Anda di halaman 1dari 69

MERANGKUM BUKU MICROTEACHING

Mata Kuliah : Microteaching

Dosen Pengampu : Amrina izzatika, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Lofty Romansa (1953053007)

S1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG
2023

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan sang pencipta alam dan seisinya yang telah senantiasa memberikan
kami ilmu pengetahuan sehingganya dapat membuat tugas ini dengan tang telah ada.

Tulisan ini mengandung pelbagai kegunaan yang berkaitan dengan penajaman pemahaman
terhadap bahan kajian mata kuliah microteaching, yang sebagian besar berisikan konsep dan
prosedur pengajaran sekaligus kunci yang menjadi landasan pijak mahasiswa untuk
melaksanakan praktik pembelajaran.

Tulisan ajar ini merupakan bagian sumber belajar yang berisikan bahan kajian yang tersusun
dari kulminasi pengalaman penulis dalam mengampu dan menyajikan mata kuliah
Microteaching di Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan,

Pengajaran Mikro diarahkan untuk mendukung kompetensi calon guru yang profesional
sehingga mampu meningkatkan wawasan mahasiswa sebagai calon guru dalam aspek strategi
pembelajaran sehingga lebih siap dan tangguh dalam menyelesaikan berbagai permasalahan
kependidikan khususnya bidang pembelajaran.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG MICROTEACHING...................................................................1
B. KOMPONEN DASAR PEMBELAJARAN...................................................................4
C. KARAKTERISTIK MICROTEACHING........................................................................6
D. TUJUAN MICROTEACHING.......................................................................................7
BAB 2 PERENCANAAN MICROTEACHING.........................................................................9
A. HAKEKAT PERENCANAAN MICROTEACHING.....................................................9
B. UNSUR PERENCANAAN MICROTEACHING.........................................................11
C. TUJUAN DAN MANFAAT PERENCANAAN..........................................................12
D. PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN MICROTEACING...........................................13
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN PERENCANAAN.....................................16
BAB 3 KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR.................................................................18
A. KETERAMPILAN MEMBUKA PELAJARAN..........................................................19
B. KETERAMPILAN MENUTUP PEMBELARAN.......................................................21
C. KETERAMPILAN MENJELASKAN..........................................................................22
D. KETERAMPILAN BERTANYA.................................................................................24
E. KETERAMPILAN MEMBERIKAN VARIASI..........................................................28
F. KETERAMPILAN MEMBERI PENGUATAN...........................................................32
G. KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL.............................................35
H. KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN.......37
BAB 4 MANAGEMENT KELAS DAN MICROTEACHING...............................................40
A. PENGERTIAN MANAGEMENT KELAS..................................................................41
B. PERAN PENDIDIK DAN MANAGEMENT KELAS................................................42
C. MANAGEMENT KELAS YANG EFEKTIF..............................................................44
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................47

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MICROTEACHING

Microteaching adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang dikembangkan sebagai


respons terhadap kebutuhan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan
mengajar calon guru dengan cara yang lebih praktis dan terfokus. Metode ini pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai hasil dari penelitian yang menyoroti
perlunya latihan praktis yang terkendali dalam menghadapi tantangan mengajar di
kelas. Sejak saat itu, microteaching telah menjadi bagian integral dari program
pendidikan guru di berbagai negara, membantu calon guru dalam mengasah
keterampilan pengajaran mereka dan mempersiapkan mereka untuk situasi nyata di
dalam kelas. Dengan menggunakan simulasi kelas kecil dan umpan balik yang
konstruktif, microteaching menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi
calon guru untuk berlatih, merefleksikan, dan memperbaiki pendekatan pengajaran
mereka sebelum memasuki dunia pendidikan yang sebenarnya.

Microteaching memiliki latar belakang yang berkaitan erat dengan pemahaman akan
kompleksitas tugas mengajar dan kebutuhan untuk mengembangkan keterampilan
pengajaran yang efektif. Seiring dengan perkembangan teori dan penelitian
pendidikan, para ahli menyadari bahwa menjadi seorang guru yang baik tidak hanya
melibatkan penguasaan pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan dalam
merencanakan, menyampaikan, dan mengevaluasi pembelajaran.

Sebelum adanya microteaching, pelatihan guru sering kali didasarkan pada


pendekatan teoritis dan observasi pasif di mana calon guru mengamati pengajaran
guru berpengalaman. Namun, pendekatan ini tidak memberikan kesempatan yang
cukup bagi calon guru untuk mengasah keterampilan pengajaran mereka secara
langsung.

Dalam menghadapi tantangan ini, microteaching dikembangkan sebagai suatu


pendekatan yang memungkinkan calon guru untuk berlatih secara terfokus dalam
menghadapi situasi pengajaran yang realistis. Melalui sesi microteaching, calon guru
dapat merancang rencana pelajaran, menyampaikan materi, berinteraksi dengan siswa,
dan menerima umpan balik yang mendalam dari pengamat atau rekan sejawat.

1
Dalam keseluruhan, latar belakang microteaching adalah hasil dari kebutuhan untuk
melatih calon guru secara holistik, mengatasi tantangan dalam pengajaran di kelas
nyata, dan mengurangi kesenjangan antara teori dan praktik. Metode ini menyediakan
platform yang efektif bagi calon guru untuk mengasah keterampilan mereka,
menerima umpan balik yang berarti, dan mempersiapkan mereka secara optimal untuk
menjadi pendidik yang berkualitas. Dengan demikian, microteaching memiliki
dampak yang signifikan dalam meningkatkan profesionalisme dan kompetensi calon
guru, serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan

Microteaching adalah suatu pendekatan pelatihan dalam bidang pendidikan yang


melibatkan praktik pengajaran dalam skala kecil dan terkendali. Dalam sesi
microteaching, seorang guru atau calon guru berlatih mengajar di hadapan
sekelompok siswa atau peserta yang berperan sebagai peserta didik. Sesi ini biasanya
direkam atau diamati secara langsung oleh pengamat atau rekan sejawat, yang
kemudian memberikan umpan balik konstruktif kepada guru yang sedang berlatih.
Tujuan dari microteaching adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan mengajar, seperti merencanakan pembelajaran, menyampaikan materi
secara efektif, memfasilitasi interaksi, dan mengevaluasi pembelajaran.

Sejarah Microteaching dimulai pada tahun 1960-an sebagai hasil dari perkembangan
dalam pendekatan pelatihan guru. Berikut adalah ikhtisar singkat mengenai sejarah
dan perkembangan microteaching:

1. Asal Mula: Konsep microteaching dikembangkan oleh Dwight W. Allen dari


Stanford University pada tahun 1963. Allen memperkenalkan metode ini
sebagai bagian dari program pelatihan guru di universitasnya. Ide awalnya
adalah memberikan kesempatan kepada calon guru untuk berlatih secara
intensif dalam mengajar dalam situasi pengajaran yang terkendali dan melalui
proses umpan balik yang konstruktif.
2. Perkembangan Awal: Setelah dipraktikkan di Stanford University, konsep
microteaching mulai menyebar ke berbagai lembaga pendidikan tinggi dan
pusat pelatihan guru di Amerika Serikat. Pada tahun 1969, University of
Southern California dan Michigan State University menjadi lembaga pertama
yang menggunakan microteaching sebagai komponen penting dalam program
pelatihan guru mereka.
2
3. Penyebaran Internasional: Sejak 1970-an, microteaching mulai mendapatkan
perhatian internasional dan diterapkan di berbagai negara di seluruh dunia.
Metode ini mendapatkan popularitas karena efektivitasnya dalam
mengembangkan keterampilan pengajaran guru. Sejumlah negara, termasuk
Inggris, Australia, Kanada, dan India, mengadopsi konsep microteaching
dalam program pelatihan guru mereka.
4. Perkembangan Konsep: Seiring berjalannya waktu, konsep microteaching
mengalami perkembangan dan variasi dalam pelaksanaannya. Beberapa varian
microteaching meliputi "peer microteaching" yang melibatkan sesama calon
guru sebagai pengamat dan pemberi umpan balik, serta "simulated
microteaching" yang menggunakan teknologi simulasi untuk menciptakan
situasi pengajaran yang realistis.
5. Penggunaan di Bidang Lain: Selain dalam pelatihan guru, microteaching juga
mulai diterapkan dalam pelatihan tenaga kerja, pelatihan keterampilan
interpersonal, dan pengembangan profesional di berbagai bidang. Konsep
microteaching telah terbukti efektif dalam melatih keterampilan komunikasi,
kepemimpinan, dan presentasi.

Sejak pengembangannya, microteaching terus berkembang dan menjadi pendekatan


yang diterima secara luas dalam pelatihan guru. Metode ini telah terbukti efektif
dalam meningkatkan keterampilan pengajaran guru, mengurangi kesenjangan antara
teori dan praktik, serta memberikan pengalaman praktis yang berharga bagi calon
guru. Sejarah microteaching mencerminkan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan melalui pengembangan keterampilan pengajaran yang efektif.

Pendapat Para Ahli tentang Microteaching:

1. Dwight W. Allen (Penggagas Microteaching): Menurut Allen, microteaching


memberikan kesempatan bagi calon guru untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan mereka dalam mengajar. Dengan melakukan latihan yang
terkendali, calon guru dapat merencanakan, menerapkan, dan memperbaiki
strategi pengajaran mereka secara bertahap.

3
2. Robert Bush dan Robert Terry: Bush dan Terry menekankan bahwa
microteaching merupakan alat yang efektif untuk mengembangkan
keterampilan pengajaran, terutama dalam hal mengelola kelas,
mengkomunikasikan materi dengan jelas, dan memberikan umpan balik
kepada siswa.
3. Mohd. Sahandri Gani Hamzah: Menurut Hamzah, microteaching membantu
calon guru dalam mengasah keterampilan pengajaran mereka, meningkatkan
kepercayaan diri, dan mengurangi kecemasan dalam menghadapi situasi
pengajaran yang nyata. Ia juga mencatat bahwa microteaching memberikan
pengalaman langsung bagi calon guru untuk beradaptasi dengan berbagai
perbedaan individual siswa.
4. C. K. Jain: Jain berpendapat bahwa microteaching membantu meningkatkan
keterampilan mengajar calon guru, mengurangi kesenjangan antara teori dan
praktik, serta memberikan umpan balik yang mendalam dan bermakna untuk
pengembangan profesional.

Para ahli ini menyepakati bahwa microteaching memberikan manfaat signifikan bagi
calon guru dalam mengembangkan keterampilan pengajaran. Metode ini
memungkinkan latihan yang terkendali, umpan balik yang konstruktif, dan refleksi
diri yang mendalam, sehingga calon guru dapat terus meningkatkan praktik
pengajaran mereka sebelum memasuki lingkungan pengajaran yang sebenarnya.

B. KOMPONEN DASAR PEMBELAJARAN

Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai komponen dasar pembelajaran
microteaching, tetapi secara umum, beberapa komponen yang sering disebutkan oleh
para ahli adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan dan Analisis: Komponen ini melibatkan observasi terhadap


praktik pengajaran yang dilakukan oleh guru yang sedang berlatih. Pengamat
mengamati berbagai aspek pengajaran, seperti perencanaan, penyampaian
materi, interaksi dengan siswa, dan evaluasi pembelajaran. Setelah itu,

4
pengamat melakukan analisis terhadap praktik pengajaran tersebut untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada.
2. Umpan Balik (Feedback): Komponen ini melibatkan pemberian umpan balik
yang konstruktif kepada guru yang sedang berlatih berdasarkan pengamatan
dan analisis yang dilakukan. Umpan balik ini bertujuan untuk memberikan
informasi yang mendalam mengenai keterampilan pengajaran, serta saran
perbaikan yang spesifik dan jelas.
3. Refleksi: Komponen refleksi melibatkan guru yang sedang berlatih untuk
merefleksikan praktik pengajaran mereka sendiri. Mereka diminta untuk
mempertimbangkan dan mengevaluasi kinerja mereka, mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan, serta merencanakan perbaikan untuk praktik
selanjutnya. Refleksi ini membantu guru yang sedang berlatih untuk
memahami aspek-aspek tertentu dari pengajaran mereka dan meningkatkan
keterampilan mereka seiring berjalannya waktu.
4. Praktik Berulang: Komponen ini menekankan pentingnya praktik yang
berulang dalam pengajaran. Guru yang sedang berlatih diberikan kesempatan
untuk melakukan latihan pengajaran secara berulang dalam situasi
microteaching, di mana mereka dapat mencoba berbagai strategi pengajaran,
mengeksplorasi variasi dalam pendekatan, dan menguji efektivitasnya. Praktik
berulang ini membantu guru yang sedang berlatih untuk mengembangkan
keterampilan mereka secara bertahap.
5. Konteks dan Situasi Terkendali: Komponen ini mengacu pada cakupan praktik
pengajaran dalam skala kecil dan terkendali. Dalam sesi microteaching, guru
yang sedang berlatih berinteraksi dengan sekelompok siswa atau peserta yang
berperan sebagai peserta didik. Lingkungan ini memungkinkan guru yang
sedang berlatih untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi praktik
pengajaran mereka dalam situasi yang simulatif sebelum menghadapi kelas
sebenarnya.

Dalam kombinasi, komponen-komponen tersebut membentuk dasar pembelajaran


microteaching yang efektif. Pengamatan, umpan balik, refleksi, praktik berulang, serta
konteks dan situasi terkendali membantu calon guru dalam mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan pengajaran mereka secara sistematis.

5
C. KARAKTERISTIK MICROTEACHING

Berikut adalah beberapa karakteristik microteaching menurut ahli:

1. Terkendali: Microteaching dirancang untuk menciptakan situasi pengajaran


yang terkendali. Guru yang sedang berlatih berinteraksi dengan sekelompok
siswa atau peserta yang berperan sebagai peserta didik. Lingkungan ini
memungkinkan guru untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
praktik pengajaran mereka dalam skala kecil sebelum menghadapi kelas
sebenarnya.
2. Fokus pada Keterampilan: Microteaching difokuskan pada pengembangan
keterampilan mengajar guru. Melalui sesi microteaching, guru yang sedang
berlatih memiliki kesempatan untuk berlatih dan memperbaiki keterampilan
mereka dalam berbagai aspek pengajaran, seperti perencanaan, penyampaian
materi, interaksi dengan siswa, dan evaluasi pembelajaran.
3. Umpan Balik Konstruktif: Umpan balik merupakan komponen penting dalam
microteaching. Guru yang sedang berlatih menerima umpan balik langsung
dari pengamat atau rekan sejawat yang mengamati sesi microteaching. Umpan
balik ini bersifat konstruktif, membantu guru untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan dalam pengajaran mereka, serta memberikan saran perbaikan
yang spesifik dan jelas.
4. Refleksi Mandiri: Microteaching mendorong guru yang sedang berlatih untuk
melakukan refleksi mandiri terhadap praktik pengajaran mereka. Setelah sesi
microteaching, guru diminta untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi
kinerja mereka, mengidentifikasi area perbaikan, dan merencanakan tindakan
untuk meningkatkan keterampilan pengajaran mereka.
5. Praktik Berulang: Microteaching memberikan kesempatan bagi guru untuk
melakukan latihan pengajaran secara berulang. Guru yang sedang berlatih
dapat mencoba berbagai strategi pengajaran, mengeksplorasi variasi dalam
pendekatan, dan menguji efektivitasnya. Praktik berulang ini membantu guru
untuk mengembangkan keterampilan mereka secara bertahap.
6. Situasi Simulasi: Microteaching menciptakan situasi simulasi yang mirip
dengan kelas sebenarnya. Meskipun dalam skala kecil, guru yang sedang
berlatih berhadapan dengan siswa atau peserta yang memainkan peran sebagai

6
peserta didik. Hal ini membantu guru untuk mengalami dan mengatasi situasi
pengajaran yang nyata, sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan
dalam menghadapi tantangan dalam kelas.

Karakteristik-karakteristik ini memberikan landasan untuk efektivitas microteaching


sebagai pendekatan pelatihan guru. Dengan pendekatan yang terkendali, fokus pada
keterampilan, umpan balik konstruktif, refleksi mandiri, praktik berulang, dan situasi
simulasi, microteaching membantu guru untuk mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan pengajaran mereka secara sistematis.

D. TUJUAN MICROTEACHING

Microteaching memiliki tujuan yang penting dalam pengembangan keterampilan


mengajar guru. Pertama, tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan
mengajar para guru. Melalui sesi microteaching, guru memiliki kesempatan untuk
berlatih dan memperbaiki keterampilan mereka dalam perencanaan pembelajaran,
penyampaian materi, interaksi dengan siswa, pengelolaan kelas, dan evaluasi
pembelajaran. Dengan praktik berulang dan umpan balik yang konstruktif, guru dapat
terus meningkatkan kualitas pengajaran mereka.

Selain itu, microteaching juga bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri guru
dalam mengajar. Dengan adanya lingkungan yang terkendali dan simulasi situasi
pengajaran, guru dapat mengatasi kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi kelas
sebenarnya. Praktik yang berulang dan umpan balik membantu guru memperoleh
keyakinan diri dalam kemampuan mereka sebagai pendidik.

Tujuan lain dari microteaching adalah untuk membantu guru mengidentifikasi


kekuatan dan kelemahan dalam praktik pengajaran mereka. Umpan balik yang
diberikan oleh pengamat atau rekan sejawat membantu guru memahami area di mana
mereka sudah berhasil dan area di mana mereka perlu memperbaiki. Dengan
demikian, guru dapat fokus pada pengembangan diri dan meningkatkan kualitas
pengajaran mereka.

Selain itu, melalui microteaching, guru didorong untuk melakukan refleksi terhadap
praktik pengajaran mereka. Setelah sesi microteaching, guru diminta untuk
mempertimbangkan kinerja mereka, mengidentifikasi keberhasilan dan tantangan

7
yang dihadapi, serta merencanakan tindakan perbaikan. Tujuan ini membantu guru
mengembangkan diri secara kontinu dan meningkatkan keterampilan mereka dalam
mengajar.

Selanjutnya, microteaching juga memberikan ruang bagi guru untuk mencoba inovasi
dalam pengajaran mereka. Dalam sesi microteaching, guru dapat menguji berbagai
strategi, metode, atau pendekatan baru tanpa risiko yang besar. Hal ini mendorong
guru untuk berpikir kreatif, mencari solusi baru, dan mengembangkan pendekatan
yang efektif dalam pengajaran mereka.

Secara keseluruhan, microteaching memiliki tujuan yang beragam, termasuk


pengembangan keterampilan mengajar, peningkatan kepercayaan diri, identifikasi
kekuatan dan kelemahan, refleksi dan perbaikan, serta pengembangan inovasi
pengajaran. Dengan mencapai tujuan-tujuan ini, microteaching berkontribusi pada
peningkatan kualitas pendidikan melalui pengembangan guru yang kompeten dan
berkualitas.

8
BAB 2 PERENCANAAN MICROTEACHING

A. HAKEKAT PERENCANAAN MICROTEACHING

Perencanaan dalam microteaching mengacu pada proses merancang dan menyusun


rencana pembelajaran yang terstruktur dan terorganisir untuk sesi pengajaran yang
akan dilakukan oleh seorang guru yang sedang berlatih. Perencanaan yang baik adalah
kunci dalam melaksanakan microteaching yang efektif.

Pada tahap perencanaan, guru yang sedang berlatih harus mempertimbangkan


beberapa hal penting. Pertama, mereka perlu menetapkan tujuan pembelajaran yang
jelas dan spesifik untuk sesi microteaching. Tujuan pembelajaran ini harus mencakup
apa yang ingin dicapai oleh siswa atau peserta dalam hal pengetahuan, keterampilan,
dan pemahaman.

Selanjutnya, guru perlu memilih materi atau topik yang akan disampaikan dalam sesi
microteaching. Materi yang dipilih harus relevan dengan tujuan pembelajaran dan
sesuai dengan kebutuhan siswa atau peserta. Guru juga perlu memperhatikan tingkat
kesulitan materi agar sesuai dengan pemahaman siswa.

Selain itu, dalam perencanaan microteaching, guru perlu memilih strategi pengajaran
yang tepat. Strategi pengajaran yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran,
materi yang disampaikan, dan karakteristik siswa atau peserta. Beberapa strategi
pengajaran yang umum digunakan dalam microteaching adalah ceramah, diskusi
kelompok, simulasi, dan demonstrasi.

Selanjutnya, guru perlu merancang aktivitas pembelajaran yang relevan dengan tujuan
pembelajaran. Aktivitas tersebut dapat berupa tugas individu, diskusi kelompok,
praktik, atau penggunaan media pembelajaran. Aktivitas ini harus dirancang agar
siswa atau peserta aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan dapat mencapai tujuan
pembelajaran.

Terakhir, guru juga perlu memikirkan evaluasi pembelajaran. Mereka harus


merencanakan instrumen evaluasi yang sesuai untuk mengukur pemahaman siswa
atau peserta terhadap materi yang disampaikan. Instrumen evaluasi ini dapat berupa
tes tertulis, tugas proyek, observasi, atau penilaian lainnya. Evaluasi pembelajaran

9
akan memberikan informasi tentang sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai
dan membantu guru dalam memberikan umpan balik yang konstruktif.

Dengan perencanaan yang matang, guru yang sedang berlatih dapat mengoptimalkan
sesi microteaching mereka. Perencanaan yang baik membantu guru untuk memiliki
pengajaran yang terstruktur, terorganisir, dan sesuai dengan kebutuhan siswa atau
peserta.

Perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang


akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang akan
ditentukan (Gaffar, 1987). Perencanaan merupakan proses penetapan dan
pemanfaatan sumber daya terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan dan
upaya yang akan dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.
Secara umum fungsi perencanaan meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah
menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, berapa lama waktu
yang dibutuhkan, berapa peserta yang diperlukan dan juga berapa biayanya. Dengan
perencanaan, dapat dibayangkan tujuan yang hendak dicapai, proses yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan, hasil yang
diharapkan, serta kendala apa saja yang akan dihadapi.

Terdapat tiga hal penting dari pengertian perencanaan, yaitu proses penyusunan
keputusan, pelaksanaan kegiatan dimasa yang akan dating dan untuk mencapai tujuan.
Proses perencanaan keputusan adalah perencanaan membuat atau merumuskan
perkiraan keputusan apa yang akan diambil. Dalam pembelajaran ketika calon guru
(pendidik) atau guru (pendidik) membuat perencanaan, artinya sejak awal sudah
diputuskan tindakan atau aktivitas apa saja yang akan dilakukan selama proses
pembelajaran.

Perencanaan dalam pelaksanaan pembelajaran perlu dirancang dengan baik, dalam


rangka mencapai learning outcome yang ditetapkan.

Berdasarkan Permenristekdikti No.55 Tahun 2017 fungsi Pembelajaran Mikro adalah


sebagai sarana untuk praktik keterampilan mengajar secara terbatas. Oleh karena itu,
Pembelajaran Mikro berfungsi:

a) Memberi latihan untuk menguasai keterampilan-keterampilan mengajar pada


membuka pelajaran;

10
b) Memberi latihan keterampilan menggunakan pendekatan, model, dan metode
pembelajaran yang terkini;

c) Memberi latihan dalam menentukan dan menggunakan media pembelajaran


berbasis IT yang sesuai dengan perkembangan zaman;

d) Memberi latihan keterampilan bertanya tingkat tinggi (HOTs/Higher Order


Thinking Skills), sehingga mendorong peserta didik berpikir kritis;

e) Memberi latihan penyusunan instrumen dan penggunaan penilaian pembelajaran


yang meliputi penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor pada tingkat tinggi (HOTs);

f) Memberi latihan untuk menguasai keterampilan menutup pelajaran.

B. UNSUR PERENCANAAN MICROTEACHING

Menurut Ralph E. Tyler, terdapat empat unsur perencanaan pembelajaran yang


relevan dengan microteaching. Pertama, tujuan pembelajaran harus ditetapkan dengan
jelas dan spesifik agar dapat mengarahkan sesi microteaching. Tujuan tersebut harus
terukur, dapat diamati, dan terkait dengan kompetensi yang ingin dikembangkan oleh
siswa atau peserta.

Selanjutnya, pengalaman pembelajaran dalam microteaching harus dirancang


sedemikian rupa sehingga relevan dan bermakna bagi siswa atau peserta. Guru yang
sedang berlatih perlu merencanakan dan menyusun pengalaman pembelajaran yang
mencakup presentasi materi, aktivitas interaktif, praktik, diskusi, dan penugasan
sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Evaluasi pembelajaran juga merupakan unsur penting dalam perencanaan


microteaching. Guru perlu merancang dan menerapkan instrumen evaluasi yang
sesuai untuk mengukur pencapaian siswa atau peserta terhadap tujuan pembelajaran.
Evaluasi dapat berupa tes, penugasan, proyek, atau bentuk evaluasi lainnya guna
memberikan informasi tentang sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai.

Terakhir, penyesuaian instruksi diperlukan jika evaluasi menunjukkan adanya


kesenjangan antara pencapaian aktual dan tujuan pembelajaran. Guru perlu mampu
menyesuaikan penyampaian materi, penggunaan strategi pembelajaran, atau

11
memberikan bantuan tambahan sesuai dengan kebutuhan siswa atau peserta untuk
memastikan tujuan pembelajaran tercapai.

Dengan memperhatikan keempat unsur perencanaan tersebut, guru yang sedang


berlatih dapat merancang dan melaksanakan sesi microteaching yang terstruktur,
efektif, dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PERENCANAAN

Perencanaan dalam microteaching memiliki tujuan dan manfaat yang signifikan


dalam pengembangan keterampilan mengajar. Tujuan utama dari perencanaan
microteaching adalah untuk menyediakan pengalaman mengajar yang terstruktur bagi
guru yang sedang berlatih. Dengan merencanakan setiap aspek pembelajaran, seperti
tujuan pembelajaran, materi yang akan disampaikan, strategi pengajaran, dan
evaluasi, guru dapat memastikan bahwa proses pengajaran berjalan efektif dan efisien.

Selain itu, perencanaan microteaching juga bertujuan untuk mengembangkan


keterampilan mengajar. Melalui perencanaan yang matang, guru dapat fokus pada
pengembangan keterampilan spesifik, seperti perencanaan pembelajaran yang efektif,
penyampaian materi yang jelas, interaksi yang baik dengan siswa, pengelolaan kelas
yang efisien, dan evaluasi pembelajaran yang akurat. Dengan melakukan perencanaan
secara terstruktur, guru memiliki kesempatan untuk memperbaiki keterampilan
mereka dalam mengajar.

Selanjutnya, perencanaan microteaching juga berperan dalam meningkatkan


kepercayaan diri guru. Dengan mempersiapkan diri dengan baik dan merencanakan
pengalaman pembelajaran yang efektif, guru dapat menghadapi kelas dengan
keyakinan. Mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang apa yang perlu
dilakukan dan yakin bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberikan
pembelajaran yang bermakna dan efektif kepada siswa.

Selain tujuan tersebut, perencanaan microteaching juga memberikan manfaat berupa


identifikasi kekuatan dan kelemahan dalam praktik pengajaran. Dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan sesi microteaching, guru dapat melihat dengan jelas
aspek-aspek yang sudah berhasil dan area yang perlu ditingkatkan. Hal ini

12
memberikan kesempatan bagi guru untuk melakukan refleksi dan pengembangan diri
dalam rangka meningkatkan kualitas pengajaran mereka.

Selain itu, perencanaan microteaching juga melibatkan umpan balik konstruktif dari
pengamat atau rekan sejawat. Dengan melihat perencanaan pembelajaran dan
melaksanakan sesi microteaching, orang lain dapat memberikan umpan balik yang
membantu guru dalam memahami kekuatan dan kelemahan mereka serta memberikan
saran perbaikan yang konstruktif. Hal ini berkontribusi pada pengembangan
profesional guru.

Terakhir, perencanaan microteaching mendorong inovasi dan kreativitas dalam


pengajaran. Dalam perencanaan, guru memiliki kesempatan untuk mencari strategi
baru, metode pengajaran yang inovatif, dan penggunaan media pembelajaran yang
menarik. Hal ini mendorong guru untuk terus mengembangkan diri, mencoba
pendekatan baru, dan meningkatkan efektivitas pengajaran mereka.

Secara keseluruhan, perencanaan microteaching memiliki tujuan dan manfaat yang


meliputi pengembangan keterampilan mengajar, peningkatan kepercayaan diri,
identifikasi kekuatan dan kelemahan, umpan balik konstruktif, serta mendorong
inovasi dan kreativitas.

D. PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN MICROTEACING

Pada bahasan tentang kajian kurikulum, perencanaan pembelajaran merupakan


kurikulum tertulis yang bersifat mikro (written curriculum) yaitu rencana atau
kegiatan pembelajaran untuk setiap unit yang merupakan pedoman operasional
pembelajaran bagi guru dansiswa, yang didalamnya terdapat pengembangan a) tujuan
ataukompetensi pembelajaran, b) materi pembelajaran, c) metode dan kegiatan
pembelajaran, d) evaluasi atau penilaian pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran dalam konteks pembelajaran memiliki peran yang sangat


penting dan strategis, karena perencanaan pembelajaran merupakan pedoman yang
akan memandu proses pembelajaran. Dari mulai melakukan kegiatan awal
pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti, dan diakhiri dengan
kegiatan penutupan. Semuanya diprogramkan dengan perencanaan pembelajaran.
Dengan demikian pembelajaran adalah merupakan proses kegiatan yang ditata dan

13
diatur secara logis dan sistematis dari mulai kegiatan awal, inti dan kegiatan akhir,
untuk mencapai tujuan atau kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pentingnya strategi perencanaan pembelajaran, maka dalam mengembangkan


perencanaan pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa kaidah, hukum atau
prinsip pengembangan perencanaan pembelajaran. Prinsip perencanaan pembelajaran
merupakan ketentuan pokok yang menjadi dasar atau kaidah yang harus dijadikan
dasar pemikiran ketika mengembangkan perencanaan pembelajaran. Selain memiliki
prinsip, ada beberapa karakteristik atau ciri umum yang harus menjadi perhatian
dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran yang dikembangkan didasarkan pada ketentuan pokok atau


prinsip dan ciri-ciri umum karakteristik yang berlaku, maka perencanaan
pembelajaran tersebut akan menjadi pedoman pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan proses hasil pembelajaran. Adapun ciri-ciri umum karakteristik yang
harus diperhatikan dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran antara

lain:

Memperhatikan karakteristik siswa; Perencanaan pembelajaran dikembangkan untuk


pedoman pembelajaran. Adapun setiap pembelajaran adalah untuk perubahan perilaku
siswa. Dengan demikian perencanaan pembelajaran orientasinya untuk kepentingan
siswa sebagai pelajar. Oleh karena itu dalam mengembangkan perencanaan
Pembelajaran (instructional design) harus memperhatikan kondisi yang ada dalam diri
siswa dan kondisi yang ada diluar diri siswa (Gagne, 1979:13).

Setiap siswa adalah mahkluk individu, disamping itu juga sebagai mahkluk sosial.
Idealnya rencana pembelajaran yang dikembangkan harus dapat memenuhi kebutuhan
siswa dalam mengembangkan potensi dirinya baik sebagai mahkluk individu maupun
sosial. Disamping itu kemampuan yang harus dikembangkan melalui pembelajaran
oleh guru berkenaan dengan pengembangan potensi akademik seperti kecerdasan
intelektual, emosional, sosial bahkan spiritual, juga harus mampu Microteaching
mendorong pengembangan potensi kemampuan non akademik, seperti penyaluran
bakat maupun minat siswa.

Berorientasi pada kurikulum yang berlaku; perencanaan yang dikembangkan oleh


guru seperti dalam bentuk silabus maupun dalam bentuk rencana pelaksanaan

14
pembelajaran harus disusun dan dikembangkan dan mengacu pada kurikulum yang
berlaku. Sebenarnya perencanaan pembelajaran baik berbentuk silabus maupun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam kajian kurikulum semuanya disebut
kurikulum. Adapun yang membedakannya dilihat dari segi cakupannya; silabus
merupakan program pembelajaran yang lebih luas menyangkut program untuk satu
atau kelompok mata pelajaran untuk jangka waktu satu semester atau lebih.
Sedangkan RPP merupakan program pembelajaran yang menyangkut pokok-pokok
bahasan untuk satu atau dua unit.

Dalam pembahasan kegiatan belajar ini, yang dimaksud dengan pengembangan


perencanaan pembelajaran yaitu rencana pengembangan perencanaan (RPP), sebagai
pedoman operasional untuk setiap unit kegiatan pembelajaran. Dengan demikian
dilihat dari cakupannya RPP merupakan jenis perencanaan yang lebih spesifik sebagai
penjabaran dari silabus pembelajaran.

Urutan kegiatan pembelajaran dikembangkan secara sistematis dengan


mempertimbangkan urutan dari yang mudah menuju yang lebih sulit, dari yang
bersifat sederhana menuju yang lebih komplek. Dengan perencanaan pembelajaran
yang dikembangkan oleh guru bertujuan agar pembelajaran dapat dilaksanakan secara
logis, sistematis, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan. Pembelajaran adalah merupakan proses yang komplek, dan mengingat
kompleknya pembelajaran tersebut maka pembelajaran harus dirancang, direncanakan
dengan matang, sehingga pembelajaran yang komplek itu dapat lebih sederhana dan
mempermudah siswa untuk mempelajarinya

Lengkapi perencanaan pembelajaran dengan lembar kerja dan lembar tugas, atau
instrumen pembelajaran lain sesuai dengan kebutuhan dalam pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Pedoman observasi atau pedoman wawancara, lembar kerja siswa,
format, isian, lembar catatan tertentu.

Rencana pembelajaran wajib bersifat fleksibel: yaitu bersifat luwes agar dapat
dilakukan penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang berkembang. Rencana
pembelajaran dibuat sebelum pembelajaran dilaksanakan. Oleh karena itu, rencana
pembelajaran merupakan proyeksi kegiatan, maka RPP sifatnya dugaan atau
hipotesis. Kondisi nyata akan terlihat pada saat pembelajaran itu dilaksanakan. Untuk
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan perbedaan situasi dan kondisi yang tidak

15
sesuai seperti yang diproyeksikan melalui perencanaan sebelumnya, maka dengan
sifat fleksibilitas perencanaan tersebut, dapat segera dilakukan adaptasi dan
penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang terjadi.

Pembelajaran bersifat situasional, yaitu segala sesuatu secara keseluruhan sudah


diprogram melalui perencanaan yang telah dikembangkan sebelumnya, tidak menutup
kemungkinan masih terdapat beberapa unsur yang harus disesuaikan dengan situasi
dan kondisi pada saat pembelajaran dilakukan.

Berdasarkan pendekatan sistem, setiap unsur perencanaan pembelajaran yang


dikembangkan harus sesuai dengan satu kesatuan yang utuh, terpadu saling
mempengaruhi dan memiliki ketergantungan. Sistem baru akan berfungsi sebagai
sistem jika di dalamnya terdapat beberapa unsur yang saling berhubungan dan
mempengaruhi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan komponen dalam
pembelajaran yaitu tujuan, isi, metode dan evaluasi.

E. LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN PERENCANAAN

Dalam pembuatan perencanaan yang efektif dalam microteaching, terdapat delapan


langkah yang harus diikuti. Pertama, langkah ini dimulai dengan menentukan tujuan
pembelajaran yang spesifik dan terukur. Tujuan ini akan menjadi panduan dalam
merancang kegiatan pembelajaran yang tepat dan fokus. Selanjutnya, langkah kedua
adalah melakukan analisis mendalam terhadap peserta dan konteks pembelajaran.
Dalam analisis ini, perlu dipahami karakteristik peserta, tingkat pengetahuan mereka,
serta faktor-faktor kontekstual yang dapat mempengaruhi perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran.

Setelah itu, langkah ketiga adalah merancang bahan pembelajaran yang relevan
dengan tujuan pembelajaran. Bahan ini harus disusun secara sistematis dan
memperhatikan kebutuhan peserta. Langkah keempat adalah memilih metode
pengajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta. Metode
ini dapat berupa ceramah, diskusi, simulasi, atau tugas kelompok, tergantung pada
konteks dan tujuan pembelajaran.

16
Langkah kelima adalah menyusun rencana pembelajaran yang terstruktur. Rencana ini
mencakup urutan kegiatan, alokasi waktu, dan penyesuaian yang diperlukan. Langkah
keenam adalah melakukan persiapan materi dan sumber daya yang diperlukan untuk
mendukung pembelajaran. Persiapan yang baik akan memastikan kelancaran dan
keberhasilan sesi microteaching.

Selanjutnya, langkah ketujuh adalah melakukan simulasi dan praktek sebelum


pelaksanaan sesi microteaching. Simulasi dan praktek ini membantu dalam
memperbaiki dan mengasah keterampilan pengajaran, serta mempersiapkan diri untuk
berinteraksi dengan peserta. Terakhir, langkah kedelapan adalah melakukan evaluasi
dan refleksi terhadap sesi microteaching yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
melibatkan penilaian terhadap pencapaian tujuan pembelajaran dan refleksi terhadap
proses pembelajaran secara keseluruhan. Hasil evaluasi dan refleksi ini dapat
digunakan untuk meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan sesi microteaching
selanjutnya.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, perencanaan microteaching akan menjadi


lebih terstruktur, efektif, dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, evaluasi
dan refleksi akan membantu meningkatkan kualitas pengajaran dan memperbaiki
kelemahan yang mungkin terjadi.

17
BAB 3 KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

Mengajar dalam konteks microteaching melibatkan praktik mengajar dalam skala


kecil dengan fokus pada pengembangan keterampilan dasar mengajar. Dalam
microteaching, Anda perlu memperhatikan beberapa keterampilan dasar yang penting.

Pertama, perencanaan pembelajaran menjadi langkah awal yang penting. Anda perlu
merencanakan tujuan pembelajaran yang jelas dan sesuai dengan konteks pengajaran.
Tentukan materi yang akan diajarkan, metode pembelajaran yang akan digunakan,
serta strategi penilaian yang sesuai.

Selanjutnya, komunikasi efektif menjadi keterampilan dasar yang penting dalam


mengajar. Kemampuan untuk mengkomunikasikan ide-ide dengan jelas dan mudah
dipahami oleh siswa sangat diperlukan. Gunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat
pemahaman mereka, berikan petunjuk yang konkret dan terstruktur, dan berikan
perhatian pada siswa secara individual.

Penggunaan alat bantu pembelajaran juga menjadi aspek penting dalam


microteaching. Manfaatkan berbagai alat bantu seperti papan tulis, presentasi visual,
media audiovisual, atau teknologi pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran. Pastikan Anda menguasai penggunaan alat-alat tersebut dan dapat
mengintegrasikannya dengan efektif dalam proses pengajaran.

Keterampilan pengelolaan kelas juga harus diperhatikan. Anda perlu mengatur dan
mengelola kelas dengan baik. Atur waktu dengan baik, pertahankan disiplin, fasilitasi
diskusi, dan berikan perhatian kepada siswa secara individual. Pertimbangkan pula
strategi untuk mengelola kelompok kecil atau kerja kelompok.

Memberikan umpan balik yang konstruktif adalah keterampilan penting dalam


microteaching. Setelah sesi pengajaran, berikan umpan balik kepada rekan sejawat
atau penguji. Fokuskan pada aspek-aspek positif dari pengajaran mereka, sertakan
saran dan rekomendasi untuk perbaikan. Jadilah terbuka terhadap umpan balik yang
Anda terima dan gunakan kesempatan ini untuk belajar dan tumbuh sebagai guru.

Terakhir, evaluasi pembelajaran penting dilakukan. Lakukan penilaian terhadap


pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Gunakan berbagai strategi

18
penilaian seperti tes, tugas proyek, diskusi kelompok, atau observasi untuk
memastikan bahwa tujuan pembelajaran telah tercapai.

Keterampilan mengajar yang inklusif, empatik, dan adaptif juga sangat penting dalam
microteaching. Pastikan bahwa semua siswa merasa terlibat dan mendapatkan
manfaat maksimal dari pengajaran Anda.

A. KETERAMPILAN MEMBUKA PELAJARAN

Keterampilan membuka pembelajaran merupakan aspek penting dalam mengajar.


Saat membuka pembelajaran, Anda perlu memperhatikan beberapa keterampilan yang
dapat membantu Anda dalam menciptakan pengalaman pembelajaran yang menarik
dan bermakna.

Pertama, penting untuk menarik perhatian siswa. Mulailah dengan menciptakan


suasana yang menarik dan memikat perhatian siswa. Gunakan pendekatan yang
kreatif, seperti cerita singkat, pertanyaan menarik, atau gambaran visual yang menarik
untuk memikat perhatian siswa sejak awal.

Selanjutnya, Anda perlu membangkitkan keingintahuan siswa. Bantu siswa untuk


terlibat secara aktif dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan. Ajukan
pertanyaan yang merangsang pemikiran mereka, berikan pernyataan menarik, atau
tampilkan sesuatu yang menarik perhatian mereka terkait topik pembelajaran. Hal ini
dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan membuat mereka lebih terlibat dalam
proses pembelajaran.

Selain itu, penting untuk menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas. Jelaskan
kepada siswa apa yang akan mereka pelajari dan mengapa itu penting bagi mereka.
Hal ini dapat memberikan motivasi dan arah yang jelas kepada siswa, sehingga
mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tujuan pembelajaran tersebut.

Selanjutnya, hubungkan materi pembelajaran dengan pengetahuan atau pengalaman


sebelumnya yang dimiliki siswa. Bangun koneksi antara pengetahuan atau
pengalaman sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan. Tanyakan kepada siswa
apa yang mereka sudah ketahui tentang topik tersebut, dan kemudian hubungkan

19
pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya. Ini membantu siswa untuk
melihat relevansi dan konteks dalam pembelajaran baru.

Selain itu, berikan gambaran menyeluruh tentang isi pembelajaran yang akan
dilakukan. Jelaskan secara singkat apa yang akan dipelajari dan bagaimana materi
tersebut akan disajikan. Ini memberikan gambaran keseluruhan kepada siswa tentang
struktur dan aliran pembelajaran yang akan mereka ikuti.

Selanjutnya, ciptakan hubungan dan keterhubungan antara materi pembelajaran


dengan dunia nyata atau pengalaman siswa. Jelaskan bagaimana materi tersebut
relevan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam konteks yang lebih luas. Ini
membantu siswa untuk melihat pentingnya pembelajaran tersebut dalam kehidupan
mereka.

Terakhir, penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dalam kelas. Pastikan
suasana kelas yang inklusif, ramah, dan aman. Berikan salam dan sapaan hangat
kepada semua siswa, dan berikan kesempatan bagi setiap siswa untuk berpartisipasi.
Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif, semua siswa merasa diterima dan
didorong untuk berkontribusi.

Dengan mempraktikkan keterampilan ini, Anda dapat membuka pembelajaran dengan


baik, membangun minat siswa, dan memberikan landasan yang kuat untuk
pembelajaran yang efektif.

Robert Gagne dalam tulisan yang mengulas tentang pembelajaran yang berjudul
Condition of Learning, mengklasifikasikan langkah- langkah pembelajaran menjadi 9
peristiwa pembelajaran. Diantara sembilan tahapan tersebut tahap pembelajaran, yang
terkait dengan kegiatan awal pembelajaran adalah menarik perhatian,
memberitahukan tujuan pembelajaran kepada mahasiswa dan merangsang ingatan
pada prasyarat belajar

Agar pembelajaran yang dicapai dapat diterima oleh siswa, guru pada saat membuka
pelajaran harus menganalisis dan memahamikebutuhan, tujuan, minat dan bakat anak,
sehingga saat pembelajaran yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan siswa. Jika
tujuan, kebutuhan, minat dan bakat anak dapat dipahami, maka proses belajar sesuai
dengan kebutuhan, minat dan kemampuan siswanya.

20
Berikut unsur-unsur yang dapat digunakan saat melakukan proses kegiatan awal
pembelajaran.

Menarik perhatian. Kegiatan paling awal dari pembelajaran adalah menarik perhatian
siswa agar kegiatan pembelajaran berikutnya dapat berjalan dengan baik. Perhatian
siswa dapat ditingkatkan dengan memberikan perubahan-perubahan rangsangan
secara mendadak. Untuk keperluan pembelajaran dalam kelompok besar, gerak tubuh,
perubahan suara, atau menyediakan media pembelajaran dapat menarik perhatian
siswa. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa. Maksud utama
memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa adalah agar siswa dapat
menjawab pertanyaan ini, "Bagaimana saya tahu bahwa saya sudah belajar?"
Keuntungan lain yang juga dapat diperoleh dari pemberitahuan tujuan ini adalah
terarahnya seluruh kegiatan belajar ke tujuan yang ingin dicapai. Hakekat dari
pemberitahuan tujuan pembelajaran sebenarnya adalah menginformasikan apa yang
harus dicapai mahasiswa pada akhir pembelajaran. Ia dimaksudkan untuk membangun
harapan-harapan dalam diri mahasiswa tentang hal-hal yang harus dikuasai setelah
belajar (Degeng, 1988).

Merangsang ingatan pada prasyarat belajar. Prasyarat belajar (hal- hal yang telah
dipelajarai sebelumnya) yang dapat memudahkan belajar hal yang baru harus diingat
sebelum yang baru dipelajari. Kadang-kadang hal ini dapat dilakukan dengan kalimat
sederhana, yaitu hanya dengan mengingatkan siswa pada hal-hal yang sudah
dipelajari.

B. KETERAMPILAN MENUTUP PEMBELARAN

Menyelesaikan suatu aktivitas menandai akhir dari mempelajari aktivitas tersebut.


Setelah menyelesaikan pelajaran, Anda akan memiliki gambaran umum tentang apa
yang telah Anda pelajari sejauh ini, mengetahui tingkat perolehan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan terkait Anda.

dengan materi yang kamu pelajari. Sembilan peristiwa pembelajaran memungkinkan


Anda melakukan aktivitas pembelajaran terakhir - evaluasi kinerja. Tujuan dari fase
acara pembelajaran ini adalah untuk menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan
pembelajaran dan mampu mempertahankan hasil yang ditetapkan untuk tujuan
tersebut. Oleh karena itu, perlu untuk mengidentifikasi teknik evaluasi yang berbeda

21
tergantung pada kinerja yang akan dievaluasi. Tentunya penilaian harus sesuai dengan
tujuan pembelajaran.

Meningkatkan retensi dan transfer pembelajaran. Tidak benar bahwa silabus


mengasumsikan bahwa siswa dapat secara otomatis mentransfer apa yang telah
mereka pelajari. Upaya untuk meningkatkan retensi dan transmisi pembelajaran harus
secara eksplisit dimasukkan ke dalam proses pembelajaran. Kegiatan akhir
pembelajaran adalah proses pembelajaran, yang isinya diambil pada inti dari setiap
materi yang dipelajari siswa dan berfungsi sebagai masukan untuk merumuskan upaya
tindak lanjut apa yang harus dilakukan selanjutnya.

C. KETERAMPILAN MENJELASKAN

Keterampilan ini diperlukan agar guru dapat menyajikan materi dengan jelas dan agar
siswa dapat memahami konsep. Elemen yang harus Anda bawa termasuk antusiasme,
posisi pertama pada topik, dan penjelasan yang efektif. Menjelaskan adalah salah satu
keterampilan utama yang harus dikuasai guru.

Pembelajaran berjalan dengan baik jika kemampuan menjelaskan guru baik.


Menjelaskan merupakan kegiatan sentral dalam menghasilkan pembelajaran.
Eksplanasi merupakan salah satu teknik mengajar dan sangat erat kaitannya dengan
kemampuan menyampaikan pengertian kepada siswa. Kemampuan menjelaskan
sangat erat kaitannya dengan kemampuan berkomunikasi, khususnya komunikasi
verbal.

Menurut Eberts dan Gisler (2008), menurut Nisbet dan Shucksmith (Perry, 2004),
kemampuan penjelas atau komunikatif guru sama pentingnya dengan kemampuan
guru menguasai apa yang perlu diajarkan kepada siswa. Keterampilan komunikasi
yang harus dikembangkan guru tidak hanya untuk dapat berkomunikasi secara efektif,
tetapi juga untuk mencontohkan komunikasi yang baik. Karier mengajar adalah
investasi bagi generasi berikutnya. Oleh karena itu, salah satu keterampilan yang
dibutuhkan guru adalah “kemampuan komunikasi yang baik dengan anak”.
Menjelaskan dalam konteks pembelajaran berarti membantu siswa belajar lebih dari
sekedar berkomunikasi.

22
Dengan kata lain, fokusnya adalah pada pembelajar, bukan pada guru. Siswa belajar
paling baik dengan mengalami sesuatu untuk diri mereka sendiri. Oleh karena itu,
ketika seorang guru mencoba untuk mengajarkan sesuatu, guru secara terus menerus
berusaha untuk menembus pikiran siswa agar dia dapat lebih memahami apa yang
dibutuhkan siswa saat mempelajari materi pembelajaran tersebut. McLeod, Fisher.

Hoover (2003) menjelaskan perkuliahan secara umum sebagai upaya guru untuk
menyampaikan pengetahuan secara lisan kepada siswa, atau yang setara. Selama
pembelajaran, kami akan menjelaskan pembelajaran yang berpusat pada guru. Jadi
biarkan guru berperan sebagai "ahli" yang membagikan ilmunya kepada siswanya.

Brown dan Armstong (Odora, 2014) mengidentifikasi dua jenis penjelasan yang
secara umum membentuk pemahaman siswa terhadap penjelasan: penjelasan
imajinatif terbuka siswa. Tujuan utama pemberian penjelasan dalam pembelajaran
adalah untuk membangkitkan minat siswa, meningkatkan kecerdasan mereka dalam
belajar, membantu mereka memahami tujuan dari apa yang mereka lakukan, dan
memberi mereka wawasan orisinal tentang bagaimana mereka melakukannya. untuk
mengembangkan pemahaman. Selain itu, penjelasan kelas dapat digunakan untuk
memberikan pemahaman yang rumit kepada siswa.

Kemampuan menjelaskan merupakan keterampilan penting seorang pendidik. Saat


menjelaskan, Anda harus memperhatikan beberapa keterampilan yang akan
membantu Anda mengomunikasikan konten Anda dengan jelas dan efektif. Pertama,
pastikan tujuan Anda jelas. Ketahuilah apa yang ingin Anda sampaikan kepada siswa
Anda dan tujuan pembelajaran apa yang ingin Anda capai. Ini memungkinkan Anda
untuk menargetkan deskripsi dan fokus pada informasi yang relevan.

Kemudian, gunakan kata-kata yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Hindari
penggunaan jargon atau jargon yang mungkin sulit dipahami siswa. Berkomunikasi
dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami untuk dipahami siswa.
Atur deskripsi Anda dengan baik. Saya akan memberikan gambaran terlebih dahulu
tentang topik yang akan saya bahas, kemudian saya akan mengelompokkan poin-poin
penting secara struktural. Pastikan urutannya logis dan teratur sehingga siswa dapat
dengan mudah mengikuti alur penjelasan Anda. Gunakan contoh dan ilustrasi konkret
untuk mengklarifikasi konsep yang Anda gambarkan. Contoh membantu siswa
menghubungkan konsep dengan situasi dunia nyata agar lebih mudah dipahami.

23
Berikan contoh yang relevan dan Anda dapat dengan mudah menghubungkannya
dengan kehidupan dan pengalaman sehari-hari siswa Anda.

Pertimbangkan untuk menggunakan visualisasi untuk mendukung penjelasan Anda.


Gunakan gambar, bagan, grafik, atau alat bantu visual lainnya untuk membantu siswa
memvisualisasikan konsep yang Anda gambarkan. Visualisasi membantu siswa
memperdalam pemahaman mereka dan memperkuat pemahaman mereka. Gunakan
pertanyaan pemahaman untuk menguji pemahaman siswa. Ajukan pertanyaan yang
mendorong siswa untuk berpikir kritis dan menanggapi apa yang sedang dibahas.
Pertanyaan-pertanyaan ini juga akan membantu menumbuhkan interaksi antara Anda
dan siswa Anda dan memastikan mereka benar-benar memahami konsep yang
diajarkan.

Gunakan analogi dan perumpamaan yang relevan untuk mengklarifikasi konsep yang
rumit. Membandingkan konsep yang sulit dipahami dengan konsep yang lebih dikenal
atau dikenal siswa. Perumpamaan membantu siswa membuat hubungan dan
mendapatkan pemahaman konsep yang lebih dalam. Terus berlatih dan mengasah
keterampilan penjelasan Anda melalui instruksi pengalaman dan refleksi. Menguasai
keterampilan ini akan membantu Anda mengomunikasikan pembelajaran Anda
dengan lebih jelas, mudah dipahami, dan melibatkan siswa Anda.

D. KETERAMPILAN BERTANYA

Keterampilan bertanya adalah salah satu dari keterampilan mengajar yang diterapkan
untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Keterampilan bertanya merupakan
kemampuan guru dalam mengajukan pertanyaan dalam suatu proses pembelajaran
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah
siswa.

Keterampilan bertanya meliputi kompetensi mengajukan pertanyaan, menyelidik,


merumuskan pertanyaan tingkat tinggi, dan pertanyaan divergen.

Mahasiswa calon guru yang memiliki kompetensi dalam keterampilan bertanya


memiliki kesiapan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang menerapkan tingkat
dasar hingga pertanyaan tingkat lanjut dan pertanyaan terbuka.

24
Pertanyaan tingkat tinggi tidak dapat dijawab hanya dengan ingatan hafalan saja.
Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan aturan atau prinsip. Dengan pertanyaan
terbuka, tidak ada jawaban tunggal tetapi menuntut siswa untuk berpikir kreatif.

Pertanyaan menyelidik dapat dilakukan dengan cara guru meminta siswa untuk
mencari informasi lebih lanjut; memerlukan pembenaran untuk suatu jawaban;
memfokuskan kembali jawaban ke aspek lain dari pertanyaan; mendorong murid; atau
meminta siswa lain untuk masuk ke dalam diskusi.

Komponen keterampilan dalam mengajukan pertanyaan adalah mengungkapkan


pertanyaan dengan jelas dan ringkas, memberi referensi, memfokuskan,
mendistribusikan pertanyaan, menggeser giliran, memberi waktu untuk berpikir,
memberi bantuan dengan mengungkapkan pertanyaan dengan cara lain,
menyederhanakan pertanyaan, mengulangi penjelasan sebelumnya.

Keterampilan bertanya lanjut adalah berkenaan dengan perubahan tuntutan tingkat


kognitif dalam menjawab pertanyaan, mengatur urutan pertanyaan, menggunakan
pertanyaan pelacakan dengan berbagai teknik, meningkatkan terjadinya interaksi.

Menurut Turney (1979) secara umum guru bertanya pada siswa untuk berbagai tujuan
dan manfaat, diantaranya adalah:

a) Untuk membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap pokok bahasan.

b) Untuk membangkitkan motivasi dan mendorong siswa berpartisipasi secara aktif


dalam pembelajaran.

c) Memusatkan perhatian siswa terhadap pokok bahasan.

d) Mengaktifkan dan membuat siswa produktif dalam pembelajaran.

e) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.

f) Melihat hal-hal yang telah dan belum diketahui siswa terkait materi.

g) Memberi kesempatan pada siswa untuk mendemonstrasikan pemahamannya


tentang informasi yang diberikan.

h) Memberi kesempatan siswa untuk mengulang kembali materi yang telah dipelajari.

25
i) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

j) Memberi kesempatan siswa untuk belajar berdiskusi.

Jenis pertanyaan secara umum digolongkan dalam beberapa tipe yaitu:

a) Pertanyaan yang menuntut fakta, yaitu pertanyaan yang menuntut siswa untuk
mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan jawaban harus
berdasarkan fakta.

b) Pertanyaan yang menuntut kemampuan untuk membandingkan, yaitu pertanyaan


untuk mengembangkan atau melatih daya piker siswa secara analisis dan sintesis.

c) Pertanyaan yang menuntut kemampuan memperkirakan, yaitu pertanyaan untuk


mengembangkan atau melatih kemampuan meramalkan atau membuat perkiraan.

d) Pertanyaan yang menuntut pengorganisasian, yaitu pertanyaan untuk melatih


kemampuan berpikir teratur, logis dan sistematis.

e) Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban, yaitu pertanyaan untuk menegaskan


atau meyakinkan sesuatu kepada siswa. Keterampilan bertanya meliputi keterampilan
bertanya dasar dan lanjutan. Keterampilan bertanya dasar memiliki beberapa
kemampuan dasar yang perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis pertanyaan.

Beberapa komponen keterampilan bertanya dasar adalah:

a) Bahasa pertanyaan yang digunakan jelas dan singkat: yaitu pertanyaan yang
digunakan jelas dan singkat, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan
siswa, serta mudah dimengerti.

b) Pemberian acuan: yaitu pertanyaan yang disampaikan berisi informasi yang relevan
dengan jawaban yang diharapkan siswa dan membantu siswa untuk mengolah
informasi pembelajaran dan menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.

c) Pemusatan ke arah jawaban yang diminta: yaitu membatasi lingkup pertanyaan


menjadi luas dan sempit, dan digunakan tergantung pada tujuan pertanyaan dan pokok
dalam diskusi yang hendak ditanyakan.

d) Pemindahan giliran: yaitu pertanyaan harus disampaikan secara adil dan merata
kepada setiap siswa, sehingga semua peserta didik mendapat kesempatan yang sama.

26
e) Acak: yaitu pertanyaan sebaiknya diberikan secara acak agar perhatian siswa
terpusat pada kegiatan pembelajaran.

f) Pemberian waktu berpikir: yaitu siswa harus diberikan waktu untuk berpikir,
sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk menemukan dan menyusun jawaban.

g) Kehangatan dan antusiasme: yaitu menciptakan kondisi yang kondusif dan


menyenangkan, sehingga siswa merasa aman dan betah dalam proses pembelajaran.
Ketika menyampaikan

pertanyaan harus tercipta suasana psikologi yang hangat dan mendorong semangat
belajar.

h) Merangsang berpikir: yaitu setiap pertanyaan yang diajukan harus menjadi stimulus
sehingga siswa merasa tertantang untuk berpikir dan melakukan aktivitas
pembelajaran untuk menjawabnya.

Agar tercipta pembelajaran aktif, tidak hanya guru saja yang bertanya pada siswa, tapi
juga dari siswa kepada siswa, maupun kepada guru.

Dengan demikian dapat meningkatkan keterlibatan siswa agar dapat belajar secara
lebih aktif, dan mengurangi peran guru sebagai penanya sentral. Sebagai bahan
rujukan, dapat digunakan klasifikasi tingkatan pengetahuan yang disampaikan oleh
Bloom dkk (taksonomi Bloom, yaitu: Pertanyaan ingatan ( knowledge): yaitu jenis
pertanyaan yang mengharapkan siswa dapat mengenali atau mengingat kembali
informasi yang telah dipelajari.

Pertanyaan pemahaman ( comprehension): yaitu pertanyaan yang ditujukan untuk


membimbing siswa mengorganisasikan dan Menyusun materi-materi yang telah
diketahui sebelumnya. Pertanyaan penerapan ( application): pertanyaan jenis ini
menuntut siswa untuk menerapkan pengetahuan baik berupa suatu aturan,
generalisasi, aksioma atau proses pada suatu masalah dan menemukan jawaban yang
benar terhadap masalah itu. Kata kunci yang biasanya digunakan seperti: terapkan,
klasifikasikan, gunakan, pilih dan lainnya.

Pertanyaan analisis ( analysis): dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan


berpikir siswa secara lebih rinci, kritis dan mendalam. Biasanya dilakukan untuk
mengidentifikasi, mempertimbangkan dan menganalisis.

27
Pertanyaan sintesis ( synthesis): yaitu pertanyaan yang menuntut kemampuan berpikir
dan proses mental yang tinggi. Pertanyaan ini tidak memiliki suatu jawaban benar
tunggal, akan tetapi mendorong siswa untuk dapat membuat keputusan atau
pertimbangan baik tidaknya suatu ide, pemecahan masalah. Kata-kata yang biasanya
digunakan adalah: memutuskan, beri pendapatmu, mana yang lebih baik dan lainnya.
Penggunaan keterampilan bertanya sangat penting dalam metode penyelidikan.
Menurut 1

Lewis (2015) ketika seseorang melakukan penyelidikan, dia harus mengajukan


pertanyaan seputar fenomena yang memicu penyelidikan. Ditegaskan pula bahwa
proses tanya jawab ini harus difokuskan pada pencarian informasi terkait fenomena
tersebut. Dalam hal ini, guru harus mensintesis apa yang telah ditemukan selama
proses penyelidikan, dari mana kesimpulan yang dihasilkan dari penyelidikan di
evaluasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa penggunaan pertanyaan untuk membantu
proses pembelajaran cukup baru. Di masa lalu, guru mendominasi proses tanya jawab
dengan menanyakan kepada siswa apakah mereka telah memahami isi pembelajaran
untuk memeriksa perhatian siswa di kelas.

Namun dengan adanya pergeseran tujuan dari menguasai isi pembelajaran menjadi
menguasai kecakapan hidup yang sedang trend saat ini, bertanya kini menjadi
keterampilan yang harus dikuasai sebagai 1 Lewis, Karron G. “Developing
questioning skills,” 2015 bagian dari keterampilan menyelidiki siswa. Hal ini
bertujuan untuk membangun keterampilan menyelidiki di kalangan siswa untuk
memungkinkan mereka menganalisis fenomena di sekitar kehidupan mereka dan
dalam kehidupan orang lain.

E. KETERAMPILAN MEMBERIKAN VARIASI

Keterampilan variasi adalah tindakan guru/pendidik dalam rangka proses belajar


mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses
belajar mengajar siswa selalu menunjukkan ketekunan, semangat, dan partisipasi
aktif. Komponen keterampilan melakukan variasi dapat berupa gaya mengajar, variasi
penggunaan media, variasi pola interaksi dan aktivitas.

Agar variasi bisa mencapai tujuan pembelajaran secara efektif, maka harus
mempertimbangkan beberapa prinsip berikut ini:

28
Bertujuan; bahwa variasi stimulus yang dikembangkan harus memiliki tujuan yang
terarah dan jelas. Oleh karena itu variasi stimulus juga harus memperhatikan
kesesuaian sifat materi, karakteristik siswa dan juga latar belakang sosial budayanya,
dan faktor kemampuan guru untuk melaksanakannya.

Fleksibel; artinya harus bersifat luwes dan tidak kaku. Setiap jenis variasi diterapkan
memungkinkan dapat diubah atau disesuaikan dengan situasi, kondisi dan tuntutan
yang terjadi secara spontan saat pembelajaran tanpa mengganggu proses pembelajaran
yang sedang berlangsung.

Lancar dan berkesinambungan; yaitu setiap variasi yang dikembangkan berjalan


lancar. Perpindahan dari satu variasi stimulus ke variasi stimulus lainnya merupakan
satu kesatuan yang utuh, saling mendukung dan tidak merusak perhatian juga tidak
mengganggu proses pembelajaran, sehingga dapat berjalan efektif dan efisien.Wajar
atau apa adanya (tidak dibuat-buat); bahwa pembelajaran tidak dibuat-buat, berjalan
secara alami dan terkait langsung dengan konteks pembelajaran yang sedang dibahas.

Pengelolaan yang matang; yaitu penerapan dan pengembangan variasi stimulus


direncanakan sebelumnya dengan baik, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan
baik.

Menurut Wina Sanjaya (2006) bahwa tujuan dan manfaat dalam pembelajaran adalah
untuk menjaga agar iklim pembelajaran tetap menarik perhatian, tidak membosankan,
sehingga siswa menunjukkan sikap antusias dan ketekunan, penuh gairah, dan
berpartisipasi aktif dalam setiap langkah pembelajaran.

Beberapa poin penting yang menjadi tujuan dan manfaat dari variasi stimulus jika
merujuk pada pernyataan tersebut adalah:

a) Memelihara dan meningkatkan perhatian siswa terhadap materi dan aktivitas


pembelajaran, karena kemampuan siswa dalam memperhatikan suatu objek terbatas
demikian juga motivasi yang dimiliki siswa bisa mengalami pasang surut. Untuk itu
variasi stimulus menjadi solusi yang baik.

b) Terciptanya proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.

c) Menghilangkan kejenuhan dan rasa bosan sebagai akibat dari kegiatan yang
bersifat rutinitas.

29
d) Meningkatkan rasa ingin tahu atau motivasi siswa, yaitu kesadaran sendiri untuk
memperhatikan penjelasan guru dan terlibat dalam aktivitas belajar.

e) Membentuk sikap positif terhadap pendidik maupun sekolah.

f) Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi kemudahan


belajar.

g) Mendorong dan meningkatkan aktivitas belajar dengan melibatkan siswa pada


berbagai kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik. Dengan penerapan variasi
stimulus dalam pembelajaran, maka proses pembelajaran akan menarik, menantang
dan menyenangkan.

Secara garis besar variasi stimulus dalam pembelajaran dapat dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu:

1. Variasi dalam gaya mengajar atau tatap muka.

Variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku, sikap dan perbuatan guru
dalam konteks belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa
sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap pelajarannya. Beberapa
variasi yang dapat digunakan adalah:

a) Variasi suara ( teacher voice) adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah,
dari tinggi menjadi rendah, dan cepat menjadi lamban atau sebaliknya. Hendaknya
suara bervariasi pada saat menjelaskan materi pelajaran, baik dalam intonasi, volume,
nada dan kecepatan bicara yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi.

b) Pemusatan perhatian ( focusing) yaitu upaya untuk mengajak atau mengkondisikan


siswa untuk sesaat memusatkan (focusing) pada bagian-bagian tertentu yang dianggap
penting dalam pelajaran.

c) Kesenyapan atau kebisuan guru ( teacher silece) yaitu kesenyapan atau “selingan
diam” yang tiba-tiba atau sengaja dilakukan untuk menarik perhatian siswa. Diam
sejenak setelah terus menerus melakukan komunikasi lisan menjelaskan materi
termasuk dalam pergantian strategi atau variasi dari berbicara ke diam sesaat.

d) Kontak pandang atau kontak mata ( eye contact) adalah memusatkan perhatian
antara calon pendidik/pendidik dengan siswa. Bila sedang berbicara sebaiknya

30
padangan menjelajah ke seluruh kelas dan melihat ke mata siswa untuk menunjukkan
adanya hubungan antara calon pendidik/pendidik dengan siswanya. Dengan begitu
siswa merasa diperhatikan dan mengurangi kegiatan yang dapat mengganggu proses
pembelajaran.

e) Gerak badan dan mimik yaitu gerakan kepala, badan dan juga ekspresi wajah
(mimik) yang berguna untuk menarik perhatian dan memberikan kesan dan
pendalaman makna dari pesan lisan yang disampaikan.

f) Gerak atau pergantian posisi di dalam kelas adalah pergantian posisi calon
pendidik/pendidik dari satu gaya ke gaya lainnya. Misalnya dari duduk, berdiri dan
berjalan untuk menghindari kejenuhan dan mempertahankan perhatian siswa. Bila
ingin mengobservasi keseluruhan kelas dapat dilakukan dengan bergerak perlahan ke
arah belakang dan kemudian dari belakang ke arah depan untuk dapat mengetahui
tingkah laku siswa.

2. Variasi dalam penggunaan media dan alat pembelajaran

Setiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam menggunakan alat indranya,


ada yang termasuk tipe visual, auditif dan juga motorik. Untuk itu guru harus dapat
mengakomodasi tiap kemampuan yang berbeda-beda tersebut. Variasi dalam
penggunaan media dan alat pembelajaran antara lain adalah:

a) Variasi alat yang dapat dilihat (media visual); yaitu alat atau media pembelajaran
yang bisa dilihat seperti gambar, foto, film slide, bagan, grafik, poster dan lain
sebagainya.

b) Variasi alat yang dapat didengar (media auditif); yaitu alat atau media
pembelajaran yang dapat didengar seperti radio, rekaman suara, slide suara, musik
dan lain sebagainya.

c) Variasi alat yang dapat diraba yaitu media yang dapat diraba, dimanipulasi dan
digerakkan. Penggunaan alat dalam jenis ini dapat menarik perhatian siswa dan
melibatkan siswa dalam bentuk pergaan kegiatan baik secara individual maupun
kelompok.

d) Variasi alat yang dapat dilihat dan didengar ( audio visual aids) seperti film,
televisi, atau proyektor berisi penjelasan tentang materi pelajaran. Penggunaan alat

31
jenis ini merupakan tingkat yang lebih tinggi dari sekedar media dengar saja atau
visual saja.

3. Variasi pola komunikasi interaksi

Komunikasi antara guru sebagai komunikator dengan siswa. Guru tidak hanya
berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan, tapi juga sebagai moderator, pembimbing
dan juga motivator. Interaksi atau komunikasi dapat terjadi dalam bentuk verbal atau
non verbal, dan polanya dapat berbentuk klasikal, kelompok dan juga perorangan
sesuai dengan keperluan. Proses komunikasi ini diklasifikasikan menjadi beberapa
yaitu:

Komunikasi satu arah ( one way communication); yaitu komunikasi yang hanya
berlangsung satu arah, dari calon pendidik/pendidik ke siswa. Bentuk komunikasi ini
adalah calon pendidik/pendidik bertindak sebagai komunikator yang menyampaikan
informasi dan siswa sebagai penerima informasi.

Komunikasi dua arah ( two way communication); yaitu proses komunikasi


pembelajaran yang berlangsung secara dua arah, dari calon pendidik/pendidik ke
siswa dan sebaliknya. Pola kedua ini lebih variative dan lebih hidup daripada pola
pertama tadi.

F. KETERAMPILAN MEMBERI PENGUATAN

Keterampilan memberikan penguatan adalah segala bentuk respon yang merupakan


bagian dari modifikasi perilaku guru terhadap siswa yang bertujuan untuk
memberikan umpan balik atas tindakan atau tanggapan siswa. Ada dua jenis
penguatan, yaitu( 1) Pemberian pembalasan verbal berupa kata- kata atau kalimat
pujian dan( 2) penguatannon-verbal dengan pendekatan gerak tubuh, ekspresi dan
gerakan tubuh, sentuhan, aktivitas menyenangkan, dan simbol atau bentuk penguatan
yang lainnya.

Pemberian penguatan terhadap perilaku belajar siswa ini secara langsung maupun
tidak, berpengaruh terhadap peningkatan proses pembelajaran dan hasilnya, terutama
dalam menanamkan rasa percaya diri dan membangkitkan semangat belajar. Beberapa
tujuan dan manfaat yang dirasakan melalui penerapan keterampilan penguatan
adalahMeningkatkan perhatian siswa; karena perhatian ini sifatnya tidak menetap dan

32
dapat berubah sesuai kondisi, maka penting untuk dapat membangkitkan perhatian
siswa dengan memberi penguatan yang tepat baik jenisnya maupun waktu
pemberiannya.

Membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa; antara motivasi dan


perhatian memiliki hubungan yang erat, karena apabila perhatian terhadap suatu
pelajaran sudah tumbuh maka motivasi akan meningkat karena rasa ingin tahu yang
tinggi. Penguatan yang diberikan dapat mendorong siswa semakin kritis dan aktif
berpartisipasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

Memudahkan siswa belajar; yaitu calon pendidik/ pendidik sebagai fasilitator mampu
mengelola lingkungan pembelajaran agar siswa dapat berinteraksi secara maksimal
dan mudah memahami materi yang dipelajari.

Menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa; karena kepercayaan diri merupakan
modal dasar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran haruslah mampu
menumbuhkan semangat belajar yang tinggi dan keinginan untuk berprestasi, dan
juga percaya pada kemampuan sendiri.

Memelihara suasana kelas yang kondusif; menyenangkan, nyaman, aman dan juga
dinamis akan mendorong aktivitas belajar menjadi lebih maksimal. Suasana kelas jadi
lebih demokratis sehingga siswa lebih bebas mengemukakan pendapat, dan juga
mencoba hal- hal baru yang membuat siswa merasa bersemangat.

Secara garis besar keterampilan penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu
dipahami dan juga dikuasai, diantaranya adalah

1. Penguatan verbal
Penguatan verbal merupakan respon yang diberikan dalam bentuk komentar-
komentar lisan yang positif, pujian, dukungan, penghargaan yang digunakan
untuk menguatkan tingkah laku siswa. Penguatan jenis ini secara teknis lebih
mudah dan bisa segera dilakukan untuk memberi respon melalui ucapan
terhadap respon siswa, seperti misalnya; bagus sekali, luar biasa, tepat sekali,
atau pendapatmu benar sekali, dan lain sebagainya.
2. Penguatan non-verbal

33
Penguatan non-verbal dilakukan dengan perbuatan atau isyarat tertentu yang
menunjukkan penghargaan atas perbuatan siswa. Beberapa jenis
penguatannon-verbal adalah
a) Mimik dan gerakan badan yang dilakukan dengan mengekspresikan wajah
ceria dan bangga, senyuman, anggukan kepala, mengacungkan ibu jari,
tepukan tangan, dan gerakan lainnya yang menandakan kepuasan.
b) Gerak mendekati yang dapat dilakukan dengan mendekati siswa, atau juga
berdiri disampingnya, sehingga membuat siswa merasa diperhatikan.
c) Sentuhan yang dilakukan dengan membuat kontak fisik dengan siswa
misalnya menepuk bahu, berjabat tangan, atau sentuhan lain yang sesuai
dengan kultur, etika dan moral yang berlaku.
d) Kegiatan yang menyenangkan dengan memberikan tugas- tugas atau
kegiatan yang disenangi siswa, sehingga mereka mampu mengekspresikan
kemampuannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
e) Pemberian simbol atau benda dapat berupa komentar tertulis pada tulisan
siswa, kartu bergambar, tanda bintang, lencana atau hadiah lainnya yang
sifatnya mendidik dan bermakna.
Dalam pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan penguatan negatif.
Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara perilaku
positif, berupa pemberian penghargaan untuk merespon perilaku siswa karena
sesuai dengan harapan practitioner. Sedangkan penguatan negatif merupakan
penguatan perilaku dengan cara menghentikan keadaan atau perilaku yang
kurang menyenangkan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan
sehingga siswa terbebas dari keadaan seperti itu. Penguatan negatif dapat
dilakukan secara verbal dan non-verbal, bisa berupa gelengan kepala atau juga
kerutan kening tanda tidak setuju.
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan penguatan,
yaitu
a) Hangat dan antusias hal ini dapat diperlihatkan dalam gerakan, ekspresi wajah,
suara dan juga bahasa tubuh. Dalam memberikan penguatan harus dilakukan dengan
sungguh- sungguh, tulus dan mencermnkan perasaan yang senang. Penguatan harus
dapat memberikan kesan positif, sehingga siswa yang menerima penguatan merasa
senang dan puas dan dapat mendorongnya untuk belajar lebih giat lagi.

34
b) Bermakna diberikan dengan serius, bukan basa- basi, baik melalui kata- kata
maupun isyarat. Baik secara akademik yaitu melalui penguatan yang diberikan dapat
mendorong siswa untuk lebih berprestasi, maupun non akademik dengan
memfasilitais siswa untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif melakukan aktivitas yang
positif.
c) Menghindari respon dan komentar yang negatif jika siswa tidak mampu
menjawab pertanyaan dengan baik.
d) Penguatan juga harus bervariasi, baik secara verbal maupun non-verbal.
e) Sasaran penguatan harus jelas, dengan menyebutkan nama dan menunjukkan
pandangan pada yang dituju.

G. KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL

Keterampilan mengajar untuk kelompok kecil dan individu merupakan tindakan


guru/pendidik dalam rangka proses belajar mengajar yang hanya melayani 3–8
peserta. Secara fisik bentuk pengajaran ini terbatas jumlahnya, yaitu berkisar 3 orang
dan 8 orang untuk kelompok kecil, dan satu orang untuk perorangan.

Pengajaran kelompok kecil dan individu memungkinkan guru untuk memperhatikan


setiap siswa dan terjadinya hubungan yang lebih erat antara seorang guru dan siswa.
Komponen keterampilan mengajar untuk kelompok kecil dan individu meliputi
keterampilan dalam pendekatan pribadi, keterampilan berorganisasi, keterampilan
dalam membimbing dan memfasilitasi pembelajaran, dan keterampilan dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Salah satu asas mengajar adalah perbedaan individu. Misalnya bahwa pada
hakikatnya individu itu adalah mahluk yang unik. Artinya tidak ada dua orang peserta
didik yang mempunyai kesamaan yang betul- betul sama.

Dengan demikian maka antara individu yang satu dengan individu yang lain masing-
masing mempunyai perbedaan satu sama yang lainnya. Apakah perbedaan secara

35
fisik, atau berbeda dalam minat, bakat, kemampuan, dan sebagainya. Hal tersebut
sejalan dengan yang dikemukakan Fisher (2007) “all students are different. The best
teaching takes account off relevant differences to meet the individual learning needs
of students”.

Perhatian terhadap adanya perbedaan individu dalam pembelajaran ini, tidak berarti
mengarah kepada sistem pembelajaran individual, tetapi merupakan penyediaan
alternatif yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan perkembangan peserta didik
yang terdapat dalam kelas.

Dalam hal ini, melalui pembelajaran klasikal, guru dapat membuat variasi melalui
adanya pembelajaran kelompok-kelompok kecil, dan pembelajaran perorangan.
Dengan adanya variasi seperti ini, sangat memberikan peluang yang lebih besar bagi
terpenuhinya kebutuhan setiap peserta didik, dengan demikian penguasaan
keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, merupakan suatu kebutuhan
yang esensial bagi setiap guru yang ingin mengembangkan kemampuan
profesionalnya.

Secara makna tersirat maupun secara fisik, bentuk pengajaran ini berjumlah terbatas
yaitu antara tiga sampai delapan orang siswa. Seperti rumusan Depdikbud (1985)
bahwa mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah terbatasnya jumlah siswa
yang dihadapi oleh guru, yaitu berkisar antara 3 sampai 8 orang siswa untuk
kelompok kecil dan satu untuk perseorangan.Dengan adanya variasi seperti ini, sangat
memberikan peluang yang lebih besar bagi terpenuhinya kebutuhan setiap peserta
didik, dengan demikian penguasaan keterampilan mengajar kelompok kecil dan
perorangan, merupakan suatu kebutuhan yang esensial bagi setiap guru yang ingin
mengembangkan kemampuan profesionalnya.

Secara makna tersirat maupun secara fisik, bentuk pengajaran ini berjumlah terbatas
yaitu antara tiga sampai delapan orang siswa. Seperti rumusan Depdikbud (1985)
bahwa mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah terbatasnya jumlah siswa
yang dihadapi oleh guru, yaitu berkisar antara 3 sampai 8 orang siswa untuk
kelompok kecil dan satu untuk perseorangan.

Beberapa komponen aktivitas yang dapat dilakukan calon pendidik/pendidik dalam


mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah:

36
1. Keterampilan mengadakan pendekatan secara personal:

Keterampilan ini dilakukan agar siswa dapat berkembang secara optimal dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Siswa perlu merasa yakin bahwa dia diperhatikan dan
didengarkan, untuk itu perlu diciptakan suasana seperti:

a) Menunjukkan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa baik dalam


kelompok kecil maupun perorangan.

b) Mendengarkan ide-ide maupun pendapat siswa dengan simpatik.

c) Memberi respon positif.

d) Membangun hubungan saling percaya.

e) Menunjukkan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecenderungan mendominasi.

f) Menunjukkan sikap terbuka dan pengertian.

g) Berusaha mengendalikan situasi.

2. Keterampilan mengorganisasi:

Keterampilan mengorganisasikan setiap unsur atau komponen pembelajaran siswa


seperti:

a) Memberi orientasi umum mengenai tujuan tugas atau masalah yang akan
dipecahkan sebelum kelompok mengerjakan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan.

b) Memvariasikan kegiatan, mengatur pendekatan dan juga metode yang akan


digunakan.

c) Membentuk kelompok yang tepat.

d) Mengkoordinasikan kegiatan juga waktu yang dibutuhkan .

e) Membagi perhatian sesuai kebutuhan kelompok.

f) Mengakhiri kegiatan dan mengevaluasi.

3. Keterampilan Membimbing

37
Keterampilan membimbing dan memudahkan pelajaran sesuai dengan minat dan
bakat masing-masing siswa: sehingga memungkinkan guru membantu siswa untuk
maju tanpa merasa frustasi. Guru dapat memberi penguatan yang sesuai baik secara
kualitas maupun kuantitas, dan mengembangkan sikap tangga baik secara perorangan
maupun keseluruhan.

H. KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN

Layanan pembelajaran yang diberikan oleh guru senantiasa harus sesuai dengan
kebutuhan perkembangan masing-masing peserta didik, menurut O’Brien & Guiney
(2001) guru harus memperhatikan prinsip- prinsip umum adanya perbedaan. Prinsip-
prinsip yang dimaksud, diantaranya yaitu: semua peserta didik memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi; setiap peserta didik dapat belajar;
setiap guru dapat belajar; belajar merupakan suatu proses yang melibatkan adanya
interaksi yang timbal balik; kemajuan belajar setiap peserta didik harus diharapkan,
diakui, dan dihargai; individu belajar sebagai suatu sistem dapat diperbaharui menjadi
sampai sukses.

Hayes (2007) mengemukakan bahwa dalam menghadapi lingkungan kelas yang


inklusif, guru harus bekerja keras, jangan sampai ada peserta didik yang merasa
diasingkan, atau merasa tertekan. Itu artinya manakala peserta didik memilih belajar
kelompok atau belajar secara individual sebaiknya atas dasar pilihan mereka.
Khususnya untuk menentukan peserta didik untuk belajar secara individual manakala
hasil diagnosis guru, bahwa tepatnya peserta didik tersebut sebaiknya belajar secara
individual, pertimbangannya harus matang. Agar pelaksanaan pengajaran kelompok
kecil dan perorangan efektif, maka guru harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut
ini.

a) Variasi pengorganisasian kelas besar, kelompok, perorangan disesuaikan dengan


tujuan yang hendak dicapai, kemampuan peserta didik, ketersediaan fasilitas, waktu,
serta kemampuan guru.

b) Tidak semua topik dapat dipelajari secara efektif dalam kelompok kecil dan
perorangan, informasi umum sebaiknya disampaikan secara klasikal.

38
c) Pengajaran kelompok kecil atau efektif selalu diakhiri dengan suatu kulminasi
berupa rangkuman, pemantapan, kesepakatan laporan dan sebagainya.

d) Guru hendaknya mengenal peserta didik secara perorangan agar mampu mengatur
kondisi belajar yang tepat.

Dalam kegiatan belajar mengajar perorangan, peserta didik dapat bekerja secara bebas
sesuai dengan bahan yang disiapkan.

Prinsip-prinsip tersebut, sejalan dengan yang dikemukakan Adams & Hamm (2010)
bahwa, untuk membangun kapasitas keberhasilan peserta didik, guru harus
mengidentifikasikan kekuatan individu, memaksimalkan potensi, dan membangun
kapasitas yang dimiliki setiap peserta didik. Meskipun tidak ada rumus tunggal untuk
menciptakan kelas yang dapat memfasilitasi baik perbedaan kelompok maupun
perbedaan individu peserta didik.

39
BAB 4 MANAGEMENT KELAS DAN MICROTEACHING
Manajemen Kelas adalah serangkaian strategi dan tindakan yang dilakukan oleh
seorang guru untuk mengatur dan mengelola kelas dengan efektif. Tujuan manajemen
kelas adalah menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di mana siswa dapat
belajar secara efektif dan terlibat dalam proses pembelajaran. Beberapa prinsip dasar
yang terkait dengan manajemen kelas yang efektif meliputi:

1. Membangun hubungan yang baik dengan siswa: Guru harus berusaha untuk
membangun hubungan positif dengan siswa dengan mendengarkan mereka,
memperhatikan kebutuhan mereka, dan menunjukkan empati.

2. Menetapkan aturan dan harapan yang jelas: Guru perlu menjelaskan aturan dan
harapan secara jelas kepada siswa. Aturan-aturan ini harus adil, konsisten, dan
disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

3. Mengelola perilaku siswa: Guru harus memiliki strategi yang efektif untuk
mengelola perilaku siswa di kelas. Ini termasuk memberikan penguatan positif untuk
perilaku yang diinginkan dan menerapkan konsekuensi yang konsisten untuk perilaku
yang tidak diinginkan.

4. Membangun lingkungan belajar yang positif: Guru perlu menciptakan lingkungan


belajar yang positif di kelas dengan memperhatikan tata letak kelas, pengaturan fisik,
dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk pembelajaran siswa.

5. Mengelola waktu dengan baik: Guru harus mengatur waktu dengan efektif untuk
memastikan bahwa semua kegiatan pembelajaran tercakup dalam waktu yang
tersedia.

6. Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran: Guru perlu melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran dengan mendorong partisipasi mereka, menerapkan
pendekatan yang interaktif, dan menggunakan berbagai strategi pengajaran yang
menarik.

7. Menilai kemajuan siswa: Guru perlu secara teratur mengevaluasi kemajuan siswa
dan memberikan umpan balik yang konstruktif. Ini dapat membantu guru untuk
mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan mengadopsi pendekatan
pembelajaran yang sesuai.

40
Microteaching adalah metode pengajaran yang melibatkan praktik pengajaran dalam
skala kecil atau "mikro". Dalam microteaching, seorang guru mempresentasikan
pengajaran mereka kepada sekelompok kecil rekan guru atau pengamat untuk
mendapatkan umpan balik konstruktif. Tujuan utama dari microteaching adalah untuk
meningkatkan keterampilan pengajaran guru melalui refleksi dan praktik yang
terfokus.

Biasanya, microteaching melibatkan komponen-komponen berikut:

1. Perencanaan: Guru mempersiapkan rencana pengajaran yang mencakup tujuan


pembelajaran, materi pengajaran, strategi pengajaran, dan metode penilaian.

2. Pelaksanaan: Guru mempraktikkan pengajaran mereka dalam sesi microteaching.


Ini melibatkan presentasi materi, interaksi dengan siswa "palsu" atau sesama guru,
dan penggunaan strategi pengajaran yang direncanakan.

3. Umpan balik: Setelah sesi microteaching, pengamat atau rekan guru memberikan
umpan balik konstruktif tentang kinerja pengajaran guru. Hal ini membantu guru
untuk melihat kelebihan dan kelemahan mereka dalam pengajaran.

4. Refleksi: Guru merefleksikan pengalaman microteaching mereka, mengidentifikasi


area yang perlu ditingkatkan, dan merencanakan langkah-langkah perbaikan untuk
pengajaran selanjutnya.

Melalui praktik berulang microteaching, guru dapat meningkatkan keterampilan


pengajaran mereka, menguji strategi baru, dan memperoleh kepercayaan diri dalam
lingkungan yang aman dan mendukung.

A. PENGERTIAN MANAGEMENT KELAS

Manajemen kelas adalah serangkaian strategi, tindakan, dan keputusan yang diambil
oleh seorang guru untuk mengorganisir, mengelola, dan mengarahkan kelas dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Ini mencakup berbagai aspek seperti pengaturan fisik
kelas, pembentukan aturan dan prosedur, manajemen perilaku siswa, penggunaan
strategi pengajaran yang efektif, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Tujuan utama manajemen kelas adalah menciptakan suasana yang positif, teratur, dan
kolaboratif di kelas, yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan efektif.

41
Pendapat Para Ahli tentang Manajemen Kelas:

1. Fred Jones: Fred Jones menggambarkan manajemen kelas sebagai "pengaturan dan
pemeliharaan lingkungan fisik dan sosial yang mengarah pada kerjasama dan
pembelajaran." Menurutnya, manajemen kelas yang efektif melibatkan pendekatan
yang proaktif, dengan penekanan pada pencegahan masalah perilaku sebelum mereka
terjadi.

2. Harry K. Wong: Harry K. Wong menganggap manajemen kelas sebagai


"keterampilan dalam mengajar siswa bagaimana belajar." Menurutnya, manajemen
kelas yang sukses melibatkan pembentukan rutinitas yang jelas, perencanaan yang
baik, penggunaan instruksi yang efektif, serta memberikan umpan balik dan
penguatan positif kepada siswa.

3. Robert Marzano: Robert Marzano menekankan pentingnya manajemen kelas yang


efektif dalam mencapai hasil belajar yang tinggi. Menurutnya, manajemen kelas yang
baik melibatkan perencanaan pengajaran yang terstruktur, pengaturan fisik kelas yang
mendukung pembelajaran, konsistensi dalam menerapkan aturan dan harapan, serta
memberikan dukungan dan umpan balik kepada siswa.

4. Linda Albert: Linda Albert mengusulkan konsep Classroom Management


Approach (CMA), yang menekankan pentingnya membangun hubungan yang positif
dan saling menghormati antara guru dan siswa. Menurutnya, manajemen kelas yang
efektif melibatkan penggunaan komunikasi yang efektif, memberikan pilihan kepada
siswa, dan menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif.

Pendapat para ahli ini menggarisbawahi pentingnya manajemen kelas yang efektif
dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif, meningkatkan partisipasi siswa,
dan memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif.

B. PERAN PENDIDIK DAN MANAGEMENT KELAS

Peran pendidik dalam manajemen kelas memiliki dampak yang signifikan terhadap
proses pembelajaran dan pengalaman belajar siswa. Sebagai pemimpin, pendidik
bertanggung jawab dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa,
mengarahkan mereka menuju pencapaian tujuan pembelajaran. Sebagai pembina,

42
pendidik mendukung perkembangan siswa dalam hal keterampilan, pengetahuan, dan
sikap yang positif.

Sebagai pengorganisir, pendidik mengelola berbagai aspek dalam kelas, termasuk


struktur fisik dan tata letak kelas, pengaturan waktu, dan pengelolaan sumber daya
yang mendukung proses pembelajaran. Sebagai motivator, pendidik memberikan
dorongan dan motivasi kepada siswa, menginspirasi mereka untuk mengembangkan
minat dan semangat dalam pembelajaran.

Pendidik juga berperan sebagai pembimbing, memberikan arahan, dukungan, dan


umpan balik kepada siswa untuk membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam peran ini, pendidik memainkan peran penting dalam mengarahkan
perkembangan siswa secara holistik, baik dalam aspek akademik maupun sosial-
emosional.

Pendapat Para Ahli tentang Peran Pendidik dalam Manajemen Kelas:

1. William Glasser: William Glasser berpendapat bahwa peran pendidik dalam


manajemen kelas adalah untuk menjadi fasilitator pembelajaran. Pendidik
harus membantu siswa untuk mengembangkan tanggung jawab diri,
pemahaman yang mendalam, dan keterampilan sosial.
2. Paulo Freire: Paulo Freire menekankan peran pendidik sebagai mediator
pembelajaran. Pendidik harus mendorong diskusi, pemikiran kritis, dan
keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran.
3. Lee Canter: Lee Canter menggarisbawahi peran pendidik sebagai pengelola
kelas yang efektif. Pendidik harus memiliki aturan yang jelas, konsekuensi
yang konsisten, dan memberikan penguatan positif kepada siswa.
4. Carol Ann Tomlinson: Carol Ann Tomlinson berpendapat bahwa pendidik
harus menjadi desainer pembelajaran yang memahami kebutuhan individual
siswa dan mengadopsi strategi pengajaran yang beragam untuk mendukung
keragaman siswa.
5. Howard Gardner: Howard Gardner mengemukakan bahwa pendidik harus
memahami kecerdasan multiple siswa dan mengakomodasi berbagai gaya
belajar dalam pengajaran mereka.

43
Secara keseluruhan, peran pendidik dalam manajemen kelas meliputi kepemimpinan,
pembinaan, pengorganisiran, motivasi, dan pembimbingan. Dengan menjalankan
peran ini dengan baik, pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif,
memfasilitasi pembelajaran yang efektif, dan membantu siswa mencapai potensi
penuh mereka dalam proses pembelajaran.

C. MANAGEMENT KELAS YANG EFEKTIF

Manajemen kelas yang efektif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan belajar
yang produktif dan positif. Dalam manajemen kelas yang efektif, pengaturan fisik
kelas menjadi penting untuk menciptakan ruang yang nyaman dan terorganisir. Meja
dan kursi yang tersusun rapi, tata letak yang memungkinkan interaksi dan kolaborasi,
serta penggunaan sumber daya yang relevan dengan pembelajaran adalah faktor yang
perlu diperhatikan.

Selain itu, aturan dan prosedur yang jelas harus ditetapkan dan dikomunikasikan
dengan jelas kepada siswa. Siswa perlu memahami aturan yang ada, konsekuensi dari
pelanggaran aturan, dan harapan yang harus mereka penuhi. Dengan adanya aturan
yang jelas, siswa dapat memiliki struktur dan panduan dalam mengatur perilaku
mereka di kelas.

Pengelolaan perilaku siswa juga merupakan aspek penting dalam manajemen kelas
yang efektif. Pendidik perlu menggunakan strategi yang membantu mendorong
perilaku positif siswa, seperti penguatan positif, penghargaan, dan pengakuan
terhadap usaha dan prestasi siswa. Selain itu, pendidik juga harus memiliki strategi
untuk mengatasi perilaku yang tidak diinginkan, seperti memberikan arahan yang
jelas, memberikan konsekuensi yang sesuai, atau memberikan waktu untuk refleksi.

Keterlibatan aktif siswa juga diperlukan dalam manajemen kelas yang efektif.
Pendidik perlu mendorong partisipasi siswa melalui strategi pengajaran yang variatif,
seperti diskusi kelompok, kerja kelompok, atau proyek kolaboratif. Dengan
melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, mereka dapat merasa lebih terlibat
dan berkontribusi secara maksimal.

Komunikasi yang efektif antara pendidik dan siswa juga menjadi faktor penting dalam
manajemen kelas yang efektif. Pendidik perlu menggunakan bahasa yang jelas dan

44
komunikasi yang terstruktur untuk memberikan arahan dan menjelaskan materi
pembelajaran. Selain itu, pendidik juga perlu mendengarkan dengan empati terhadap
siswa, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan membangun hubungan yang
positif dengan siswa.

Terakhir, dalam manajemen kelas yang efektif, penting untuk mengakomodasi


perbedaan individual siswa. Pendidik perlu memahami gaya belajar siswa, mengakui
kebutuhan khusus mereka, dan menyediakan pilihan dan pengalaman pembelajaran
yang relevan dengan kepentingan dan bakat siswa.

Dengan menerapkan strategi dan praktik dalam manajemen kelas yang efektif,
pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, terstruktur, dan
produktif. Hal ini akan meningkatkan partisipasi siswa, mengelola perilaku dengan
baik, dan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.

Manajemen kelas yang efektif mencakup serangkaian strategi dan praktik yang
diterapkan oleh pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif,
terstruktur, dan produktif. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli tentang
manajemen kelas yang efektif:

1. Wong & Wong: Menurut Harry K. Wong dan Rosemary T. Wong, manajemen
kelas yang efektif melibatkan pembentukan rutinitas yang jelas, penerapan aturan dan
harapan yang konsisten, serta penggunaan sistematis penguatan positif dan umpan
balik konstruktif.

2. Marzano: Robert Marzano mengidentifikasi beberapa faktor kunci dalam


manajemen kelas yang efektif, termasuk pengaturan fisik yang mendukung
pembelajaran, penggunaan aturan dan prosedur yang jelas, pendidikan siswa
mengenai aturan tersebut, serta pemberian umpan balik dan penguatan positif.

3. Canter: Menurut Lee Canter, manajemen kelas yang efektif melibatkan penggunaan
aturan yang terstruktur, pengelolaan perilaku siswa yang konsisten, dan pendekatan
yang proaktif dalam mencegah masalah perilaku.

4. Jones: Fred Jones menekankan pentingnya pencegahan masalah perilaku melalui


pendekatan proaktif, termasuk penggunaan instruksi yang menarik, pembentukan

45
hubungan yang positif dengan siswa, serta pengelolaan kelas yang terorganisir dan
terstruktur.

5. Ginott: Haim Ginott menggarisbawahi pentingnya komunikasi yang baik antara


pendidik dan siswa dalam manajemen kelas yang efektif. Ia menekankan pentingnya
pendidik dalam menggunakan bahasa yang mendukung, mendengarkan dengan
empati, dan memberikan umpan balik yang konstruktif kepada siswa.

Pendapat para ahli ini menyoroti beberapa prinsip penting dalam manajemen kelas
yang efektif, termasuk pembentukan rutinitas dan aturan yang jelas, konsistensi dalam
pengelolaan perilaku siswa, penggunaan umpan balik dan penguatan positif, serta
komunikasi yang baik antara pendidik dan siswa. Dengan menerapkan strategi dan
praktik ini, pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
meningkatkan keterlibatan siswa, dan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.

46
CONTOH SOAL

Soal 1:

Pilihlah langkah-langkah yang tepat dalam menjalankan sesi microteaching!

A. Memilih topik yang menarik

B. Menggunakan media yang interaktif

C. Menyusun rencana pembelajaran yang jelas

D. Menyampaikan materi dengan cepat

E. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk berlatih

Jawaban: A, B, C, E

Soal 2:

Berikut ini adalah tahapan dalam proses microteaching, kecuali:

A. Perencanaan

B. Implementasi

C. Evaluasi

D. Pertunjukan

E. Refleksi

Jawaban: D

Soal 3:

Manfaat dari microteaching bagi pendidik, kecuali:

A. Memperbaiki keterampilan mengajar

B. Mengembangkan kreativitas

47
C. Meningkatkan rasa percaya diri

D. Meningkatkan pengetahuan teoritis

E. Memperoleh sertifikat pengajaran

Jawaban: E

Soal 4:

Apa yang dimaksud dengan feedback dalam microteaching?

A. Proses refleksi diri setelah mengajar

B. Proses evaluasi dari peserta microteaching

C. Tanggapan atau umpan balik terhadap kinerja mengajar

D. Bagian terakhir dalam tahapan implementasi microteaching

E. Aktivitas mempraktikkan keterampilan mengajar di depan peserta

Jawaban: C

Soal 5:

Microteaching bertujuan untuk:

A. Melatih peserta dalam memberikan presentasi publik

B. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang mikroorganisme

C. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi peserta

D. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang teknologi informasi

E. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran peserta

Jawaban: E

48
Soal 6:

Pilihlah strategi evaluasi yang cocok untuk mengukur hasil microteaching!

A. Tes tertulis

B. Observasi langsung

C. Diskusi kelompok

D. Penugasan proyek

E. Kuis online

Jawaban: B, C

Soal 7:

Apakah yang dimaksud dengan proses "rehearsal" dalam microteaching?

A. Menyusun rencana pembelajaran

B. Melakukan praktik di depan cermin

C. Mempersiapkan bahan ajar yang sesuai

D. Melakukan refleksi diri setelah mengajar

E. Melakukan percobaan pendekatan pengajaran

Jawaban: B

Soal 8:

Salah satu prinsip dalam microteaching adalah memberikan kesempatan kepada


peserta untuk:

A. Menjadi penonton

B. Mengulangi penjelasan materi

C. Berlatih mengajar di depan kelompok kecil

49
D. Menyusun rencana pembelajaran individu

E. Mengevaluasi kinerja peserta lainnya

Jawaban: C

Soal 9 :

Pilihlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas microteaching!

A. Ukuran kelompok peserta

B. Durasi sesi microteaching

C. Kualitas materi pembelajaran

D. Pengalaman mengajar peserta

E. Warna dinding ruangan

Jawaban: A, B, C, D

Soal 10:

Manfaat utama dari metode microteaching adalah:

A. Memperkuat keterampilan bermain musik

B. Meningkatkan kemampuan menari

C. Mengembangkan keterampilan berbahasa asing

D. Meningkatkan keterampilan mengajar

E. Mengasah kemampuan olahraga

Jawaban: D

50
Tentu! Berikut adalah sepuluh soal pilihan ganda tambahan tentang microteaching
beserta jawabannya:

Soal 11:

Microteaching merupakan metode pembelajaran yang fokus pada:

A. Pengembangan keterampilan bermain musik

B. Penyampaian materi secara teoritis

C. Evaluasi kinerja peserta secara menyeluruh

D. Meningkatkan kemampuan olahraga

E. Meningkatkan keterampilan mengajar

Jawaban: E

Soal 12:

Tahapan pertama dalam proses microteaching adalah:

A. Implementasi

B. Evaluasi

C. Perencanaan

D. Refleksi

E. Pertunjukan

Jawaban: C

Soal 13:

Salah satu manfaat dari microteaching adalah:

A. Meningkatkan pengetahuan tentang lingkungan alam

51
B. Mengembangkan keterampilan menulis puisi

C. Memperoleh sertifikat dalam bidang seni

D. Memperbaiki kemampuan bermain drama

E. Meningkatkan keterampilan mengajar

Jawaban: E

Soal 14:

Apakah yang dimaksud dengan "peer feedback" dalam konteks microteaching?

A. Umpan balik dari peserta microteaching lainnya

B. Penilaian dari instruktur atau dosen

C. Evaluasi dari kepala sekolah

D. Tanggapan dari orang tua peserta

E. Umpan balik dari peserta workshop lainnya

Jawaban: A

Soal 15:

Microteaching dapat dilakukan dalam bentuk:

A. Presentasi individu

B. Penugasan individu

C. Diskusi kelompok

D. Ujian tertulis

E. Pertunjukan musik

Jawaban: A, B, C

52
Soal 16:

Berikut ini adalah tujuan dari sesi microteaching, kecuali:

A. Meningkatkan keterampilan mengajar peserta

B. Meningkatkan kreativitas dalam presentasi

C. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang sejarah dunia

D. Meningkatkan rasa percaya diri peserta

E. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta

Jawaban: C

Soal 17:

Strategi evaluasi yang efektif dalam microteaching adalah:

A. Menggunakan tes tertulis sebagai satu-satunya evaluasi

B. Menggunakan observasi langsung dan feedback

C. Memberikan nilai berdasarkan penampilan visual peserta

D. Mengandalkan penilaian subjektif dari instruktur

E. Melakukan evaluasi hanya berdasarkan umpan balik peserta

Jawaban: B

Soal 18:

Apakah yang dimaksud dengan "rehearsal" dalam konteks microteaching?

A. Persiapan dan praktik sebelum melakukan sesi microteaching

B. Penilaian kinerja peserta oleh instruktur

C. Mengevaluasi kemajuan peserta setelah sesi microteaching

53
D. Proses refleksi setelah mengajar

E. Mengevaluasi hasil belajar peserta setelah sesi microteaching

Jawaban: A

Soal 9 :

Pilihlah komponen-komponen yang harus ada dalam perencanaan sesi


microteaching!

A. Tujuan pembelajaran yang spesifik

B. Materi pembelajaran yang kompleks

C. Aktivitas pembelajaran yang interaktif

D. Waktu yang terbatas

E. Evaluasi yang komprehensif

Jawaban: A, C

Soal 10:

Microteaching dapat membantu peserta untuk:

A. Mengembangkan keterampilan bermain game

B. Meningkatkan kreativitas dalam membuat kue

C. Memahami prinsip-prinsip fisika

D. Memperbaiki kemampuan bermain musik

E. Meningkatkan keterampilan mengajar

Jawaban: E

54
Berikut adalah sepuluh soal essay tentang microteaching beserta jawabannya:

Soal 1:

Jelaskan apa yang dimaksud dengan microteaching dan tujuan utamanya.

Jawaban: Microteaching adalah metode pembelajaran yang melibatkan sesi


pengajaran singkat oleh seorang peserta di depan kelompok kecil peserta lainnya.
Tujuan utama microteaching adalah memperbaiki keterampilan mengajar peserta,
meningkatkan rasa percaya diri, dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

Soal 2:

Apa saja langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam proses microteaching?

Jawaban: Langkah-langkah dalam proses microteaching meliputi perencanaan,


implementasi, evaluasi, refleksi, dan tindak lanjut. Perencanaan melibatkan
pemilihan topik, penyusunan rencana pembelajaran, dan persiapan materi.
Implementasi melibatkan menyampaikan materi secara singkat di depan peserta.
Evaluasi melibatkan umpan balik dari peserta dan instruktur. Refleksi melibatkan
refleksi diri peserta terhadap pengalamannya dan tindak lanjut untuk
meningkatkan keterampilan mengajar.

Soal 3:

Bagaimana microteaching dapat membantu peserta untuk meningkatkan


keterampilan mengajar?

Jawaban: Microteaching membantu peserta meningkatkan keterampilan mengajar


dengan memberikan kesempatan untuk berlatih mengajar di depan kelompok kecil
peserta lainnya. Dalam sesi microteaching, peserta dapat menerapkan strategi
pengajaran yang efektif, menggunakan media yang tepat, dan berinteraksi dengan
peserta lain. Umpan balik dari peserta dan instruktur juga membantu peserta untuk
memperbaiki dan mengembangkan keterampilan mengajar mereka.

55
Soal 4:

Apa peran umpan balik (feedback) dalam sesi microteaching?

Jawaban: Umpan balik memainkan peran penting dalam sesi microteaching.


Umpan balik yang diberikan oleh peserta dan instruktur membantu peserta untuk
mengevaluasi kinerja mereka, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam
pengajaran mereka, dan memperbaiki keterampilan mengajar. Umpan balik
membantu peserta untuk memperoleh wawasan yang berharga dan meningkatkan
kualitas pengajaran mereka.

Soal 5 (lanjutan):

Apa saja manfaat dari metode microteaching bagi peserta?

Jawaban: Manfaat dari metode microteaching bagi peserta antara lain:

1. Memperbaiki keterampilan mengajar: Peserta memiliki kesempatan untuk


melatih dan memperbaiki keterampilan mengajar mereka melalui sesi
microteaching. Dengan menerima umpan balik dari peserta dan instruktur, mereka
dapat mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan mengembangkan strategi
pengajaran yang lebih efektif.

2. Meningkatkan rasa percaya diri: Melalui pengalaman mengajar di depan


kelompok kecil, peserta dapat memperoleh rasa percaya diri yang lebih tinggi
dalam menghadapi situasi pengajaran yang sebenarnya. Mereka dapat mengatasi
ketakutan atau kecemasan dalam berbicara di depan umum dan memperoleh
keyakinan dalam kemampuan mereka sebagai pendidik.

3. Mengembangkan kreativitas: Microteaching memberikan kesempatan bagi


peserta untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam merancang dan
menyampaikan pembelajaran. Peserta dapat mencoba pendekatan yang inovatif,
menggunakan media yang menarik, dan menghadirkan aktivitas yang interaktif
untuk meningkatkan daya tarik pembelajaran.

56
4. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi: Dalam sesi microteaching, peserta
berinteraksi dengan peserta lainnya dan berkomunikasi secara efektif. Hal ini
membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi verbal dan
nonverbal yang penting dalam pengajaran. Peserta dapat belajar untuk
mengartikulasikan ide-ide dengan jelas, mendengarkan dengan baik, dan
berinteraksi dengan peserta lain dalam lingkungan pembelajaran.

5. Memperoleh umpan balik konstruktif: Microteaching memberikan peserta


umpan balik yang konstruktif dari peserta dan instruktur. Hal ini membantu
mereka untuk mengevaluasi kinerja mereka secara objektif, mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan, serta mengetahui area yang perlu diperbaiki. Umpan
balik yang konstruktif merupakan landasan yang kuat untuk pertumbuhan dan
pengembangan peserta sebagai pendidik.

Soal 6:

Jelaskan perbedaan antara tahapan implementasi dan tahapan evaluasi dalam


proses microteaching.

Jawaban: Tahapan implementasi dalam proses microteaching melibatkan


penyampaian materi pembelajaran secara singkat di depan peserta. Pada tahapan
ini, peserta memiliki kesempatan untuk menerapkan strategi pengajaran,
menggunakan media yang tepat, dan berinteraksi dengan peserta lain. Tujuan
utama tahapan ini adalah untuk memberikan pengalaman langsung dalam
mengajar.

Sementara itu, tahapan evaluasi dalam proses microteaching melibatkan umpan


balik yang diberikan oleh peserta dan instruktur terhadap kinerja peserta dalam
mengajar. Peserta dievaluasi berdasarkan kemampuan mereka dalam
menyampaikan materi, keterampilan berkomunikasi, penggunaan strategi
pengajaran, dan interaksi dengan peserta lainnya. Tujuan utama tahapan ini adalah
untuk mengevaluasi kiner ja peserta dan memberikan umpan balik yang berguna
untuk perbaikan dan pengembangan keterampilan mengajar peserta.

57
Perbedaan utama antara tahapan implementasi dan tahapan evaluasi adalah bahwa
tahapan implementasi fokus pada pelaksanaan pengajaran yang sebenarnya,
sedangkan tahapan evaluasi berkaitan dengan penilaian dan refleksi terhadap
pengajaran yang telah dilakukan.

Dalam tahapan implementasi, peserta berusaha untuk menerapkan rencana


pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Mereka menjalankan sesi
pengajaran dengan memperhatikan strategi pengajaran yang efektif, menggunakan
materi yang relevan, dan berinteraksi dengan peserta lainnya. Tujuan tahapan ini
adalah memberikan pengalaman langsung dalam mengajar dan mempraktikkan
keterampilan yang telah dipelajari.

Sementara itu, tahapan evaluasi dilakukan setelah sesi pengajaran selesai. Pada
tahapan ini, peserta dan instruktur mengevaluasi kinerja peserta dalam mengajar.
Umpan balik diberikan berdasarkan penilaian terhadap kemampuan peserta dalam
menyampaikan materi, pengelolaan kelas, interaksi dengan peserta, serta
penggunaan strategi dan metode pengajaran. Evaluasi ini membantu peserta dalam
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam pengajaran mereka, serta
memberikan arahan dan rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan
keterampilan mengajar.

Dalam keseluruhan proses microteaching, tahapan implementasi dan tahapan


evaluasi saling terkait dan saling mendukung. Tahapan implementasi memberikan
kesempatan bagi peserta untuk menguji kemampuan mereka dalam mengajar,
sementara tahapan evaluasi memberikan umpan balik yang objektif untuk
membantu peserta meningkatkan kualitas pengajaran mereka.

Soal 7:

Jelaskan apa yang dimaksud dengan "peer feedback" dalam konteks


microteaching dan mengapa hal itu penting.

Jawaban: "Peer feedback" dalam konteks microteaching merujuk pada umpan


balik yang diberikan oleh peserta microteaching kepada sesama peserta. Peserta
microteaching saling memberikan evaluasi dan umpan balik konstruktif tentang
kinerja pengajaran masing-masing.

58
Hal ini penting karena peer feedback memungkinkan perspektif yang beragam dan
dapat membantu peserta dalam memperoleh wawasan yang lebih luas tentang
kekuatan dan kelemahan mereka dalam pengajaran. Dengan mendengar pendapat
dari sesama peserta, peserta dapat memperoleh perspektif yang berbeda, melihat
aspek-aspek yang mungkin tidak mereka perhatikan, dan memperluas pemahaman
tentang cara mereka berinteraksi dengan peserta lainnya.

Peer feedback juga memfasilitasi belajar kolaboratif dan saling mendukung di


antara peserta microteaching. Dengan memberikan umpan balik yang konstruktif,
peserta dapat saling membantu dalam memperbaiki keterampilan mengajar
mereka dan berkembang secara kolektif. Selain itu, peer feedback juga
menciptakan lingkungan yang aman dan terbuka di mana peserta dapat belajar
dari kesalahan dan mencoba pendekatan yang berbeda tanpa takut dihakimi.

Soal 8:

Jelaskan bagaimana tahapan refleksi dalam proses microteaching berkontribusi


pada pengembangan keterampilan mengajar.

Jawaban: Tahapan refleksi dalam proses microteaching merupakan momen


penting di mana peserta mengambil waktu untuk merefleksikan pengalaman
mengajar mereka. Selama tahapan ini, peserta mengintrospeksi dan mengevaluasi
kinerja mereka sendiri, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta
merumuskan langkah-langkah untuk perbaikan.

Melalui refleksi, peserta dapat mengenali apa yang telah berjalan dengan baik
dalam pengajaran mereka, seperti teknik pengajaran yang efektif atau
keterampilan berkomunikasi yang baik. Mereka juga dapat mengidentifikasi
aspek-aspek yang perlu ditingkatkan, misalnya pengelolaan waktu, kejelasan
penjelasan, atau interaksi dengan peserta. Dengan mengetahui kekuatan dan
kelemahan mereka, peserta dapat fokus pada pengembangan keterampilan yang
spesifik dan membuat perencanaan untuk meningkatkan performa mereka di sesi-
sesi microteaching berikutnya.

Selain itu, tahapan refleksi juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk
mempertimbangkan strategi alternatif yang dapat diterapkan dalam pengajaran

59
mereka. Peserta dapat mengidentifikasi pendekatan baru, mempelajari teknik-
teknik pengajaran yang lebih efektif, dan mencari saran dari instruktur atau
peserta lainnya untuk mengembangkan keterampilan mengajar mereka.

Dengan demikian, tahapan refleksi dalam proses microteaching berkontribusi


pada pengembangan keterampilan mengajar dengan membantu peserta mengenali
kekuatan dan kelemahan mereka, membuat perbaikan yang diperlukan, dan
melihat peluang untuk pengembangan lebih

Soal 9: Bagaimana penggunaan media dalam sesi microteaching dapat


meningkatkan efektivitas pembelajaran?

Jawaban: Penggunaan media dalam sesi microteaching dapat meningkatkan


efektivitas pembelajaran dengan beberapa cara:

1. Meningkatkan keterlibatan peserta: Media yang menarik dan interaktif


dapat membantu menarik perhatian peserta dan menjaga keterlibatan
mereka dalam pembelajaran. Penggunaan gambar, video, audio, atau
presentasi visual dapat membantu menghidupkan materi dan membuatnya
lebih menarik dan relevan bagi peserta.
2. Memperjelas konsep: Media dapat digunakan untuk memvisualisasikan
konsep atau ide yang kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana dan
mudah dipahami. Misalnya, grafik, diagram, atau animasi dapat membantu
memperjelas hubungan antara konsep-konsep yang sulit dipahami dan
mempermudah pemahaman peserta.
3. Memfasilitasi pembelajaran visual dan auditori: Media dapat menyediakan
sumber belajar yang melibatkan lebih dari satu indera, seperti visual dan
pendengaran. Peserta dapat mengamati dan mendengarkan presentasi,
video, atau rekaman audio yang menggambarkan materi pembelajaran,
sehingga memperkuat pemahaman mereka melalui berbagai saluran
sensorik.
4. Mendorong interaksi dan kolaborasi: Media dapat digunakan sebagai alat
untuk mendorong interaksi dan kolaborasi antara peserta. Misalnya,
peserta dapat diminta untuk berdiskusi atau bekerja dalam kelompok
menggunakan media tertentu, seperti presentasi berbagi, papan tulis
interaktif, atau perangkat lunak kolaboratif. Hal ini dapat membangun
kerjasama antara peserta, memfasilitasi pertukaran ide, dan meningkatkan
partisipasi aktif dalam pembelajaran.
5. Meningkatkan daya ingat dan retensi informasi: Penggunaan media yang
tepat dapat membantu meningkatkan daya ingat dan retensi informasi.
Misalnya, gambar, grafik, atau video yang relevan dapat membantu
peserta untuk mengaitkan informasi dengan representasi visual yang kuat,
sehingga memperkuat pengingatan mereka terhadap materi.

60
6. Membuka akses ke sumber daya yang lebih luas: Media digital
memungkinkan akses ke sumber daya pembelajaran yang lebih luas,
seperti materi online, video tutorial, atau situs web pendidikan. Peserta
dapat menggunakan media ini untuk mendapatkan informasi tambahan,
memperdalam pemahaman mereka, atau melihat contoh pengajaran dari
pendidik yang berpengalaman.

Dengan demikian, penggunaan media dalam sesi microteaching dapat


meningkatkan efektivitas pembelajaran dengan meningkatkan keterlibatan peserta,
memperjelas konsep, mendorong interaksi dan kolaborasi, meningkatkan daya
ingat, dan membuka akses ke sumber daya pembelajaran yang lebih luas.

Soal 10: Apa yang harus dipertimbangkan saat merencanakan evaluasi dalam sesi
microteaching?

Jawaban: Saat merencanakan evaluasi dalam sesi microteaching, beberapa hal


yang harus dip dipertimbangkan antara lain:

1. Tujuan evaluasi: Tentukan tujuan evaluasi yang jelas untuk sesi


microteaching. Apakah tujuannya adalah untuk mengevaluasi kemampuan
peserta dalam menyampaikan materi, pengelolaan kelas, interaksi dengan
peserta, atau aspek lainnya? Menentukan tujuan evaluasi yang spesifik
akan membantu dalam merancang instrumen evaluasi yang sesuai.
2. Kriteria evaluasi: Tetapkan kriteria evaluasi yang objektif dan terukur.
Identifikasi aspek-aspek yang penting dalam pengajaran, seperti kejelasan
penyampaian, interaksi yang efektif, penggunaan strategi pengajaran yang
tepat, dan lain sebagainya. Hal ini akan membantu dalam menentukan
parameter penilaian yang jelas dan memberikan umpan balik yang
spesifik.
3. Instrumen evaluasi: Siapkan instrumen evaluasi yang sesuai dengan tujuan
dan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan. Instrumen evaluasi dapat
berupa daftar periksa, rubrik penilaian, atau formulir evaluasi yang
memungkinkan pengumpulan data yang terstruktur dan komprehensif.
Pastikan instrumen evaluasi mencakup aspek-aspek yang ingin dievaluasi
dan memberikan petunjuk yang jelas kepada evaluator.
4. Metode evaluasi: Pilih metode evaluasi yang sesuai dengan konteks dan
tujuan sesi microteaching. Metode evaluasi dapat mencakup observasi
langsung oleh evaluator, penilaian oleh peserta lain melalui peer feedback,
rekaman video yang kemudian dievaluasi secara kolektif, atau kombinasi
dari metode-metode tersebut. Pastikan metode evaluasi dapat
menghasilkan data yang akurat dan relevan.
5. Waktu evaluasi: Tentukan waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi.
Evaluasi dapat dilakukan secara real-time selama sesi microteaching atau
setelah sesi selesai. Pertimbangkan kebutuhan waktu yang memadai untuk
memberikan umpan balik kepada peserta dan memastikan evaluasi
dilakukan sebelum keterlambatan atau kesalahan yang terjadi selama sesi
microteaching terlupakan.

61
6. Keterlibatan peserta: Libatkan peserta dalam proses evaluasi. Mintalah
mereka untuk memberikan umpan balik terhadap sesama peserta atau
mengisi instrumen evaluasi. Hal ini akan memberikan perspektif yang
beragam dan memperkuat pembelajaran kolektif.
7. Umpan balik: Pertimbangkan bagaimana umpan balik akan diberikan
kepada peserta. Pastikan umpan balik yang diberikan bersifat konstruktif,
spesifik, dan memberikan panduan untuk perbaikan. Selain itu, berikan
umpan balik secara langsung dan segera setelah sesi evaluasi untuk
memastikan peserta dapat menerima dan memanfaatkan umpan balik
dengan baik.

62
DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli, dkk. (2008). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Depertemen Pendidikan


Nasional.

Adams, D & Hamm, M. (2010). Demystify Math, Science, and Technology: Creativity,
Innovation, and Problem-Solving. Lanham:Library Materials, ANSI/NISO.

Bernstein, R. (2015). Improving student advising. Science.


https://doi.org/10.1126/science.caredit.a1500256

Brown, H. D. (2001). Teaching by principles: An interactive approach to language pedagogy.


White Plains, NY: Longman.

Costa, A. L., & Association for Supervision and Curriculum Development. (1991).
Developing minds: A resource book forteaching thinking. Alexandria, Va: Association for
Supervision and Curriculum Development.

Danielson, Charlotte. (2007). Enhancing professional practice: a framework for teaching.


http://site.ebrary.com/id/10160242.

Degeng, I.N.S. 2013 Ilmu Pembelajaran Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan Teori dan
Penelitian, Bandung Kalam Hidup

Dwight W. Allen & Arthur W. Eve (1968) Microteaching, Theory Into Practice, 7:5, 181-
185, DOI: 10.1080/00405846809542153

Gaffar, Fakri (1987). Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodologi. Jakarta. P2LPTK,
Ditjen-Dikti Depdikbud.

Gagne, Robert. M. (1985). The Conditioning of Learning and Theory of Instruction. 4th ed
New York: Holt, Rinehart & Winston

Hayes, D.N.A. (2007). ICT and learning: Lessons from Australian classrooms. Computers &
Education, 49 (2), 385-395. Elsevier Ltd. Retrieved October 9, 2021from
https://www.learntechlib.org/p/67366

Joni, T.R. (1984). Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Jakarta: Ditjen Dikti

63
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2004). Models of Teaching (7th ed.). Boston: Allyn and
Bacon.

Lakshmi, Majeti Jaya. 2009. Microteaching and Prospective Teachers. Discovery Publishing
House Pvt. Ltd. Sachin Printers New Delhi.

Lewis, Karron G, Ph.D. 2012. Developing Questioning Skills. Center for Teaching
Effectiveness The University of Texas at Austin.

Linda B. Nilson (2003) Improving Student Peer Feedback, College Teaching, 51:1, 34-38,
DOI: 10.1080/87567550309596408

Mahmud, I., & Rawshon, S. (2013). Micro Teaching to Improve Teaching Method: An
Analysis on Students' Perspectives. IOSR Journal of Research & Method in Education, 1, 69-
76.

Malik, M., Pandit, A. 2011. Essential of Instructional Technology. Saarbrücken: Lambert


Academic Publishing

McLeod, J., Fisher, J., & Hoover, G. (2003). The key elements of classroom management:
Managing time and space, student behavior, and instructional strategies. Alexandria, VA:
Association for Supervision and Curriculum Development.

Murdoch, K., & Wilson, J. (2008). Creating a learner-centred primary classroom: Learner-
centred strategic learning. London: Routledge. Peraturan pemerintah Republik Indonesia.
(2005).

O'Brien, T., & Guiney, D. (2001). Differentiation in teaching and learning: Principles and
practice. London: Continuum.

Odora, R. J. (2014). Using Explanation as a Teaching Method: How Prepared Are High
School Technology Teachers in Free State Province, South Africa? Journal of Social Science,
38(1): 71-81.

Perry, R. (2004). Teaching practice for early childhood. A guide for students. Retrieved from

http://wwwRoutledge.comcatalogues./0418114838.pdf.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Ed. 1,
cet. 7). Jakarta: Kencana.

64
Singh, Y. K., & Nath, R. (2007). History of Indian Education System. New Delhi: S.B
Nangia.

Sylvester J. Balass. (1968). Focus on Teaching. New York. The Odyssey Press

Turney, C. (1983). Sidney Micro Skills, redeveloped. Series2, Handbook. Sidney: Sidney
University Press.

65

Anda mungkin juga menyukai