Disusun Oleh:
Sinta Kasih 0106.1601.037
Riska Nursyifa
Hj. Euis Janifah 0106.1601.042
PIAUD SEMESTER 7
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM
DR. KHEZ. MUTTAQIEN
PURWAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Purwakarta, Januari 2020
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan............................. 3
B. Fungsi Kebijakan dan Pendidikan.................................................... 4
C. Karakteristik Kebijakan Pendidikan................................................. 5
D. Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi Terhadap UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).................................................... 7
E. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia........................... 8
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan
besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu pertama, mempertahankan
hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; kedua, mempersiapkan
sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja
global; dan ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem
pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,
memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta
didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Dalam upaya implementasi dan memaksimalisasi penyelenggaraan
otonomi daerah sistem pendidikan tersebut, sekarang dikembangkanlah konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang berupaya meningkatkan peran sekolah
dan masyarakat sekitar (stakeholder) dalam pengelolaan pendidikan, sehingga
penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan semakin bisa
ditingkatkan. MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada
sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab.
Pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah tersebut,
maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah
pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan
masyarakatnya. Atau dengan kata lain, sekolah harus mampu mengembangkan
program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian implementasi kebijakan pendidikan?
2. Apa fungsi kebijakan dan pendidikan?
3. Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan
4. Bagaimana arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi
Terhadap UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003)?
5. Bagaimana Implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengertian implementasi kebijakan pendidikan.
2. Mengetahui fungsi kebijakan dan pendidikan.
3. Mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan.
4. Mengetahui arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi
Terhadap UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).
5. Mengetahui Implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
3. Kebijakan Pendidikan
Definisi kebijakan pendidikan sebagaimana adanya dapat disimak
melalui pernyatan-pernyataan berikut ini:
Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan
bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V
Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational
policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas system nilai dan
beberapa penilaian atas factor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan
tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang
bersifat melembaga.
Dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk
yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang
legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara
moderat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat penulis analisis bahwa
implementasi kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan
formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan
tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan
menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berprilaku dan Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan
proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan
lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang
boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat
umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus
memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
5
aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh
pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan
eksternal.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan.
Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari
semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran
sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal,
input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan
balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.
Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar kata – kata bijak itu, maka perbaikan
kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, Masyarakat
dan pemerintah. Dalam Undang – undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem
pendidikam nasional disrbutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan
kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan
pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan
pada semua jenjang pendidikan atau organisasi.
6
pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka,
kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan
hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat
dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat
dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
3. Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat
umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat
diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas
pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan
kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya
yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan
kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para
administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi
yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal
pembuat kebijakan pendidikan.
5. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa
diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
6. Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh
karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh
aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki
efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan
7
satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar
pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara
internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus
bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter;
bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
8
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik
oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem
pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan
reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat
berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan
sesuai dengan potensinya;
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam
dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.
9
perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan
global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat Inonesia
tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi,
membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga
berpengaruh ke Indonesia.
“Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan,
sebagai wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)”[2]. Dengan MBS, maka sekolah-sekolah
yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak,
sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan
otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap
tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan.
Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga
oleh sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan
ke tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat
kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan
dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah dapat menjadi unit utama peningkatan
mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung, anggaran, kurikulum,
bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri merupakan program nasional
sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap,
adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal,
dan pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya
untuk terus meningkatkan diri.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
10
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak
pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders), terutama yang mampu
dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah pemberian
kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.
Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta
memberdayakan sumber daya manusia, yang menekankan pada profesionalisme.
“Pelaksanaan MBS memerlukan upaya penyelarasan, sehingga
pelaksanaan berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih, saling lempar
tugas dan tanggung jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah ditetapkan sebagai
konkretisasi visi dan misi organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien, dan
relevan dengan keperluannya”.
11
BAB III
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Joko Widodo. 2007. Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aolikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
13