Anda di halaman 1dari 5

PETEMUAN I

I. ISLAM SEBAGAI DIENULLAH


Islam sebagai dienullah adalah agama terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Karena yang terakhir maka Islam telah sempurna untuk dijadikan pedoman hidup dan
kehidupan umat manusia. Islam mengatur kehidupan dari persoalan pribadi sampa internasional,
maka siapapun yang berpegang teguh pada ajaran Islam akan dijamin selamat di dunia dan
akhirat. Salah satu kesempurnaan Islam adalah keutuhan ilmu yang bersumber pada satu Dzat,
yakni Allah SWT. Maka tidak diragukan sedikitpun akan kandungan Islam yang memberikan
arahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

A. Agama Samawi
Agama Samawi adalah agama yang diturunkan (wahyu) dari Allah SWT melalui malaikat
Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk disebarkan
kepada umat manusia.
Ciri-ciri Agama Samawi, yaitu:
a. Agama ini memiliki kitab suci yang otentik (ajarannya bertahan/asli dari Tuhan)
b. Mempunyai nabi/rasul yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan lebih lanjut dari
wahyu yang diterima
c. Agama samawi/wahyu dapat dipastikan kelahirannya
d. Ajarannya serba tetap
e. Kebenerannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.

B. Agama Ardhi
Agama Ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran
seseorang yang kemudian diterima secara global. Suatu faham yang berasal dari suatu tradisi,
adat istiadat yang dilestarikan. Serta tidak memiliki kitab suci dan bukan berlandaskan wahyu.
Ciri-ciri Agama Ardhi, yaitu :
a. Agama diciptakan oleh tokoh agama
b. Tidak memiliki kitab suci
c. Tidak memiliki nabi sebagai penjelas agama ardhi
d. Berasal dari daerah dan kepercayaan masyarakat
e. Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran penganutnya
f. Konsep ketuhanannya yaitu Panthaisme, dinamisme dan animisme.

C. Sumber-sumber Ajaran Islam


Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi Muhammad dengan
sahabat beliau Mu’az bin Jabal, yakni terdiri dari tiga sumber yaitu Al-Qur’an (kitabullah), As-
Sunnah (kini dihimpun dalam Hadits), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi
syarat untuk berijtihad.
Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh
dibalik.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama
dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan
manusia dengan alam.
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti
mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata dari satu
bagian kebagian lain secara teratur dikatakan Al-Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua
kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang disampaikan oleh Malaikat jibril kepada Nabi
Muhammad sebagai Rosul Allah dengan bahasa Arab, sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2
bulan 22 hari, mula – mula di Mekah kemudian di Madinah. Al-Qur’an merupakan mu’jizat dan
diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Adapun pokok-pokok kandungan dalam Al-Qur’an antara lain:
a. Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan semua kepercayaan yang
berhubungan dengan-Nya.
b. Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
c. Janji dan ancaman (al wa’ad wal wa’iid), yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan
mau mengamalkan isi Al-Qur’an dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
d. Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiarkan risalah Allah maupun
kisah orang-orang shaleh ataupun orang yang mengingkari kebenaran
e. Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan.

2. As-Sunnah (Hadits)
Sunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan adat-istiadat. Dalam terminologi Islam,
sunnah berarti perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan
taqrir).
Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu
ilmu yang dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu
hadits, para muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan
periwayat hadits tersebut bersesuaian dengan sanadnya
a. Macam-macam As-Sunnah:
1) Ditinjau dari bentuknya:
a) Fi’li (perbuatan Nabi)
b) Qauli (perkataan Nabi)
c) Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)
2) Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya:
a) Mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
b) Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada
derajat mutawir
c) Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
3) Ditinjau dari kualitasnya:
a) Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
b) Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan
pembawaannya yang kurang baik.
c) Dhaif, yaitu hadits yang lemah
d) Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
4) Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
a) Maqbul, yang diterima.
b) Mardud, yang ditolak.
b.    Kedudukan As-Sunnah:
1) As-Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
2) Orang yang menyalahi As-Sunnah akan mendapat siksa sebagaimana firmanNya dalam QS.
Al-Mujadilah, 58: 5
ٞ ‫ت َولِ ۡل ٰ َكفِ ِرينَ َع َذ‬
ٞ ‫اب ُّم ِه‬
‫ين‬ ٖ ۚ َ‫ت بَيِّ ٰن‬
ِ ۢ َ‫وا َك َما ُكبِتَ ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِ ِهمۡۚ َوقَۡ^د أَنزَ ۡلنَٓا َءا ٰي‬
ْ ُ‫إِ َّن ٱلَّ ِذينَ يُ َحٓا ُّدونَ ٱهَّلل َ َو َرسُولَهۥُ ُكبِت‬
٥
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan
sebagaimana kehinaan yang telah didapat oleh orang-orang sebelum mereka. Dan sungguh,
Kami telah Menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang yang
mengingkarinya akan mendapat azab yang menghinakan”.

3) Menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman, Allah
berfirman dalam QS. An-Nisa’,4: 65
ْ ‫ض ۡيتَ َوي َُس ^لِّ ُم‬
‫وا ت َۡس ^لِ ٗيما‬ َ َ‫ُوا فِ ٓي أَنفُ ِس ِهمۡ َح َر ٗجا ِّم َّما ق‬
ْ ‫ك فِي َما َش َج َر بَ ۡينَهُمۡ ثُ َّم اَل يَ ِجد‬
َ ‫فَاَل َو َربِّكَ اَل ي ُۡؤ ِمنُونَ َحتَّ ٰى يُ َح ِّك ُمو‬
٦٥
“Maka demi Tuhan-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian
tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya”.

3.     Ar-Ra’yu
Ar-Ra’yu dipakai apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di Al Quran
maupun Hadits, maka diperintahkan untuk berijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan
tetap mengacu kepada Al Quran dan Haditst. Ar-Ra’yu ada 6 macam yaitu : Ijma’, Qiyas,
Istihsan, Mushalat Murshalah, Sududz Dzariah, Istishab dan Urf.

D. Ijtihad sebagai Metode Kajian Islam


Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata ini beserta seluruh variasinya
menunjukan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak
disenangi. Kata inipun  berarti kesanggupan (al-wus),kekuatan al-thaqoh), dan berat (al-
masyaqqoh) (Ahmad bin Ahmad bin Ali al-Muqri al-Fayumi, t.th: 122, dan Elias A.Elias dan
Ed.E. Elias, 1982: 126).
Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Lapangan ijtihad adalah masalah-masalah
yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad adalah orang yang benar-benar
pakar. Berkaitan dengan itu, isu pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang
sembarangan dalam ijtihad, walaupun sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad.
Jadi, ijtihad adalah mengarahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk
mengeluarkan hukum yang ada dalam Al-qur’an atau as-sunnah, sehingga hukum tersebut dapat
diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat.
Sukar tidaknya masalah yang dihadapi tergantung kepada tinggi rendahnya kualitas intelektual
dan spiritual seorang mujtahid.
Di lihat dari pelaksanaannya, ijtihad dapat di bagi atas dua macam, yaitu ijtihad fardi dan
ijtihad jama’i. Ijtihad fardi merupakan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi.
Sedangkan, ijtihad jama’i adalah ijtihad yang di lakukan oleh para mujtahid secara kelompok.
Namun  pada hakikatnya ijtihad jama’i tersebut tetap dilakukan oleh akal orang perorang, hanya
saja dalam merumuskan satu masalah secara bekerjasama.
M. Dawam Raharjo mengutip pendapat Yusuf Al-qardhawi, tentang syarat-syarat
mujtahid, yaitu:
1. Memahami Al-qur’an
2. Memahami sunnah rosul
3. Menguasai bahasa Arab
4. Mengetahui masalah-masalah hukum yang telah ijma’
5. Menguasai ilmu ushul fiqih, terutama metode qiyas dan ijma’.
6. Memahami maksud dan tujuan syariat
7. Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya, dan
8. Memiliki sikap adil dan taqwa.
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat islam
dalam hal-hal yang ternyata belum di tegaskan hukumnya oleh Al-qur’an dan sunnah. Ijtihad
dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi
tetap berpedoman pada Al-qur’an dan sunnah.
Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid
tidak boleh bertentangan dengan isi Al-qur’an dan sunnah tersebut. Karena itu, ijtihad di
pandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat di butuhkan sepanjang masa
setelah Rasulallah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan,
yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman
yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi,
melainkan juga di bidang sistem dalam artinya yang luas.
TUGAS I:
1. Jelaskan pengertian, tujuan dan fungsi Islam
2. Jelaskan perbedaan agama Samawi dan agama Ardi berikan contoh masing-masing
3. Jelaskan secara lengkap tentang sumber-sumber ajaran Islam
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ijtihad dan mujitahid
5. Jelaskan pula syarat-syarat mujitahid menurut Dawam Raharjo
6. Tuliskan dengan terjemahannya ayat Al qur’an surah Al Mujadilah: dan An Nisa”: 56

Anda mungkin juga menyukai