Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Analisis Kebijakan Pendidikan

Dosen Pengampu : Dede Supendi, S.Pd.I

Disusun Oleh:
Sinta Kasih 0106.1601.037
Riska Nursyifa
Hj. Euis Janifah 0106.1601.042

PIAUD SEMESTER 7
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM
DR. KHEZ. MUTTAQIEN
PURWAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan puji syukur kepada Allah


Yang Maha Esa karena hingga saat ini kami masih diberi kesempatan untuk terus
berkarya dan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, yang bertujuan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan.
Dan tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan
dan kesalahaan serta jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan perhatian dari pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk menyempurnakan laporan ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

           
Purwakarta, Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan............................. 3
B. Fungsi Kebijakan dan Pendidikan.................................................... 4
C. Karakteristik Kebijakan Pendidikan................................................. 5
D. Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi Terhadap UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).................................................... 7
E. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia........................... 8
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan
besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu pertama,  mempertahankan
hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; kedua, mempersiapkan
sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja
global; dan ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem
pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,
memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta
didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Dalam upaya implementasi dan memaksimalisasi penyelenggaraan
otonomi daerah sistem pendidikan tersebut, sekarang dikembangkanlah konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang berupaya meningkatkan peran sekolah
dan masyarakat sekitar (stakeholder) dalam pengelolaan pendidikan, sehingga
penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan semakin bisa
ditingkatkan. MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada
sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab.
Pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah tersebut,
maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah
pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan
masyarakatnya. Atau dengan kata lain, sekolah harus mampu mengembangkan
program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian implementasi kebijakan pendidikan?
2. Apa fungsi kebijakan dan pendidikan?
3. Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan
4. Bagaimana arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi
Terhadap UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003)?
5. Bagaimana Implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengertian implementasi kebijakan pendidikan.
2. Mengetahui fungsi kebijakan dan pendidikan.
3. Mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan.
4. Mengetahui arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi
Terhadap UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).
5. Mengetahui Implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan


1. Impelemntasi
Implementasi adalah: pelaksanaaan, penerapan. Menurut Joko
Wododo, implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah
sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang
dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok). Proses
tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
oleh pembuat kebijakan.
2. Kebijakan
Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah
seperti politik,program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-
ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis. Sebenarnya dengan
adanya definisi yang sama dikalangan pembuat kebijakan, ahli kebijakan, dan
masyarakat yang mengetahui tentang hal tersebut tidak akan menjadi sebuah
masalah yang kaku. Namun, untuk lebih memperjelasnya bagi semua orang
yang akan berkaitan dengan kebijakan, maka alangkah baiknya
definisi policy haruslah dipahamkan.
Berikut adalah definisi kebijakan :
a. United Nations (1975) : Suatu deklarasi mengenai suatu dasar
pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program
mengenai aktifitas –aktivitas tertentu atau suatu rencana(Wahab,
1990).
b. James E. Anderson (1978) : perilaku dari sejumlah aktor (pejabat,
kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu
bidang kegiatan tertentu (Wahab, 1990).
c. Prof. Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt : a standing decision
characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part
of both those who make it and those who abide by it (Jones, 1997).

3
4
3. Kebijakan Pendidikan
Definisi kebijakan pendidikan sebagaimana adanya dapat disimak
melalui pernyatan-pernyataan berikut ini:
Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan
bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V
Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational
policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas system nilai dan
beberapa penilaian atas factor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan
tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang
bersifat melembaga.
Dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk
yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang
legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara
moderat. 
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat penulis analisis bahwa
implementasi kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan
formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan
tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan
menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berprilaku dan Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan
proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan
lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang
boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat
umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus
memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.

B. Fungsi Kebijakan dan Pendidikan


Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi
organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan
bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan
ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-

5
aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh
pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan
eksternal.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan.
Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari
semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran
sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal,
input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan
balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.
Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar kata – kata bijak itu, maka perbaikan
kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, Masyarakat
dan pemerintah. Dalam Undang – undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem
pendidikam nasional disrbutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan
kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan
pemerintah  untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan
pada semua jenjang pendidikan atau organisasi.

C. Karakteristik Kebijakan Pendidikan


Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki tujuan pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus,
bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk
memberikan kontribusi pada pendidikan.
2. Memenuhi aspek legal-formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu
adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan

6
pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka,
kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan
hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat
dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat
dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
3. Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat
umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat
diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas
pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan
kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya
yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan
kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.  Para
administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi
yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal
pembuat kebijakan pendidikan.
5. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa
diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
6. Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh
karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh
aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki
efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan

7
satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar
pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara
internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus
bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter;
bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.

D. Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Studi Analisi Terhadap UU


SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003)
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan
untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju
terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan
anggaran pendidikan secara berarti;
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan
watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan
tenaga kependidikan;
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman
peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal
sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan
secara professional;
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh
sarana dan prasarana memadai;
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;

8
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik
oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem
pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan
reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat
berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan
sesuai dengan potensinya;
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam
dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.

E. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia


“Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu
setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi,
suku, etnis, agama, dan gender”[1]. Pendidikan untuk semua menjamin
keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental,
hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan
layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.
Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan
program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah
penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi
Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan
tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem pendidikan
nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.
Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya
suatu perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan
perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi

9
perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan
global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat Inonesia
tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi,
membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga
berpengaruh ke Indonesia.
“Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan,
sebagai wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)”[2]. Dengan MBS, maka sekolah-sekolah
yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak,
sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan
otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap
tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan.
Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga
oleh sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan
ke tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat
kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan
dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah dapat menjadi unit utama peningkatan
mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung, anggaran, kurikulum,
bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri merupakan program nasional
sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap,
adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal,
dan pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya
untuk terus meningkatkan diri.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

10
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak
pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders), terutama yang mampu
dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah pemberian
kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.
Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta
memberdayakan sumber daya manusia, yang menekankan pada profesionalisme.
“Pelaksanaan MBS memerlukan upaya penyelarasan, sehingga
pelaksanaan berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih, saling lempar
tugas dan tanggung jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah ditetapkan sebagai
konkretisasi visi dan misi organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien, dan
relevan dengan keperluannya”.

11
BAB III
KESIMPULAN

Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah


seperti politik,program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-ketentuan,
kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis.
Kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan
faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga
sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar
tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan.
Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari
semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran
sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal,
input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan
balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.
Fungsi kebijakan pendidikan yaitu kebijakan pendidikan dibuat untuk
menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau
organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan pemerintah  untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum
untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang pendidikan atau
organisasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1987. Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah. Jakarta: Media


Sarana Press.

Ali Imron. 1995. Kebijakan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Aris Pongtuluran. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan


Manajerial. Jakarta: LPMP.

H.A.R. Tilaar. 2008. Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan


pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan public, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

J.Wayong. 1979. Asas dan Tujuan Pemerintahan Daerah, Jakarta: Penerbit


Djambatan.

Joko Widodo. 2007. Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aolikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Riant Nugroho. 2000. Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: PT


Elex Media Computindo.

Said Zainal Abidin. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta: Suara Bebas.

Syafaruddin 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

13

Anda mungkin juga menyukai