Harus
dikombinasi dengan cairan lain, karena cepat keluar ke
ruangan ekstravaskular.
- Untuk memperoleh hasil yang optimal, letakkan botol infus
setinggi mungkin dan gunakan jarum yang besar; bila perlu
gunakan beberapa vena sekaligus, dan lakukan venaseksi.
- Pengawasan yang perlu :
• Auskultasi paru untuk mencari tanda overhidrasi,
berupa ronki basah halus dibasal akibat edema paru.
• CVP ( bila mungkin) dipertahankan pada 16-19
cmH2O.
• Pengukuran diuresis melalui pemasangan kateter,
pertahankan sekitar 30 mL/jam.
- Kecuali pada syok ireversibel, perbaiki keadaan biasanyan
tercapai setelah pemberian kurang lebih 3000 mL cairan
koloid (plasma / ekspender), bla digunakan cairan nonkoloid
bisa sampai 8000mL.
a. Pemberian obat-obatan suportif
- Vasodilator
Dapat diberikan setelah terdapat perbaikan umum, sambil
terus diberikan cairan, dengan tujuan:
• Diagnostik: bial terjadi penurunan tekanan darah
berarti ubuh masih kekurangan caitan
• Terapeutik: untuk memperbaiki perfusi organ penting
dengan membuka pre dan post-capillary sphincter.
• Isoproterenol (isuprel)
Dosis 2 mg dalam 500 mL glukosa 5-10%
Tetesan disesuikan untuk mempertahankan
tekanan sistolik disekitar 60mmHg
Tidak dapat diberikan bila frekuensi jantung
>120x/menit atau diketahui mempunyai
kelainan jantung karena mempunyai efek
Page 1
memperbesar kebutuhan oksigen jantung
mempertinggi irritabilitas miokardium.
Hentikan pengobata bila frekuensi jantung
≥150/menit atau aritmia.
- Koreksi asidosis
Dinerikan Na-bikarbonat dengan dosis (0,3x BBx base excess)
meq IV.
- Diuresis bila tekanan darah CVP telah membaik tetapi diuresis
tetap <30 mL/jam, berikan menitol 20% 100 mL per drip dalam
waktu 1 jam (Purwadianto, 2013).
Page 2
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih
aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri
besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi
jantung luar.
Page 3
Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat
kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila
diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama
dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu
dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran
juga bisa melepaskan histamin.
- Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita
di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang
dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
- Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat
dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang
lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi
adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.
Page 4
menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan perinfus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,
turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan
obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra
bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
1) Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang
terjadi takikardi.
2) Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam
menaikkan tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi
perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat
yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
3) Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang
diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat
menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
1. Sejak 3 hari yang lalu, panas tinggi terus menerus namun tidak disertai kejang
dan tidak disertai batuk pilek. Sejak tadi pagi, panas sudah mulai turun.
a. Apa makna Sejak 3 hari yang lalu, panas tinggi terus menerus namun tidak
disertai kejang dan tidak disertai batuk pilek. Sejak tadi pagi, panas sudah
mulai turun?
Jawab
- Pada DBD (Demam Berdarah Dengue) tipe demam yang dialami
adalah tipe demam siklik, yaitu kenaikan suhu badan selama beberapa
Page 5
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
- Makna 3 hari yang lalu panas tinggi dan tadi pagi panas sudah turun
menunjukkan fase dari DBD yang mana terdapat 3 fase yaitu fase
demam (hari sakit ke 1-3), fase kritis/syok (hari sakit ke 4-7), atau fase
penyembuhan (hari sakit lebih dari 7). Pada kasus kemungkinan telah
memasuki fase kritis/syok (Raihan, 2010).
- Makna tidak disertai kejang: kemungkinan demam tersebut tidak
sampai mengganggu set point termal di hipotalamus dan
memnyebabkan gangguan neurologis berupa kejang demam.
- Makna tidak disertai batuk dan pilek: kemungkinan tidak ada infeksi
dan gangguan pada traktus respiratorius bagian atas.
- Makna Sejak tadi pagi, panas sudah mulai turun : telah memasuki fase
penurunan demam (fase febris) yang terjadi pada hari ke 3- 5,
dikatakan sebagai periode kritis (the time of deversescense) dimana
terjadi perembesan plasma dan merupakan fase awal kegegalan
sirkulasi yang dapat menyebabkan syok, anoksia dan kematian
(Raihan, 2010).
Page 6
Sintesi :
Fase pelana kuda terbagi menjadi 3 fase :
a. Hari 1-3 fase demam tinggi
Demam mendadak tinggi, dan disertai sakit kepala hebat, sakit
dibelakang mata, badan ngilu dan nyeri, serta mual atau muntah, kdang
disertai bercak merah dikulit
b. Hari 4-5 fase kritis
Fase demam turun drastic dan sering mengiceh seolah terjadi
kesembuhan, namun inilah fase kritis kemungkinan terjadi “Dengue
shock syndrome”
c. Hari 6-7 fase penyembuhan
Fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi terhadap
penyembuhan (Raihan, 2010).
Page 7
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana,
contohnya Malaria.
4. Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia, contohnya Pneumonia
5. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu tubuh seperti semula.
Contoh : Limfoma Hodgkin's (Nelwan, 2009 dan El-Radhi, 2009).
Pada DBD tipe demam yang dialami adalah tipe demam siklik,
dan pada DBD terdapat 3 fase yaitu fase demam tinggi, Fase kritis
dan fase penyembuhan. Pada kasus ini telah terjadi fase kritis dimana
terjadi penurunan suhu, yang mengarah ke dengue shock syndrome
(Isselbacher et al, 1999).
Page 8
e. Bagaimana patofisiologi panas tinggi terus menerus namun tidak disertai
kejang dan tidak disertai batuk pilek. Sejak tadi pagi, panas sudah mulai
turun?
Jawab
Patofisiologi demam:
Infeksi (eksotoksin) peningkatatan endotoksin, sitokin, dan
proinflamasi peningkatan prostaglandin prostaglandin dilepaskan ke
jaringan sekitar hipotalamus anterior inhibisi firing rate di warm
sensitive neurons (peningkatan set point) sel diteruskan ke neuron
otonom di nukleus paraventrikular lalu diproyeksikan ke batang otak,
medulla spinalis (sistem otonom) demam (Guyton, 2014).
Page 9
- 5 - 700
- 7-8 - 1000
- 15 - 1500
Pengeluaran urine normal :
• bayi baru lahir sampai dengan umur 1 tahun adalah 2 ml/kgBB/jam.
• anak-anak 1,5 ml/kgBB/jam.
• anak yang lebih besar 1 ml/kgBB/jam.
• masa akil baliq sama dengan dewasa adalah 0.5 ml/kgBB/jam.
3. Primary survey:
- Airway : bisa berbicara jika dipanggl namanya dengan suara keras.
- Breathing : pernapasan 30x/menit, suara napas kiri dan kanan vesikuler,
ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
- Circulation : tekanan darah tidak terukur, nadi sulit teraba,
ekstremitas terlihat pucat dan teraba dingin, capillary refilled time >3
detik, sumber perdarahan tidak tampak. Dokter IGD melakukan tindakan
pertolongan pertama, yaitu memposisikan anak dalam posisi hirup
kemudian saat akan memberikan cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.
- Disability : membuka mata dengan panggilan, gerakan ekstremitas dengan
rangsangan nyeri,mengerang, pupil isokor, refleks cahaya (+)
- Exposure :
Page 10
1) Suhu 36°C
2) Rumpled leed (+)
3) Kutis marmorata
a. Bagaiaman interpretasi dari pemeriksaan fisik primary survey pada kasus ?
Jawab
Airway:
Rongki dan
Ronki tidak ada dan
wheezing tidak Normal
wheezing tidak ada
ada
Circulation:
tidak napak
M : gerakan ekstremitas
dengan rangsang nyeri=5
Page 11
V : mengerang =2
Terdapat > 20
ptechiae pada
lingkaran dengan
Rumple leed (+) Rumple leed (-) diameter 2,8 cm.
Pecahnya kapiler
akibat kerapuhan
pembuluh darah.
Karena mengalami
Kutis marmorata Abnormal
hipotermia
4. Secodary survey:
Page 13
- Kepala:
a. Mata : konjungtiva tidak pucat
b. Hidung : napas cuping hidung tidak ada
c. Telinga : tidak ada kelainan
d. Mulut : bibir kering
- Leher: dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
- Thoraks:
a. Inspeksi : gerak nafas simetris, retraksi tidak ada, frekuensi nafas
30x/menit
b. Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavicula sinistra,
strem fremitus kanan kiri sama
c. Perkusi : batas jantung normal, sonor pada kanan dan kiri
d. Auskultasi : suara jantung jelas dan reguler, suara paru vesikuler,
ronki tidak ada, wheezing tidak ada
- Abdomen:
a. Inspeksi : datar
b. Palpasi : lemas, nyeri tekan (-),hepar lien dalam batas normal
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus dalam batas normal
- Ekstremitas inferior dan superior: akral dingn capillary refilled time >3
detik.
Page 14
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik secondary survey
pada kasus ?
Jawab
Page 15
b. Bagaimana patofisiologi dari kesadaran Boni semakin menurun, frekuensi
nafas 10x/menit, nadi tidak teraba?
Jawab
Kesadaran menurun
Permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat Kebocoran
plasma hipovolemia sirkulasi darah ke otak inadekuat
kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis
(dekompensasi) penurunan kesadaran (Silbernagl, 2014).
Page 16
Indikasi : sebagai replacement therapy, seperti syok
hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Catatan :
Laktat yang terdapat di dalam RL akan
dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk
memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik
Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk
maintenance sehari-hari, apalagi untuk defisit kalium
Tidak mengandung gukosa sehingga bila dipakai
sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa
untuk mencegah terjadinya ketosis
Ringer Acetate
+ - ++ –
Komposisi : Na 130, K+ 4, Cl 109, Ca 3, Acetate 28
Indikasi : digunakan sebagai terapi pengganti cairan pada
pasien dengan gangguan hepar, karena metabolisme asetat
terjadi di otot, berbeda dengan laktat yang dimetabolisme di
hati (hepar).
NaCl physiologic (0,9% saline
+ -
Komposisi : Na 154 Cl 154
Digunakan sebagai cairan resusitasi (Replacement Therapy)
+
terutama untuk kasus kadar Na rendah, keadaan dimana RL
tidak cocok digunakan, misalnya pada alkalosis, retensi
kalium, cairan pilihan untuk trauma kapitis, dipakai untuk
mengencerkan darah merah sebelum transfusi.
Kekurangan cairan ini:
-
Tidak mengandung HCO3
+
Tidak mengandung K
+ -
Kadar Na dan Cl relatif tinggi sehingga dapat
terjadi acidosis hyperchloremia, acidosis dilutional
Page 17
dan hypernatremia.
Hartmann’s solution :Non-ionik
Dextrose 5% dan 10%
Indikasi : digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien
dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada
pure water deficit, dan penggunaan perioperatif.
Kekurangan :
Tidak mengandung elektrolit
Cairan hipotonik sehingga menambah volume intrasel
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya edema anasarka
(edema seluruh tubuh).
Menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia (gangguan
keseimbangan elektrolit).
2. Cairan Koloid : merupakan cairan yang mengandung zat dengan
BM tinggi (>8000 Dalton), misalnya protein. Tekanan onkotik tinggi
sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskuler.
Contohnya plasma protein fraction (plasmanat), albumin, blood
product (fresh frozen plasma, red blood cells concentration,
cryoprecipitate), koloid sintetik (dextran, hetastarch, gelatin)
(Stoelting dan Hillier, 2006).
Page 18
6. Pada permulaan dengan posisi jarum 90° masukkan jarum aspirasi
sumsum tulang caliber besar ke dalam kulit dan periostium dengan
sudut jarum diarahkan ke kaki menjauhi lapisan epiphysis.
7. Setelah memeroleh empat masuk tulang, arahkan jarum 45 derajat – 60
menjauhi lapisan epiphysis.
8. Suntikan cairan saline ke dalam jarum untuk mengeluarkan bekuan
yang mungkin menyumbat jarum.
9. Bil cairan saline disuntikkan dengan mudah dan tidak ada bukti
pembengkakan, berarti jarum berada di tempat yang benar. Bila
sumsum tulang tidak aspirasi seperti yang diuraikan pada point 7,
tetapi cairan saline yang diinjeksi mengalir dengan mudah tanpa bukti
pembengkakan, jarum berada di tempat yang benar. Sebagai tambahan,
penempatan jarum yang benar, tertanda bila jarum tegk lurus tanpa
bantuan dan larutan intravena mengalir bebas tanpa bukti infiltrasi di
bawah kulit.
10. Hubungkan jarum dengan selang infus, dan mulailah infus cairan.
Jarumnya kemudian di putar masuk lebih jauh ke dalam medulla
sampai pusat jarum berada di kulit penderita. Bila digunakan jarum
licin, jarum itu harus distabilkan dengan sudut 45° sampai 60° dengan
permukaan anteomedial dari kaki anak.
11. Berikanlah salep antibiotik dan perban steril ukuran 3x3. Fiksasi IV
kateter dan selan infus dengan plaster.
12. Secara rutin lakukan evaluasi ualng mengenai tempat jarm intraosseus,
dengan memastikan bahwa jarumnya tetap di dalam korteks tulang dan
di saluran medulla. Ingat, infus intraosseus harus dibatasi pada
resusitasi darurat anak dan dihentikan segera begitu terdapat akses
vena lain ( Tambunan, 1990).
Page 19
b. Keluhan penyerta : Keluhan juga disertai tangan dan kaki dingin. Sejak
tadi pagi, panas sudah mulai turun. BAB biasa namun tidak BAK sejak
12 jam yang lalu.
c. Riwayat penyakit sekarang: Sejak 3 hari yang lalu, panas tinggi terus
menerus namun tidak disertai kejang dan tidak disertai batuk pilek.
2. Pemeriksaan fisik:
1) Primary survey:
- Airway : bisa berbicara jika dipanggl namanya dengan suara
keras.
- Breathing : pernapasan 30x/menit, suara napas kiri dan kanan
vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
- Circulation : tekanan darah tidak terukur, nadi sulit teraba,
ekstremitas terlihat pucat dan teraba dingin, capillary refilled time
>3 detik, sumber perdarahan tidak tampak. Dokter IGD melakukan
tindakan pertolongan pertama, yaitu memposisikan anak dalam
posisi hirup kemudian saat akan memberikan cairan resusitasi,
akses vena sulit didapat.
- Disability : membuka mata dengan panggilan, gerakan ekstremitas
dengan rangsangan nyeri,mengerang, pupil isokor, refleks cahaya
(+)
- Exposure :
a. Suhu 36
b. Rumpled leed (+)
c. Kutis marmorata
2) Secodary survey:
- Mulut : bibir kering
- Ekstremitas inferior dan superior: akral dingn capillary refilled
time >3 detik
3) Kondisi boni memburuk,kesadaran semakin menurun, frekuensi
nafas 10x/menit, nadi tidak teraba. Dokter IGD mencoba resusitasi
intraosseus tetapi boni tidak dapat tertolong.
Page 20
Jawab
Page 21
6. Pemberian cairan resusitasi dihentikan bila penambahan volume tidak lagi
mengakibatkan perbaikan hemodinamik, dapat disertai terdapatnya ronki
basah halus tidak nyaring, peningkatan tekanan vena jugular atau
pembesaran hati akut.
7. Periksa dan atasi gangguan metabolik seperti hipoglikemi, hipokalsemi
dan asidosis. Sedasi dan pemasangan ventilator untuk mengurnagi
konsumsi oksigen dapat dipertimbangkan.
8. Bila syok belum teratasi, lakukan pemasangan vena sentral. Bila tekanan
vena sentral kurang dari 10 mmHg, pemberian cairan resusitasi dapat
dilanjutkan.
9. Bila syok belum teratasi, berikan dopamin 2−10 μg /kg/¿ menit atau
dobutamin 5-20 μg/ kg /¿ menit.
10. Bila syok belum teratasi, berikan epinefrin 0,05−2 μg /kg/ ¿ menit, bila
akral dingin (vasokonstriksi) atau norepinefrin 0,05−2 μg /kg/ ¿ menit, bila
akral hangat (vasodilatasi pada syok distributif). Pada syok kardiogenik
dengan resistensi vaskular tinggi, dapat dipertimbangkan milrinone yang
mempunyai efek inotropik dan vasodilator. Dosis milirinone adalah 50
μg/kg /¿ menit bolus dalam 10 menit, kemudian dilanjutkan dengan
0,25−0.75 μg / kg /¿ menit (maksimum 1.13 μg/ kg /¿ hari)
11. Bila syok belum teratasi, pertimbangkan pemberian hidrokortison, metil
prednisolon atau dexamethason, terutama pada anak yang sebelumnya
mendapatkan terapi steroid lama (misalnya asma, penyakit autoimun, dll)
Dosis hidrokortison dimulai dengan 2mg/kg, setara dengan metil
prednisolon 1,3 mg/kg dan dexamethason 0,2 mg/kg.
12. Bila syok belum teratasi, dibutuhkan pemasangan pulmonary artery
catheter (PAC) untuk pengukuran dan intervensi lebih lanjut. Inotropik dan
vasodilator digunakan untuk kasus dengan curah jantung rendah dan
resistensi vaskular sistemik rendah. Inotropik dan vasopressor untuk kasus
dengan curah dengan curah jantung rendah dan resistensi vaskular sistemik
rendah (dosis inotropik, vasopressor dan vasodilator). Saat ini telah
tersedia berbagai alat diagnostik untuk mengukur parameter hemodinamik
sebagai alternatif pemasangan pulmonary artery catheter. Terapi target:
Cardiac Index >3,3 dan <6L/Menit/M2
Page 22
Perfusion Pressure (Mean Arterial Pressure-Central Venosus Pressure)
normal (<1 tahun 60 cm H20; >1tahun : 60 cm H20)
Saturasi vena sentral (Mixed Vein) > 70%
Kadar laktat <2 Mmol/L
13. Bila kadar laktat tetap > mmol/L, saturasi vena sentral <70% dan
hematokrit <30%, dapat dilakukan transfusi packed red cells disertai upaya
menurunkan konsumsi oksigen (IDAI, 2010).
Page 23
“Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan
menghapuskan kesalahan-kesalahan anak adam, sebagaimana alat pandai besi
itu bisa menghilangkan karat besi”. (HR. Imam Muslim)
2.6 Kesimpulan
Boni, anak laki-laki usia 4 tahun meninggal dunia akibat syok hipovolemik berat et
causa DSS.
Infeksi virus
Faktor risiki: usia
dengue
Kebocoran plasma
DSS
Dekompensasi
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Ayu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan faktor risiko.
www.ejournal.litbang.depkes.go.id (Diakses pada hari selasa tanggal 20 Juni 2017).
Chen, Khie, et. All. 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengu.
Jakarta. EGC.
Fitria , Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Guyton and Hall. 2014. Buku Ajaran Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC
Haupt M T, Carlson R W., 1989, Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:
Shoemaker.
IDAI.2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: EGC.
Isselbacher, et all. 1999. Prinsip- prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
Page 25
Price, S., A., dan Wilson, L., M. 2013. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Silbernagl, S. 2014. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC .
Stoelting R. Opioid agonist and antagonist. In: Stoelting RK, Hiller SC, editors.
Pharmacology & phisiology in anesthetic practice. 4thed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006,p.87-122.
Tambunan Karmell., et. All., 1990. Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat. Jakarta.
FKUI.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah:
Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia. 29 juni 2017 ; 1 -
4.
Wilson R F, ed. 1981;.Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. Philadelphia. Hal 1-42.
Page 26