Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

RUMAH SAKIT
KEN SARAS UNGARAN

Disusun oleh :
Dina Kurniawati
D11.2016.02141

Kelas :
D11.52

PROGRAM SETUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
TAHUN 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebuah ilmu untuk antisipasi, rekoginis, evaluasi
dan pengendalian bahaya yang muncul di tempat kerja yang dapat berdampak pada kesehatan dan
kesejahteraan pekerja, serta dampak yang mungkin bisa dirasakan oleh komunitas sekitar dan
lingkungan umum. Kerugian yang ditimbulakan tidak hanya materi bagi perusahaan melaikan juga
dapat mengakibatkan jatuhnya korban jiwa serta penderitaan bagi tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan. Sumber daya manusia menjadi sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi, agar tujuan yang
sudah direncanakan dapat tercapai dan untuk itu pendayagunaan sumber daya manusia perlu dilakukan
sebaik-baiknya sehingga sumber daya manusia tersebut dapat bekerja secara optimal.

Seperti halnya di Rumah Sakit yang sangat banyak membutuhkan Sumber daya manusia, yaitu
dimana seorang karyawan dituntut untuk dapat bekerja secara optimal dalam memberikan sebuah
pelayanan untuk pasien dengan memperhatikan tata tertib, prosedur kerja yang sudah ditetapkan guna
untuk mencegah terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan atau kecelakaan kerja dan Sebagai Institusi
pelayanan kesehatan, Rumah sakit tidak hanya menghasilkan sampah biasa, namun juga menghasilkan
berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Dengan banyaknya masyarakat yang
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan sehingga perlu dilakukan sesuatu untuk mengantisipasi
terjadinya hal-hal tersebut adalah dengan menerapkan dan pengelolaan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Rumah sakit, karena Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
mutu pelayanan yang sangat penting.

Sebagian limbah medis rumah sakit termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian
lagi termasuk kategori infeksius sangat penting untuk dikelola secara benar. Limbah medis berbahaya
yang berupa limbah kimiawi,limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan
masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang
bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung atau
pengantar pasien ataupun masyarakat di sekitar lingkungan Rumah Sakit. Beberapa risiko kesehatan
yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain penyakit menular.

Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia pada waktu itu mencapai 1.372 unit. Pengelolaan
limbah medis yang berasal dari rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan maupun laboratorium medis
di Indonesia masih di bawah standar. Bahkan banyak rumah sakit yang membuang dan mengolah
limbah medis tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sehingga akan meningkatkan resiko
penularan penyakit akibat limbah tersebut.

Program behavior based safety digunakan untuk menggambarkan program yang berfokus pada
perilaku pekerja sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program behavior based safety akan mengidentifikasi
pekerja yang berperilaku tidak aman kemudian mengarahkan pekerja tersebut untuk berperilaku aman
pada saat bekerja. Behavior based safety adalah program dengan metode untuk mengubah perilaku
pekerja dengan menggabungkan beberapa prinsip, yaitu a) Mendorong pekerja agar memiliki perilaku
aman pada saat bekerja, b) Melakukan perbaikan secara terus-menerus jikalau pekerja belum dapat
untuk berperilaku aman, c) Fokus pada perubahan perilaku bukan pada kecelakaan (Occupational
Safety & Health Administration, 2009.

Rumah Sakit Ken Saras yang letaknya di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang dirintis
pembangunannya semenjak tahun 2007 dengan ijin dari Bupati Semarang nomor 648/049761/2009 dan
diresmikan pada tahun 2010. Memiliki tempat 200 tempat tidur dengan 6 ruangan yaitu Topas, Opal,
Emerald, safir, intan dan Diamond. Dimana jumlah perawat ruangan sebanyak 65 orang dan juga jumlah
pasien yang ada sangatlah banyak sehingga system K3RS harus disempurnakan untuk menunjang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja baik bagi pasiennya maupun karyawannya.

Dari pengamatan peneliti selama ia bertugas kerja di Rumah sakit Ken Saras ada beberapa
permasalahan yaitu pengetahuan, kesadaran dan perilaku dari seorang petugas kesehatan mengenai
pengelolaan limbah medis yang aman dan mengurangi resiko tertularnya penyakit yang didapatkan dari
limbah medis Rumah Sakit Ken Saras yang masih dibawah standar. Masih banyak perawat yang
membuang limbah medis pada tempat yang tidak sesuai dan mencampur antara sampah limbah medis
dan sampah limbah non medis. Bahkan masih ditemukan limbah benda tajam tidak di buang pada
tempat khusus benda tajam.

B. TUJUAN
1. UMUM
Untuk mengetahui pengaruh perilaku keamanan terhadap manejemen limbah medis pada
tenaga perawat di Rumah Sakit Ken Saras.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengetahui peningkatan pengetahuan Terhadap “Medical Waste
Management” Pada tenaga perawat di Rumah Sakit Ken Saras.
b. Untuk mengetahui peningkatan sikap Terhadap “Medical Waste Management”
Pada tenaga perawat di Rumah Sakit Ken Saras.
c. Untuk mengetahui peningkatan Persepsi “Medical Waste Management” Pada
tenaga di Rumah Sakit Ken Saras.
C. MANFAAT
a. Bagi ilmu pengetahuan
Merupakan suatu informasi yang dapat dipergunakan sebagai data pembanding
bagi peneliti lain yang melakukan penelitian yang sejenis.
b. Bagi Magister Pasca Sarjana promosi kesehatan
Menambah kepustakaan dan wawasan keilmuan di bidang Kesehatan dan
Keselamatan kerja di rumah sakit khususnya di bidang pengelolaan limbah medis dan
Behavior Based Safety.
c. Bagi Rumah Sakit Ken Saras
1. Memberikan pengetahuan kepada tenaga perawat mengenai manajemen limbah
medis di Rumah Sakit yang aman dan mengikuti standar dan akan dikembangkan
kepada seluruh instalasi di Rumah Sakit Ken Saras.
2. Memberikan informasi kepada manajemen rumah sakit mengenai pentingnya
penerapan Behavior Based Safety Program di seluruh instalasi Rumah Sakit
Ken Saras.
d. Bagi penulis
Merupakan sarana bagi penulis untuk melatih diri dalam mengetahui cara dan proses
berpikir ilmiah serta praktis sebagai penerapan ilmu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut WHO ( 1957 ) pengertian Rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh, (Integrasi)
dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik
kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan
lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian
biososial (Adisasmito, 2007).

Di dalam rumah sakit pastinya menerapkan sebuah peraturan untuk karyawan dan juga perawat
yang harus ditaati dan dikuti peraturanya, salah satunya yaitu sebuah aturan dalam melakukan
pengolahan dan pembuangan sampah medis yang baik dan benar. Sehingga suatu rumah sakit tersebut
harus menerapkan K3 dalam lingkungan rumah sakit agar kesehatan para pekerja tetap terjaga dan tidak
membahayakan dirinya.

Seorang ahli K3 Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000) menyatakan
bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau
tempat kerja tersebut. Menurut WHO /ILO (1995) Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan, dan rehabilitasi.

Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995) Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan;
perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya
tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling
sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS)
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia pada waktu itu mencapai 1.372 unit. Pengelolaan
limbah medis yang berasal dari rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan maupun laboratorium medis
di Indonesia masih di bawah standar. Bahkan banyak rumah sakit yang membuang dan mengolah
limbah medis tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sehingga akan meningkatkan resiko
penularan penyakit akibat limbah tersebut.

Sebagai Institusi pelayanan kesehatan, Rumah sakit tidak hanya menghasilkan sampah biasa,
namun juga menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Sebagian
limbah medis rumah sakit termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk
kategori infeksius sangat penting untuk dikelola secara benar (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010 ).

Dan setelah dilakukan penelitian oleh Arif Pandega Putera Nagara ditemukan bahwa perilaku
dari seorang perawat dan karyawan Rumah Sakit di Ken Saras Ungaran masih berada dibawah standar
yang kurang baik karena dalam mengolah limbah medis masih tidak baik atau dalam membuang limbah
medis belum dapat memisahkannya.

Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh dr Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka
KAK NSI mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan. Sehingga perlu adanya upaya promosi untuk
meningkatkan pengetahuan kesadaran dan perilaku petugas kesehatan mengenai pengelolaan limbah
medis yang aman dan mengurangi resiko tertularnya suatu penyakit yang didapatkan dari limbah medis
tersebut. Mempromosikan perilaku aman di tempat kerja merupakan bagian penting dari manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

kerja.
BAB III
GAMBARAN UMUM DAN RUMUSAN MASALAH

A. GAMBARAN UMUM
Rumah Sakit. Ken Saras dibangun pada tahun 2007 dengan ijin Bupati Semarang nomor
648/049761/2009. Terletak di Kecamatan Bergas, Ungaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah dengan luas tanah ±50.000 m² dan luas bangunan 16.000 m², terdiri dari 5 lantai. Kapasitas
jumlah tempat tidur yang tersedia di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ken Saras + 100 TT yang
kedepannya akan dikembangkan menjadi + 200 TT dan terdapat 15 ruang praktik untuk para Dokter
Spesialis/Dokter Umum. Saat ini Rumah Sakit Ken Saras adalah sebuah Rumah Sakit Kelas C yang
kedepannya akan dikembangkan menjadi Rumah Sakit Kelas B. Rumah Sakit. Ken Saras berdiri karena
dorongan kemanusiaan, belas kasih, dan empati yang mendalam atas penderitaan sesama yang
memerlukan penanganan segera dan juga sebagai wujud pengabdian terhadap masyarakat luas, melalui
penggunaan/penerapan teknologi modern, serta pelayanan sesuai tuntutan masyarakat yang terus
menerus meningkat sehingga dapat menghasilkan kualitas yang prima. Rumah Sakit Ken Saras sebagai
rumah sakit yang modern dilengkapi peralatan yang canggih, sehingga mampu menjawab tantangan
jaman dan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi seiring dengan ilmu dan teknologi masa kini.

B. RUMUSAN MASALAH

K3 di rumah sakit masih sangat perlu dikembangkan dan di sosialisasikan kepada seluruh
karyawan Rumah Sakit. Peningkatan pengetahuan dan perilaku akan kesadaran pengelolaan limbah
medis masih sangat perlu dikarenakan masih banyak perawat yang belum memahami pengelolaan
sampah medis yang seharusnya sudah menjadi kebiasaan dalam mengelola limbah medis dengan benar.

Karena banyaknya karyawan dan perawat yang masih belum memahami pengelolaan limbah,
serta pengetahuan dan kesadarannya yang kurang sehingga hal ini perlu ditingkatakan agar menjadi
suatu kebiasaan dalam melakukan pengelolaan sampah limbah medis yang baik dan benar. Sehingga
Rumusan Masalah dalam masalah ini adalah untuk mengetahui “Apakah program ”Behaviour Based
Safety” berpengaruh terhadap “ Medical Waste Management” pada tenaga perawat ruangan di Rumah
Sakit Ken Saras”.
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam melakukan pekerjaan di rumah sakit Ken Saras seorang karyawan dan juga
perawat harus menerapkan K3 yang ada untuk melindungi dirinya dari bahaya pekerjaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja K3 adalah sebuah ilmu untuk antisipasi, rekoginis, evaluasi dan
pengendalian bahaya yang muncul di tempat kerja yang dapat berdampak pada kesehatan dan
kesejahteraan pekerja, serta dampak yang mungkin bisa dirasakan oleh komunitas sekitar dan
lingkungan umum.
Untuk menjadi karyawan di Rumah Sakit Ken Saras salah satu syarat pendidikan
terendah adalah Pendidikan DIII untuk bisa bekerja dirumah sakit sebagai perawat. Jumlah
pekerja perempuan merupakan dominan paling banyak yang bekerja disana. Berdasarkan hasil
penelitian para perawat bahwa masih banyak pengetahuan perawat yang masih rendah terhadap
pengelolaan limbah medis yang ada di Rumah Sakit, sehingga masih di temukannya bekas
jarum suntik dan pembuangan sampah medis yang tidak sesuai dengan tempat yang sudah
ditentukan. Untuk mengetahui masalah tersebut guna meningkatkan pengetahuan maka
dilakukan program behavior based safety pada perawat agar mendapatkan hasil yang lebih baik
lagi.
Berdasarkan teori L.W. Green dan Marshal W. Kreuter yang menyatakan bahwa
dengan pemberian program behavior based safety melalui proses observasi antar perawat
ruangan yang bekerja diruangan rumah sakit yang bekerja pada jam yang sama
mengidentifikasi perilaku yang kurang aman dari perawat satu dengan yang lain akan
memberikan pengaruh terhadap predisposing factor yang termasuk didalamnya adakah faktor
kognitif yaitu pengetahuan seseorang tentang program behavior based safety tersebut dan
implementasinya Enabling factor seperti ketersediaan sarana dan prasarana, peraturan dan SOP
yang berlaku, dan komitmen rumah sakit, serta Re-inforching factor seperti teman kerja,
supervisor, jadi tim K3 rumah sakit pada akhirnya juga akan meningkatkan ataupun
menguatkan pengetahuan seseorang tentang pengelolaan limbah medis serta implementasi dan
kegunaannya bagi keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit ( Green, Kreuter,1991 ).
Pada sikap atau perilaku perawat dapat dilihat sebelum dan sesudah rumah sakit
menerapkan pengolalaan limbah medis dengan program behavior based safety apakah sikap
tersebut dapat berubah atau mungkin akan tetap sama saja. Namun berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yaitu meningkatnya kesadaran sikap perawat
terhadap limbah medis yang ada di Rumah Sakit secara signifikan.
Selain secara pengetahuan dan sikap cara untuk mengetahui bagaimana merubah
perawat agar lebih sadar dalam melakukan pengolahan limbah medis adalah dengan praktek.
Dengan praktek di tentukan dengan program behaviour based safety seorang perawat akan
menjadi terbiasa dalam melakukan suatu hal sesuai dengan aturan yang telah mengalami
kenaikan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan Green bahwa tingkah laku dan sikap individu
dalam masyarakat dapat diubah melalui pemberian informasi yang diikuti dengan latihan-
latihan. Pemberian informasi dan latihan ini telah dilakukan dengan cara pembelajaran secara
langsung (on the job training) pada responden yang akan memperkuat factor predisposing
(pengetahuan dan sikap), enabling maupun reinforcing (Green, Mercer, 2002).
Dengan adanya penguatan dan kombinasi dari ketiga faktor tersebut pada akhirnya akan
mampu memperbaiki perilaku atau praktek perawat ruangan terhadap implementasi pengolalan
limbah medis di rumah sakit, dengan dilaksanakannya program behavior based safety
didapatkan adanya keuntungan antara lain: a) Meningkatkan kemampuan para perawat dalam
pengelolaan limbah medis di ruangan rumah sakit, b) Timbulnya dorongan dalam diri para
perawat untuk meningkatan kemampuan kerjanya tanpa mengabaikan keselamatan dan
kesehatan kerjanya dalam melaksanakan pekerjaan.
Dengan pemberiaan program ini, para perawat dibekali dengan pengetahuan tentang
pengelolaan limbah medis dan bahaya-bahaya yang terkait, sehingga mampu menerapkan
program behavior based safety yang berdampak memperlancar suatu pekerjaan dengan tanpa
melupakan keselamatan dan kesehatan kerja. Kegiatan program behavior based safety,
sebaiknya diikuti dengan kegiatan monitoring dan evaluasi oleh pihak manajemen melalui
suatu kegiatan supervisi. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan perubahan pengetahuan,
sikap dan praktek dapat bertahan lama bahkan menjadi suatu perilaku yang menetap. Dalam
penelitian ini, telah diikuti dengan kegiatan supervisi oleh pihak tim K3 oleh rumah sakit,
sehingga berkelanjutan dari kegiatan program ini dapat dipertahankan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Dengan pemberian program Behavior Based Safety didapatkan peningkatan pengetahuan, sikap
dan praktek Medical Waste Management yang signifikan pada perawat sebelum melakukan program
dan sesudah melaksanakan dan menerapkan program Behavior Based Safety dengan cara menambah
pengetahuan, merubah sikap dan juga mempraktekkan dalam mengolah limbah medis. Sehingga tim
K3 Rumah Sakit disarankan untuk menjalankan program HUNS card dalam penerapan safety culture
terutama manajemen limbah medis. Hal ini dikarenakan adanya dampak positif yang signifikan dalam
penerapan program Behavio Based Safety terhadap hasil pengetahuan, sikap dan praktek perawat
ruangan dalam menerapkan manajemen limbah medis. Untuk membentuk perilaku yang aman
membutuhkan waktu yang tidak cepat sehingga diharapkan dalam menerapkan program ini dapat
dilakukan secara rutin dan berkelanjutan serta membutuhkan dukungan dari pihak manajemen untuk
dapat menciptakan Safety Culture yang baik.

Anda mungkin juga menyukai