LANDASAN TEORI
1
2.1 Definisi Triase
Triase adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan
suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan
prioritas penanganannya. Triase dilakukan oleh seorang dokter, bila kondisi
tidak memungkinkan triase dilakukan oleh perawat Senior UGD (katim) yang
telah dilatih untuk menyeleksi pasien sesuai dengan prioritas
kegawatdaruratannya (Oman, 2008).
Istilah Triase berasal dari bahsa Perancis Trier, yang berarti untuk
memilih atau memilah. Triase sistem pertama kali digunakan untuk
memprioritaskan perawatan medis selama perang Napoleon pada abad ke-
18. Setelah perang telah dilakukan penyempurnaan sistem
untuk memindahkan secara cepat korban yang terluka dari medan perang ke
tempat perawatan definitif. Sistem triase Mass Casualty Insiden (MCI) juga
telah dikembangkan. Prinsip yang mendasari triase MCI adalah mencapai
hasil yang terbaik untuk jumlah korban yang banyak dalam kondisi dimana
kebutuhan klinis melebihi sumber daya yang tersedia (Pusponegoro, 2011).
2
Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
Denah bangunan fisik unit gawat darurat
Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis
(Manchester Triage Group, 2006)
3
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitif
f. Tage warna
2.4 Penentuan Prioritas
Menurut Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan
umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Berdasarkan
Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triase
didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain
pada faktor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur
pasien lewat sistem pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang
atau meningkat keparahannya .
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage
adalah kondisi klien yang meliputi :
a) Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan
kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b) Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
c) Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing /
pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka
dapat meninggal/cacat (Wijaya, 2010).
4
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III > 25%.
Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila
(kuning) tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak /
abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu
(hijau) segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
(hitam) parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.
Untuk membuat sistim triase yang efektif dan efisien, maka ada empat
hal yang harus dinilai yaitu utilitas, sistim triase harus mudah dipahami dan
praktis dalam aplikasi oleh perawat gawat darurat dan dokter. Valid, sistim
triase harus mampu mengukur urgensi suatu kondisi sesuai dengan
seharusnya. Reliabel, sistim triase dapat dilaksanakan oleh berbagai petugas
medis dan memberikan hasil yang seragam, dan keamanan, keputusan yang
5
diambil melalui sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk
mendapatkan pengobatan semestinya dan tepat waktu sesuai kategori triase.
Metode triase rumah sakit yang saat ini berkembang adalah :
A. Triase Australia (Australia Triage System/ATS)
Di Australia, proses triase dilakukan oleh perawat gawat darurat.
Karena triase sangat diperlukan untuk alur pasien dalam UGD yang
lancar dan aman, Australia memiliki pelatihan resmi triase untuk
perawat dan dokter. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan
konsistensi peserta dalam menetapkan kategori triase dan menurunkan
lama pasien berada di UGD. Dalam sistim triase ATS, dikembangkan
mekanisme penilaian khusus kondisi urgen untuk pasien-pasien
pediatri, trauma, triase di daerah terpencil, pasien obstetri, dan
gangguan perilaku (Hadiki Habib, 2016).
6
respon atau hanya
berespon dengan nyeri
- Kejang berkelanjutan
- Gangguan perilaku
berat yang mengancam
diri pasien dan orang
lain.
Kategori II Penilaian dan Risiko mengancam Jalan napas :
tatalaksana nyawa, dimana - Stridor disertai distress
diberikan kondisi pasien pernapasan berat
secara dapat memburuk, - Gangguan sirkulasi:
simultan dapat segera Akral dingin
dalam waktu menimbulkan gagal Denyut nadi <
10 menit organ bila tidak 50x/menit atau >
diberikan 150x/menit pada
tatalaksana dalam dewasa
waktu 10 menit Hipotensi dengan
setelah datang atau gangguan
pasien memiliki hemodinamik lain
kondisi yang
Banyak kehilangan
memiliki periode
darah
terapi efektif
- Nyeri dada tipikal
seperti trombolitik
nyeri hebat apapun
pada ST-Elevation
penyebabnya
Miocard Infark
- Delirium atau gaduh
(STEMI),
atau gelisah
trombolitik pada
- Defisit neurologis akut
stroke iskemik baru
(hemiparesis, disfagia)
dan antidotum pada
- Demam dengan letargi
kasus keracunan
- Mata terpercik zat
atau nyeri hebat
asam atau zat basa
(vas 7-10) nyeri
- Trauma multiple yang
7
harus diatasi dalam membutuhkan respon
waktu 10 menit tim
setelah pasien - Trauma lokal namun
datang berat
(traumaticamputation,
fraktur terbuka dengan
perdarahan)
- Riwayat medis
beresiko
- Riwayat tertelan bahan
beracun dan berbahaya
- Riwayat tersengat
racun binatang tertentu
- Nyeri yang diduga
berasal dari emboli
paru, diseksi
aorta,kehamilan
ektopik
- Gangguan prilaku
Prilaku agresif dan
kasar
- Prilaku yang
membahayakan diri
sendiri dan orang lain
dan membutuhkan
tindakan restrain
Kategori III Penilaian dan Kondisi dan potensi - Hipertensi berat
tatalaksana berbahaya, - Kehilangan darah
dapat mengancam nyawa moderat
dilakukan atau dapat - Sesak nafas
dalam waktu menambah - Saturasi oksigen
30 menit keparahan bila 90-95%
8
penilaian dan - Paska kejang
tatalaksana tidak - Demam pada
dilaksanakan dalam pasien
waktu 30 menit imunokompremise
(pasien AIDS,
Atau pasien onkology,
pasien dalam
Kondisi segera, terapi steroid)
dimana ada - Muntah menetap
pengobatan yang dengan tanda
harus segera di dehidrasi
berikan dalam - Nyeri kepala
waktu 30 menit dengan riwayat
untuk mencegah pingsan, saat ini
resiko perburukan sudah sadar
kondisi pasien - Nyeri sedang
apapun
Atau penyebabnya
- Nyeri dada
Nyeri sedang yang atipikal
harus diatasi dalam - Nyeri perut tanpa
waktu 30 menit
tanda akut
abdomen
- Pasie dengan usia
ebih dari 65 tahun
- Trauma
ekstremitas
moderate
(deformitas,
laserasi, sensasi
perabaan
menurun, pulsasi
9
ekstremitas
menurun
mendadak,
mekanisme
trauma memiliki
resiko tinggi
- Neonatus dengan
kondisi stabil
- Gangguan prilaku
yang sangat
tertekan, menarik
diri, agitasi,
gangguan isi dan
bentuk pikiran
akut
- Potensi menyakiti
diri sendiri
10
menit, untuk mata,
mencegah risiko pengelihatan
perburukan kondisi normal
pasien - Trauma
ekstremitas minor
Kondisi medis (keseleo, curiga
kompleks, pasien fraktur, luka robek
membutuhkan sederhana, tidak
pemeriksaan yang ada gangguan
banyak, konsultasi neurovaskuler
dengan berbagai ekstremitas) sendi
spesialis, dan bengkak
tatalaksana - Nyeri perut non
diruangan rawat spesifik
inap - Gangguan prilaku
- Pasien riwayat
Nyeri ringan gangguan yang
merusak diri, dan
menggangu orang
lain saat ini dalam
observasi
Kategori V Penilaian dan Kondisi tidak - Nyeri ringan
tatalaksana segera, yaitu - Riwayat pernyakit
dapat dimulai kondisi kronik atau tidak beresiko dan
dalam waktu minor, dimana saat ini tidak
120 menit gejala tidak bergejala
beresiko memberat - Keluahan minor
bila pengobatan yang saat
tidak segera di berkunjung masih
berikan dirasakan
- Luka kecil ( luka
Masalah klinis lecet, luka robek
11
administrative kecil)
Mengambil hasil - Kunjungan ulang
lab dan meminta untuk ganti perban
penjelasan, - Evaluasi jahitan
meminta sertifikat - Kunjungan untuk
kesehatan, meminta imunisasi
perpanjangan resep - Pasien kronis
psikiatri tanpa
gejala akut dan
hemodinamik
stabil
(Hadiki Habib, 2016).
B. Triase Kanada (Canadian Triage Acquity System/CTAS)
CTAS juga dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan tanda klinis
khusus untuk membantu petugas melakukan identifikasi sindrom yang
dialami pasien dan menentukan level triase. Metode CTAS juga
mengharuskan pengulangan triase (retriage) dalam jangka waktu
tertentu atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam
observasi. Pengambilan keputusan dalam sistim CTAS berdasarkan
keluhan utama pasien, dan hasil pemeriksaan tanda vital yang meliputi
tingkat kesadaran, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan nyeri.
Penilaian dilakukan selama 2-5 menit, namun bila pasien dianggap
kategori CTAS 1 dan 2, maka harus segera dikirim ke area terapi.
Seperti ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien
dapat menunggu penanganan medis awal. Batasan waktu yang
ditetapkan masih memiliki kelonggaran karena kunjungan pasien yang
tidak dapat diprediksi dan dibatasi adalah realitas yang dihadapi oleh
tiap unit gawat darurat (Hadiki Habib, 2016).
Tabel 4. Indikator Keberhasilan Triase CTAS Berdasarkan
waktu respon
12
C. Triase Amerika Serikat (Emergency Severity Index/ESI)
Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity
Index (ESI), Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal
berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan pasien dan
perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang dibutuhkan
(pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi spesialis terkait, dan
tindakan medik di unit gawat darurat). Apabila ada pasien baru datang
ke unit gawat darurat, maka petugas triase akan melakukan dua tahap
penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan awal pasien
apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien
termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1
apabila terjadi ganggguan di tanda vital yang mengancam nyawa
seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan nafas. Pasien dengan
tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial mengancam akan
dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan
kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan
psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki
tahap penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber
daya UGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,
tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap.
Apabila saat triase diperkirakan pasien yang datang tidak
membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka
pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu
menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau
13
EKG, atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien
diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk
mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila
hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak
stabil). Analisis sistematik yang dilakukan Christ menunjukkan bahwa
ESI dan CTAS adalah sistim triase yang memiliki reliabilitas paling
baik. (Hadiki Habib, 2016).
14
keputusan, diskriminator tersebut adalah kondisi klinis yang
merupakan tanda vital seperti tingkat kesadaran, derajat nyeri, dan
derajat obstruksi jalan nafas. Ketika ada pasien yang datang ke unit
gawat darurat, petugas triase akan menentukan keluhan utama yang
pasien atau pengantar sampaikan lalu menyesuaikan masalah yang
disampaikan dengan algoritma yang ada, dan melakukan pengambilan
keputusan sesuai yang telah ditetapkan dalam masing-masing
algoritma (Hadiki Habib, 2016).
15
F. Algoritma Sistem START
Prosedur START :
Langkah 0
Panggil korban yang masih bisa berjalan untuk mendekat kearah petugas
yang berada dilokasi aman (collecting area). Korban yang bisa berjalan
mendekat diberikan label Hijau
Langkah 1 (Airway + Breathing)
a. Cek pernapasan, Apabila tidak bernapas buka jalan napasnya, jika
tetap tidak bernapas berikan label HITAM.
b. Pernapasan > 30 kali / menit
c. Pernapasan 10-30 kali permenit kelangkah berikutnya
Langkah 2 (Circulation)
16
a. Cek Capilary test (Tekan Kuku tangan penderita) kemudian lepas,
apabila kembali merah lebih dari 2 detik (> 2 detik) berikan label
MERAH.
b. Apabila pencahayaan kurang untuk capilary test, lakukan cek nadi
radialis, apabila tidak teraba atau lemah berikan label MERAH.
c. Apabila nadi radialis teraba kelangkah berikut.
Langkah 3 (Mental Status)
a. Berikan perintah sederhana kepada penderita, Apabila mengikuti
berikan label KUNING.
b. Apabila tidak dapat mengikuti perintah berikan label MERAH.
Alur dalam proses triase:
1) Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2) Di ruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan
cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3) Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka
triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
4) Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode
warna:
a) Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<
30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
b) Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c) Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
17
e) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f) Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan
tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke
ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g) Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
h) Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i) Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah.
18
memberikan kategori triage yang obyektif. Selain itu WPSS memiliki
beberapa keuntungan, yaitu:
b. Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.
c. Mengubah parameter klinis yang terukur kedalam suatu nilai skor.
d. Peralatan (tensimeter, termometer, dan pulse oxymetri) yang
dibutuhkan minimal, tidak menyakiti, serta mudah digunakan.
e. Penilaian yang dilakukan akan seragam antar staf (Tri,2012).
19
melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi,
catatan tersebut harus menunjukkan bahwa tenaga medis gawat darurat bertindak
sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang
mengancam keselamatan pasien (Hamurwono,2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi (Ena,
2005) :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (misal, kardiak versus
trauma, perawatan minor versus perawatan kritis )
6. Permulaan intervensi (misal, balutan steril, es, pemakaian bidai,
prosedur diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram
(EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA)).
20
Gambar 3. Proses Dokumntasi triase (Ena, 2005)
BAB III
METODE PELAKSANAAN
21
Waktu : Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
3.4 Subyek Tugas Mandiri
Subyek tugas mandiri pada tugas pengenalan profesi blok XX ini adalah
petugas triase di IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pasien I : Tn. S dengan keluhan nyeri tidak tertahankan karena fraktur terbuka
1/3 distal os tibia dan fibula
4 PACS 4
Pasien dengan kondisu Pasien dengan
non-emergency dan kategori PACS 4
tidak mengancam jiwa
dikategorikan PACS 4
23
Worthing Physiological Scoring System (WPSS)
No Langkah Ya Tidak Keterangan
1 KESADARAN Sadar
SADAR PENUH -> √ sepenuhnya
SKOR=0
SELAIN SADAR √
PENUH ->SKOR=3
2 TD(SISTOLIK) 150/90 mmHg
SISTOL>100 (SKOR= √
0)
√
SISTOL<99
(SKOR=2)
3 NADI 90x/menit
NADI<101 (SKOR=0) √
NADI>102 (SKOR=1) √
4 RESPIRASI 25x/menit
RR<19x (SKOR=0) √
RR 20-21x (SKOR=1) √
RR>22x (SKOR=2) √
5 TEMPERATUR
SUHU >35.3 √ 360c
(SKOR=0)
SUHU <35.3 √
(SKOR=3)
24
6 SATURASI O2 98 %
O2 96-100 (SKOR=0) √
O2 94-95 (SKOR=1) √
O2 92-93 (SKOR=2)
O2 <92 (SKOR=3)
7 TOTAL Untuk pasien
>5 dengan skor
WPSS lebih dari
5 diarahkan ke
ruangan P1
untuk dilakukan
tindakan
resusitasi segera
25
Pasien II : wanita 40 tahun, datang dengan badan lemas akibat kecelakaan lalu
lintas
No Langkah Ya Tidak Keterangan
1 PACS 1 Pasien dengan
Pasien dengan kategori kondisi seperti
kolaps kardiovaskular kolaps
dan kondisi kardiovaskular
mengancam nyawa -> dikategorikan
dikategorikan PAC 1 PACS 1
2 PACS 2 √ Pasien dengan
Pasien dengan sakit sakit berat
berat tetapi kondisi tetapi kondisi
hemodinamik stabil hemodinamik
->dikategorikan PAC 2 stabil
dikategorikan
PACS 2
3 PACS 3 Pasien dengan
Pasien yang masih sakit akut dan
mampu berjalan masih mampu
dikategorikan PAC 3 berjalan(masih
sadar)
dikategorikan
PACS 3
4 PACS 4
Pasien dengan kondisu Pasien dengan
non-emergency dan kategori PACS 4
tidak mengancam jiwa
dikategorikan PACS 4
26
SADAR PENUH -> √
SKOR=0
SELAIN SADAR √
PENUH ->SKOR=3
2 TD(SISTOLIK)
SISTOL>100 (SKOR= √
0)
SISTOL<99 √
(SKOR=2)
3 NADI
NADI<101 (SKOR=0) √
NADI>102 (SKOR=1) √
4 RESPIRASI
RR<19x (SKOR=0) √
RR 20-21x (SKOR=1) √
RR>22x (SKOR=2) √
5 TEMPERATUR
SUHU >35.3 √ 36,60c
(SKOR=0)
SUHU <35.3 √
(SKOR=3)
6 SATURASI O2 95 %
O2 96-100 (SKOR=0)
O2 94-95 (SKOR=1) √
27
O2 92-93 (SKOR=2)
O2 <92 (SKOR=3)
7 TOTAL Untuk pasien
>5 dengan skor
WPSS lebih dari
5 diarahkan ke
ruangan P1
untuk dilakukan
tindakan
rsusitasi segera
√
2-4 Untuk pasien
dengan skor
WPSS 2-4
diarahkan
keruangan P2
untuk di
tatalaksana dan
di observasi
0-1 ketat
Untuk pasien
dengan skor
WAPSS 0-1
diarahkan ke
ruangan P3
untuk dilakukan
observasi
Pasien III, Anak R. perempuan 2 tahun, BAB cair dan muntah sejak 4 hari yang
lalu.
No Langkah Ya Tidak Keterangan
1 PACS 1 Pasien dengan
28
Pasien dengan kategori kondisi seperti
kolaps kardiovaskular kolaps
dan kondisi kardiovaskular
mengancam nyawa -> dikategorikan
dikategorikan PAC 1 PACS 1
2 PACS 2 √ Pasien dengan
Pasien dengan sakit sakit berat
berat tetapi kondisi tetapi kondisi
hemodinamik stabil hemodinamik
->dikategorikan PAC 2 stabil
dikategorikan
PACS 2
4 PACS 4
Pasien dengan kondisu Pasien dengan
non-emergency dan kategori PACS 4
tidak mengancam jiwa
dikategorikan PACS 4
SELAIN SADAR √
29
PENUH ->SKOR=3
2 TD(SISTOLIK)
SISTOL>100 (SKOR= √
0)
SISTOL<99 √
(SKOR=2)
3 NADI 120x/menit
NADI<101 (SKOR=0) √
NADI>102 (SKOR=1) √
4 RESPIRASI 30x/menit
RR<19x (SKOR=0) √
RR 20-21x (SKOR=1) √
RR>22x (SKOR=2) √
5 TEMPERATUR
SUHU >35.3 √ 36,40c
(SKOR=0)
SUHU <35.3 √
(SKOR=3)
6 SATURASI O2 78 %
O2 96-100 (SKOR=0)
O2 94-95 (SKOR=1)
O2 92-93 (SKOR=2)
O2 <92 (SKOR=3)
√
30
7 TOTAL Untuk pasien
>5 dengan skor
WPSS lebih dari
5 diarahkan ke
ruangan P1
untuk dilakukan
tindakan
resusitasi segera
31
Pasien IV: Perempuan, 13 tahun datang dengan keluhan tidak sadarkan diri,
mengiggau dan snoring
32
No Langkah Ya Tidak Keterangan
1 KESADARAN Pasien tidak
SADAR PENUH -> √ sadarkan diri
SKOR=0
SELAIN SADAR
PENUH ->SKOR=3 √
2 TD(SISTOLIK)
SISTOL>100 (SKOR= √
0)
SISTOL<99 √
(SKOR=2)
3 NADI
NADI<101 (SKOR=0) √
110x/menit
NADI>102 (SKOR=1) √
4 RESPIRASI 25x/menit
RR<19x (SKOR=0) √
RR 20-21x (SKOR=1) √
RR>22x (SKOR=2) √
5 TEMPERATUR
SUHU >35.3 √ 35,80c
(SKOR=0)
SUHU <35.3
(SKOR=3) √
6 SATURASI O2
33
O2 96-100 (SKOR=0) √
O2 94-95 (SKOR=1) √
O2 92-93 (SKOR=2) √
O2 <92 (SKOR=3) √
34
Checklist Petugas IGD
35
- Dokter PPDS (on site 24
jam) √
- Dokter umum (on site 24
jam) √
- Perawat kepala S1/DIII
(jam kerja/diluar jam √
kerja)
- Perawat yg telah
mendapat pelatihan __
emergency nursing (on
site 24 jam)
- Non medis bagian
keuangan kamtib (24 jam) √
dan pekarya (24 jam)
6. Ruang triase harus dilengkapi:
- Kit pemeriksaan √
sederhana
- Brankar penerimaan √
pasien
- Pembuatan rekam medik √
khusus
- Label (pada saat korban √
masal)
7. Tempat triase hanya dipakai
sebagai tempat menerima korban, √
tidak sebagai tempat
perawatan/pengobatan
8. Memenuhi peralatan (kebutuhan
minimum) tempat triase:
a. Tanda pengenal untuk
menandai setiap tempat/
bagian dan petugas √
b. Kartu triase
36
c. Peralatan administrasi
d. Tandu (empat buah) √
e. Alat penerangan √
f. Sfigmomanometer, √
stetoskop, lampu senter, √
sarung tangan. √
37
Nama pasien yaitu tuan S berusia 49 tahun datang ke IGD RSMP
dengan keadaan sadar penuh, mengalami nyeri yang tidak
tertahankan karena fraktur terbuka 1/3 distal os tibia dan os fibula
akibat ditabrak motor.
2) Pasien II shift sore pukul 15.00-18.30 WIB
Pada pasien II, wanita, 40 tahun, datang ke IGD RSMP pada pukul
14.50 WIB, dengan Jatuh dari motor, badan lemas diakrenakan
kecelakaan lalu lintas motor dengan motor, tim medis langsung
melakukan penilaian cepat dan menentukan keputusan segera.
Setelah penilaian tersebut pasien masih dapat mengikuti instruksi
dengan baik (sadar sepenuhnya) yaitu E4 M6 V5 dan tanda-tanda
vitalnya stabil yaitu nadi 80x/menit, pernapasan 21x/menit, tekanan
darah 140/100 mmHg, dan Temperatur 36,60C . dilakukan
tatalaksanayaitu diberikan amlodipine.
3) Pada pasien III shift sore pukul 15.00-18.30 WIB
Anak perempuan berusia 2 tahun, datang ke IGD RSMP pada pukul
15:50 WIB, dengan keluhan BAB cair dan muntah sejak 4 hari yang
lalu. Tim medis langsung melakukan penilaian cepat dan
menentukan keputusan segera. Setelah penilaian tersebut pasien
masih dapat mengikuti instruksi dengan baik (sadar sepenuhnya) dan
tanda-tanda vitalnya stabil.
4) Pada pada pasien IV shift sore pukul 15.00-18.30 WIB
Pasien datang dengan keluhan Airway tidak sadarkan diri,
mengiggau dan snoring.Breathing: nafas cepat 25x/menit.
Circulation TD: 100/70, nadi:110x/menit, dan Temperatur: 35,8°C.
disability: GCS 4, E:1, M:1, V:2 kemungkinan disebabkan
intoksikasi alkohol.
4.2 Pembahasan
Jenis-jenis metode triase yang dilakukan di Rumah Sakit yang pertama
yaitu Triase Australia (ATS), yang kedua Triase Kanada (CTAS), yang ketiga
Triase Amerika Serikat (ESI), yang ke empat Triase Inggris (MKS), yang
kelima Triase Singapore patient acuity category scale (PACS atau PAC) dan
38
yang keenam Triase Algoritma START dan The Worthing Physiological
Scoring System (WPSS).
Metode triase yang di lakukan oleh Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang (RSMP), menggunakan metode triase Singapore patient acuity
category (PAC) scale dikarenakan berdasarkan teori, di Indonesia rumah sakit
pemerintah dan swasta mengadopsi dan memodifikasi Singapore Patient
Acuity Category Scale (PACS) karena distribusi dan manajemen lalu lintas
pasien overload (berlebih). Pasien overload dapat mengganggu pelayanan
IGD. Overload ini dapat menghabiskan sumber daya IGD sehingga pelayanan
IGD tidak lagi efficient dan effective. Guna mencegah dan mengantisipasi hal
tersebut, disusun suatu sistem triage IGD berdasarkan Singapore patient
acuity category (PAC) scale (Hadiki Habib, 2016). Singapore Patient Acuity
Category Scale (PACS). Sistem PACS berasal dari Singapura dan diadopsi
oleh rumah sakit – rumah sakit bekerja sama atau berafiliasi dengan
Singapore General Hospital. PACS terdiri dari 4 skala prioritas. PAC 1
merupakan kategori pasien – pasien yang sedang mengalami kolaps
kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan
pada kategori ini tidak boleh delayed. Contoh PAC 1 antara lain major
trauma, STEMI, cardiac arrest, dan lain – lain (Hadiki Habib, 2016), PAC 2
merupakan kategori pasien – pasien sakit berat, tidur di brankar/bed, dan
distress berat tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal.
Pasien ini mendapat prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena
cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. Contoh PAC 2 antara lain
stroke, close fracture tulang panjang, asthma attack, dan lain – lain. PAC 3
merupakan kategori pasien – pasien sakit akut, moderate, mampu berjalan,
dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara effective di IGD biasanya
cukup menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien. Contoh
PAC 3 antara lain vulnus, demam, cedera ringan – sedang, dan lain – lain.
PAC 4 merupakan kategori pasien – pasien non emergency. Pasien ini dapat
dirawat di poli. Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak
menderita penyakit yang beresiko mengancam jiwa. Contoh PAC 4 antara
lain acne, dyslipidemia, dan lain – lain (Hadiki Habib, 2016).
39
Dari data hasil TPP pada pasien I didapatkan bahwa pasien datang
dengan kesadaran penuh, mengalami nyeri yang tidak tertahankan karena
fraktur terbuka 1/3 distal os tibia dan os fibula akibat di tabrak motor maka
petugas triase di IGD RSMP mengelompokkan pasien dalam kategori PACS
2 yang mana merupakan Major Emergency (non ambulants), Pada pasien II
datang ke IGD dengan keluhan badan lemas karena jatuh dari motor akibat
kecelakaan lalu lintas, lalu petugas IGD juga mengkategorikan pasien pada
PACS 2 dan pada pasien III seorang anak usia 2 tahun dengan keluhan BAB
cair dan muntah sejak 4 hari petugas IGD juga mengelompokkan pasien
dalam PACS 2. Triase yang di lakukan oleh Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang (RSMP), menggunakan metode triase Singapore patient acuity
category (PAC) scale sudah sesuai karena berdasarkan teori pasien yang
tergolong PACS 2 dengan keluhan seperti nyeri dada seperti AMI akut
miokard infark, overdosis obat, nyeri abdomen yang sangat parah, perdarahan
gastrointestinal dengan tanda vital yang stabil, perdarahan vagina dengan
tanda vital normal, taruma sedang , cedera kepala dengan tanda muntah, nyeri
yag sangat hebat, kejang dan waspada pada pasien saat datang, infeksi
dinding dada dengan frekuensi napas yang melemah, muntah yang persisten
(Hadiki Habib, 2016). Pada pasien IV datang dengan keluhan airway tidak
sadarkan diri mengingau dan snoring, petugas IGD mengelompokkan pasien
pada PACS 1. Berdasarkan teori keluhan yang khas pada PACS 1 berupa
cardiac arrrest, trauma arrest, major trauma, staus pasien syok berat, asma
yang berat, disstress pernapasan yang berat, pasien yang tidak sadar, kejang
akut, amputasi kaki, perdarahan gastrointestinal dengan tanda syok (Hadiki
Habib, 2016).
Di IGD RSMP juga menggunakan sistem skoring dengan Worthing
Physiological Scoring System (WPSS) suatu sistem skoring prognostik
sederhana yang mengindentifikasi penanda fisiologis pada tahap awal untuk
melakukan tindakan secepatnya, yang dituangkan dalam bentuk intervention-
calling score. Skor tersebut didapatkan dari pengukuran tanda vital yang
mencakup tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur,
40
saturasi oksigen, dan tingkat kesadaran berdasar AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) (Hadiki Habib 2016).
Pada pasien I,II,III tergolong dalam 2-4 menurut teori, untuk pasien
dengan skor WPSS 2-4, intrepretasinya alert, dan diarahkan keruangan P2
untuk di tatalaksana dan di observasi ketat. Dan pasien IV tergolong dalam
>5, menurut teori Untuk pasien dengan skor WPSS ≥5, intrepretasinya urgent
dan diarahkan ke ruangan P1 untuk dilakukan tindakan resusitasi segera.
Adapun tindakan tatalaksana berdasarkan klasifikasi prioritas pada
pada pasien I, Pasien II, Pasien III adalah tegolong Gawat. Berdasarkan teori
prioritas berdasarkan gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa
dan kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
Sedangkan pada pasien IV tergolong dalam keadaan gawat darurat,
Berdasarkan teori prioritas gawat darurat adalah suatu keadaan yang
mengancam jiwa yang disebabkan oleh gangguan ABC jika tidak ditolong
segera dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010).
Sumber daya manusia di IGD RSMP yaitu terdapat petugas triase
terdiri dari dua orang dokter dan beberapa perawat, ketika kami wawancarai
mereka mengaku telah mengikuti berbagai pelatihan trauma dan
kegawatdaruratan juga memiliki sertifikat. Namun ada juga beberapa perawat
yang belum melakukan pelatihan tersebut.Hal ini sesuai dengan teori bahwa
petugas triase wajib mengikuti pelatihan dasar trauma dan kegawatdaruratan
sampai selsai sebelum siap untuk menjadi petugas triase (Kemenkes, 2009).
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapaun kesimpulan dari pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi kali ini
adalah:
1. Jenis- jenis metode alur triase yang di gunakan di rumah sakit
bermacam-macam yaitu triase australia/ATS, Triase Kanada, triase
Amerika Serikat, Triase Inggris, Triase Singapura, algoritma
START dan Worthing Physiological scoring system (WPSS)
2. Metode alur Triase yang digunakan pada IGD RSMP adalah
metode Singapore Patients Acuity dan Worthing Physiological
Scoring System (WPSS).
3. Prioritas Terapi pasien di IGD RSMP pada pasien I, II, III yaitu
diberikan prioritas gawat, dan pasien IV diberikan prioritas gawat
darurat.
4. Sumber daya yang ada di IGD RSMP yaitu terdiri dari 2 orang
dokter dan beberapa perawat.
1.2 Saran
Adapun saran dari pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi kali ini adalah:
1. Pihak Rumah Sakit
42
Diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan atau
mengevaluasi kembali standar sumber daya manusia yang ada di
IGD sehingga tidak perlu merujuk pasien yang semestinya dapat
ditatalaksana sendiri dengan sumber daya manusia yang lengkap.
Diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk dokter umum yang
jaga IGD tidak merangkap sebagai petugas triase.
2. Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan kerjasama antar anggota saat
pelaksanaan TPP.
DAFTAR PUSTAKA
43
Manchester Triage Group. 2006. Emergency Triage 2nd ed. Blackwell Publishing
Ltd: USA
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Perawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Pusponegoro, 2011. Panduan Triase IGD Rs Indera
Sjamsuhidajat, de jong. 2010. Buku ajar ilmu bedah.ed.3.penerbit EGC. Jakarta,
Indonesia
Undang-Undang nomor 44 tahun 2009
Universitas Sumatera Utara, 2010. Triage dan Kompetensi perawat.
http://www.repository.ac.id. 16 Juli 2017
Zailani. dkk. 2009. Keperawatan Bencana.Banda Aceh : Forum Keperawatan
Bencana
Lampiran I
Worthing Physiological Scoring System (WPSS)
No Langkah Ya Tidak Keterangan
1 KESADARAN
SADAR PENUH ->
SKOR=0
SELAIN SADAR
PENUH ->SKOR=3
2 TD(SISTOLIK)
SISTOL>100 (SKOR=
0)
SISTOL<99 (SKOR=2)
3 NADI
NADI<101 (SKOR=0)
NADI>102 (SKOR=1)
4 RESPIRASI
44
RR<19x (SKOR=0)
RR 20-21x (SKOR=1)
RR>22x (SKOR=2)
5 TEMPERATUR
SUHU >35.3 (SKOR=0)
6 SATURASI O2
O2 96-100 (SKOR=0)
O2 94-95 (SKOR=1)
O2 92-93 (SKOR=2)
O2 <92 (SKOR=3)
7 TOTAL Untuk pasien
>5 dengan skor
WPSS lebih dari
5 diarahkan ke
ruangan P1
untuk dilakukan
tindakan rsusitasi
segera
45
tatalaksana dan
di observasi ketat
0-1 Untuk pasien
dengan skor
WAPSS 0-1
diarahkan ke
ruangan P3
untuk dilakukan
observasi
46
memenuhi standar minimal
(Rumah Sakit Kelas A)
- Dokter subspesialis (on
call)
- Dokter spesialis bedah,
obgyn, anak, penyakit
dalam + dokter spesialis
lain (on call)
- Dokter PPDS (on site 24
jam)
- Dokter umum (on site 24
jam)
- Perawat kepala S1/DIII
(jam kerja/diluar jam
kerja)
- Perawat yg telah
mendapat pelatihan
emergency nursing (on
site 24 jam)
- Non medis bagian
keuangan kamtib (24 jam)
dan pekarya (24 jam)
6. Ruang triase harus dilengkapi:
- Kit pemeriksaan
sederhana
- Brankar penerimaan
pasien
- Pembuatan rekam medik
khusus
- Label (pada saat korban
masal)
7. Tempat triase hanya dipakai
sebagai tempat menerima korban,
47
tidak sebagai tempat
perawatan/pengobatan
8. Memenuhi peralatan (kebutuhan
minimum) tempat triase:
g. Tanda pengenal untuk
menandai setiap tempat/
bagian dan petugas
h. Kartu triase
i. Peralatan administrasi
j. Tandu (empat buah)
k. Alat penerangan
l. Sfigmomanometer,
stetoskop, lampu senter,
sarung tangan.
9. Lokasi triase memenuhi standar:
- Akses langsung dengan
tempat dimana ambulans
menurunkan korban
- Merupakan tempat
tertutup
- Dilengkapi dengan
penerangan yang cukup
- Akses yang mudah ke
tempat perawatan utama
(UGD, kamar operasi,
ICU)
10. Luas tempat triase (minimal 9
m2)
48
dan kondisi kardiovaskular
mengancam nyawa -> dikategorikan
dikategorikan PAC 1 PACS 1
2 PACS 2 Pasien dengan
Pasien dengan sakit sakit berat
berat tetapi kondisi tetapi kondisi
hemodinamik stabil hemodinamik
->dikategorikan PAC 2 stabil
dikategorikan
PACS 2
3 PACS 3 Pasien dengan
Pasien yang masih sakit akut dan
mampu berjalan masih mampu
dikategorikan PAC 3 berjalan(masih
sadar)
dikategorikan
PACS 3
4 PACS 4
Pasien dengan kondisu Pasien dengan
non-emergency dan kategori PACS 4
tidak mengancam jiwa mem
dikategorikan PACS 4
49
Lampiran II
Pasien I yang mengalami fraktur terbuka Pasien II : wanita 40 tahun yang mengalami
pada os tibia dan os fibula
kecelakaan lalu lintas
50
51