Pendahuluan
Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Itulah pribahasa yang paling
tepat untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam kehidupan seorang ibu yang
saya akan cerita ini. Dulu suaminya adalah seorang pengusaha. Mereka hidup
bahagia dan berkecukupan. Suatu hari suaminya menyerahkan diri untuk menjadi
hamba Tuhan. Semua usahanya dilepaskan dan dia menjadi mahasiswa Sekolah
Tinggi Teologi. Setelah lulus, suaminya melayani sebuah gereja yang sederhana.
Income mereka menurun drastis, pengeluaran membengkak, bukan karena mereka
bertambah boros, melainkan karena hati mereka tidak pernah bisa tahan melihat
jemaat yang berkekurangan.
Pada suatu pagi, suaminya berpamitan untuk pergi pelayanan ke suatu
daerah. Tiga jam kemudian, ia menerima kabar bahwa suaminya mendapat
kecelakaan, tertabrak sebuah bus yang ngebut dengan kecepatan tinggi. Suaminya
terlempar dan meninggal seketika. Tragisnya, menurut beberapa saksi mata,
suamiya tertabrak saat menolong seorang pengendara sepeda motor yang menjadi
korban tabrak lari. Setelah pemakaman selesai, ibu ini masih berpikir bahwa Allah
memiliki rencana lain bagi dirinya. Ia tampak begitu tabah.
Beberapa bulan setelah suaminya meninggal, putri pertamanya, seorang
importir alat-alat rumah tangga, mengalami masalah. Ia ditipu oleh rekan bisnisnya
sehingga hampir seluruh modalnya habis, bahkan ia harus menjual rumah dan
mobilnya untuk membayar hutang-hutang perusahaannya. Rumah tangga putrinya
pun tergoncang dan berakhir dengan perceraian. Hati ibu pendeta ini tercabik
melihat badai kelam yang menimpa putrinya. Namun, ia merasa harus tetap tegar
agar dapat menguatkan iman putrinya.
Namun, rupanya kesusahan belum berhenti mengikuti hidup ibu pendeta ini.
Suatu hari, ia mendapati putranya yang kuliah di semester terakhir muntah-muntah
dan seluruh tubuhnya mengigil di kamarnya. Segera ia melarikan ke rumah sakit.
Betapa terkejutnya ia ketika dokter mengatakan bahwa putranya sedang sakau dan
telah menjadi pecandu berat narkoba. Hati ibu pendeta ini hancur. Demi putranya, ia
terpaksa menjual rumahnya untuk membiaya rehabilitasi putranya dan tinggal di
rumah kontrakan yang kecil. Setelah setengah tahun di pusat rehabilitasi, anaknya
dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang. Namun sebulan kemudian, ia
ditangkap polisi dengan tuduhan sebagai pengedar narkoba. Pengadilan
menjatuhinya hukuman tiga tahun penjara. Hati ibu manakah yang tidak akan patah
mengalami persoalan seperti ini? Namun, ia masih berharap bahwa Tuhan akan
memulihkan keadaan anaknya.
Kehidupan ibu pendeta ini semakin susah. Perekonomiannya morat-marit.
Saudara-saudara kandungnya yang tidak seiman mencemoohkan dia sebagai orang
kurang berhikmat karena mengizinkan suaminya menjadi hamba Tuhan. Jiwanya
semakin tertekan dan kesehatannya menurun. Keadaan ginjalnya yang sejak dulu
lemah, mulai sering kambuh. Beberapa kali ia harus ke luar masuk rumah sakit.
Sampai akhirnya, ia gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah seminggu sekali.
Runtuhlah seluruh kekuatannya.
Tengah malam di ranjang rumah sakit, tangisnya pecah. Ia tidak kuat lagi
menanggung beban yang terlampau berat. Ia menjerit memanggil-manggil nama
suaminya, bukan Allah. Ia sudah terlalu kecewa kepada Allah; baginya Allah tidak
dapat dipercaya. Allah kejam membiarkan semuanya terjadi, padahal Dia dapat
mencegahnya. Dalam tangisannya ia mengajukan satu pertanyaan kepada Allah, “Di
manakah Engkau, Tuhan?” Tak ada jawaban sama sekali. Ibu pendeta itu hanya
mendengar suara tangisannya sendiri sampai ia tertidur dalam kesunyian dini hari.
Penutup
Pada hari puncak perayaan Pondok Daun, hari yang ke-7, Yesus berdiri di
tengah-tengah orang Yahudi dan berseru, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang
kepada-Ku dan minum.” Orang-orang Yahudi dalam perayaan tersebut
mengharapkan air hujan untuk panen mereka, tetapi Tuhan mengetahui kebutuhan
mereka yang paling utama: air hidup yang memberikan kelegaan atas kehausan
rohani mereka. Karena itu, Ia mengundang siapa saja yang merasa dahaga dan
kekeringan akan hadirat Allah untuk datang kepada-Nya dan menerima kelegaan.
Dalam Wahyu 21:6 Yesus berkata, “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan
Yang Akhir. Orang-orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari
mata air kehidupan.” Yesuslah sumber air kehidupan itu sendiri.
Datanglah kepada Yesus! Berharaplah kepada-Nya! Jangan biarkan diri kita
berlarut-larut dalam kesedihan, hidup kita akan hancur! Tetaplah percaya dan
berharap kepada Allah sebagai penolong kita meskipun kita tidak tahu dimana
Allah ketika kita berada di tengah-tengah pergumulan hidup kita yang berat. Tiba
waktunya Ia akan mengubah ratapan kita menjadi genderang kemenangan. INILAH
DOA DAN HARAPAN KITA SEMUA......
TUHAN MEMBERKATI