ketaatan pemenuhan terhadap norma K3, meningkatkan partisipasi semua pihak
untuk optimalisasi pelaksanaan budaya K3 disetiap kegiatan usaha dan
terwujudnya budaya K3 atau budaya keselamatan. Budaya keselamatan ini
penting karena banyak kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kurangnya
kepedulian terhadap keselamatan. Adanya kesadaran terhadap pentingnya
keselamatan akan berpengaruh terhadap keselamatan pekerja, masyarakat dan
lingkungan.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165: “Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja”. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa
Rumah Sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para
pelaku langsung yang bekerja di Rumah Sakit, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung Rumah Sakit.
Rumah sakit adalah instutusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2

Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain diberikan
kepada pasien.
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan
atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam
beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik
fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruan menjadi baik.
Ruangan penyimpanan rekam medis mempunyai arti penting sehubungan
dengan riwayat penyakit seseorang dan kerahasiaan yang terkandung didalamnya
oleh sebab itu cara penyimpanannya harus diatur sedemikian rupa agar
kerahasiaanya dapat terjaga.
Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi berbagai resiko yang
mempengaruhi kehidupan para pekerja. Berbagai masalah dan resiko tersebut
adalah kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja seperti terganggunya saluran
pernapasan akibat debu, sakitnya mata akibat terkena debu, penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja seperti jatuh dari rak
penyimpanan yang terlalu tinggi saat mencari berkas rekam medis, dapat
menyebabkan kecacatan dan kematian. Antisipasi ini harus di lakukan oleh semua
pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya
disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerjanya.
Maksud dan tujuan ergonomi diarahkan dalam upaya memperbaiki kinerja kerja
manusia dalam hal pendayagunaan SDM, oleh karna itu kesehatan dan
keselamatan kerja di ruangan penyimpanan rekam medis sering menjadi tidak
efisien, seperti peralatan kerja yaitu tangga yang tidak ergonomi, sirkulasi udara
yang kurang memadai, dan masih banyak permasalahan yang tidak sesuai dengan
ilmu ergonomi.
Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Barat mempunyai 4 (empat) Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan salah satunya adalah UPTD Balai
Kesehatan Indera Masyarakat ( BKIM ) Provinsi Sumatera Barat yang tentunya
akan mempengaruhi pencapaian pembangunan kesehatan khususnya pelayanan
kesehatan dasar yaitu kesehatan indera masyarakat, oleh karena itu dalam
3

menunjang pencapaian program khususnya dalam pelayanan kesehatan,


diperlukan program dan kegiatan yang lebih implementasi dan disesuaikan dengan
kebutuhan.
UPTD. BKIM Prov. Sumbar memiliki satu ruangan rekam medis. Dalam
menjalakankan fungsinya telah disediakan SOP di ruang rekam medis tersebut. Di
ruang rekam medis tersebut terdiri dari 1 orang penaggung jawab ruangan dan 4
orang petugas yang pendidikan tertingginya adalah DIII Rekam Medis.
Berdasarkan observasi yang pernah dilakukan di UPTD. BKIM Prov.
Sumbar terdapat beberapa rak arsip yang digunakan sebagai tempat penyimpanan
berkas rekam medis pasien. Selain itu di ruangan penyimpanan rekam medis di
UPTD. BKIM Prov. Sumbar dari segi ruangan yang kurang besar, sirkulasi udara
yang kurang memadai (pengab) dan pencahayaan yang kurang memadai
merupakan beban tambahan bagi pekerja, sehingga dapat menimbulkan gangguan
kinerja kerja yang akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja.
Oleh karena itu, dengan ditemuinya berbagai hal tentang ergonomi di
ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov. Sumbar peneliti tertarik untuk mengambil
tentang “Gambaran Penerapan Ergonomi Pada Ruang Rekam Medis Di UPTD.
Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) Provinsi Sumbar Tahun 2018”.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan ergonomi pada ruang rekam medis di UPTD.
Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) Prov. Sumbar Tahun 2018.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang akan dicapai selama proses magang ini yaitu :
1. Untuk mengetahui gambaran umum UPTD. Balai Kesehatan Indera
Masyarakat (BKIM) Prov. Sumbar
2. Untuk mengetahui perencanaan dalam penerapan ergonomi pada pekerja
di ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar tahun 2018.
3. Untuk mengetahui pengorganisasian dalam penerapan ergonomi pada
pekerja di ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar tahun 2018.
4

4. Untuk mengetahui penerapan pelaksanaan dalam penerapan ergonomi


pada pekerja di ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar tahun
2018.
5. Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi dalam penerapan ergonomi
pada pekerja di ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar tahun
2018.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penulisan laporan magang terbatas pada penerapan umum
aspek ergonomi (ruangan, penerangan, suhu ruangan dan kenyamanan kerja)
di ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov. Sumbar tahun 2018 dipelajari
selama proses magang pada tanggal 1 - 28 November 2018.
5

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Rumah sakit terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan rumah sakit khusus adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, organ atau jenis penyakit.
Berdasarkan klasifikasi, Rumah sakit umum di Indonesia dibagi menjadi
4 kelas, yaitu kelas A, B, C dan D :
1. Rumah Sakit Umum
a. Rumah Sakit Umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik luas.
b. Rumah Sakit Umum kelas B, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas.
c. Rumah Sakit Umum kelas C, mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar lengkap (bedag, penyakit
dalam, kesehatan anak serta kebidanan dan kandungan).
d. Rumah Sakit Umum kelas D, mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.
2. Rumah Sakit Khusus
a. Rumah Sakit Khusus kelas A
b. Rumah Sakit Khusus kelas B
c. Rumah Sakit Khusus kelas C
6

Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan


utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
Pengklasifikasian rumah sakit khusus ditetapkan berdasarkan pelayanan,
sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana serta administrasi dan
manajemen.
Menurut UU 44 tahun 2010 jenis rumah sakit khusus terdiri dari:
1. Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak
2. Jantung
3. Kanker
4. Orthopedi
5. Paru
6. Jiwa
7. Kusta
8. Mata
9. Ketergantungan Obat
10. Stroke
11. Penyakit Infeksi
12. Bersalin
13. Gigi dan Mulut
14. Rehabilitasi Medik
15. Telinga Hidung Tenggorokan
16. Bedah
17. Ginjal
18. Kulit dan Kelamin

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja


2.2.1 Definisi
1. Kesehatan Kerja Menurut WHO/ILO (1995)
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan
derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi
pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan
7

kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan


bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan
psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaianpekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan
derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
3. Manajemen K3 Rumah Sakit
Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk
membudayakan K3 di Rumah Sakit.
4. Konsep Dasar K3 Rumah Sakit
Upaya terpadu seluruh Karyawan Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja,
tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi
Karyawan, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.

2.2.2 Upaya K3 di Rumah Sakit


Upaya K3 di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja,
alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan,
pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan
non kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu:
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannyadenganbaikpadasuatutempatkerjadalamwaktutertentu.
2. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara
fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi
8

tersebut dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung


secara fisik atau non fisik.
3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi
faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang
mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.2.3 Bahaya Potensial di Rumah Sakit


Potensial di Rumah Sakit dapat mengakibatkan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja, yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus,
bakteri dan jamur), faktorkimia (antiseptik, reagent, gas anestesi),
faktor ergonomi (lingkungan kerja, cara kerja dan posisi kerja yang
salah), faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi),
faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja, hubungan sesama
Karyawan/Atasan).
Bahaya potensial yang dimungkinkan ada di Rumah Sakit,
diantaranya adalah mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik,
kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko hukum/keamanan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di Rumah Sakit, umumnya
berkaitan dengan faktor biologi (kuman patogen yang berasal umumnya
dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus-
menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestasi pada hati, faktor
ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah), faktor fisik
dalam dosis kecil yang terus-menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi
pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem produksi darah), faktor
psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien, gawat
darurat dan lain-lain).
Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan
dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur
kemungkinan terjadinya KAK dan PAK.
9

Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit dapat dikelompokkan


seperti dalam tabel berikut:
Bahaya Fisik Diantaranya: radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas, suhu
dingin, bising, getaran, pencahayaan.
Bahaya Kimia Diantaranya: ethylene oxide, formaldehyde, glutaraldehyde, ether,
halothane, etrane, mercury, chlorine.
Bahaya Biologi Diantaranya: Virus (misal: Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza,
HIV), Bakteri (misal: S.Saphrophyticus, Bacillus sp.,
Parionibacterium sp., H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis,
B.Streptococcus, Pseudomonas), Jamur (misal: Candida) dan
Parasit (misal: S.Scabiei).
Bahaya Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat-angkut
Ergonomi pasien, membungkuk, menarik, mendorong.
Bahaya Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
Psikososial traumatic.
Bahaya Mekanik Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat,
tertusuk benda tajam.
Bahaya Listrik Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran,
petir, listrik statis.
Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam.
Limbah Rumah Diantaranya limbah medis (jarum suntik, vial obat, nanah, darah)
Sakit limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal: droplet,
liur, sputum).

2.3 Ergonomi
2.3.1 Definisi Ergonomi
Istilah ergonomi dikenal dalam bahasa yunani, dari kata ergos dan
nomos yang memiliki arti “kerja” dan “aturan atau kaidah”, dari dua kata
tersebut secara pengertian bebas sesuai dengan perkembangannya, yakni
suatu aturan atau kaida yang di taati dalam lingkungan pekerjaan (Dr.
Wowo Sunarya Kuswana,M.pd,2014).
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang
digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan
dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas
10

hidup secara keseluruan menjadi baik (Tarwaka, Solichul HA. Bakri, Lilik
Sudiajeng, 2004).
2.3.2 Tujuan Ergonomi
Tujuan utama yang hendak di capai adalah tercapainya sistem kerja
yang produktif dan kualitas kerja terbaik, disertai dengan kemudahan,
kenyamanan, dan efisiensi kerja, tanpa mengabaikan kesehatan dan
keselamatan kerja (Ir.Hardianto Iridiastadi, MSIE, Ph.D, Yassierli, Ph.D,
2014)
2.4 Ergonomi Pencahayaan
2.4.1 Definisi Ergonomi Pencahayaan
Suatu peneranagn diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu
objek secara visual. Organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan, yaitu
mata, syaraf, dan pusat syaraf penglihatan di otak. Pada banyak industri,
penerangan mempunyai pengaruh terhadap kualitas produk. Penerangan
baik yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap
kelelahan mata maupun ketegangan syaraf. Untuk memperoleh kualitas
penerangan yang optimal menetapkan standar kuat penerangan ruangan.
Silau disebabkan cahaya berlebihan baik yang langsung dari sumber
cahaya atau hasil pantulan ke arah mata pengamat. Silau berpengaruh
terhadap mata, yaitu ketidak mampuan mata merespon cahaya dengan
baik, atau menyebabkan perasaan tidak nyaman karena manik mata harus
memicing disebakan kontras yang berlebihan. Ketidak mampuan sesaat
mata merespon cahaya dapat terjadi pada perubahan luminansi menyolok,
misalnya dari keadaan gelap kemudian mendadak terang sorot lampu
Besaran penerangan yang sering dikacaukan pemahamannya adalah
kuat penerangan, dan luminansi. Walaupun satuannya sama yang
membedakan keduanya bahwa kuat penerangan sebagai besaran
penerangan yang dihasilkan sumber penerangan, sedangkan luminansi
merupakan kuat penerangan yang sudah dipengaruhi faktor lain
sebagaimana dijelaskan selanjutnya (Drs.Muhaimin, M.T, 2001)

Tabel 2.1
Perbandingan Kemampuan Lampu
11

NO JENIS LAMPU EFIKASI (lm/W)


1. Lampu Pijar 14-18
2. Lampu Tungsten/Hologen 16-20
3. Flourescent 50-85
4. Lampu Uap Mukuri 50-60
5. Lampu Metal Halida 60-80
Sumber : (Prasasto Satwiko, 2004)

a. Lampu Pijar

Gambar 1 Lampu Pijar

b. Tungsten/Hologen

Gambar 2 Lampu Tubelair Lamp (TL)

c. Lampu flourescent
12

Gambar 3 flourescent
d. Lampu Uap Mukuri

Gambar 4 Lampu Uap Mukuri


e. Lampu Metal Halida

Gambar 5 Lampu Metal Halida

2.4.2 Tujuan Pencahayaan


a. Memberikan kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan
pekerjaan.
b. Memberi lingkungan kerja yang nyaman.

2.5 Pengaturan Suhu Ruangan


2.5.1 Definisi Suhu Ruangan
Ruang basemen merupakan confined space di mana kualitas udara dan
mikroklimat dalam ruangan tersebut sangat tergantung pada ventilasi
buatan. AC merupakan sarana ventilasi yang paling mungkin didesain
untuk basemen. Definisi sistem ventilasi dapat menyebabkan rendahnya
kualitas udara dalam suatu ruangan. Untuk negara dengan empat musin,
rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin adalah suhu ideal
berkisar antara 19-23 oC dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2 m/det dan
13

pada musim panas suhu ideal antara 22-24 oC dengan kecepatan udara
antara 0,15-0,4 m/det serta kelembaban antara 40-60% sepanjang tahun.
Sedangkan untuk negara dengan dua musim seperti Indonesia,
rekomendasi tersebut perlu mendapat koreksi. Menurut hasil penelitian
PUSPERKES (1995), suhu nyaman di dalam ruang kerja untuk orang
o
indonesia adalah antara 22 - 26 C. Dari hasil pengujian mikroklimat
pada tiga lokasi basemen ( ruang personalia 1,2 dan 3 ) didapatkan suhu
kering cukup tinggi ( 27,6 – 29,0 oC ), kelembaban antara 68-77 % dan
hampir tidak ada gerakan udara ( <0,04 m/det ).

2.6 Kenyamanan Kerja


2.6.1 Definisi Kenyamanan Kerja
Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian
komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai
kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam
dirinya melalui keenam indera melalui syaraf dan dicerna oleh otak
untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik
biologis, namun juga perasaan. Suara, cahaya, bau, suhu dan lain-lain
rangsangan ditangkap sekaligus, lalu diolah oleh otak. Kemudian otak
akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman atau
tidak. Ketidaknyamanan di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain
(Satwiko, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara
lain :
a. Sirkulasi
Kenyamanan dapat berkurang karena sirkulasi yang kurang
baik, seperti tidak adanya pembagian ruang yang jelas untuk
sirkulasi manusia dan kendaraan bermotor, atau tidak ada
pembagian sirkulasi antara ruang satu dengan lainnya. Sirkulasi
dibedakan menjadi dua yaitu sirkulasi di dalam ruang dan sirkulasi
14

di luar ruang atau peralihan antara dalam dan luar seperti foyer atau
lobby, dan koridor.
b. Daya alam atau iklim
1) Radiasi Matahari
Dapat mengurangi kenyamanan terutama pada siang
hari, sehingga perlu adanya peneduh.
2) Temperatur
Jika temperatur ruang sangat rendah maka temperatur
permukaan kulit akan menurun dan sebaliknya jika temperatur
dalam ruang tinggi akan mengalami kenaikan pula. Pengaruh
bagi aktivitas kerja adalah bahwa temperatur yang terlalu
dingin akan menurunkan gairah kerja temperatur yang
terlampau panas dapat membuat kelelahan dalam bekerja dan
cenderung banyak membuat kesalahan.
3) Penerangan
Untuk mendapatkan penerangan yang baik dalam ruang
perlu memperhatikan beberapa hal yaitu cahaya alami, kuat
penerang, kualitas cahaya, daya penerangan, pemeliharaan dan
perletakkan lampu. Pencahayaan alami di sini dapat membantu
penerangan buatan dalam batas-batas tertentu, baik dan
kualitasnya maupun jarak jangkauannya dalam ruangan.

2.7 Rekam Medis

2.7.1 Definisi Rekam Medis

Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain diberikan
kepada pasien (Permenkes Ri No.269/Menkes/Per/Iii/2008)

2.7.2 Tujuan Rekam Medis

Rekam Medis bertujuan untuk tercapainya tertib administrasi dalam


rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa adanya
dukungan dari suatu sistem pegelolaan rekam medis yang baik dan benar,
15

mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang


diharapkan sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan didalam upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (Dirjen
Yammed,1993).

2.7.3 Kegunaan Rekam Medis

Menurut Dirjen Yammed, tahun 1993 Kegunaan dilihat dari beberapa aspek
yaitu :

1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang bertanggung jawab sebagai
tenaga medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis yang mempunyai nilai medik. Karena
catatan di gunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau
perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis yang mempunyai nilai hukum, karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan dalam rangka usaha penegakan hukum serta penyediaan bahan
bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya
mengandung data informasi yang mempergunakan sebagai aspek keuagan.
5. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena
isinya menyangkut data atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai
aspek penelitian dan pengembanagan.

6. Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena
isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis dan
16

kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi


tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran di
bidang profesi pemakaian.
7. Aspek Dokumen
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena
isinya mempunyai sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan
dipakai sebagai bahan pertanggung jawab dan laporan rumah sakit.

2.8 Manajemen

Sistem manajemen adalah rangkaian kegiatan yang teratur dan saling


berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan
dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada. Menurut George
R. Terry (1958) dalam bukunya Principles of Management , membagi empat
fungsi dasar manajemen, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing
(Pengorganisasian) ,Actuating (Pelaksanaan) dan Controlling (Pengawasan).
Keempat fungsi manajemen ini disingkat dengan POAC.

2.8.1 Perencanaan (Planning)

Perencanaan (planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan


dan penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai
tujuan. Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan,
memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan
merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksuud untuk
mencapai tujuan.
Menurut Louis A. Allen perencanaan terdiri dari kegiatan-kegiatan :
a) Meramalkan, memperkirakan waktu yang akan datang.
b) Menetapkan maksud tujuan (objects) sebagai: hasil akhir yang
diharapkan: menentukan tujuan atau sasaran (goals/target).
c) Mengarahkan (programming), menetapkan urutan dari kegiatan-
kegiatan yang diperlukan: langkah-langkah yang akan diambil menurut
prioritas pelaksananya.
17

d) Menyusun tata waktu (schedulling), menetapkan urutan waktu yang


tepat agar tindakan yang dilakukan dapat berhasil baik.
e) Menyusun anggaran belanja (budgeting), yaitu mengalokasikan
sumber-sumber yang tersedia, dinyatakan dalam istilah-istilah
keuangan.
f) Memperkembangkan prosedur-prosedur, membuat standar

Tipe-tipe Perencanaan
1) Perencanaan Strategik (Strategic Planning)
Merupakan proses perencanaan jangka panjang atau long term
plan(lebih dari 5 tahun) yang disusun untuk memenuhi tujuan
organisasi. 
2) Perencanaan Operasional (Operational Planning)
Merupakan rencana jangka pendek atau short term plan (kurang dari 1
tahun) yang disusun ke dalam serangkaian kegiatan yang lebih rinci
yang merupakan penunjang dari rencana jangka panjang yang akan
dicapai.
2.8.2 Pengorganisasian (Organization)

yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orang-orang dan


menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam
pekerjaan yang sudah direncanakan. Pengorganisasian (organizing)
merupakan tahapan berikutnya setelah planning. Secara etimologi
organizing berasal dari kata organize yang berarti menciptakanstruktur
dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehinggan
hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap
keseluruhannya.

Tahapan pengorganisasian adalah suatu proses yang harus


dilalui oleh seseorang manajer ketika mengelompokkan kegiatan.
Dalam proses tersebut manajer akan membahas dan mempertimbangkan
beberapa hal sehingga pengelompokkan kegiatan akan menjadi lebih
efektif.
18

Menurut Malayu S.P Hasibuan, tahapan-tahapan untuk


mengelompokkan pekerjaan adalah :

a. Mengetahui tujuan yang akan dicapai


Jika tidak mengetahui tujuan yang akan dicapai, pekerja
akan berkegiatan tanpa arah yang jelas. Akibatnya, organisasi akan
menanggung beberapa kerugian seperti kerugian waktu dan biaya.
Pada gilirannya, kapan terwujudnya tujuan organisasi menjadi sulit
untuk ditentukan.
b. Menentukan kegiatan yang akan dilakukan

Penentuan kegiatan dilakukan untuk menjabarkan atau


melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan dapat
dicapai tanpa penentuan kegiatan. Oleh karena itu, setelah
menetapkan tujuan yang dikehendaki, manajer harus menentukan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.

c. Mendelegasikan wewenang

Pendelegasian wewenang adalah suatu kegiatan yang


dilakukan oleh manajer untuk memberikan kepercayaan kepada
salah satu atau sebagaian pekerja untuk memimpin para pekerja
dalam setiap kelompok/unit kerja. Pimpinan kelompok akan
bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan, termasuk kesalahan /
pelanggaran oleh para pekerja lain di setiap kelompok kerja.

d. Menetapkan rentan kendali

Rentang kendali adalah jumlah pekerja yang akan digunakan


untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan organisasi.Ketika
menentukan jumlah pekerja, manajer harus mempertimbangkan
kapasitas atau kemampuan pekerja untuk menghasilkan produk atau
mencapai target.
19

e. Menempatkan individu pekerja

Tiap individu pekerja dalam suatu organisasi mempunyai


latar belakang keterampilan yang berbeda-beda sehingga apabila
dipekerjakan atau ditempatkan pada kegiatan yang sama, mereka
tidak akan bekerja secara efektif.

f. Menentukan pola organisasi

Pola organisasi menggambarkan suatu hubungan yang


dibangun oleh orang-orang di dalam suatu organisasi. Hubungan
yang mereka jalin merefleksikan tugas dan tanggung jawab terhadap
pekerjaan-pekerjaan.

Manfaat pengorganisasian antara lain sebagai berikut:

1. Setiap anggota/pelaku organisasi mengetahui dengan jelas tugas, hak,


kewajiban, dan tanggung jawab.
2. Menjalin pola hubungan yang baik antar organisasi,anggota,sarana,dan
lain-lain.
2.8.3 Pelaksanaan (Actuating)

yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan


pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya
yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
bisa berjalan sesuai rencana dan bisa memcapai tujuan.

Lebih lanjut G. Terry menyebutkan bahwa “Actuating is setting all


members of the group to want to achieve and to strike to achieve the
objective willingly and keeping with the managerial planning and
organizing effort”. (Penggerakan adalah membuat anggota kelompok agar
mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bersemangat untuk
mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha
pengorganisasian.
20

2.8.4 Pengawasan (Controlling)


yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah
sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi penggunaan sumber
daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa
ada yang melenceng dari rencana.
Macam-macam Metode Pengawasan :
1) Pengawasan dari dalam organisasi ( Internal Control)
Pengawasan dari dalam berarti pengawasan yang dilakukan
oleh aparat/unit pengawasan yang dibentuk dalam organisasi itu
sendiri. Aparat/unit pengawas itu bertindak atas nama pimpinan
organisasi
2) Pengawasan dari luar organisasi (External Control)
Pengawasan external berarti pengawasan yang dilakukan oleh
aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu.
3) Pengawasan preventif
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan
sebelum rencana itu dilaksanakan. Maksud dari perencanaan preventif
ini adalah ialah mencegah terjadinya kekeliruan / kesalahan dalam
pelaksanaan.
4) Pengawasan represif
Pengawasan represif ialah pengawasan yang dilakukan setelah
adanya pelaksanaan pekerjaan. Maksud dari diadakannya pengawasan
ini adalah untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaanagar
hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
5) Pengawasan langsung

Pengawasan langsuang ialah apabila aparat pengawasan /


pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat
pelaksanaan pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif,
maupun dengan sistem investigatif.
21

6) Pengawasan tidak langsung


Yaitu pengawasan apabila aparat pengawasan / pimpinan
organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya
melalui laporan-laporan yang masuk padanya.
7) Pengawasan formal
Yaitu pengawasan yang secara formal dilakukan oleh
unit/aparat pengawasan yang bertindak atas nama pimpinan
organisasinya atau atasan dari pimpinan organisasi.
8) Pengawasan informal
Yaitu pengawasan yang tidak memiliki saluran formal atau
prosedur yang telah ditentukan.Pengawasan ini biasanya dilakukanoleh
pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi.

Tahapan dalam Proses Pengawasan :


a. Penetapan standar
Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar
pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang
dapat digunakan sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan,
sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar.
b. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan

Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara


untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua
dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan
secara tepat.

c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan


Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan,
pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang
dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran
pelaksanaan, yaitu : a.) pengamatan (observasi), b.) laporan-laporan, baik
lisan maupun tertulis, c.) inspeksi, pengujian (test) atau dengan
pengambilan sampel.
d. Pembandingan pelaksanaan dengan standar analisa penyimpangan.
22

BAB 3 : HASIL KEGIATAN

3.1 Gambaran Umum UPTD. BKIM Prov Sumbar


Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Barat mempunyai 4 (empat) Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan salah satunya adalah UPTD Balai
Kesehatan Indera Masyarakat ( BKIM ) Provinsi Sumatera Barat yang bertempat
di Jalan Gajah Mada No 28 Gunung Pangilun Padang dan dalam menjalankan
pelayanan kesehatan kesehatan Indera dibantu oleh 53 orang Pegawai Tetap
(ASN) dan 2 orang pegawai kontrak adapun perincian jenis tenaga yang ada di
UPTD BKIM seperti dibawah ini :

Tabel. 3.1
Jumlah Tenaga UPTD BKIM Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2017

NO JENIS TENAGA JUMLAH KETERANGAN

Struktural
1. Ka UPTD 1 Magister Kes
2. Kasubbag Tata Usaha 1 Magister Kes

Tenaga Pelayanan
3. Dokter Spesialis Mata 2
4. Dokter Spesialis THT - Referal (RS Dr.M.Jamil)
5. Dokter Umum 1 + 1 org Honor lepas
6. Dokter gigi 1
7. Apoteker 2
8. Sarjana Keperawatan 3
9 D3 Keperawatan 3
10 Refraksionis Optisian 2 + 1 org sukarela
11 Rekam Medik 3 D3 RM + 1 org sukarela
12 D3Analis 1
13 SPK 11
14 Asisten Apoteker 1

Tenaga Tata
23

Usaha/Administrasi
15 Pengadministrasian 1 SLTA
Persuratan
16 Pengolah Data 3 1 org Magiater non kes,
2 org Sarjana Kesehatan
Masyarakat
17 Pengelola Barang Milik 3 1 org Magister non kes,
Negara 2 org SLTA
18 Petugas Pendaftaran 1 org sukarela
19 Bendahara Penerima 1 Strata 1/S.Sos
20 Bendahara Pengeluaran 1 SKM
21 Adminitrasi ,Umum & Kepeg 1 D3
22 Sopir 1 SLTA
23 Satpam 4 SLTA
24 Cleaning Service 2 SLTP,SLTA
25 Tenaga Pengolah BPJS 2 org sukarela
Jumlah 49 PNS
Sumber UPTD BKIM Tahun 2017

Tenaga yang ada di UPTD BKIM Sumatera Barat sebagian besar masih
melakukan kegiatan pelayanan kesehatan mata, sedangkan untuk pelayanan
kesehatan THT saat ini menunggu konfirmasi persetujuan dari Pusat rujukan
referal RSUP Dr. M.Djamil Padang.
Sesuai dengan pengajuan usulan kebutuhan pegawai melalui Analisa
Jabatan maka beberapa tenaga medis seperti Dokter Speslialis Mata, spesialis
THT, Dokter Umum, tenaga Elektromedik, tenaga administrasi, pengelola
keuangan, Elektromedik dan IT saat ini sangat dibutuhkan karena di UPTD BKIM
mempunyai peralatan kesehatan yang cukup banyak dan perlu pemeliharaan yang
intensif dan rutin, dan direncanakan untuk segera bertransformasi menjadi RS
Khusus Mata Kelas C.
Untuk menjadikan pelayanan yang berkualitas sesuai harapan masyarakat
di Sumatera Barat khususnya dalam pelayanan kesehatan indera, maka UPTD
Balai Kesehatan Indera Masyarakat Provinsi Sumatera Barat mempunyai Visi dan
Misi yang tertuang dalam manual mutu UPTD BKIM sebagai berikut:
24

3.1. 1 Visi BKIM


Menjadikan UPTD BKIM sebagai pelayanan kesehatan indera masyarakat
secara Profesional, dan terjangkau menuju masyarakat sehat, mandiri dan
berkeadilan.

3.1.2 Misi BKIM

a. Peningkatan tersedianya sarana dan Prasarana pelayanan kesehatan indera


yang memenuhi standar dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

b. Peningkatkan ketersediaan Sumber Daya Manusia kesehatan yang profesional


dan bermutu menuju pelayanan prima/kualitas.

c. Peningkatan sistem jejaring pelayanan kesehatan indera dari tingkat pelayanan


kesehatan dasar sampai dengan rujukan.

d. Peningkatan UPTD BKIM sebagai tempat pendidikan dan pelatihan kesehatan


indera.

e. Peningkatan UPTD BKIM sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu


kesehatan indera.

f. Peningkatan peran serta masyarakat dalam berpartisipasi dalam peningkatan


kesehatan indera masyarakat yang berkeadilan di Sumatera Barat.

g. Peningkatan kerjasama dengan litas sektor maupun lembaga swadaya


masyarakat.

h. Menciptakan tata kelola manajemen pemerintahan yang baik.

3.1.3 Kebijakan Mutu BKIM:

Kepala BKIM harus menetapkan, menimplementasi dan mempertahankan


Kebijakan Mutu yang :
25

a) Sesuai dengan tujuan dan konteks organisasi serta mendukung arah


strategis yang dituangkan dalam Renstra BKIM
b) Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan sasaran mutu.
c) Adanya komitmen untuk memenuhi persyaratan yang berlaku.
d) Adanya komitmen untuk peningkatan berkesinambungan dari Sistem
manajemen Mutu.

Kebijakan Mutu BKIM :

Memberikan pelayanan yang profesional sesuai standar, cepat dan tepat


untuk meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pemenuhan sarana prasarana
serta SDM yang kompeten dibidangnya dan melakukan perbaikan sistem
manajemen mutu secara berkesinambungan.
26

3.2 Struktur Organisasi UPTD. BKIM Prov Sumbar

KEPALA UPTD. BKIM


PROV. SUMBAR

Dr Riena Sovianty,
KELOMPOK SUB BAGIAN TATA
JABATAN USAHA
FUNGSIONAL
Drg, Eka Lusti, MM

SEKSI PELAYANAN SEKSI PROGRAM

Metra Sastra, SKM, MPH Rosenita Wandi Putri, SKM, MKes

Gambar 3.1 Bagan Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Daerah


Balai Kesehatan Indera Masyarakat

3.3 Stuktur Organisasi Bidang

S
U
a
K B
d
r
o
K t
a
n
i
P
E
K
T
A
K
r
o
d
n
i
L
P
o
U
h
K
i
b
e
s
r
A
r
o
t
a
r a
&
n
S
H
U
A A
A
L
a
e
K
n
d
L
K
U n
a
m

Gambar 3.2 Bagan Struktur Organisasi Unit Kesling


Balai Kesehatan Indera Masyarakat
27

Fungsi dan Tugas Pokok masing-masing Jabatan :

1. Koordinator UPL & UKL


a) Melakukan pengawasan dan pengelolaan penyehatan lingkungan
UPTD BKIM
b) Menjalankan form checklist sanitasi ruangan
c) Melakukan pengukuran parameter lingkungan seperti air limbah,
air bersih, infeksi nosokomial, kebisingan dll yang bekerjasama
dengan UPTD Laboratorium Kesehatan Sumbar
d) Melakukan pengelolaan terhadap sampah medis yang bekerja
sama dengan RSUD dr. Rasyidin Padang
e) Membuat laporan tahunan UKL & UPL
2. Koordinator Kebersihan dan Keamanan
a) Melakukan koordinir dan pengawasan terhadap kinerja cleaning
service
b) Melakukan koordinir dan pengawasan terhadap kinerja satpam
c) Penanggungjawab keselamatan kerja pegawai
d) Menyiapkan dan memantau alat proteksi aktif seperti APAR
dalam keadaan baik.

3.4 Kegiatan Magang


Kegiatan magang selama di UPTD. BKIM Prov Sumbar dilakukan tidak
hanya di unit K3 Kesling tetapi juga bagian pengklaiman BPJS. Hal ini dilakukan
atas kebijakan dari pembimbing lapangan, karena aktivitas unit kesling tidak
dilakukan setiap hari. Oleh karena itu mahasiswa ditempatkan pada baian-bagian
yang membutuhkan tambahan tenaga.
Adapun kegiatan yang dilakukan adalah :

1. Pada minggu pertama, kegiatan magang bertempat di ruang kantor dan


loket pelayanan UPTD BKIM. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a) Menerima berkas pendaftaran pasien BPJS dari pendaftaran di loket
BPJS
b) Klaim BPJS yaitu entri data pasien BPJS di aplikasi INACBG’S
28

c) Orientasi lingkungan BKIM


d) Ikut serta dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional
e) Diskusi pembimbing lapangan mengenai fokus magang

2. Pada minggu kedua, kegiatan magang bertempat di ruang kantor dan loket
pelayanan UPTD BKIM. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a) Menerima berkas pendaftaran pasien BPJS dari pendaftaran di loket
BPJS
b) Klaim BPJS yaitu entri data pasien BPJS di aplikasi INACBG’S
c) Diskusi pembimbing lapangan mengenai fokus magang

3. Minggu ketiga, Kegiatan magang bertempat di ruang kantor UPTD BKIM.


Kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Menerima berkas pendaftaran pasien BPJS dari pendaftaran di loket
BPJS
b) Klaim BPJS yaitu entri data pasien BPJS di aplikasi INACBG’S
c) Mengevaluasi hasil laboratorium kesehatan mengenai upaya kesehatan
lingkungan (pengukuran air limbah, air bersih, udara ambien, kebisingan
serta infeksi nosokomial) di UPTD BKIM Prov. Sumbar
d) Observasi lapangan tentang fokus magang khususnya tentang ergonomi
di ruang rekam medis, kegiatan dilakukan dengan pengamatan langsung
dan wawancara dengan petugas rekam medis di UPTD BKIM Provinsi
Sumatera Barat.

4. Minggu keempat, Kegiatan magang bertempat di ruang kantor UPTD


BKIM. Kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Menerima berkas pendaftaran pasien BPJS dari pendaftaran di loket
BPJS
b. Klaim BPJS entri data pasien BPJS di aplikasi INACBG’S
c. Observasi lapangan tentang fokus magang khususnya tentang ergonomi
di ruang rekam medis, kegiatan dilakukan dengan pengamatan langsung
29

dan wawancara dengan petugas rekam medis di UPTD BKIM Provinsi


Sumatera Barat.
d. Membuat laporan magang
e. Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai laporan magang

3.5 Kegiatan/ Permasalahan/ Program Fokus Magang

Adapun fokus magang penulis adalah gambaran penerapan ergonomi pada


ruang rekam medis di UPTD. BKIM Prov Sumbar pada tahun 2018. Penerapan
ergonomi merupakan salah satu hal yang harus sangat diperhatikan dalam
manajemen di rumah sakit. Penerapan ergonomi yang buruk dapat menyebabkan
terjadinya penyakit akibat kerja seperti terganggunya saluran pernapasan akibat
debu, sakitnya mata akibat terkena debu, penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja seperti jatuh dari rak penyimpanan yang
terlalu tinggi saat mencari berkas rekam medis, dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian. Antisipasi ini harus di lakukan oleh semua pihak dengan cara
penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Ruang rekam medis di UPTD BKIM Prov. Sumbar merupakan ruangan
penyimpanan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain diberikan kepada pasien
oleh sebab itu cara penyimpanannya harus diatur sedemikian rupa agar
kerahasiaanya dapat terjaga. Dalam menjalakankan fungsinya telah disediakan
SOP di ruang rekam medis tersebut. Di ruang rekam medis tersebut terdiri dari 1
orang penaggung jawab ruangan dan 4 orang petugas yang pendidikan
tertingginya adalah DIII Rekam Medis. Terdapat beberapa rak arsip yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan berkas rekam medis pasien. Selain itu di
ruangan penyimpanan rekam medis di UPTD. BKIM Prov. Sumbar dari segi
ruangan yang kurang besar, sirkulasi udara yang kurang memadai (pengab) dan
pencahayaan yang kurang memadai merupakan beban tambahan bagi pekerja,
sehingga dapat menimbulkan gangguan kinerja kerja yang akhirnya dapat
memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
30

3.5.1 Perencanaan
Dalam rangka mencapai tujuan untuk melindungi dan tercapainya sistem
kerja yang produktif dan kualitas kerja terbaik, disertai dengan kemudahan,
kenyamanan, dan efisiensi kerja, tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan
kerja, serta kelancaran pelayanan UPTD. BKIM Prov Sumbar maka perlu adanya
manajemen yang baik pada ruang rekam medis. Agar pelayanan bisa berjalan
dengan maksimal dan tercapainya sistem kerja yang produktif disertai dengan
kemudahan, kenyamanan dan efisiensi kerja tanpa mengabaikan kesehatan dan
keselamatan kerja. Berdasarkan pengamatan penulis, perencanaan penerapan
ergonomi yang dilakukan di UPTD. BKIM Prov Sumbar belum baik untuk
mengantisipasi terjadinya penyakit akibat kerja seperti terganggunya saluran
pernapasan akibat debu, sakitnya mata akibat terkena debu, penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja seperti jatuh dari rak
penyimpanan yang terlalu tinggi saat mencari berkas rekam medis, dapat
menyebabkan kecacatan dan kematian. Antisipasi ini harus di lakukan oleh semua
pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Adapun unsur-unsur dalam kegiatan perencanaan penerapan ergonomi di
rumah sakit :
1. Input
a. Man (Sumber Daya Manusia)
a). Perencana
Perencana pada program penerapan ergonomi di UPTD. BKIM Prov.
Sumbar adalah penaggung jawab ruang rekam medis. Dalam membuat
rencana penanggung jawab berkoordinasi langsung dengan seksi pelayanan
b). Pelaksana
Pelaksana dalam penerapan ergonomi adalah petugas di ruang rekam
medis, dimana petugas berjumlah 4 orang dan ditambah dengan 1 orang
penanggung jawab ruang rekam medis.
c). Pengawas
Penerapan ergonomi ini dipantau langsung oleh penanggung jawab ruang
rekam medis dan kooedinator UPL & UKL di UPTD. BKIM Prov Sumbar.
31

b. Money (Dana)
Dana pendukung untuk program penerapan ergonomi di UPTD. BKIM
Prov Sumbar bersumber dari dana non APBD atau dana dari UPTD
tersebut. Tidak ada anggaran khusus yang dialokasikan untuk penerapan
ergonomi di ruang rekam medis.
c. Material (Sarana)
Sarana yang diperlukan dalam perencanaan penyelenggaraan kegiatan ini
adalah :
1. Kebijakan atau peraturan
2. Instruksi kerja
3. Daftar periksa penerapan ergonomi di ruang rekam medis
4. Standar Operasional Prosedur (SOP)

d. Methode (Metode dan Prosedur)


Dalam pelaksanaan program penerapan ergonomi di UPTD. BKIM Prov
Sumbar mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
e. Machine (Alat)
Alat yang dikelola dalam kegiatan ini adalah rak penyimpanan, komputer,
AC, kipas angin, kursi dan meja, serta kotak status yang siap untuk di simpan
di rak penyimpanan.

2. Proses
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan penerapan ergonomi di ruang
rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar melalui koordinasi yang dilakukan oleh
coordinator UPL & UKL kepada seksi pelayanan dan dibantu oleh penaggung
jawab ruang rekam medis.
3. Output
Hasil dari perencanaan penerapan ergonomi di ruang rekam medis adalah
berupa rencana kegiatan yang berisikan tentang uraian kegiatan, jadwal kegiatan,
dan realisasi.
32

3.5.2 Pengorganisasian
Tenaga yang bertanggung jawab dalam manajemen ergonomi ruang rekam
medis UPTD. BKIM Prov Sumbar adalah :

KEPALA

Ka. SUB BAG TATA


USAHA
Koordinator
UPL & UKL
SEKSI
PELAYANAN

PENANGGUNG
JAWAB RUANG
REKAM MEDIS

Petugas 1 Petugas 2 Petugas 3 Petugas 4


Rekam Medis Rekam Medis Rekam Medis Rekam Medis

Gambar 3.3 Bagan Struktur Organisasi Manajemen


Ergonomi di Ruang Rekam Medis

3.5.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan penerapan ergonomi di ruang rekam medis dilakukan dengan
berpedoman pada Manajemen Ergonomi di Rumah Sakit dan sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh UPTD. BKIM
Prov Sumbar.
Adapun penerapan ergonomi yang ada di ruang rekam medis, antara lain :
1. Ruangan Rekam Medis
a. Struktur bangunan kuat, terpelihara, bersih.
b. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,
tidak licin dan bersih.
33

c. Di ruang penyimpanan kurang besar, sehingga sirkulasi udara


kurang memadai
d. Dinding bersih dan berwarna terang, langit-langit kuat, bersih,
berwarna terang.
e. Atap kuat dan tidak bocor.
2. Pencahayaan lampu
Tabel 3.2
Penerangan/pencahayaan di Ruangan Penyimpanan Rekam Medis di
UPTD. BKIM Prov Sumbar

No Jenis Penerangan/Pencahayaan Keterangan


Ya Tidak
1. Lampu/Cahaya
a. Terang √
b. Silau √
c. Redup √
d. Berkedip-kedip √
e. Banyak bayangan √

2. Dinding
a. Dinding 
b. Lantai
c. plafon 

3. Sinar Alami
a. Matahari 

Penerangan di Ruangan Penyimpanan Rekam Medis di UPTD. BKIM


Prov. Sumbar yaitu menggunakan peneranagan buatan berupa pencahayaan lampu
34

listrik yang menyebar keseluruh ruangan. Penerangan buatan yaitu 1 buah lampu
listrik dengan kapasitas yaitu 45 watt.

4 Meter

Letak Lampu di Ruangan Penyimpanan Rekam Medis di

UPTD. BKIM Prov Sumabr

3. Suhu Ruangan
Tabel 3.3
Suhu Ruangan di Ruangan penyimpanan Rekam Medis di
UPTD. BKIM Prov Sumbar

No Suhu Ruangan Keterangan


Ada Tidak ada
1. AC √ -
2. Ventilasi √ -
3. Kipas Angin √ -

Suhu ruangan di ruangan penyimpanan berkas rekam medis di UPTD.


BKIM Prov Sumbar baik karena di ruangan penyimpanan memiliki AC, Ventilasi,
dan Kipas Angin sehingga membuat ruangan penyimpanan tidak panas dengan
suhu 16 oC

4. Kenyaman
Ruang Rekam Medis di UPTD. BKIM Prov Sumbar dalam kenyamanan
saat bekerja sangat penting bagi petugas di bagian penyimpanan rekam medis
untuk merasa nyaman ketika saat mengambil atau mencari berkas rekam medis di
ruangan penyimpanan rekam medis. Kenyamanan saat mengambil atau mencari
berkas rekam medis sangat penting seperti kenyamanan mengambil berkas yang
paling tinggi sehingga harus menggunakan tangga. Namun di ruang rekam medis
35

tersebut tidak memiliki tangga untuk membantu proses pengambilan berkas


melainkan petugas rekam medis biasanya memanjat atau menggunakan kursi
dengan lebar 40 cm, panjang 3,9 cm, tinggi kaki kursi 4,4 cm dan tinggi lemari 2
m.

3.5.4 Monitoring dan Evaluasi


Dikarenakan pada pelaksanaan penerapan ergonomi belum berjalan
semaksimal mungkin, seperti di ruang penyimpanan status pasien yang kurang
besar dan kenyamanan saat mengambil atau mencari berkas rekam medis sangat
penting seperti kenyamanan mengambil berkas yang paling tinggi sehingga harus
menggunakan tangga. Namun di ruang rekam medis tersebut tidak memiliki
tangga untuk membantu proses pengambilan berkas melainkan petugas rekam
medis biasanya memanjat atau menggunakan kursi , maka monitoring dan
evaluasi pun belum maksimal dilakukan untuk penerapan ergonomi di ruang
rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar.

BAB 4 : PEMBAHASAN
36

4.1 Perencanaan

Perencanaan merupakan aspek penting dalam pelaksanaan manajemen

program. Tujuan perencanaan yaitu untuk memberikan pengarahan baik

pemimpin maupun anggota. Dengan perencanaan setiap unit dalam organisasi

dapat mengetahui apa yang harus dicapai, dengan siapa bekerjasama dan apa yang

harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa adanya perencanaan,

kegiatan organanisasi tidak akan berjalan dengan baik.

Kegiatan penerapan ergonomi di ruang rekam medis di UPTD BKIM secara

keseluruhan telah dilakukan dengan cukup baik. Perencanaan telah mencakup

aspek man, material, money, method dan machine.

Proses penerapan ergonomi di ruang rekam medis dibuktikan dengan sudah

adanya rapat antara kepala, kepala bagian TU dan Koordinator UPL & UKL

mengenai anggaran dana, SOP, instruksi kerja, jadwal pelaksanaan dan

pelaksanaan kegiatan.

4.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian (Organizing) adalah suatu langkah untuk menetapkan,

menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan yang di pandang.

Seperti bentuk fisik yang tepat bagi suatu ruangan kerja administrasi,

ruangan laboratorium, serta penetapan tugas dan wewenang seseorang

pendelegasian wewenang dan seterusnya dalam rangka untuk mencapai

tujuan.

Program penerapan ergonomi di ruang rekam medis sesuai yang telah

direncanakan berda dibawah pengawasan dan nauangan Koordinator UPL &


37

UKL dan penanggung jawab (PJ) ruang rekam medis yang di pantau langsung

oleh kepala Sub Bagian Tata Usaha yaitu Bapak Kusnadi, SKM,M.Kes.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit,

pengorganisasian manajemen ergonomi berada dibawah naungan manajemen

K3RS. Dimana rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib

melaksanakan program K3RS.

4.3 Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah suatu fungsi yang menggerakkan semua sumber daya

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan pola organisasi.

Dalam pelaksanaan penerapan ergonmi di ruang rekam medis UPTD BKIM

diketahui belum terlaksana dengan maksimal, karena pengalihan dana ke

yang lebih di prioritaskan.

Dalam pelaksanaan pekerjaannya setiap hari, ruang penyimpanan kurang

besar dan di ruang rekam medis tersebut tidak memiliki tangga untuk

membantu proses pengambilan berkas melainkan petugas rekam medis

biasanya memanjat atau menggunakan kursi, sehingga dapat menyebabkan

kecacatan dan kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak

dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.

4.4 Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi adalah salah satu fungsi manajemen untuk

mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan itu berjalan,

dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu

kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Monitoring dan


38

evaluasi juga dilakukan untuk melihat kesesuaian pelaksanaan kegiatan

dengan perencanaan yang telah ditetapkan dan upaya untuk upaya

peningkatan pencapaian program selanjutnya. Monitoring dilakukan melalui

upaya identifikasi dan pemecahan masalah yang dihadapi selama berjalannya

kegiatan, sementara evaluasi dilakukan minimal setelah kegiatan berjalan

satu kali dan dilanjutkan situasi dan kemajuan kegiatan tersebut.

Dalam penerapan ergonomi di ruang rekam medis, untuk kegiatan

monitoring dan evaluasi secara keseluruhan belum dilakukan secara

maksimal, seperti ruang penyimpanan kurang besar dan kenyamanan saat

mengambil atau mencari berkas rekam medis sangat penting seperti

kenyamanan mengambil berkas yang paling tinggi sehingga harus

menggunakan tangga. Namun di ruang rekam medis tersebut tidak memiliki

tangga untuk membantu proses pengambilan berkas melainkan petugas

rekam medis biasanya memanjat atau menggunakan kursi

UPTD BKIM diharapkan lebih memfokuskan untuk penerapan maksimal

ergonomi di ruang rekam medis, dan memulai perencanaan kembali untuk

mengatur agar mampu lebih terlaksana dengan baik dikemudian hari.

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN


39

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya penulis menyimpulkan bahwa :
1. Kegiatan penerapan ergonomi di ruang rekam medis di UPTD BKIM
secara keseluruhan telah dilakukan dengan cukup baik. Perencanaan telah
mencakup aspek man, material, money, method dan machine. Proses
penerapan ergonomi di ruang rekam medis dibuktikan dengan sudah
adanya rapat antara kepala, kepala bagian TU dan Koordinator UPL &
UKL mengenai anggaran dana, SOP, instruksi kerja, jadwal pelaksanaan
dan pelaksanaan kegiatan.
2. Kegiatan pengorganisasian penerapan ergonomi sudah baik, dapat dilihat
karena sudah adanya struktur yang jelas dengan masing-masing fungsinya.
3. Dalam pelaksanaan penerapan ergonomi di ruang rekam medis UPTD
BKIM diketahui belum terlaksana dengan maksimal. Dalam pelaksanaan
pekerjaannya setiap hari, ruang penyimpanan berkas kurang besar,
sehingga sirkulasi udara kurang memadai dan di ruang rekam medis
tersebut tidak memiliki tangga untuk membantu proses pengambilan
berkas melainkan petugas rekam medis biasanya memanjat atau
menggunakan kursi, sehingga dapat menyebabkan kecacatan dan kematian.
Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian
antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
4. Pada monitoring dan evaluasi pun belum maksimal dilakukan untuk
penerapan ergonomi di ruang rekam medis UPTD. BKIM Prov Sumbar.

5.2 Saran
1. Diharapkan kedepannya UPTD BKIM memiliki K3RS
2. Sebaiknya ruang penyimpana berkas pasien lebih besar, sehingga sirkulasi
udara menjadi memadai.
3. Sebaiknya posisi pencahayaan lampu di Ruangan Penyimpanan Rekam
Medis UPTD. BKIM Prov. Sumbar di ubah dan di tambah 2 buah lampu
sehingga memiliki 3 buah lampu agar penyebaran pencahayaan merata.
40

4. Sebaiknya di Ruangan Penyimpanan Rekam Medis di UPTD. BKIM Prov


Sumbar menggunakan tangga aluminium untuk mengambil berkas yang
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.


41

LERMAGA NEGARA REPULIK INDONESIA

Tarwaka, solichun HA. Bakri, Lilik Sudiajeng (2004:7,7,222), Ergonomi Untuk


Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta-
Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/III/2008 Tentang


Rekam Medis. Jakarta: Menteri Kesehatan

Dr.Wowo Sunaryo Kuswana. M.Pd. (2014:1), Ergonomi dan Kesehatan,


Keselamatan Kerja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ir. Hardianto Iridiastadi, MSIE, Ph. D dan Yassierli, Ph. D, (2014:5), Ergonomi
Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Drs. Muhaimin, M.T, (2001:1), Teknik Pencahayaan. Bandung: PT Refika


Aditama.

Prasasto Satwiko, 2004, Jurnal Teknik Sipil, Kajian Terhadap Kenyamanan


Ruang Ditinjau dari Pencahayaan Alami dan Campuran,
http://eprints.uny.ac.id/10014/1/JURNAL%20TEKNIK%20SIPIL.
%20Ashari%20Aziz.psf. Universitas Negeri Yogyakarta

Satwiko, 2009, Kenyamanan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/411


43/4/Chapter%20II.pdf, Univversitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai