Anda di halaman 1dari 31

RESPONSI

PRE-EKLAMSIA

Pembimbing
dr. Dwinanto Ananda Muttaqin, Sp.OG

Disusun Oleh:
Novita Lesiela WP
202020401011141

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

RESPONSI

PRE-EKLAMSIA

Responsi dengan judul “Pre-eklamsia” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah

satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian

Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Surabaya.

Mengetahui,

(Pembimbing)
dr. Dwinanto Ananda Muttaqin, Sp.OG
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan penyusunan responsi dengan

judul “Pre-eklamsia”.

Penyusunan responsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

kelulusan pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji Surabaya.

Ucapan terima kasih kepada dr. Dwinanto Ananda Muttaqin, Sp.OG selaku dokter

pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya serta

semua pihak terkait yang telah membantu penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan responsi ini.

Penulis menyadari penyusunan responsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penyusunan responsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surabaya, 11 Juni 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012

tercatat angka kematian ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio (MMR) di

Indonesia sebesar sekitar 359 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup

untuk periode 2008-2012 (Sumampouw, Tendean, & Wagey, 2019). Angka ini

masih menempati nilai yang cukup tinggi di bandingkan dengan negara-negara di

kawasan ASEAN lainnya. SDKI juga mengadakan survey lain pada tahun 2010

sampai 2013 dan ditemukan ada lima komplikasi dalam kehamilan yang menjadi

penyebab utama kematian ibu hamil yaitu perdarahan, hipertensi dalam

kehamilan, infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Dimana masing-masing

prosentasenya yaitu 30,3% untuk perdarahan, kemudian diikuti hipertensi dalam

kehamilan (HDK) sebesar 27,1%, infeksi 7,3%, partus lama 1,8 % dan abortus

1,6%. (Ali, Hadisubroto, & Firdaus., 2017).

Hipertensi dalam kehamilan terdiri dari 7 macam, yaitu hipertensi kronik,

masked hypertension, white-coat hypertension, hipertensi gestasional, hipertensi

kronik dengan superimposed preeklampsia, preeklampsia, dan eklampsia. Jadi

bisa dikatakan bahwa preeklamsia juga ikut andil dalam hal menyebabkan

kematian maternal di indonesia dengan prosentase yang cukup tinggi. (Brown,

Magee, Kenny, et al., 2018)

Melihat tingginya angka morbiditas dan mortalitas ibu, diperlukan

antisipasi terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian preeklampsia

serta eklampsia pada ibu maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam

tentang preeklamsia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria dan atau adanya gagal ginjal akut, disfungsi hati,

gangguan neuro, hemolisis-trombositopenia, atau adanya IUGR. (Brown, Magee,

Kenny, et al., 2018). Hipertensi yang dimaksud adalah tekanan darah lebih dari

140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada wanita yang sebelumnya

normotensi (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Sedangkan untuk proteinuria,

dijelaskan bahwa arti proteinuria pada preeklamsia adalah adanya ≥ 300 mg

protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+ dipstick. (Saifuddin,

Rachimhadhi & Wiknjosastro., 2014)

2.2 Epidemiologi

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan dan

masuk dalam salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas

setelah perdarahan dan sebelum infeksi dengan prosentase kasus menurut SDKI

sebesar 27,1% (Sumampouw, Tendean, & Wagey, 2019).

Sedangkan menurut Triana dan Adnani (2019) melaporkan bahwa

Preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40 % kematian perinatal

dan merupakan salah satu komplikasi obstetri yang banyak menimbulkan

morbiditas dan mortalitas selain perdarahan dan infeksi. (Triana & Adnani, 2019)

2.3 Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan

jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam

kehamilan, terapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut

menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang

arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan

arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. (Saifuddin, Rachimhadhi &

Wiknjosastro., 2014)

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke

dalam Iapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki

jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan

memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan

vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan tekanan darah,

penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero

plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga

meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini

dinamakan "remodelling arteri spiralis". (Saifuddin, Rachimhadhi &

Wiknjosastro., 2014)

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada

lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arreri

spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis

relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodelling arteri

spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan

iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-

perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-

rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada

preeklampsia rata-rata 2OO mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri

spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta. (Saifuddin,

Rachimhadhi & Wiknjosastro., 2014)

Gambar 2.1 Implantasi Plasenta. Kiri: normal; Kanan: Preeklamsia

b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

 Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam

kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat plasenta

mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan


menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas

adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron

yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta

iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran

sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah

suatu proses norrnal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan

tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai

bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan

disebut "toxaemia". Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida

lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein

sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,

selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. (Saifuddin, Rachimhadhi &

Wiknjosastro., 2014)

 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilanlo

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya

peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada

hipenensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan

peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal

bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh rubuh dalam aliran darah dan

akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami

kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan

aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangat renran terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah

menjadi peroksida lemak. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro., 2014)

 Disfungsi Sel Endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,

yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel

endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh

strukrur sel endotel. Keadaan ini disebut "disfungsi endotel" (endothelial

dysfunction). Pada wakru terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan

disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:

- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel,

adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin

(PGE2): suatu vasodilatator kuat.

- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempar-tempat di lapisan

endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi

tromboksan (TXA2): suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal

perbandingan kadar prostasiklin-tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin

(lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi

dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi

kenaikan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular

endotheliosis) sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapilar.

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.


- Peningkatan faktor koagulasi. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro.,

2014)

c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil

konsepsi" yang bersifat asing disebabkan adanya Human leukocyte antigen-G

(HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu

tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat

melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu,

adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan

desidua ibu. HLA-G juga merangsang produksi sitokin yang dapat menginduksi

toleransi imun, mengontrol invasi trofoblas, dan berkontribusi dalam remodeling

arteri spiralis untuk menunjang keberhasilan implantasi dan kehamilan.

(Sulistyowati & Wardani, 2014)

Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas

ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi

lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. Pada

waktu yang bersamaan, sel NK akan menghancurkan trofoblas yang HLA-Gnya

kurang. Tanpa invasi trofoblas yang tepat, maka arteri spiralis tidak akan

mengalami remodeling sehingga aliran utero plasenta menurun dan hal ini akan

berdampak buruk untuk pertumbuhan janin. (Sulistyowati & Wardani, 2014)

d. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan

vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan

bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter

pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya

sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa

daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin

sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin

ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam

kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan

ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya,

daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga

pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti

telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan

vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I

(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi

dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.

Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro., 2014)

e. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu

lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial. Telah

terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya
akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu

mengalami preeklampsia. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro., 2014)

Ward dan Taylor (2015) juga melaporkan hasil penelitiannya bahwa

prosentase resiko terkena preeklamsia pada anak yang ibunya juga memiliki

riwayat preeklamsia sebelumnya sebesar 20-40%, sedangkan untuk adik

perempuan yang kakaknya memiliki riwayat preeklamsia sebesar 11-37%, dan

untuk sepasang adik-kakak kembar yang salah satunya memiliki riwayat

preeklamsi sebesar 22-47%. (Ward & Taylor, 2015)

Gambar 2.2 Daftar Gen yang Diduga Terlibat


Dalam Proses Terjadinya Preeklamsia

f. Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi

berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting

yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada

preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba

sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan

insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa


konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko

preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang

dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan

mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba

melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang

mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil

sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat

dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap

bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko

terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan

metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium

dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi

suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14%

sedang yang diberi glukosa 17%. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro.,

2014)
2.4 Klasifikasi

Hipertensi dalam kehamilan terdiri dari 7 macam, yaitu hipertensi kronik,

hipertensi gestasional, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia,

preeklampsia, dan eklampsia. Berikut penjelasannya:

a. Hipertensi Kronik

 Definisi: Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan

dan menetap setelah persalinan.

 Diagnosis:

- Tekanan darah ≥140/90 mmHg

- Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya

hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu

- Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

- Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal

(Kementrian Kesehatan RI, 2013)

b. Masked Hypertension

 Definisi: Tekanan darah yang normal saat di cek di klilnik/medis namun saat

di tempat lain bisa berubah menjadi sangat tinggi

 Diagnosis: dikatakan bahwa sulit untuk mendiagnosis hipertensi jenis ini dan

white-coat hypertension. Untuk jenis ini, biasanya digunakan

Ambulatory Blood Pressure Monitor (ABPM) yaitu pemantauan tekanan

darah selama 24 jam ketika pasien sedang beraktivitas dan tidur

(Brown, Magee, Kenny, et al., 2018)

c. White-coat Hypertension
 Definisi: tekanan darah akan tinggi hanya saat diperiksa dokter atau tenaga

medis (≥140/90 mm Hg), tetapi normal di tempat lain (<135/85 mm Hg)

(Brown, Magee, Kenny, et al., 2018)

d. Hipertensi Gestasional

 Definisi: Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20

minggu dan menghilang setelah persalinan

 Diagnosis:

- Tekanan darah ≥140/90 mmHg

- Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia

kehamilan <12 minggu

- Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

- Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati

da trombositopenia

- Diagnosis pasti ditegakkan

pascapersalinan (Kementrian Kesehatan RI,

2013)

e. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklamsia

 Definisi: penderita hipertensi kronis yang mengalami preeklampsia.

 Diagnosis:

- Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20

minggu)

- Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL

pada usia kehamilan > 20 minggu

(Kementrian Kesehatan RI, 2013)


f. Preeklamsia

 Definisi: hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan

proteinuria dan atau adanya gagal ginjal akut, disfungsi hati, gangguan neuro,

hemolisis-trombositopenia, atau adanya IUGR (Brown, Magee, Kenny, et al.,

2018)

 Diagnosis:

- Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

- Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein

kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Atau disertai keterlibatan organ lain:

- Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

- Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

- Sakit kepala , skotoma penglihatan

- Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

- Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif

- Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

(Kementrian Kesehatan RI, 2013)

g. Preeklamsia dengan gejala berat

 Definisi: preeklamsia dengan TD sudah melampaui 160/110 mmHg

 Diagnosis:

- Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu

- Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein

kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Atau disertai keterlibatan organ lain:


- Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

- Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

- Sakit kepala , skotoma penglihatan

- Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

- Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif

- Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

(Kementrian Kesehatan RI, 2013)

h. Eklamsia

 Definisi: preeklamsia disertai kejang

 Diagnosis:

- Kejang umum dan/atau koma

- Ada tanda dan gejala preeklampsia

- Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan

subarakhnoid, dan meningitis)

(Kementrian Kesehatan RI, 2013)


2.5 Diagnosis

Preeklamsia Preeklamsia gejala berat

 Tekanan darah ≥140/90 mmHg  Tekanan darah >160/110 mmHg


pada usia kehamilan > 20 minggu pada usia kehamilan >20 minggu
 Tes celup urin menunjukkan  Tes celup urin menunjukkan
proteinuria 1+ atau pemeriksaan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan protein kuantitatif menunjukkan
hasil >300 mg/24 jam hasil >300 mg/24 jam
Atau disertai keterlibatan organ lain: Atau disertai keterlibatan organ lain:

 Trombositopenia (<100.000  Trombositopenia (<100.000


sel/uL), hemolisis mikroangiopati sel/uL), hemolisis mikroangiopati
 Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri  Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri
abdomen kuadran kanan atas abdomen kuadran kanan atas
 Sakit kepala , skotoma penglihatan  Sakit kepala , skotoma penglihatan
 Pertumbuhan janin terhambat,  Pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion oligohidramnion
 Edema paru dan/atau gagal  Edema paru dan/atau gagal
jantung kongestif jantung kongestif
 Oliguria (< 500ml/24jam),  Oliguria (< 500ml/24jam),
kreatinin > 1,2 mg/dl kreatinin > 1,2 mg/dl
(Kementrian Kesehatan RI, 2013) (Kementrian Kesehatan RI, 2013)
2.6 Tatalaksana

 Preeklamsia ringan

a. Rawat jalan

Ibu hamil dengan preekalmsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan tetapi

harus dipastikan ibu dalam kondisi yang stabil dan mampu melaporkan setiap

permasalahan yang timbul maupun menyetujui untuk rutin cek tekanan darahnya

di rumah. Dianjurkan ibu hamil untuk banyak istirahat, tetapi tidak harus mutlak

selalu tirah baring. Pada umur kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan

posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena kava infeior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini

berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran

darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis.

Diuresis denga sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan

reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah

jantung juga akan meningkatkan aliran darah utero-plasenta, menambah

oksigenasi plasenta dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim. Pada

preeklamsia tidak perlu dilakuan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih

normal. Pada preeklamsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal

relatif masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2

g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih

banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru

membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak

dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu

atau air buah. Pada kondisi ini ibu hamil tidak perlu diberikan obat-obatan

diuretik, antihipertensi, maupun sedatif. Hanya saja perlu dilakukan pemeriksaan

laboratorium rutin seperti Hb, hct, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal

untuk mengetahui perkembangan kondisi preeklamsia ibu. Selain monitoring

kondisi maternal, penting juga untuk mengevaluasi kondisi janin seperti USG dan

cek DJJ dengan doppler setiap 2 minggu sekali (Saifuddin, Rachimhadhi &

Wiknjosastro., 2014)

b. Rawat inap

Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklamsia ringan perlu dirawat di

rumah sakit. Kriteria preeklamsia ringan dirawat di rumah sakit ialah: a) bila tidak
ada perbaikan tekanan darah dan kadar proteinuria selama 2 minggu; b) adanya

satu atau lebih gejala da tanda-tanda preeklamsia berat seperti yang sudah

dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan lab. Pemeriksaan janin dan pemeriksaan USG dan doppler

khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion,

pemeriksaan nonstress test dilakukan 2x seminggu dan konsultasi dengan bagian

mata, jantung, dan lain-lain. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro., 2014)

c. Perawatan obstetrik

- Pada usia kehamilan <37 minggu, bila tekanan darah mencapai normotensi

selama perawatan, maka persalinannya ditunggu sampai aterm. Sedangkan

apabila usia kehamilan sudah >37 minggu, persalinan ditunggu sampai terjadi

onset persalinan atau dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan pada

taksiran tanggal persalinannya. (Saifuddin, Rachimhadhi & Wiknjosastro.,

2014)

- Brown, Magee, Kenny, et al. (2018) merekomendasikan untuk ibu hamil

dengan preeklamsia yang usia kehamilannya sudah mencapai 37 minggu agar

segera dilakukan persalinan, atau meskipun belum mencapai usia kehamilan

37 minggu agar segera dilakukan persalinan apabila pada ibu hamil

ditemukan beberapa tanda berikut:

i. Adanya episode hipertensi yang berulang meskipun sudah diobati dengan

3 kelas (jenis) antihipertensi yang berbeda

ii. Adanya trombositopenia yang progresif

iii. Terdapat hasil yang abnormal saat pmx lab fungsi ginjal dan juga hati
iv. Edema paru

v. Ditemukan adanya abnormalitas saraf seperti kejang, sakit kepala yang

hebat, dan skotoma

vi. Non Reassuring Fetal Status (NRFS) atau keadaan janin yang sedang

dalam bahaya

 Preeklamsia berat

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:

a. Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat

inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting

pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia

dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.

Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi fakror yang sangat

menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme,

kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary

capillary wedge pressure. OIeh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral

ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Bila

terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.

Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan

garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5% yang tiap 1

liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60 - 125 cc/jam) 500 cc.

Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi

bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam arau < 500 cc/24 jam. Diberikan

antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangar asam. Diet yang cukup

protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

i. Pemberian obat anti-kejang

Magnesium sulfat (MgSO4) menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin

pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.

Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian

magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran

rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion

magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja

magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan

pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara

pemberian Magnesium sulfat, antara lain:

 Loading dose (initial dose)

4 gram MgSO4 IV selama 15 menit.

 Maintenance dose

1g/jam IV

 Syarat-syarat pemberian MgSO4:

- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium

glukonas 10% (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas.

 Magnesium sulfat dihentikan bila:

- Ada tanda-tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir


ii. Pemberian anti hipertensi

iii. Pemberian glukokortikoid

iv. Pemberian diuretikum

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,

payah jantung kongestif atau anasarka.

b.

2.7 Komplikasi

 Komplikasi Pada Ibu


- Sistem saraf pusat:
 Perdarahan intrakranial
 Trombosis vena sentral
 Hipertensi ensefalopati
 Edema serebri
 Edema retina, makular atau retina deuchment
 Kebutaan korteks
- Gastrointestinal-hepatik:
 subskapular hematoma hepar
 ruptur kapsul hepar.
- Ginjal:
 gagal ginjal akut
 nekrosis tubular akut.
- Hematologik:
 DIC
 Trombositopenia
 hematoma luka operasi.
- Kardiopulmonar
 edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik
 depresi atav distress pernapasan
 kardiak arrest
 iskemia miokardium.
- Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
 Komplikasi Pada Janin

Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrawterine fetal growtb restriction,

solusio plasenta, prematuritas, sindroma distres napas, kematian janin intrauterin,


kematian neonatal perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis,

cerebral palsy, dll.

Gambar 2.4 Komplikasi Preeklamsia


2.8 Prognosis

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka prognosis

akan lebih bagus

BAB III
LAPORAN KASUS dan PEMBAHASAN
 ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
- Nama : Ny. N
- Jenis Kelamin: Perempuan
- TTL : 27 PEB 1984
- Usia : 37 tahun 2 bulan 16 hari
- Alamat : Kalijudan 8/10-1Surabaya
- Agama : Islam
- Tgl Periksa : 6 Mei 2021
- Jam Periksa : 12:10 WIB
2. Keluhan Utama
Kiriman dari Poli Hamil dengan mengatakan Hamil Ke-2

3. Riwayat Penyakit Sekarang


tidak ada data
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Alergi (-)
- Jantung (-)
- Asma (-)
- Gangguan jiwa (-)
- Keganasan (-)
- Hepatitis (-)
- Tidak pernah rawat inap
- Tidak pernah dioperasi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Disangkal
6. Riwayat Sosial
- Makan 3x sehari
- Minum 1500 cc/hari
- BAK warnanya Kuning
- BAB Keras
- Pola tidur 8 Jam/hari
- Suami pasien sangat mendukung kondisi pasien
- Bila hamil pendamping persalinan yang diinginkan suami
- Penolong persalinan dokter
7. Penilaian Nyeri
- Nyeri + lokasi Abdomen Bawah
- Skala : 1

8. Skreening Gizi
- Pasien tidak mengalami penurunan BB yang tidak diinginkan dalam 6 bulan
terakhir
- Pasien tidak mengalami Asupan makan yangberkurang karena ada penurunan
nafsu makan
9. Riwayat Menstruasi
- Tidak ada data
10. Riwayat Perkawinan
- Sudah kawin 1x
- Usia perkawinan sudah 14 tahun bersama suami
11. Riwayat Obstetri
- Pasien sedang hamil anak Ke-2
- Hamil 1 aterm + Spontan + laki laki + BBL 2700 gram + hidup normal usia
2 tahun
- Riwayat hamil saat ini
- HPHT : 16 - 08 – 2020
- HPL : 23 - 05 – 2021
- Keluhan saat hamil : saat kehamilan muda mual dan muntah
12. Riwayat Ginekologi
Tidak ada keluhan
13. Riwayat KB
Belum pernah memakai KB
 PEMERIKSAAN FISIK
1. KU: cukup
2. Kesadaran: Composmentis
3. GCS: 456
4. BB/TB: 56kg/145cm
5. TTV:
- Tensi: 167/105 mmHg
- Nadi: 99x/mnt
- RR: 20x/mnt
6. Mata
- Konjungtiva normal
7. Mammae
Tidak ada data
8. Ekstremitas
- Tidak ada data
9. Abdomen
a. Inspeksi
- Tidak ada luka bekas operasi
b. Palpasi
- TFU 32 cm
- Letak punggung PUKA
- Presentasi kepala
c. Auskultasi
- DJJ 150x/mnt
10. Anogenital
a. Inspeksi
- Tidak ada sekret keluar dari vagina
b. VT
- oleh bidan N tanggal 06 -05-2021 jam 12.40 WIB
- Seujung, Eff < 25 %, Preskep bisa didorong, Ket (+)
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
- Terlampir
2. Darah Lengkap (06/05/2021 12:23)
- Hb : 9,2 g/dl (07/05/2021 8,6 g/dl)
3
- Leukosit : 6,630/ mm (07/05/2021 17,930/ mm3
- Hct : 28,2 % (07/05/2021 26,1 %)
3
- Trombosit : 277.000/mm
3. Urine Lengkap (14/10/2020)
- BJ : 1,010
- pH : 6,0
- Nitrit : negatif
- Protein : 25 mg/dL (+1)
- Keton : 15 mg/dl (2+)
- Urobilin : normal
- Bilirubin : negatif
- Sedimen Ery : 0-1 plp
- Sedimen Leko : 3 – 5 plp
- Sedimen Cylind : negatif
- Sedimen Epithel : 10 – 15 plp
- Sedimen Bact : negatif
- Sedimen Cryst : negatif
- Sedimen Lain-lain : negatif
4. HIV non reaktif (06/05/2021 12:23)
5. HbsAg negatif (06/05/2021 12:23)
7. Faal Hemostasis (06/05/2021 12:23)
- PPT : 9,0 (detik) C: 11,1
- APTT : 23,3 (detik) C: 25,0
- INR : 0,79
8. Kimia Klinik (06/05/2021 12:23)
- Albumin : 3,9 g/dl
- GDA : 94 mg/dl
- SGOT : 21 U/L
- SGPT : 8 U/L
9. Elektrolit (06/05/2021 12:23)
- Kalium : 3,3 mmol/L
- Natrium : 139 mmol/L
- Chlorida : 108 mmol/L
10. USG (16/10/2020)
- Oligohidramnion/place grade III OUI bebas / TBJ 2920
 Initial Dx
- G2P1001 UK 37-38mgg Tunggal/Hidup/IU + letak membujur + presentasi
kepala + Inpartu Kala 1 Fase laten + lilitan tali pusat + PEB +
Oligohidramnion+ Anemia + ISK + TBJ 2920 g
 Planning Dx
- Kultur urine
- NST
 Planning Tx
- MRS
- O2 nasal canule 4-6L 
- RD5% < 125cc/jam
- Pasang Foley Catheter 
- Pemberian MgSO4 40% 4gr dalam 100cc NaCL dalam 30 menit
- Pemberian Anti Hipertensi nifedipin 10-20 mg PO, diulang setelah 30mnt,
max 120mg dalam 24jam
- Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal)
- Konsul Sp.OG untuk dilakukan Terminasi
 Planning Monitoring
- Keluhan pasien
- TTV TD setiap 15menit, lalu setiap 30 menit
- Kesadaran pasien
- Saturasi O2
- Balance cairan
- Ulang UL dan DL
- Tanda-tanda kegawatan ibu dan janin:
- Tanda-tanda intoksikasi MgSO4
- Tanda-tanda impending eklamsia
- Tanda tanda kegawatan lainnya pada ibu maupun janin
 Planning Education
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang:
- Kondisi pasien saat ini
- Pemeriksaan yang dilakukan dan terapi yang akan diberikan
- Prognosis dan keadaan pasien
- Komplikasi dari kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Fakhri., Hadisubroto, Yonas., & Firdaus, Jauhar. (2017).


Perbedaan Angka Kejadian Preeklampsia Berat dan Eklampsia antara
Usia Ibu 20-34 Tahun dan >34 Tahun di RSD dr.Soebandi Jember.
Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 3(2): 18-22
Brown, Mark A., Magee, Laura A., Kenny, Louise C., et al. (2018). Hypertension
in Pregnancy: ISSHP Recommendations. American Heart Association.
72(1):24–43
Cunningham, FG., Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., et al. (2018). William
Obstetrics 25th Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Guidelines for The Management of Severe Pre-Eclampsia and Eclampsia. (2014).
Northern Ireland:Guidelines & Audit Implementation Network (GAIN).
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Saifuddin, Abdul Bari., Rachimhadhi, Trijatmo., & Wiknjosastro, Gulardi. H.
(2014). Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sulistyowati, Sri & Wardani, Anak Agung Eka. (2014) Ekspresi Human
Leukocyte Antigen-G (HLA-G) dan Heat-Shock Protein-70 (Hsp-70)
pada Pertumbuhan Janin Terhambat. Jurnal MKB. 46(1): 22-27

Sumampouw, Claudia Meinda., Tendean, Hermie M. M., & Wagey, Freddy W.


(2019). Gambaran Preeklampsia Berat Dan Eklampsia Ditinjau Dari
Faktor Risiko Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Medik
dan Rehabilitasi (JMR). 1(3): 1-5

Triana, Esfi & Adnani, Syahredi S. (2019). Eklampsia Antepartum pada


G5P4A0H3 Gravid Preterm 33-34 Minggu + Sindrom HELLP + AKI +
IUFD. Jurnal Kesehatan Andalas. 8(1):79-83

Ward K & Taylor RN. (2015). Genetic factors in the etiology of preeclampsia. In
Taylor RN, Roberts JM, Cunningham FG (eds): Chesley’s Hypertensive
Disorders in Pregnancy, 4th ed. Amsterdam, Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai