Anda di halaman 1dari 13

Rangkuman Materi dan Lembar Kerja Siswa

Materi: Meneladani Kehidupan dari Cerita Pendek


Kelas/SMT : XI / Gasal
Submateri : 1. Memahami nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
2. Menemukan nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
3. Menganailisis unsur-unsur pembangun cerpen
4. Menelaah cerpen berdasarkan struktur dan kaidah
5. Mengonstruksi sebuah cerpen
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebelum kalian pelajari lebih lanjut tentang nilai-nilai cerpen, coba kalian pahami dulu teks
berikut!

Robohnya Surau Kami


oleh A.A. Navis

Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia terpanggang
panas, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena
semua orang yang dilihatnya di neraka tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan, ada salah
seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar Syeh pula. Lalu Haji Saleh
mendekati mereka, lalu bertanya kenapa mereka di neraka semuanya. Tetapi sebagaimana Haji
Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga.
“Bagaimana Tuhan kita ini?” kata Haji Saleh kemudian. “Bukankah kita disuruh-Nya taat
beribadah, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita
dimasukkan ke neraka.”
“Ya. Kami juga berpendapat demikian. Tengoklah itu, orang-orang senegeri kita semua, dan tak
kurang ketaatannya beribadat.”
“Ini sungguh tidak adil.”
“Memang tidak adil,” kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
“Kalau begitu, kita harus minta kesaksian kesalahan kita. Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-
kalau ia silap memasukkan kita ke neraka ini.”
“Benar. Benar. Benar,” sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.
“Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengking di dalam
kelompok orang banyak itu.
“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh.
“Apa kita revolusikan juga?” tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin
gerakan revolusioner.
“Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh. “Yang penting sekarang, mari kita
berdemonstrasi menghadap Tuhan.”
“Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah suara
menyela.
“Setuju! Setuju! Setuju!” mereka bersorak beramai-ramai. Lalu, mereka berangkatlah bersama-
sama menghadap Tuhan. Dan Tuhan bertanya, “ Kalian mau apa?” Haji Saleh yang menjadi
pemimpin dan juru bicara tampil ke depan.
Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama indah, ia memulai pidatonya.
“O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling
taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut
nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya.
Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikit pun membacanya. Akan tetapi,
Tuhanku yang Mahakuasa, setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau masukkan kami ke
neraka. Maka sebelum terjadi halhal yang tidak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang
yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau
kembali dan memasukkan kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam kitab-Mu.”
“Kalian di dunia tinggal di mana?” tanya Tuhan.
“Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.”
“O, di negeri yang tanahnya subur itu?”
“Ya. Benarlah itu, Tuhanku.”
“Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang
lainnya, bukan?”
“Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami,” mereka mulai menjawab serentak.
Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka
sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
“Di negeri, di mana tanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh tanpa ditanam?”
“Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.”
“Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat itu?”
“Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.”
“Negeri yang lama diperbudak orang lain itu?” “Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah penjajah
itu, Tuhanku.”
“Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya dan diangkutnya ke negerinya, bukan?”
“Benar Tuhanku, hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.”
“Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil
tanahmu orang lain juga yang mengambilnya,
bukan?”
“Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu, kami tak mau tahu. Yang penting bagi
kami ialah menyembah dan memuji Engkau.”
“Engkau rela tetap melarat, bukan?”
“Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.”
“Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?”
“Sungguhpun anak cucu kami melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka
hafal di luar kepala belaka.”
“Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?”
“Ada, Tuhanku.”
“Kalau ada, mengapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua? Sedang
harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih
suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang
kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan
peluh, tidak membanting tulang.
Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa
beramal kalau engkau miskin? Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga
kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk
neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.” Semuanya
jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai
Allah di dunia. Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di dunia ini
salah atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat
yang menggiring mereka itu.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di
dunia?” tanya Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu
sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu kucar-kacir selamanya..
Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara
semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.”
Demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan
besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata
apa aku tak pergi menjenguk.
“Siapa yang meninggal?” tanyaku kaget.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang ngeri sekali. Ia
menggorok lehernya dengan pisau cukur.”
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya melangkah secepatnya meninggalkan istriku
yang tercengang-cengang.
Aku mencari Ajo Sidi ke rumahnya. Tetapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi. “Tidak ia tahu Kakek meninggal?”
“Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kafan buat Kakek tujuh lapis.” “Dan
sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi
yang tidak sedikit pun bertanggung
jawab,” dan sekarang ke mana dia?”
“Kerja.”
“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.
“Ya. Dia pergi kerja.”***

Setelah kalian baca teks tersebut, adakah perbedaannya dengan teks berita ? Bila ada coba
jelaskan apa bedanya ?. tuliskan dalam kolom berikut !
1. Memahami nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Adakah di antara Anda yang belum pernah membaca cerpen ? Tentu sudah pernah, kan.
Nah, pada kali ini Anda akan diminta untuk memahami lebih dalam lagi tentang cerita
pendek. Masih ingatkah apa yang dimaksud dengan cerpen ?
Cerpen adalah jenis karya sastra yang diparkan atau dijelaskan dalam bentuk tulisan yang
berwujud sebuah cerita atau kisah secara pendek, jelas, serta ringkas. Cerpen bisa disebut
juga dengan sebuah prosa fiksi yang isinya tentang pengisahan yang hanya terfokus pada satu
konflik atau permasalahan. Untuk lebih singkatnya cerpen itu adalah cerita pendek yang
hanya berpusat pada satu konflik.
Adapun ciri-ciri cerpen adalah sebagai berikut.
• Kata dalam cerita tidak lebih dari 10.000 kata.
• Tulisannya lebih singkat jika dibandingkan dengan novel.
• Isi kebanyakan mencerminkan kisah sehari-hari.
• Tokoh cerpen itu sederhana dan karakternya tidak mendetail.
• Bersifat Fiktif
• Habis ceritanya jikalau dibaca sambil dalam keadaan duduk.
• Kata-kata mudah sekali untuk dipahami oleh pembacanya.
• Kesan dan kpesan yang diberikan dalam cerita sangat mendalam sehingga pembaca juga
ikut serta merasakan kesan dari cerita itu.
Sebagai salah satu karya sastra, cerpen memuat ajaran hidup atau yang lebih dikenal
dengan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen meliputi :
a. Nilai religius
Nilai religious merupakan ajaran/nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan kepercayaan
seorang hamba pada sang pencipta. Bentuk nilai religious dalam cerpen antara lain tokoh
yang rajin sembahyang, rajin berdoa, takut melakukan dosa, dsb.
Contoh :
“O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang
paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu
menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan
lain-lainnya. KitabMu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikit pun
membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa, setelah kami Engkau panggil
kemari, Engkau masukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tidak
diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar
hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau kembali dan memasukkan kami ke
sorga sebagimana yang Engkau janjikan dalam kitab-Mu.”
b. Nilai moral
Nilai moral merupakan nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan perilaku/akhlak tokoh.
Bentuk nilai moral ini antara lain kejujuran tokoh, pemberani, rendah hati, dsb.
Contoh :
Kalau begitu mengapa Syarifudin meninggal pada hari kedua, setelah dia disunat? Darah
tak banyak keluar dari lukanya. Syarifudin kan juga penurut. Pendiam. Setengah bulan,
hampir, dia mengurung diri karena kau mengatakan kelakuan abangnya sehari sebelum
disunat itu. Aku tidak percaya jika hanya oleh melompat-lompat dan berkejaran setengah
malam penuh. Aku tidak percaya itu. Aku mulai percaya desas-desus itu bahwa kau
orang yang tamak. Orang yang kikir. Penghisap. Lintah darat. Inilah ganjarannya! Aku
mulai percaya desas-desus itu, tentang dukun-dukun yang mengilu luka sunatan anak-
anak kita. Aku mulai yakin, mereka menaruh racun di pisau dukun-dukun itu.
c. Nilai sosial
Nilai sosial merupakan nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan hubungan/interaksi satu
tokoh dengan tokoh lainnya. Bentuk nilai ini antara lain saling membantu, saling
menolong, gotong royong, dsb.
Contoh :
Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang
dipungutnya sekali sejumat. Sekali dalam enam bulan ia mendapat seperempat hasil
pemunggahan ikan mas dari kolam itu, dan sekali setahun orang-orang mengantarkan
fitrah kepadanya. Tapi sebagai garin ia tidak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai
pengasah pisau.. ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-rang suka minta tolong
kepadanya, sedang ia tidak pernah meminta imbalan apa-apa. Perempuan yang minta
tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan.. laki-laki
yang minta tolong memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tetapi yang paling
sering diterimanya ialah ucapan makasih dan sedikit senyum.
d. Nilai budaya
Nilai budayamerupakan nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan kebiasaan, cipta, dan
karsa tokoh dalam cerita. Bentuk nilai budaya ini antara lain prosesi upacara adat, paktek
perdukunan, dsb.
Contoh :
”Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun, adat dukuh Paruk mengatakan
masih ada dua tahapan yang harus dilalui sebelum Srintil berhak menyebut dirinya
sebagai ronggeng yang sebenarnya. Salah satunya adalah upaca pemandian yang secara
turun temurun dilakukan di depan cungkup makam ki Secamanggala.”

2. Menemukan nilai-nilai kehidupan dalam cerpen


Setelah memahami nilai-nilai cerpen, coba Anda analisis penggalan teks cerita berikut
berkitan dengan kandungan nilai di dalamnya, dan jelaskan alasannya !
a. “Memesan tulisan di depan itu mahal!” akhirnya Salijan teringat lagi kepraktisannya
dalam keuangan, harga papan, ongkos pencatatan tulisan – ah, sepuluh ribu sendiri habis
ke situ! Tentulah suaminya tidak akan setuju. Jumlah itu besar, lebih baik ditambahkan
ke tabungan guna mengurus sertifikat baru tanah yang masih mereka miliki. Demikian
sukar, berbelit, dan mahal untuk mendapatkan surat-surat tersebut, kata Samijo. Dan
katanya lagi semakin lama akan menjadi semakin mahal, pegawai di kantor-kantor
pemerintah akan minta jasa lebih besar lagi. Jadi, pengeluaran yang bukan untuk makan,
pakaian lebaran, dan kesehatan, harus dihindari ….
Nilai
………………………………………………………………………………………………
……
Alasan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………
b. “Tak bisa kurang sedikit?”
“Tentu saja bisa, Mister. Dalam perdagangan, seperti Tuan maklum, harga bisa damai.
Apalagi Mister pecinta benda seni!” Tammy tak mendengarkan lebih lanjut, dengan
tangkas dia bangkit kemudian ke belakang. Dia menulis sepucuk surat untuk Tuan
Wahyono, ahli keramik sebelah rumah. Dia suruh pelayannya cepat mengantarkan surat
itu.
“Aku minta bantuan Tuan Wahyono untuk menilai harga teko ini. Dia adalah ahli
keramik Rumahnya di sebelah itu,” ujar Tammy setelah kembali di dekat tamunya.
Nilai
………………………………………………………………………………………………
……
Alasan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………
c. Aku masih saja khawatir. Ramalan dukun-dukun itu mulai lagi mengganggu pikiranku.
Kau juga mulai diganggu ramalan mereka? Tidak. Kita tidak boleh terpengaruh oleh
ramalan-ramalan. Kita harus berdoa semoga ramalan itu tidak akan menimpa Lasuddin.
Aku masih ingat, mereka menyebarkan ke seluruh kampung ramalan-ramalan itu.
Benarkah akan terjadi seperti yang mereka katakana, bahwa semua keturunan kita akan
musnah di ujung pisau sunat? Yakinkah kau akan itu? Kita berserah saja kepada-Nya.
Doakanlah Lasuddin. Bukankah hal ini harus diikuti setiap pengikut Islam sejati?
Nilai
………………………………………………………………………………………………
……
Alasan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………

3. Menganailisis unsur-unsur pembangun cerpen


Sebagai salah satu karya sastra, cerpen terbangun atas unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur instrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra yang letaknya ada dalam karya
itu sendiri. Jika dianalogikan suatu bangunan, unsur intrinsik bangunan ini antara lain ada
semen, batu bata, air, dsb. Dalam cerpen yang juga merupakan salah satu bentuk prosa, unsur
intrinsiknya meliputi :

a. Tema cerita
Tema biasanya dalam karya sastra berisfat mengikat dan merupakan Tema merupakan suatu
gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya dalam membuat suatu
tulisan, Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang
menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.

b. Alur Cerita atau plot


Plot atau alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, plot merupakan perpaduan unsur-
unsur yang membangun cerita sehingga menjadi kerangka utama cerita. Plot biasanya berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa
yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

c. Penokohan
Dalam sebuah cerita pendek sering melibatkan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan,
watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk
pengertian yang hampir sama. Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan karakter
tokoh-tokoh dalam cerita. Sementara tokoh adalah orang/pelaku yang berperan dalam cerita
Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan
gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik
perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

d. Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan
oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu.
Lantas apa itu latar di dalam cerpen ?,
Latar adalah keterangan mengenai ruang, waktu serta suasana terjadinya peristiwa-peristiwa
didalam suatu karya sastra. Atau definisi latar yang lainnya adalah unsur intrinsik pada karya
sastra yang meliputi ruang, waktu serta suasana yang terjadi pada suatu peristiwa didalam
karya sastra seperti misalnya:
Latar Tempat, Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan
nama tertentu serta inisial tertentu.
Latar Waktu, Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya
dihubungkan dengan waktu
Latar Sosial, Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat
berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan.

e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut
mana pengarang memandang ceritanya. Berikut ini beberapa sudut pandang yang dapat
digunakan pengarang dalam bercerita:
1) Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti
aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan
bertindak sebagai tokoh cerita.
2) Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti
orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita.
3) Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak seolah-olah
mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku tokoh.
4) Sudut pandang campuran, (sudut pandang orang pertama dan pengamat serba tahu).
Pengarang mula-mula menggunakan sudut pandang orang pertama. Selanjutnya serba
tahu dan bagian akhir kembali ke orang pertama.

f. Amanat
Amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang melalui cerita. Pesan dalam
cerpen dapat diperoleh dari sifat atau karakter tokoh. Selain itu amanat cerpen juga dapat
diperoleh dari menyimpulkan isi cerpen, pesan apa yang dapat kita peroleh.
g. Gaya bahasa
Gaya bahasa juga merupakan bagian dari unsur instrinsik cerpen. Gaya bahasa yang
dimaksud adaah bagaimana pengarang mengutraikan ceritanya. Sering kita membaca
cerpen menemukan kosa kata atau istilah kedaerahan/local, missal gandhog, emper,
tandur dsb. Ada pula cerpen yang didalamnya disipkan penggunaan ungkapan atau
peribahasa. Inilah yang dimaksud dengan gaya bahasa.

Selain adanya unsur pembangun, cepen mempunyai struktur atau bagian-bagian


yang satu sma lain saling brkaitan. Untuk lebih memahami isi sebuah cerpen maka kita perlu
mengetahui struktur isi yang biasa dilibatkan dalam sebuah cerpen, sebagai berikut:
ABSTRAK: ringkasan/inti cerita, dalam cerpen abstrak ini sifatnya opsional boleh di libatkan
atau tidak, tidak jadi masalah
ORIENTASI: pengenalan latar cerita atau bagian pendahuluan dalam sebuah cerita, baik
pengenalan sifat tokoh tempat terjadinya peristiwa dalam cerita, maupun pengenalan suasana
dalam cerita.
KOMPLIKASI: bagian yang memuat masalah konflik dalam cerita, masalah mulai timbul
karena sebab-akibat rangkaian peristiwa, kemudian sampai pada klimaks
EVALUASI: penurunan masalah yaitu struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada
klimaks mulai mendapatkan penyelesaian dari konflik tersebut.
RESOLUSI: penyelesaian masalah yaitu struktur teks yang mengungkapkan solusi yang
dialami tokoh atau pelaku.
KODA: pelajaran yang bisa dipetik dari cerita oleh si pembaca, koda ini sifatnya opsional
boleh dilibatkan atau pun tidak

Coba untuk latihan pahamilah cerpen berikut ini !

Tukang Pijat Keliling

Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko dalam memijat.
Standar tukang pijat pada layaknya. Namun, keramahannya yang mengalir menambah daya
pikat tersendiri. Kami menemukan ketenangan di wajahnya yang membuat kami senantiasa
merasa dekat. Mungkin oleh sebab itu kami terus membicarakannya.
Entah darimana asalnya, tiada seorang warga pun yang tahu. Tiba-tiba saja datang ke
kampung kami dengan pakaian tampak lusuh. Kami sempat menganggap dia adalah
pengemis yang diutus kitab suci. Dia bertubuh jangkung tetapi terkesan membungkuk,
barangkali karena usia. Peci melingkar di kepala. Jenggot lebat mengitari wajah. Tanpa
mengenakan kacamata, membuat matanya yang hampa terlihat lebih suram, dia menawarkan
pijatan dari rumah ke rumah. Kami melihat mata yang bagai selalu ingin memejam, hanya
selapis putih yang terlihat.
Kami pun penasaran ingin merasakan pijatannya. Maklum, tak ada tukang pijat di
kampung kami, apalagi yang keliling. Biasanya kami saling pijat memijat dengan istri di
rumah masing- masing, itu pun hanya sekadarnya. Kami harus menuju ke dukun pijat di
kampung sebelah bila ingin merasakan pijatan yang sungguh-sungguh atau mengurut tangan
kaki kami yang terkilir.
Hampir kebanyakan warga di kampung kami ini adalah buruh tani. Hanya beberapa orang
yang memiliki sawah, dapat dihitung dengan ingatan. Setiap hari kami harus menumpahkan
tenaga di ladang. Dapat dibayangkan keletihan kami bila malam menjelang. Tentulah
kehadiran Darko membuat kampung kami lebih menggeliat, makin bergairah.
Setiap malam, dengan membawa minyak urut, dia menyusur dari gang ke gang
kampung guna menjemput pelanggan. Kakinya bagai digerakkan tanah, dia begitu saja
melangkah tanpa bantuan tongkat. Tidak pernah menabrak pohon atau jatuh ke sungai.
Memang, tangannya kerap meraba-raba udara ketika melangkah, seperti sedang menatap
keadaan. Barangkali penglihatan Darko terletak di telapak tangannya.
Dia akan berhenti ketika seseorang memanggilnya. Melayani pelanggannya dengan
tulus dan sama rata, tanpa pernah memandang suatu apa pun. Serta yang membuat kami
semakin hormat, tidak pernah sekali pun dia mematok harga. Dengan biaya murah, bahkan
terkadang hanya dengan mengganti sepiring nasi dan teh panas, kami bisa mendapatkan
kenikmatan pijat yang tiada tara. Kami menikmati bagaimana tangannya menekan lembut
tiap jengkal tubuh kami. Kami merasakan urat syaraf kami yang perlahan melepaskan
kepenatan bagai menemukan kesegaran baru setelah seharian ditimpa kelelahan. Pantaslah
bila terkadang ada pelanggan yang tertidur saat sedang dipijat.
Selain itu, Darko memiliki pembawaan sikap yang ramah, tidak mengherankan bila
orang- orang kampung segera merasa akrab dengan dirinya. Dia suka pula menceritakan
kisah lucu di sela pijatannya. Meskipun begitu, kami tetap tidak tahu asal usulnya dengan
jelas. Bila kami menanyakannya, dia selalu mengatakan bahwa dirinya berasal dari kampung
yang jauh di kaki gunung.
Kemudian kami ketahui, bila malam hampir tandas, Darko kembali ke tempat
pemakaman di ujung kampung. Di antara sawah-sawah melintang. Sebuah tempat
pemakaman yang muram, menegaskan keterasingan. Di sana terdapat sebuah gubuk yang
menyimpan keranda, gentong, serta peralatan penguburan lain yang tentu saja kotor sebab
hanya diperlukan bila ada warga meninggal. Di keranda itulah Darko tidur, memimpikan apa
saja. Dia selalu mensyukuri mimpi, meskipun percaya mimpi tak akan mengubah apa-apa.
Sudah berhari-hari dia tinggal di sana. Tak dapat kami bayangkan bagaimana aroma mayit
yang membubung ke udara lewat tengah malam, menggenang di dadanya, menyesakkan
pernapasan.
Kami lantas menyarankan supaya menginap di masjid saja. Namun dia tolak. Katanya
kini masjid sedang berada di ujung tanduk. Entahlah, dia lebih memilih tinggal di
pemakaman, membersihkan kuburan siapa saja.
Seminggu kemudian orang- orang kampung gusar. Pak Lurah mengumumkan bahwa masjid
kampung satu-satunya yang berada di jalan utama, akan segera dipindah ke permukiman
berimpitan rumah-rumah warga dengan alasan agar kami lebih dekat menjangkaunya.
Supaya masjid senantiasa dipenuhi jemaah.
Namun, berhamburan kabar Pak Lurah akan mengorbankan tanah masjid dan
sekitarnya ini kepada orang kota untuk sebuah proyek pasar masuk kampung. Tentu saja
merupakan tempat yang strategis daripada di pelosok permukiman, harus melewati gang
yang meliuk- liuk dan becek seperti garis nasib kami.
Di saat seperti itu kami justru teringat Darko. Ucapannya terngiang kembali,
mengendap ke telinga kami bagai datang dari keterasingan yang kelam. Kami mulai
bertanya-tanya. Adakah Darko memang sudah mengetahui segala yang akan terjadi? Sejauh
ini kami hanya saling memendam di dalam hati masing- masing tentang dugaan bahwa
Darko memiliki kejelian menangkap hari lusa.
Namun diam-diam ketika sedang dipijat, Kurit, seorang warga kampung yang terkenal suka
ceplas-ceplos, meminta Darko meramalkan nasibnya. Darko hanya tersenyum sambil
gelengkan kepala berkali-kali isyarat kerendahan hati, seakan berkata bahwa dia tidak bisa
melakukan apa-apa selain memijat. Namun Kurit terus mendesak. Akhirnya seusai memijat,
Darko pun menuruti permintaannya.
Dengan sikap yang tenang dia mulai mengusap telapak tangan Kurit, menatapnya
dengan mata terpejam, kemudian berkata; Telapak tangan adalah pertemuan antara kesedihan
dan kebahagiaan. Entahlah apa maksudnya, Kurit kali ini hanya diam saja, mendengarkan
dengan takzim.
”Ada kekuatan tersimpan di telapak tanganmu.”
Kurit serius menyimaknya masih dalam keadaan berbaring.
”Tetap dirawat pertanianmu, rezeki akan terus membuntuti,” tambahnya.
Kurit mengangguk, masih tanpa ucap.
Setelah merasa tak ada lagi sesuatu yang harus dikerjakan, Darko permisi. Berjalan
kembali menapaki malam yang lengang. Langkahnya begitu jelas terdengar, gesekan telapak
kakinya pada tanah menimbulkan bunyi yang gemetar. Sementara Kurit terus menyimpan
ucapan Darko, berharap akan menjadi kenyataan.
***
Siang hari. Darko selalu duduk berlama-lama di celah gundukan-gundukan tanah yang
berjajar. Seperti sedang merasakan udara yang semilir di bawah pohon-pohon tua.
Menangkap suara burung-burung yang melengking di kejauhan. Menikmati aroma semak-
semak. Mulutnya bergerak, seperti sedang merapalkan doa. Mungkin dia mendoakan mereka
yang di alam kubur sana. Dan bila ada warga meninggal, Darko kerap membantu para
penggali kubur. Meski sekadar mengambil air dari sumur, supaya tanah lebih mudah digali.
Begitulah, saat siang hari kami tak pernah melihat Darko keliling kampung. Barangkali
dia lebih memilih menyepi dalam hening pemakaman. Ada saja sesuatu yang dia kerjakan.
Bahkan yang mungkin tidak begitu penting sekalipun. Mencabuti rerumputan liar di
permukaan tanah makam, mengumpulkan dedaunan yang berserakan dengan sapu lidi lalu
membakarnya. Padahal, lihatlah betapa daun-daun tidak akan pernah berhenti menciumi
bumi. Dia begitu tangkas melakukan itu semua, seakan memang tak pernah ada masalah
dengan penglihatannya.
Kurit membenarkan ucapan Darko. Bawang merah yang dipanennya kini lebih besar
dan segar daripada hasil panen sebelumnya. Bertepatan dengan naiknya harga bawang yang
memang tak menentu. Dengan meluap-luap Kurit menceritakan kejelian Darko membaca
nasib seseorang kepada siapa saja yang dijumpainya. Kabar tentang ramalannya pun bagai
udara, beredar di perkampungan.
Kini hampir setiap malam selalu saja ada yang membutuhkan jasanya. Para perempuan,
yang biasanya lebih menyukai pijatan suami, mulai menunggu giliran. Entah karena memang
butuh mengendorkan otot yang tegang atau sekadar ingin mengetahui ramalannya. Mungkin
dua-duanya. Bila kebetulan kami menjumpainya di jalan dan minta diramal tanpa pijat
sebelumnya, Darko tidak akan bersedia melakukannya. Katanya, dia hanya menawarkan jasa
pijat, bukan ramalan.
Di warung wedang jahe, orang-orang terus membicarakannya. Mereka saling
menceritakan ramalan masing-masing.
”Akan datang kepadaku putri kecil pembawa rezeki.”
”Eh, dia juga bilang, sebentar lagi akan habis masa penantianku,” kata perempuan
pemilik warung dengan nada berbunga- bunga. Ia hampir layu menunggu lamaran.
”Dia menyarankan supaya aku beternak ayam saja,” seseorang menambahi.
Begitulah, dengan sangat berkobar-kobar kami menceritakan ramalan masing-masing.
Setiap lamunan kami habiskan untuk berharap. Menunggu dengan keyakinan mengucur
seperti curah keringat kami yang terus menetes sepanjang hari.
Sungguh tak dapat kami pungkiri. Tak dapat kami sangkal, segalanya benar-benar
terjadi. Talim dianugerahi bayi perempuan yang sehat dari rahim istrinya. Tak lama jelang
itu, Surtini si perawan tua menerima lamaran seorang duda dari kampung sebelah. Sementara
Tasrip bergembira mendapati ternak ayamnya gemuk dan lincah. Disusul dengan kejadian-
kejadian serupa.
Kejelian Darko dalam meramal semakin diyakini orang- orang kampung. Ketepatannya
membaca nasib seperti seorang petani memahami gerak musim-musim. Pak Lurah pun
merasa terusik mendengar kabar yang dari hari ke hari semakin meluap itu. Ia sebelumnya
memang belum pernah merasakan pijatan Darko. Ia lebih memilih pijat ke kampung sebelah
yang bersertifikat, menurutnya lebih pantas dipercayai.
Malam itu diam-diam Pak Lurah memanggil Darko ke rumahnya. Seusai dipijat,
dengan suara penuh wibawa ia meminta diramalkannya nomer togel yang akan keluar besok
malam. Seperti biasa, Darko hanya menggeleng sambil tersenyum. Namun Pak Lurah terus
mendesak, bahkan sedikit memohon. Darko diam beberapa jenak. Kemudian, dengan sangat
terang dia pun menyebutkan angka sejumlah empat kali diikuti gerak jari- jari tangannya.
Kali ini Pak Lurah yang tersenyum, gembira melintasi raut mukanya.
Seperti biasa, setelah merasa tidak ada sesuatu yang harus dikerjakan, Darko permisi.
Membiarkan tubuhnya diterpa angin malam yang lembab.
***
Orang-orang kampung kini mulai gelisah. Sudah dua malam kami tidak menjumpai
Darko keliling kampung. Kami hanya bisa menduga dengan kemungkinan-kemungkinan.
Sementara Pak Lurah kian geram, merasa dilecehkan. Mendapati nomer togel pemberiannya
tak kunjung tembus. Esoknya, di suatu Jumat yang cerah, Pak Lurah mengumpulkan
beberapa warga—terutama yang lelaki—guna memindahkan perlengkapan penguburan ke
tengah permukiman. Katanya, tanah kuburan semakin sesak, membutuhkan lahan luang yang
lebih.
Sesampainya di sana, kami tetap tidak menjumpai Darko. Di gubuk itu, kami tidak juga
menemukan jejak peninggalannya. Dengan memendam perasaan getir kami merobohkan
tempat tinggalnya. Dalam hati kami masih sempat bertanya. Adakah Darko memang sudah
mengetahui segala yang akan terjadi?

Latihan
Analisislah unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut ! tulislah bukti kutipan yang mendukung
jawaban Anda !

h. Menelaah cerpen berdasarkan struktur dan kaidah


Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa cerpen mempunyai bagian-agian/struktur
yang satu sama lain saling berkaitan. Struktur cerpen tersebut meliputi abstrak, orientasi,
komplikasi,evaluasi, resolusi, dan koda.
Cerpen juga memiliki ciri-ciri kebahasaan seperti berikut.
1. Banyak menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi
keterangan yang bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah
terjadi.
2. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis).
Contoh: sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
3. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi,
seperti menyuruh, membersihkan, menawari, melompat, menghindar.
4. Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara
menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa,
menceritakan tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
5. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau
dirasakan oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan,
mengalami.
6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“….”) dan kata
kerja yang menunjukkan tuturan langsung.
Contoh:
a. Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!”
b. “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada temannya.
c. “Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani.
7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh,
tempat, atau suasana.
Contoh:
Segala sesuatu tampak berada dalam kendali sekarang: Bahkan, kamarnya sekarang
sangat rapi dan bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi
dan tertata dengan baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli dalam
membuat ragam makanan Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah menjadi
pencandu beratnya.
i. Mengonstruksi sebuah cerpen
Setelah kalian memahami beberapa hal tentang cerpen, berikutnya kalian diminta untuk dapat
menulis cerpen. Jangan kalian bayangkan menulis cerpen itu sukar. Jangan kalian bayangkan
nulisnya harus berlembar-lembar. Jika bayang-bayang itu sudah menghantui kalian, mustahil
cerpen dapat kalian tulis.
Sebetulnya setiap kita bakan untuk membuat cerita, buktinya setiap saat kita bisa bercerita,
bahkan ceritanya bisa seru dan lama. Ini menunjukkan bahwa kita sebetulnya mempunyai
modal menulis cerpen. Hanya mungkin bedanya kalau kita cerita itu secara lisan, nah kalau
cerpen harus ditulis.
Untuk kali ini kalian tidak harus menulis cerpen secara utuh. Namun belajarlah paling tidak
menulis bagiannya saja, msalnya mendeskripsikan tempat cerita, atau menuliskan konflik
cerita.
Paling tidak hal yang harus kalian siapkan ketika akan menulis cerpen adalah sebagai berikut.
1) Tema/hal apa yang akan diceritakan
2) Siapa saja yang terlibat daam cerita itu (tokohnya)
3) Apa masalahnya ?
4) Bagaimana ceritanya ?
5) Di mana kejadiannya ?
6) Seperti apa akhirnya ?
Hal-hal tersebut dapat menjadi frame saat kalian akan menulis cerpen. Ingat, cerpen sumber
ceritanya boleh dari kehidupan nyata (faktual), hanya saja dalam pengembangannya agar
manrik bisa saja cerita factual itu “dibumbui” hal fiktif. Artinya sumber kejadian nyata bisa
ditambah-tambahi agar menarik. Tapi ingat tambahan fiktif itu tetap ada batasannya, yaitu
logis.

Anda mungkin juga menyukai