Disusun Oleh:
DEDE LIA NURSITA
NIM. 0101.1201.081
2016
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MICRO TEACHING
KAITANNYA DENGAN KEPROFESIAN GURU YANG BERPRESTASI 3
A. Pengembangan Pembelajaran Micro Teaching.................................... 3
B. Profesi Guru Berprestasi....................................................................... 7
C. Pengembangan Pembelajaran Micro Teaching kaitannya dengan
Guru Berprestasi................................................................................... 11
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Guru adalah suatu profesi, dimana sebelum ia bekerja sebagai guru,
terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan, yang
didalamnya ia bukan hanya belajar ilmu pengetahuan bidang studi yang akan
diajarkan dan ilmu serta metode mengajar, tapi juga dibina agar memiliki
kepribadian sebagai guru.
Ki Hajar Dewatara telah menggariskan pentingnya peranan guru dalam
proses pembelajaran dengan ungkapan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani”, di mana guru harus dapat menempatkan diri
sebagai teladan, penasihat, pembimbing, dan motivator bagi anak didiknya.
UU No.14 Tahun 2005 tentang, Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1
menyebutkan ” Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah”.
Sedangkan pada pasal 7 ayat 1 disebutkan” Profesi guru ...... merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
(a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki komitmen
untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
(c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas; (d). memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas.
Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan salah satu bentuk model
praktek kependidikan atau pelatihan mengajar. Dalam konteks yang sebenarnya,
mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup teknis penyampaian
materi, penggunaan metode, penggunaan media, membimbing belajar, memberi
motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian dan seterusnya. Dengan kata
lain, bahwa perbuatan mengajar itu sangatlah kompleks. Oleh karena itu, dalam
1
rangka penguasaan keterampilan dasar mengajar, guru atau dosen perlu berlatih
secara parsial, artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar itu perlu
dikuasai secara terpisah-pisah (isolated).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menyusun rumusan masalah
penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan pembelajaran micro teaching?
2. Bagaimana profesi guru berprestasi?
3. Bagaimana kaitan pengembangan pembelajaran micro teaching terhadap
profesi guru berprestasi?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan pembelajaran micro
teaching?
2. Untuk mengetahui bagaimana profesi guru berprestasi?
3. Untuk mengetahui bagaimana kaitan pengembangan pembelajaran micro
teaching terhadap profesi guru berprestasi?
2
BAB II
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MICRO TEACHING
KAITANNYA DENGAN KEPROFESIAN GURU YANG BERPRESTASI
3
teaching) merupakan suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan
jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5-20 menit dengan jumlah siswa
sebanyak 3-10 orang. Hal tersebut diungkap oleh Cooper dan Allen, 1971.
Bentuk pengajaran yang sederhana, dimana calon guru atau dosen berada
dalam suatu lingkungan kelas yang terbatas dan terkontrol. Hanya mengajarkan
satu konsep dengan menggunakan satu atau dua keterampilan dasar mengajar.
Konsep pengajaran mikro (micro-teaching) dilandasi oleh pokok-pokok pikiran
sebagai berikut :
1. Pengajaran yang nyata (dilaksanakan dalam bentuk yang sebenarnya)
tetapi berkonsep mini.
2. Latihan terpusat pada keterampilan dasar mengajar, mempergunakan
informasi dan pengetahuan tentang tingkat belajar siswa sebagai umpan
balik terhadap kemampuan calon guru/dosen.
3. Pengajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan latar belakang yang
berbeda-beda dan berdasarkan pada kemampuan intelektual kelompok usia
tertentu.
4. Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang
diselenggarakan dalam laboratorium micro – teaching.
5. Pengadaan low-threat-situation untuk memudahkan calon guru/dosen
mempelajari keterampilan mengajar.
6. Penyediaan low-risk-situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi
aktif dalam pengajaran,
7. Penyediaan kesempatan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan
dalam jangka waktu tertentu.
Terdapat beberapa definisi tentang pengajaran mikro (micro teaching)
yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah :
1. Cooper dan Allen (1971), mendefinisikan “pengajaran mikro (micro-
teaching) adalah suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu
dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5-20 menit dengan jumlah
siswa sebanyak 3-10 orang”.
4
2. Mc. Laughlin dan moulton (1975) mendefinisikan “micro teaching is a
performance training method designed to isolated the component part of
teaching process, so that the trainee can master each component one by
one in a simplified teaching situation”.
3. Waskito (1977) mendefinisikan “micro teaching adalah suatu metode
belajar mengajar atas dasar performance yang tekniknya dengan cara
mengisolasikan komponen – komponen proses belajar mengajar sehingga
calon guru dapat menguasai setiap komponen satu per satu dalam situasi
yang disedrhanakan atau dikecilkan”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa micro-
teaching atau pengajaran mikro adalah, “salah satu model pelatihan praktik
mengajar dalam lingkup terbatas (mikro) untuk mengembangkan keterampilan
dasar mengajar (base teaching skill) yang dilaksanakan secara terisolasi dan
dalam situasi yang disederhanakan atau dikecilkan”.
Pertimbangan yang mendasari penggunaan program pengajaran mikro
(micro teaching) adalah :
1. Untuk mengatasi kekurangan waktu yang diperlukan dalam latihan
mengajar secara tradisional.
2. Keterampilan mengajar yang kompleks dapat diperinci menjadi
keterampilan – keterampilan mengajar yang khusus dan dapat Dilatih
secara berurutan.
3. Pengajaran mikro dimaksudkan untuk memperluas kesempatan latihan
mengajar mengingat banyaknya calon guru/dosen yang
Membutuhkannya.
Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan real teaching, tetapi dalam
skala mikro. Karakteristik yang khas dalam pengajaran mikro (micro-teaching)
adalah komponen – komponen dalam pengajaran yang di-mikrokan atau di-
sederhana-kan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real teaching) lingkup
mpembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di micro-teaching terbatas pada satu
kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan satu materi pokok bahasan tertentu.
Demikian pula alokasi waktunya juga terbatas antara 10-15 menit, jumlah siswa
5
juga dikecilkan hingga berkisar 10-15 siswa, serta keterampilan dasar yang
dilatihkan juga terbatas (terisolasi).
Dengan demikian, ciri khas micro-teaching adalah : “real-teaching yang
di-mikro-kan meliputi jumlah siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan,
kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang terbatas”.
Pelaksanaan pengajaran mikro (micro-teaching) pada prinsipnya
merupakan realisasi pola-pola pengajaran yang sesungguhnya (real teaching)
yang didesain dalam bentuk mikro. Setiap calon guru atau dosen membuat
persiapan mengajar yang kemudian dilaksanakan dalam proses pembelajaran
bersama siswa atau teman sejawat (peer teaching) dengan seting kondisi dan
konteks kegiatan belajar mengajar yang sesungguhnya. Berikut ini disajikan daftar
komponen mengajar yang dimikrokan dibandingkan dengan pengajaran yang
normal (real teaching) :
1. Seluruh komponen keterampilan dasar mengajar akan dapat dikuasai
secara mudah apabila terlebih dahulu menguasai komponen keterampilan
dasar mengajar tersebut secara terpisah (terisolasi) satu demi satu,
2. Penyederhanaan situasi dan kondisi latihan, memungkinkan perhatian
praktikan terarah pada keterampilan yang dilatihkan,
3. Penyederhanaan situasi dan kondisi memudahkan observasi dan
bermanfaat untuk umpan balik (feed back).
Terdapat 8 (delapan) keterampilan yang sangat berperan dalam kegiatan
belajar mengajar. Delapan keterampilan tersebut antara lain:
1. Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran (set induction And
closure)
2. Keterampilan dasar menjelaskan (explaining skills)
3. Keterampilan dasar mengadakan variasi (variation skills)
4. Keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement skills)
5. Keterampilan dasar bertanya (questioning skills)
6. Keterampilan dasar mengelola kelas
7. Keterampilan dasar mengajar perorangan/kelompok kecil
8. Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil
6
Perlu ditekankan bahwa hanya untuk tujuan latihan, keterampilan yang
kompleks tersebut dapat dipilah-pilah menjadi 8 (delapan) komponen
keterampilan dasar mengajar seperti di atas, supaya masing-
masing dapat dilatihkan secara terpisah (ter-isolasi). Namun ketika dosen
menggunakan/menerapkan keterampilan tersebut di dalam kelas. Harus mampu
menampilkan secara utuh dan terintegrasi.
7
Jika mengacu pada pernyataan-pernyataan di atas, maka tugas pokok yang
diamanatkan kepada guru sebagai pendidik adalah sebagai berikut:
1. Mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan melatih,
2. Menilai dan mengevaluasi,
3. Merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
4. Melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
5. Memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kepada orang
lain,
6. Membimbing anak didik menuju kedewasaan, serta
7. Menanamkan kepribadian yang baik dan sempurna.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 40 ayat 2 mengamanatkan kepada guru untuk melaksanakan
kewajibannya, yaitu:
1. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dan dialogis;
2. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan; dan
3. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Sedangkan Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dalam pasal 20 menyebutkan kewajiban guru sebagai berikut:
1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
8
5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada dasarnya, untuk dapat melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik,
guru harus memiliki empat kompetensi yang sangat mendasar dalam dirinya, yaitu
kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian ialah kemampuan dan kualitas pribadi
guru itu sendiri, bagaimana ia memposisikan dirinya sebagai suri tauladan bagi
lingkungan sekitarnya. Kompetensi pedagogik ialah kemampuan dan pengetahuan
guru dalam hal pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses, hingga evaluasi
serta tindak lanjut dari proses pembelajaran tersebut. Kompetensi profesional
ialah kemampuan profesional guru dalam melaksanakan berbagai kewajibannya,
yang dapat diperoleh melalui pendidikan profesional pendidik. Sedangkan
kompetensi sosial ialah kemampuan guru dalam bekerjasama dan menjalin
hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosial sekitar, baik dalam
kehidupannya sehari-hari maupun dalam hubungan pembelajaran yang
dilaksanakannya. Keempat kompetensi ini tidak bisa dipungkiri lagi harus dimiliki
oleh seorang guru sebagai pendidik.
Syah dalam Fathurohman (2007:45) menyebutkan sepuluh kompetensi
dasar yang harus dimiliki guru dalam upaya peningkatan keberhasilan belajar
mengajar, yaitu:
1. Menguasai bahan ajar,
2. Mengelola program belajar mengajar,
3. Mengelola kelas,
4. Menggunakan media dan sumber belajar,
5. Menguasai landasan-landasan pendidikan,
6. Mengelola interaksi belajar mengajar,
7. Menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran,
8. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan,
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil pendidikan guna
keperluan pengajaran.
9
Sedangkan Muharam (2007:106) menyatakan bahwa untuk menjadi
seorang pendidik, ada beberapa hal yang harus dimiliki guru, yaitu:
1. Memiliki kedewasaan,
2. Mampu menjadikan dirinya sebagai teladan,
3. Mampu menghayati kehidupan anak,
4. Harus mengikuti keadaan kejiwaan dan perkembangan anak didik,
5. Harus mengenal setiap anak didik secara pribadi, dan
6. Harus menjadi seorang pribadi.
Hal tersebut hampir senada dengan Tafsir dalam Hermawan (2008:59)
yang menyebutkan syarat-syarat untuk menjadi seorang pendidik, yaitu:
1. Harus sudah dewasa,
2. Sehat jasmani dan rohani,
3. Ahli di bidangnya, dan
4. Berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Secara Islami, Al-Ghazali dalam Hermawan (2008:59) menyusun sifat-
sifat yang harus dimiliki pendidik, yaitu:
1. Memandang murid seperti anaknya sendiri,
2. Tidak mengharapkan upah atau pujian, melainkan ridlo Allah SWT dan
berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya,
3. Memberi nasihat kepada anak didik bahwa tujuan menuntut ilmu adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
4. Menegur anak didik yang bertingkah laku buruk dengan cara menyindir
atau kasih sayang,
5. Tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya,
6. Memperhatikan fase perkembangan berfikir anak didik,
7. Memperhatikan murid yang lemah dengan memberinya pelajaran yang
mudah dan jelas.
Guru merupakan tenaga profesional yang menjadi ujung tombak
pelaksanaan pendidikan. Guru harus mampu menjadi perpanjangan tangan dari
pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional, sebagaimana termaktub dalam
10
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
poasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
11
Teaching) memberikan pengaruh positif dalam melatih keterampilan mengajar di
kelas.
Guru dituntut untuk melakukan berbagai upaya profesional guna
pencapaian tujuan tersebut. Salah satu tujuan utama pendidikan di Indonesia yang
perlu digarisbawahi ialah ‘menjadikan manusia Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia’. Ini merupakan
beban dan tanggung jawab yang berat bagi guru untuk dapat mewujudkannya.
Akhlak dan moral bangsa saat ini berada dipundak seorang guru. Hal ini agak
berbeda dengan fungsi dan tanggung jawab guru di masa lalu, yang lebih
mengedepankan kemapanan kognitif pada diri siswa. Saat ini, guru harus mampu
membentuk kemapanan pada diri siswa, selain kemapanan kognitif, juga
kemapanan emosional dan spiritualnya.
Kemapanan moral spiritual dan kehidupan beragama siswa harus dapat
dibentuk oleh guru saat ini, dengan menjalin berbagai bentuk hubungan kerjasama
yang harmonis dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial peserta didik.
Seluruh proses pembelajaran yang dilaksanakan, mulai dari perencanaan, proses,
hingga penilaian, harus mengedepankan nilai-nilai agama dan akhlak mulia.
Tanggung jawab guru terhadap siswa bukan hanya pada saat proses pembelajaran
saja, tetapi di seluruh kehidupan siswa itu sendiri. Dalam hal ini, guru merupakan
orang tua kedua bagi siswa.
Berbagai upaya musti dilakukan oleh guru dalam hal pencapaian tujuan
tersebut. Dalam proses pembelajaran, beberapa upaya yang harus digarisbawahi
dan dilakukan oleh guru antara lain:
1. Menguasai bahan ajar, yaitu materi apa yang akan diajarkan kepada
peserta didik serta menyiapkan bahan-bahan lain yang menunjang materi
pokok tersebut.
2. Mengelola program belajar mengajar dengan baik, yaitu dengan
merumuskan tujuan pembelajaran, mengenal dan dapat menggunakan
prosedur yang tepat, serta mengenal kemampuan peserta didik.
3. Mengelola kelas, yaitu mampu mengatur ruang kelas guna menciptakan
iklim belajar yang serasi.
12
4. Memilih, menciptakan, dan menggunakan metode, media, dan sumber
belajar yang tepat dan sesuai.
5. Menilai dan memberikan umpan balik atas prestasi hasil belajar yang
dicapai oleh siswa.
Selain upaya-upaya yang disebutkan di atas, terdapat upaya yang lebih
utama, yaitu penanaman moral, akhlak, dan nilai agama pada diri siswa dengan
menjadikan guru sebagai teladan bagi siswanya, serta dengan bekerjasama dengan
berbagai pihak di lingkungan keluarga dan lingkungan sosial peserta didik.
Dengan pengembangan pembelajaran micro teaching sebagai salah satu
upaya peningkatan prestasi guru, diharapkan profesi guru dapat meningkat
kualitas dan prestasinya.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
https://catarts.wordpress.com/2012/04/16/konsep-pengajaran-micro-teaching/,
diposting tanggal 16 April 2012.
15